“Habis ini … aku nggak mau hamil lagiii ...” Yasmen menahan napas. Mencengkram tangan Byakta yang hanya bisa pasrah, dengan sekuat tenaga. Semakin lama, rasa mulas yang dirasakan Yasmen sungguh tidak bisa tertahankan. Bagian pinggul dan sekeliling pinggangnya seolah ingin copot saja.Sejak berada di rumah sakit hingga jelang subuh, Yasmen belum menidurkan tubuhnya sama sekali. Selain karena mulas yang selalu datang kembali, Yasmen juga merasa tegang karena hendak menyambut putra pertamanya.“Satu ajaaa, cukup,” sambung Yasmen dengan rintihan pilu.“Iya.” Meskipun mulut Byakta mengiyakan, tetapi hatinya masih belum bisa sejalan dengan ucapannya. Byakta tahu rasanya menjadi anak tunggal, karena itu ia tidak menginginkan anaknya bernasib sama. Harusnya, Yasmen juga tahu akan hal tersebut, karena istrinya itu juga merupakan anak semata wayang.Yasmen menghela besar, sedikit lega setelah rasa sakit itu kembali hilang. Mulutnya sampai terbuka lebar, untuk meraup seluruh udara ke dalam dada.
Mario sibuk mondar mandir di luar ruang persalinan. Sesekali, langkahnya terhenti untuk melihat pintu yang masih tertutup rapat. Belum terdengar suara tangis bayi dari dalam sana, sehingga Mario tidak bisa mendudukkan dirinya dengan tenang. Berkali-kali helaan berat keluar dari mulutnya, karena begitu tidak sabar menantikan kelahiran cucu pertamanya.Tidak seperti Bira, yang sejak tadi terlihat duduk santai sembari menikmati satu gelas es kopi yang ada di tangan. Hari masih terbilang pagi, tetapi pria itu sudah meminum es untuk melegakan tenggorokannya.“Duduklah Pak Mario,” ujar Bira melihat ketegangan di wajah besannya itu. Siapa yang menduga, bila orang yang kerap ia mintai tolong untuk mencari Yasmen saat kabur akhirnya jadi besannya. Entah apa perasaan Mario ketika Bira datang ke rumah pria itu, dan meminta agar menjodohkan anak mereka. “Kita doakan supaya semuanya lancar.”Mario berhenti sebentar. Mengangguk pada Bira dengan senyum yang tidak bisa mengembang sempurna. Masih bany
Senyum Bira terlukis lebar, menatap cucu pertamanya yang berada dalam gendongan. Dengan bangga, ia memamerkan bayi tampan itu pada Pras yang kini menjenguk Yasmen di rumah sakit bersama Sinar.“Laki-laki ini, Mas!” pamer Bira kemudian duduk perlahan di samping Pras.“Terus?” Mungkin Bira lupa, Pras juga pernah memiliki bayi laki-laki yang diberi nama Qaisar. Bahkan, bayi tersebut kini sudah menjadi pria dewasa yang sangat Pras banggakan.Senyum Bira surut. Harusnya, ia sudah bisa menduga bila respons yang diberikan Pras hanya datar-datar saja. “Aku cuma ngasih tahu.”“Kita semua sudah tahu cucumu itu laki-laki, sejak dia masih di dalam perut.”Bira memilih bungkam. Usahanya untuk memamerkan cucu laki-laki pertama di keluarga Sagara akhirnya musnah sudah. Kakaknya itu, memang tidak bisa bermanis-manis di depan orang lain.“Kemarikan,” titah Pras sudah mengulurkan kedua tangannya untuk menggendong cucu Bira.“Nanti,” tolak Bira. “Aku baru aja gendong, Mas.”“Setelah aku pulang, kamu bis
Akhirnya, Yasmen bisa pulang dari rumah sakit dan langsung menuju ke rumah orang tuanya. Yasmen sudah menetapkan hati, untuk tidak menambah anak lagi. Ditambah dengan proses menyusui yang penuh dengan drama, semakin membuat Yasmen enggan untuk hamil, dan melahirkan di masa mendatang. “Apa itu, Bu?” Yasmen melihat Susi membawa sebuah nampan ketika memasuki kamarnya. “Sayur bening, tapi pake daun katuk,” jawab Susi meletakkan satu mangkok sayur di nakas. Setelahnya, ada sebuah piring yang sudah berisi nasi dan ayam goreng bagian dada dengan potongan besar di atasnya. Susi juga meletakkan segelas air putih, dan segelas susu. “Di suruh makan sama ibu. Pelan-pelan aja, yang penting dihabisin.” “Tapi aku sudah makan tadi di rumah sakit, Bu.” Yasmen melihat boks bayi yang letaknya tidak sampai satu meter dari tempat tidurnya. “Mbak Yasmen sekarang menyusui, jadi makannya harus banyak dan bergizi biar ASInya juga lancar,” terang Susi kemudian bergeser ke samping boks bayi untuk melihat bay
Ternyata, semua tidak seperti yang ada di bayangan Yasmen. Setelah sebulan tinggal di rumah Bira, akhirnya Yasmen mengerti bagaimana perasaan Byakta. Mungkin hampir sama seperti yang dirasakan Yasmen saat ini, ketika memutuskan tinggal di rumah Mario.Bukan … kedua mertua Yasmen bukanlah sosok mertua kebanyakan, yang ada di sinetron maupun novel-novel online yang bertebaran di jagat maya. Justru sebaliknya. Mario dan Miskah bahkan terlalu baik, hingga membuat Yasmen semakin merasa tidak nyaman berada di rumah tersebut. Ditambah, tidak adanya asisten rumah tangga di rumah Mario, membuat Yasmen yang terbiasa memerintah jadi semakin segan berada di rumah mertuanya.Tidak mungkin, kan, Yasmen menyuruh mertuanya untuk membuatkannya ini dan itu? Belum lagi, Yasmen mau tidak mau harus tahu menempatkan diri. Ia harus berusaha bangun lebih pagi, walaupun, semalam hanya tidur beberapa jam karena putranya yang terus meminta ASI. Dan masih banyak hal lain yang membuat Yasmen semakin tidak enak ha
“Rajaaa.” Hari masih terbilang masih pagi, tapi Yasmen mulai mengeluarkan “tanduknya” karena baru saja menginjak sebuah lego yang membuat telapak kakinya nyeri seketika. Padahal, Yasmen sudah berulang kali memberitahu putranya, agar selalu membereskan semua mainannya ketika sudah selesai bermain. Namun, berapa kali pun Yasmen berujar dan memberi perintah, hasilnya tetap saja sama. Setelah bermain, bocah yang sudah berusia lima tahun itu, langsung meninggalkan semua mainannya begitu saja. Alhasil, Susilah yang akan membersihkan semuanya seperti biasa dan Yasmen hanya bisa mengelus dada. Anehnya, Raja akan selalu bersikap patuh bila sudah berada di rumah Pras. Mana berani bocah itu menghambur mainannya yang ada di sana. Seusai bermain, Raja akan selalu membereskan semua barangnya pada tempatnya, walaupun dalam keadaan yang tidak sempurna. Ternyata, merawat dan mendidik anak tidak semudah bayangan Yasmen. Keinginan untuk memiliki banyak anak pun Yasmen urungkan seketika, karena itu sem
Bira berhenti melangkah di depan meja sekretaris barunya. Ia bersedekap, lalu menghela saat melihat paras manis itu memanyunkan bibirnya.“Pagi, Mas Bira.” Arista tidak mengerti, mengapa ia harus dipindahkan dari Firma Sagara ke Casteel High seperti sekarang. Sejak awal menginjakkan kaki di dunia kerja, Arista sudah berada di firma hukum tersebut dan semua karyawan yang ada di sana sudah seperti keluarga baginya.Namun, perintah tiba-tiba dari Pras membuatnya tidak bisa mengajukan protes. Memangnya, karyawan mana yang berani membantah titah seorang Pras? Arista mungkin masih bisa bernegosiasi bila Lex yang memberinya perintah. Akan tetapi, sayangnya orang tersebut adalah Pras.Pria arogan yang selalu saja bertindak sesuka hati.“Pagi.” Bira berdecak, karena Pras benar-benar mengganti sekretaris lamanya dengan Arista. Apapun alasan yang ada di balik itu, Bira harus tetap menutup mulut dan tidak boleh membocorkannya pada siapapun. Jika Arista bertanya, maka Bira cukup mengatakan semua i
Pagi itu, Bira berhenti di depan meja sekretarisnya sebelum memasuki ruang kerja. Perangkat komputer di meja Arista tampak belum menyala, pun dengan kursi kerja yang masih rapi menempel rapat dengan sisi meja.Bira mengeluarkan ponsel. Melihat notifikasi yang masuk di dalamnya. Tidak ada nama Arista di sana. Itu berarti, wanita itu tidak memberi info sama sekali tentang ketidakhadirannya, atau mungkin keterlambatannya. Kalau begitu, biarlah Bira menunggu kabar dari wanita itu sembari melakukan pekerjaannya.Saat Bira baru membuka pintu, hawa sejuk pendingin udara langsung menerpa wajahnya dengan suhu seperti biasa. Itu artinya, sudah ada seseorang yang menyalakan pendingin ruangannya lebih dulu, dan itu pasti Arista.“Mas Bira!”Bira terkejut mendengar seruan yang dilontarkan dengan nada kesal padanya. Namun, entah mengapa seruan tersebut juga terdengar sedikit manja. Sedikit mengusik indra pendengarannya.“Arista? Kamu kenapa?”“Mas Bira pasti tahu kalau pak Lex sudah nikah sama bu
Haluu Mba beb tersaiank … Saia langsung aja umumin daftar penerima koin GN untuk lima top fans pemberi gems terbanyak Imperfect Love : ArPi Kim : 1.000 koin GN + pulsa 200rb Mulya Purnama : 750 koin GN + pulsa 150 rb Elin land : 500 koin GN + pulsa 100 rb Miss Ziza Ziza S : 350 koin GN + pulsa 50 rb Ziza Ziz S : 200 koin Gn + pulsa 25 rb Untuk nama yang saia tulis di atas, bisa klaim koin GN dengan screenshoot ID dan kirim melalui DM Igeeh @kanietha_ . Jangan lupa follow saia duluuuh .... Saia tunggu konfirmasi sampai hari Minggu, 2 April 2023, ya, jadi, saia bisa setor datanya hari Senin ke pihak GN. Daaan, kiss banyak-banyak atas dukungan, juga atensinya untuk Bee and Hunny ~~ Kita ketemu lagi di GN, Insya Allah habis lebaran yaaa .... Kissseeess …..
Apa ini? Asisten nyonya besar keluarga Sagara tiba-tiba menelepon dan meminta Arista datang ke kediaman atasannya. Bukan di rumah jabatan yang ditempati saat ini, tetapi di rumah pribadi kediaman Sagara. Bahkan, Arista dijemput langsung oleh salah satu sopir keluarga tersebut. Arista seperti di sidang. Duduk seorang diri dan menghadapi empat orang yang mentapnya dalam diam. “Maaf, Bu Aida.” Daripada hanya didiamkan, Arista akhirnya membuka mulut. “Kenapa saya dipanggil ke sini? Apa ada masalah, atau butuh bantuan saya?” Tatapan Arista tertuju sekilas pada Bira yang duduk paling ujung, di samping Pras. Jangan-jangan, pertemuan kali ini adalah buntut dari pembicaraan Arista dan Bira malam itu. Jangan-jangan, semua ucapan yang dikatakan Bira saat itu bukan hanya gurauan belaka. Jangan-jangan … Semakin dipikirkan, Aristas semakin sakit kepala karena takut menebak-nebak jawabannya. “Saya minta maaf kalau harus minta kamu datang mendadak seperti sekarang.” Aida berujar dengan sikap ang
Arista mengerjap dengan mulut yang terbuka. Berdiri mematung pada celah pintu mobil yang sudah dibuka Vincent sebelumnya. Mendengar perkataan Bira dan wajah serius pria itu, Arista jadi tidak bisa mengeluarkan kata-kata. “Becanda, Ris.” Bira spontan tertawa saat melihat Arista membeku dengan wajah tegang. Wanita itu mungkin syok akibat mendengar ucapan Bira barusan. “Buruan masuk, aku sudah lapar.” “Ahh …” Mulut Arista ikut melempar tawa, garing. Ia mengangguk, kemudian masuk ke dalam mobil dan menggeser bokongnya ke sisi pintu yang lain, karena Bira jelas akan duduk di sebelahnya. “Jangan terlalu tegang,” kata Bira setelah menutup pintu. “Kerja sama aku memang harus serius, tapi santai aja.” “Iya, Mas.” Arista kembali tertawa, terkesan dipaksakan. “Lagian, masa’ buaya dipercaya.” Bira tertawa. “Eh, tapi aku serius masalah yang tadi. Aku memang lagi nyari istri, soalnya lagi pusing disuruh nikah terus sama nyonya besar.” Arista berdecak. “Cewek-cewek di Casteel High, kan, banyak
“Kenapa belum pulang?” Bira menatap layar komputer yang dipandang Arista. Wanita itu memandang situs web yang berisikan berbagai video, yang bisa diunggah oleh penggunanya di berbagai belahan dunia manapun asal memiliki akses internet.“Hujan deras, Mas,” kata Arista sembari mengangkat wajah, menatap Bira yang berdiri di sampingnya. Dari pria itu datang ke kantor di pagi hari, sampai pulang di sore hari, atau malam sekali pun ketika mereka lembur, wangi parfum Bira tetap setia menempel di tubuh pria itu. Intensitas wanginya tidak berubah sedikit pun. “Saya nggak bawa jas hujan.”“Terus kenapa belum pulang?” ulang Bira kembali mempertanyakan hal yang sama. “Kita nggak lembur, dan kamu sebenarnya bisa pulang duluan.”“Hujan deras, Mas.” Arista juga mengulang jawaban yang sama, dan mulai menahan kekesalannya.“Aku tahu sekarang hujan deras, tapi kenapa kamu belum pulang?” tanya Bira sekali lagi. “Pesan taksi, kek! Gajimu di sini lebih besar dari Firma Sagara, masa’ bayar taksi buat pulan
Pagi itu, Bira berhenti di depan meja sekretarisnya sebelum memasuki ruang kerja. Perangkat komputer di meja Arista tampak belum menyala, pun dengan kursi kerja yang masih rapi menempel rapat dengan sisi meja.Bira mengeluarkan ponsel. Melihat notifikasi yang masuk di dalamnya. Tidak ada nama Arista di sana. Itu berarti, wanita itu tidak memberi info sama sekali tentang ketidakhadirannya, atau mungkin keterlambatannya. Kalau begitu, biarlah Bira menunggu kabar dari wanita itu sembari melakukan pekerjaannya.Saat Bira baru membuka pintu, hawa sejuk pendingin udara langsung menerpa wajahnya dengan suhu seperti biasa. Itu artinya, sudah ada seseorang yang menyalakan pendingin ruangannya lebih dulu, dan itu pasti Arista.“Mas Bira!”Bira terkejut mendengar seruan yang dilontarkan dengan nada kesal padanya. Namun, entah mengapa seruan tersebut juga terdengar sedikit manja. Sedikit mengusik indra pendengarannya.“Arista? Kamu kenapa?”“Mas Bira pasti tahu kalau pak Lex sudah nikah sama bu
Bira berhenti melangkah di depan meja sekretaris barunya. Ia bersedekap, lalu menghela saat melihat paras manis itu memanyunkan bibirnya.“Pagi, Mas Bira.” Arista tidak mengerti, mengapa ia harus dipindahkan dari Firma Sagara ke Casteel High seperti sekarang. Sejak awal menginjakkan kaki di dunia kerja, Arista sudah berada di firma hukum tersebut dan semua karyawan yang ada di sana sudah seperti keluarga baginya.Namun, perintah tiba-tiba dari Pras membuatnya tidak bisa mengajukan protes. Memangnya, karyawan mana yang berani membantah titah seorang Pras? Arista mungkin masih bisa bernegosiasi bila Lex yang memberinya perintah. Akan tetapi, sayangnya orang tersebut adalah Pras.Pria arogan yang selalu saja bertindak sesuka hati.“Pagi.” Bira berdecak, karena Pras benar-benar mengganti sekretaris lamanya dengan Arista. Apapun alasan yang ada di balik itu, Bira harus tetap menutup mulut dan tidak boleh membocorkannya pada siapapun. Jika Arista bertanya, maka Bira cukup mengatakan semua i
“Rajaaa.” Hari masih terbilang masih pagi, tapi Yasmen mulai mengeluarkan “tanduknya” karena baru saja menginjak sebuah lego yang membuat telapak kakinya nyeri seketika. Padahal, Yasmen sudah berulang kali memberitahu putranya, agar selalu membereskan semua mainannya ketika sudah selesai bermain. Namun, berapa kali pun Yasmen berujar dan memberi perintah, hasilnya tetap saja sama. Setelah bermain, bocah yang sudah berusia lima tahun itu, langsung meninggalkan semua mainannya begitu saja. Alhasil, Susilah yang akan membersihkan semuanya seperti biasa dan Yasmen hanya bisa mengelus dada. Anehnya, Raja akan selalu bersikap patuh bila sudah berada di rumah Pras. Mana berani bocah itu menghambur mainannya yang ada di sana. Seusai bermain, Raja akan selalu membereskan semua barangnya pada tempatnya, walaupun dalam keadaan yang tidak sempurna. Ternyata, merawat dan mendidik anak tidak semudah bayangan Yasmen. Keinginan untuk memiliki banyak anak pun Yasmen urungkan seketika, karena itu sem
Ternyata, semua tidak seperti yang ada di bayangan Yasmen. Setelah sebulan tinggal di rumah Bira, akhirnya Yasmen mengerti bagaimana perasaan Byakta. Mungkin hampir sama seperti yang dirasakan Yasmen saat ini, ketika memutuskan tinggal di rumah Mario.Bukan … kedua mertua Yasmen bukanlah sosok mertua kebanyakan, yang ada di sinetron maupun novel-novel online yang bertebaran di jagat maya. Justru sebaliknya. Mario dan Miskah bahkan terlalu baik, hingga membuat Yasmen semakin merasa tidak nyaman berada di rumah tersebut. Ditambah, tidak adanya asisten rumah tangga di rumah Mario, membuat Yasmen yang terbiasa memerintah jadi semakin segan berada di rumah mertuanya.Tidak mungkin, kan, Yasmen menyuruh mertuanya untuk membuatkannya ini dan itu? Belum lagi, Yasmen mau tidak mau harus tahu menempatkan diri. Ia harus berusaha bangun lebih pagi, walaupun, semalam hanya tidur beberapa jam karena putranya yang terus meminta ASI. Dan masih banyak hal lain yang membuat Yasmen semakin tidak enak ha
Akhirnya, Yasmen bisa pulang dari rumah sakit dan langsung menuju ke rumah orang tuanya. Yasmen sudah menetapkan hati, untuk tidak menambah anak lagi. Ditambah dengan proses menyusui yang penuh dengan drama, semakin membuat Yasmen enggan untuk hamil, dan melahirkan di masa mendatang. “Apa itu, Bu?” Yasmen melihat Susi membawa sebuah nampan ketika memasuki kamarnya. “Sayur bening, tapi pake daun katuk,” jawab Susi meletakkan satu mangkok sayur di nakas. Setelahnya, ada sebuah piring yang sudah berisi nasi dan ayam goreng bagian dada dengan potongan besar di atasnya. Susi juga meletakkan segelas air putih, dan segelas susu. “Di suruh makan sama ibu. Pelan-pelan aja, yang penting dihabisin.” “Tapi aku sudah makan tadi di rumah sakit, Bu.” Yasmen melihat boks bayi yang letaknya tidak sampai satu meter dari tempat tidurnya. “Mbak Yasmen sekarang menyusui, jadi makannya harus banyak dan bergizi biar ASInya juga lancar,” terang Susi kemudian bergeser ke samping boks bayi untuk melihat bay