“Ngapain kamu di sini?”Bira yang baru masuk ke dalam ruang kerjanya, cukup terkejut saat mendapati Yasmen sudah berbaring di sofa panjang. Dengan segera, Bira menghampiri putrinya dan duduk tepat di samping tubuh Yasmen. Menempelkan punggung tangannya ke dahi gadis itu dan Bira langsung bernapas lega karena suhu putrinya ternyata normal-normal saja. “Pergi ke ruanganmu sana.”“Bentar, belum jam kerja.” Yasmen menolehkan wajah, pada asisten Bira yang terus berjalan menuju meja kerja. Pria yang bernama Ricky itu menyalakan perangkat komputer, sambil mengeluarkan laptop yang biasa dibawa Bira bepergian. “Om, tolong keluar dulu dong, aku mau ngomong sama Papi.”Riky mengangguk, tapi masih bertahan di tempatnya. “Sebentar, ya, Mbak. Tunggu komputer sama laptopnya nyala.”“Heh, panggil Bapak kalau di kantor,” tegur Bira lalu beranjak menuju meja kerjanya. “Keluar dulu, Rik. Masuk lagi kalau Yasmen sudah keluar.”“Baik, Pak.”Yasmen tidak kunjung bangkit dari posisinya, meskipun Riky sudah k
“Loh, udah pulang? Kirain lembur lagi.”Yasmen segera berlari kecil menghampiri Byakta, yang baru saja masuk ke dalam kamar. Meraih tangan kosong Byakta yang tidak menenteng tas kerja, lalu menariknya menuju sofa.“Ayo kita bicarain yang tadi pagi,” lanjut Yasmen sudah duduk berdampingan dengan sang suami. Karena sudah berada di rumah, maka Yasmen hendak memperjelas nasib pernikahannya dengan Byakta.“Tadi pagi?” Byakta bersandar lelah sambil menoleh pada sang istri. Sejenak, Byakta kembali mengingat-ngingat mengenai pembicaraannya dengan Yasmen pagi tadi. Setelah mengingatnya, Byakta lalu menghela karena Yasmen masih saja bersikap kekanakan. Seharusnya, Yasmen tidak perlu membicarakan hal yang seperti ini, karena semua keputusan ada di tangan gadis itu. Tidak bisakah Yasmen belajar untuk bersikap realistis dan dewasa seperti Mai?Mai, lagi. Mai, lagi. Apa benar wanita itu sudah benar-benar move on dengan pria yang baru dikenalnya, dan melupakan Byakta?“Hm, bicaralah.”“Itu!” Yasmen
Yasmen berjalan gontai keluar rumah, sambil memijat bahu, leher, serta lengannya bergantian. Sesuai kesepakatan, Yasmen tidak boleh mengeluh dengan apa yang telah terjadi kemarin malam. Meskipun tubuhnya kini luar biasa pegal di segala sisi, tapi Yasmen tetap bungkam dan berusaha untuk tidak merengek pada Byakta.“Kenapa lagi?” tanya Byakta yang baru saja menutup pintu mobil setelah meletakkan tas laptopnya di kursi penumpang. Sebelum mengitari roda empatnya, Byakta melihat Yasmen yang baru melewati pintu sambil merungut. Tangan istrinya itu pun sibuk memijat bahu, dan sesekali meringis dengan wajah kesal.“Nggak papa!” jawab Yasmen ketus dengan memperlihatkan wajah datar. Menjaga mulutnya untuk tidak mengeluh, maupun merengek karena nyeri yang dirasa di seluruh tubuhnya. Ternyata, kehidupan seorang istri tidak seindah yang dibayangkan Yasmen. Mengapa hidupnya tidak bisa seperti sang mami, atau Sinar? Hanya tinggal duduk diam di rumah, dan menikmati hari-hari dengan sesuka hati. Buka
“Lunch?”Satu jam sebelum makan siang, Yasmen menerima notifikasi chat dari nomor yang tidak tertera di dalam daftar kontak teleponnya. Karena penasaran, Yasmen buru-buru membukanya dan melihat foto profil yang menampilkan logo sebuah perusahaan yang sama sekali tidak diketahuinya. Semakin penasaran, Yasmen pun langsung membalas chat dari seseorang yang mengajaknya makan siang.“Siapa lo?” ketik Yasmen lalu mengirimkannya dengan segera. Baru saja Yasmen meletakkan kembali ponselnya di sebelah keyboard, benda persegi nan mahal itu kembali berbunyi singkat.Karena tidak ingin bolak balik memegang ponsel, Yasmen berinisiatif memasang aplikasi chat berlogo hijau tersebut di browsernya. Tidak perlu menunggu lama, Yasmen akhirnya sudah bisa menggunakannya aplikasi tersebut, dan langsung membalas chat yang diterima melalui komputer kantor yang saat ini digunakannya.“Endy.”Yasmen membulatkan bibirnya saat membaca jawaban singkat tersebut. Merasa tidak memiliki janji makan siang dengan siapa
“Wait …” Tanpa canggung, Endy mengusap lengan Yasmen untuk beberapa detik. Ia pun terkekeh santai, saat melihat wajah syok dan kebingungan Yasmen dalam satu waktu. Namun, karena lawan bicaranya saat ini bukanlah sang ibu suri, maka Endy tidak perlu mengeluarkan effort yang terlalu besar. “Jangan diartikan ke mana-mana dulu.”“Terus, gimana maksudnya tadi?” tanya Yasmen dengan polosnya. “Mas Endy bilang friend with benefits, kan?”“Benefits dalam arti yang sebenarnya,” sahut Endy kembali terkekeh untuk sejenak. “Kalau proposalku tembus, kamu bisa minta apapun yang kamu mau. That’s why I said friend with benefits. Saling menguntungkan, kan?”“Ooh …” Bibir Yasmen akhirnya membulat dengan anggukan paham. Dalam situasi seperti sekarang, tentunya Yasmen tidak akan menolak jika disuguhi angin segar seperti ini. “Beneran aku bisa minta apa aja?”“Bener!”“Kalau permintaanku lebih besar dari nilai proposal yang tembus gimana?” Yasmen mengangkat sebelah alisnya, seolah menantang Endy. Memangnya
"Nanti aku kirim filenya dulu, biar kamu bisa baca dan pelajari nanti malam." Endy menghentikan mobilnya tepat lurus di depan pintu lobi Casteel High. Makan siang mereka barusan cukup berjalan lancar dan juga menyenangkan. Ternyata, sifat gadis itu sungguh berbanding terbalik dengan Mai yang selalu saja berkata dengan intonasi sinis kepadanya. Sementara Yasmen, gadis itu selalu terlihat ceria dan terbuka dengan hal apapun."Terus, besok siang aku ke sini lagi ngantar proposalnya ke kamu," tambah Endy.Kedua alis Yasmen mengerut sambil membuka sabuk pengaman dengan cepat. Yasmen tidak ingin membuat antrian panjang mobil di belakangnya. "Mas Endy mau ke sini lagi?"Endy mengangguk. "Iya, kita bisa makan siang lagi di tempat lain yang dekat-dekat sini. Gimana? Nggak papa, kan?"“Ya, nggak papa juga.” Yasmen bergegas menyampirkan tasnya di bahu, lalu membuka pintu mobil yang kacanya baru saja terbuka. “Ya udah, deh. Makasih traktirannya, ya, Mas. See ya!”Yasmen bergegas keluar lalu menut
Yasmen menguap. Semakin larut, tubuh Yasmen semakin diselimuti rasa lelah yang tidak terkira. Baru kali ini Yasmen hanya duduk di depan komputer dan mengerjakan sesuatu dari pagi, hingga malam menjelang. Bahkan, Yasmen tidak seperti ini ketika ia mengerjakan skripsi yang begitu memusingkan. Sebenarnya, bukan hanya Yasmen yang masih berada di kantor malam ini. Ada Byakta, Ratna dan dua orang karyawan lagi yang masih disibukkan dengan pekerjaannya. Sementara itu, dua karyawan lain dari divisi yang sama, sudah lebih dulu pulang karena pekerjaan mereka telah selesai. Tepat jam delapan malam, Yasmen melirik Byakta yang baru keluar dari ruangannya. Dengan lengan kemeja putih yang sudah tergulung rapi hingga sebatas siku, dan dasi yang sudah tertarik longgar, membuat Yasmen mendadak menelan ludah. “Kalian bisa pulang, dan besok saya kasih dispensasi setengah jam dari jam masuk kerja. Terima kasih.” Setelah Byakta masuk kembali ke ruangannya, semua staf yang masih berada di tempat segera m
Setelah mobil Bira semakin jauh dari pandangan, kedua bahu Yasmen langsung merosot gontai. Tubuhnya berputar 90 derajat, kemudian berjalan dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya. Sedikit menjauh dari Byakta, menuju mobil yang sebenarnya sudah berhenti di belakang mobil Bira sedari tadi.Tanpa menoleh lagi, Yasmen masuk ke dalam mobil yang pintunya baru saja dibuka oleh Kohar. “Makasih, Pak. Langsung pulang, ya. Tapi, jalannya pelan-pelan aja, biar tidurnya agak lamaan.”“Siap, Mbak.”Yasmen baru saja merangkak masuk dan hendak membaringkan tubuhnya, ketika suara Byakta begitu dekat terdengar di telinga. Lantas, Yasmen menoleh dan mendapati Byakta baru saja duduk tepat di sebelahnya lalu menutup pintu mobil.“Mas By! Ngapain di sini!”“Kamu nggak lihat aku lagi ngapain?” Byakta meletakkan tas kerjanya di kursi depan, lalu menyandarkan tubuhnya dan memejamkan mata“Iya tahu, tapi kenapa masuk mobilku?” Yasmen memutar tubuhnya untuk melihat Byakta. Rasa kantuk yang tadinya sudah mengga
Haluu Mba beb tersaiank … Saia langsung aja umumin daftar penerima koin GN untuk lima top fans pemberi gems terbanyak Imperfect Love : ArPi Kim : 1.000 koin GN + pulsa 200rb Mulya Purnama : 750 koin GN + pulsa 150 rb Elin land : 500 koin GN + pulsa 100 rb Miss Ziza Ziza S : 350 koin GN + pulsa 50 rb Ziza Ziz S : 200 koin Gn + pulsa 25 rb Untuk nama yang saia tulis di atas, bisa klaim koin GN dengan screenshoot ID dan kirim melalui DM Igeeh @kanietha_ . Jangan lupa follow saia duluuuh .... Saia tunggu konfirmasi sampai hari Minggu, 2 April 2023, ya, jadi, saia bisa setor datanya hari Senin ke pihak GN. Daaan, kiss banyak-banyak atas dukungan, juga atensinya untuk Bee and Hunny ~~ Kita ketemu lagi di GN, Insya Allah habis lebaran yaaa .... Kissseeess …..
Apa ini? Asisten nyonya besar keluarga Sagara tiba-tiba menelepon dan meminta Arista datang ke kediaman atasannya. Bukan di rumah jabatan yang ditempati saat ini, tetapi di rumah pribadi kediaman Sagara. Bahkan, Arista dijemput langsung oleh salah satu sopir keluarga tersebut. Arista seperti di sidang. Duduk seorang diri dan menghadapi empat orang yang mentapnya dalam diam. “Maaf, Bu Aida.” Daripada hanya didiamkan, Arista akhirnya membuka mulut. “Kenapa saya dipanggil ke sini? Apa ada masalah, atau butuh bantuan saya?” Tatapan Arista tertuju sekilas pada Bira yang duduk paling ujung, di samping Pras. Jangan-jangan, pertemuan kali ini adalah buntut dari pembicaraan Arista dan Bira malam itu. Jangan-jangan, semua ucapan yang dikatakan Bira saat itu bukan hanya gurauan belaka. Jangan-jangan … Semakin dipikirkan, Aristas semakin sakit kepala karena takut menebak-nebak jawabannya. “Saya minta maaf kalau harus minta kamu datang mendadak seperti sekarang.” Aida berujar dengan sikap ang
Arista mengerjap dengan mulut yang terbuka. Berdiri mematung pada celah pintu mobil yang sudah dibuka Vincent sebelumnya. Mendengar perkataan Bira dan wajah serius pria itu, Arista jadi tidak bisa mengeluarkan kata-kata. “Becanda, Ris.” Bira spontan tertawa saat melihat Arista membeku dengan wajah tegang. Wanita itu mungkin syok akibat mendengar ucapan Bira barusan. “Buruan masuk, aku sudah lapar.” “Ahh …” Mulut Arista ikut melempar tawa, garing. Ia mengangguk, kemudian masuk ke dalam mobil dan menggeser bokongnya ke sisi pintu yang lain, karena Bira jelas akan duduk di sebelahnya. “Jangan terlalu tegang,” kata Bira setelah menutup pintu. “Kerja sama aku memang harus serius, tapi santai aja.” “Iya, Mas.” Arista kembali tertawa, terkesan dipaksakan. “Lagian, masa’ buaya dipercaya.” Bira tertawa. “Eh, tapi aku serius masalah yang tadi. Aku memang lagi nyari istri, soalnya lagi pusing disuruh nikah terus sama nyonya besar.” Arista berdecak. “Cewek-cewek di Casteel High, kan, banyak
“Kenapa belum pulang?” Bira menatap layar komputer yang dipandang Arista. Wanita itu memandang situs web yang berisikan berbagai video, yang bisa diunggah oleh penggunanya di berbagai belahan dunia manapun asal memiliki akses internet.“Hujan deras, Mas,” kata Arista sembari mengangkat wajah, menatap Bira yang berdiri di sampingnya. Dari pria itu datang ke kantor di pagi hari, sampai pulang di sore hari, atau malam sekali pun ketika mereka lembur, wangi parfum Bira tetap setia menempel di tubuh pria itu. Intensitas wanginya tidak berubah sedikit pun. “Saya nggak bawa jas hujan.”“Terus kenapa belum pulang?” ulang Bira kembali mempertanyakan hal yang sama. “Kita nggak lembur, dan kamu sebenarnya bisa pulang duluan.”“Hujan deras, Mas.” Arista juga mengulang jawaban yang sama, dan mulai menahan kekesalannya.“Aku tahu sekarang hujan deras, tapi kenapa kamu belum pulang?” tanya Bira sekali lagi. “Pesan taksi, kek! Gajimu di sini lebih besar dari Firma Sagara, masa’ bayar taksi buat pulan
Pagi itu, Bira berhenti di depan meja sekretarisnya sebelum memasuki ruang kerja. Perangkat komputer di meja Arista tampak belum menyala, pun dengan kursi kerja yang masih rapi menempel rapat dengan sisi meja.Bira mengeluarkan ponsel. Melihat notifikasi yang masuk di dalamnya. Tidak ada nama Arista di sana. Itu berarti, wanita itu tidak memberi info sama sekali tentang ketidakhadirannya, atau mungkin keterlambatannya. Kalau begitu, biarlah Bira menunggu kabar dari wanita itu sembari melakukan pekerjaannya.Saat Bira baru membuka pintu, hawa sejuk pendingin udara langsung menerpa wajahnya dengan suhu seperti biasa. Itu artinya, sudah ada seseorang yang menyalakan pendingin ruangannya lebih dulu, dan itu pasti Arista.“Mas Bira!”Bira terkejut mendengar seruan yang dilontarkan dengan nada kesal padanya. Namun, entah mengapa seruan tersebut juga terdengar sedikit manja. Sedikit mengusik indra pendengarannya.“Arista? Kamu kenapa?”“Mas Bira pasti tahu kalau pak Lex sudah nikah sama bu
Bira berhenti melangkah di depan meja sekretaris barunya. Ia bersedekap, lalu menghela saat melihat paras manis itu memanyunkan bibirnya.“Pagi, Mas Bira.” Arista tidak mengerti, mengapa ia harus dipindahkan dari Firma Sagara ke Casteel High seperti sekarang. Sejak awal menginjakkan kaki di dunia kerja, Arista sudah berada di firma hukum tersebut dan semua karyawan yang ada di sana sudah seperti keluarga baginya.Namun, perintah tiba-tiba dari Pras membuatnya tidak bisa mengajukan protes. Memangnya, karyawan mana yang berani membantah titah seorang Pras? Arista mungkin masih bisa bernegosiasi bila Lex yang memberinya perintah. Akan tetapi, sayangnya orang tersebut adalah Pras.Pria arogan yang selalu saja bertindak sesuka hati.“Pagi.” Bira berdecak, karena Pras benar-benar mengganti sekretaris lamanya dengan Arista. Apapun alasan yang ada di balik itu, Bira harus tetap menutup mulut dan tidak boleh membocorkannya pada siapapun. Jika Arista bertanya, maka Bira cukup mengatakan semua i
“Rajaaa.” Hari masih terbilang masih pagi, tapi Yasmen mulai mengeluarkan “tanduknya” karena baru saja menginjak sebuah lego yang membuat telapak kakinya nyeri seketika. Padahal, Yasmen sudah berulang kali memberitahu putranya, agar selalu membereskan semua mainannya ketika sudah selesai bermain. Namun, berapa kali pun Yasmen berujar dan memberi perintah, hasilnya tetap saja sama. Setelah bermain, bocah yang sudah berusia lima tahun itu, langsung meninggalkan semua mainannya begitu saja. Alhasil, Susilah yang akan membersihkan semuanya seperti biasa dan Yasmen hanya bisa mengelus dada. Anehnya, Raja akan selalu bersikap patuh bila sudah berada di rumah Pras. Mana berani bocah itu menghambur mainannya yang ada di sana. Seusai bermain, Raja akan selalu membereskan semua barangnya pada tempatnya, walaupun dalam keadaan yang tidak sempurna. Ternyata, merawat dan mendidik anak tidak semudah bayangan Yasmen. Keinginan untuk memiliki banyak anak pun Yasmen urungkan seketika, karena itu sem
Ternyata, semua tidak seperti yang ada di bayangan Yasmen. Setelah sebulan tinggal di rumah Bira, akhirnya Yasmen mengerti bagaimana perasaan Byakta. Mungkin hampir sama seperti yang dirasakan Yasmen saat ini, ketika memutuskan tinggal di rumah Mario.Bukan … kedua mertua Yasmen bukanlah sosok mertua kebanyakan, yang ada di sinetron maupun novel-novel online yang bertebaran di jagat maya. Justru sebaliknya. Mario dan Miskah bahkan terlalu baik, hingga membuat Yasmen semakin merasa tidak nyaman berada di rumah tersebut. Ditambah, tidak adanya asisten rumah tangga di rumah Mario, membuat Yasmen yang terbiasa memerintah jadi semakin segan berada di rumah mertuanya.Tidak mungkin, kan, Yasmen menyuruh mertuanya untuk membuatkannya ini dan itu? Belum lagi, Yasmen mau tidak mau harus tahu menempatkan diri. Ia harus berusaha bangun lebih pagi, walaupun, semalam hanya tidur beberapa jam karena putranya yang terus meminta ASI. Dan masih banyak hal lain yang membuat Yasmen semakin tidak enak ha
Akhirnya, Yasmen bisa pulang dari rumah sakit dan langsung menuju ke rumah orang tuanya. Yasmen sudah menetapkan hati, untuk tidak menambah anak lagi. Ditambah dengan proses menyusui yang penuh dengan drama, semakin membuat Yasmen enggan untuk hamil, dan melahirkan di masa mendatang. “Apa itu, Bu?” Yasmen melihat Susi membawa sebuah nampan ketika memasuki kamarnya. “Sayur bening, tapi pake daun katuk,” jawab Susi meletakkan satu mangkok sayur di nakas. Setelahnya, ada sebuah piring yang sudah berisi nasi dan ayam goreng bagian dada dengan potongan besar di atasnya. Susi juga meletakkan segelas air putih, dan segelas susu. “Di suruh makan sama ibu. Pelan-pelan aja, yang penting dihabisin.” “Tapi aku sudah makan tadi di rumah sakit, Bu.” Yasmen melihat boks bayi yang letaknya tidak sampai satu meter dari tempat tidurnya. “Mbak Yasmen sekarang menyusui, jadi makannya harus banyak dan bergizi biar ASInya juga lancar,” terang Susi kemudian bergeser ke samping boks bayi untuk melihat bay