Diana menatap putrinya yang telah terlelap. Hatinya sakit melihat Dani yang lebih mementingkan Andien daripada Raisa, putri mereka. Ketika Diana mendengar suara mobil, Diana memilih untuk memejamkan matanya dan memeluk putrinya.
Diana malas untuk ribut dengan suaminya untuk hal yang sama setiap waktu. Diana memilih untuk diam dan tidak memperdulikan suaminya. Diana sudah sampai pada titik terlelah hidupnya bersama Dani."Sayang? Kalian sudah tidur?" Dani membuka pintu kamar Raisa. Dia melihat Diana yang terlihat memejamkan matanya sambil memeluk putri kesayangan, ya. Dulu sebelum dia tahu kalau Andien juga anaknya, Dani begitu sayang pada Raisa dan selalu memanjakan Putri kecilnya dengan cinta yang melimpah.Dani mencium kening kedua wanita yang telah banyak dia sakiti untuk membahagiakan Marisa dan Andien. Wanita yang pernah hadir di masa lalunya, namun kini memaksa masuk kembali ke hidupnya dan mengacaukan segalanya."Maafkan Papa, sayang! Papa janji, setelah menyelesaikan masalah disini, kita sekeluarga akan kembali ke luar negeri dan hidup dengan damai disana!" janji Dani sambil terus meminta maaf pada Raisa. Suara pelan Dani masih bisa Diana dengar sebelum Dani meninggalkan mereka di kamar yang dulu pernah menjadi tempat favorit untuk Dani melepaskan lelahnya setelah seharian bekerja.Diana meneteskan air matanya karena hatinya begitu perih. "Ya Tuhan! Apa yang harus kulakukan sekarang? Rasanya berat sekali harus berbagi suami dengan wanita lain. Sakit sekali, ya Allah!" Diana menangis dalam diam.Sementara itu Dani saat ini sedang berada di kamar mandi dan bersiap untuk tidur. Tubuhnya lelah sekali setelah acara ulang tahun yang diselenggarakan oleh Marisa yang mengundang begitu banyak tamu. Dani sampai merasa tidak enak saat bertemu dengan rekan kerjanya yang bertanya perihal istri sah dan anaknya yang tidak ada di sana."Marisa semakin di turuti kemauannya, semakin banyak yang dia inginkan dariku. Ah, aku harus bagaimana saat Diana tahu hubungan kami yang sebenarnya?" Dani terlihat begitu frustasi memikirkan masa depannya bersama Diana dan Marisa yang terancam hancur berantakan gegara kelakuan Marisa yang tidak mau melepas dirinya untuk menghabiskan waktu bersama Diana dan Raisa.Dua wanita yang telah hadir dalam hidupnya dan memberikan warna tersendiri untuk dirinya. Marisa dengan sejuta pesona yang selalu sukses membuat Dani ketar-ketir. Wanita masa lalu yang masih sanggup menggetarkan hatinya.Tapi Dani sangat tahu kalau Marisa bukanlah tipe wanita yang bisa dijadikan sebagai masa depannya untuk meraih surganya Allah. Marisa hanya tahu kesenangan dan poya-poya. Dani sejak tadi terus menatap ponselnya. Di mana saldo tabungannya mulai menipis setiap hari.Ada saja yang selalu di minta oleh Marisa dan Andien yang sulit di tolak olehnya. "Tabungan yang susah payah dikumpulkan olehku dan Diana selama bertahun lamanya. Hanya dalam sebulan hampir kosong gegara Marisa dan Andien. Ya Allah! Apa yang harus kulakukan sekarang?" Dani meratapi nasib saldo rekening miliknya yang sekarat total gegara perbuatan Marisa yang selalu merongrong dirinya.Karena kepala yang pusing dan otak yang suntuk, Dani lebih memilih untuk pergi ke balkon kamarnya dan merokok di sana. Salah satu spot terbaik dan selalu menjadi tempat favoritnya ketika dia merasa sesak nafas karena masalah hidupnya yang dia cari sendiri. Cari penyakit!!!Diana sangat hapal dengan kebiasaan suaminya ketika suntuk. Diana memilih untuk meninggalkan Dani dan membiarkan lelakinya merenung sendiri di sana dengan rokok dan alkohol yang tampaknya dibeli oleh suaminya dalam perjalanan pulang ke rumah.Dani tampaknya tidak menyadari kalau rekeningnya berapa hari yang lalu sudah ditarik oleh Diana tanpa sepengetahuan Dani. Dani terlalu sibuk untuk membahagiakan Marisa dan Andien sampai tidak menyadari kalau ATM dia sudah di ambil oleh Diana dari dompetnya.Setelah mendapatkan apa yang dia inginkan dia langsung mengembalikan ATM itu ke dompet suaminya agar Dani tidak curiga. Diana tidak rela uang yang susah payah ditabung demi masa depan Raisa habis karena Marisa dan Andien.Dani sendiri selama ini selalu melakukan transaksi menggunakan m-banking yang berada di ponselnya. Jarang menggunakan ATM yang dia selalu bawa di dompetnya.Diana memilih pergi ke mushola yang ada di rumahnya dan melakukan salat tahajud. Diana ingin mengadukan masalah hidupnya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Diana tidak sanggup untuk mengadukan kesedihannya kepada neneknya yang sudah tua.Kedua orang tua Diana sudah lama pergi meninggalkannya tanpa kabar berita. Diana sendiri tidak tahu bagaimana kabar mereka berdua sekarang. Sejak dia bisa mengingat sesuatu kedua orang tuanya sudah meninggalkannya bersama neneknya.Diana bahkan sampai tertidur karena saking lelahnya dia memikirkan begitu banyak masalah yang hadir di dalam hidupnya sejak dia dan Dani kembali dari luar negeri dan menetap di Indonesia. Semua masalah seakan silih berganti.Dani juga terlihat tertidur di balkon. Mereka berdua sama-sama dipusingkan dengan masalah hidup mereka dengan cara yang berbeda untuk melampiaskannya.Dani terlihat mabuk dan kehilangan kesadaran. Diana terlelap setelah puas mengadu pada Rabb-nya yang maha segalanya di atas sajadah panjang yang membentang di seperempat malam yang syahdu dengan air matanya.Keesokan harinya, pembantu yang membangunkan Diana untuk salat shubuh. Diana tersentak ketika mendapatkan dirinya ternyata tertidur di mushola tanpa ada yang membangunkannya. "Dimana Tuan Dani?" tanya Diana pada pembantunya."Dia keliatannya masih di balkon, Nyonya!""Apakah Tuan Dani sudah bangun?" tanya Diana sambil mengerjapkan matanya yang terasa masih berat karena kantuk dan pusing."Belum tahu, Nyonya. Saya belum melihat Tuan Dani turun dari kamarnya. Apa perlu saya bangunkan juga, Nyonya?" tanya Bi Esih kepada Diana yang masih belum sadar sepenuhnya dari kantuk."Biarkan saja, Bi. Nanti juga bangun sendiri kalau dia sudah merasa puas dengan tidurnya." ucap Diana agak cuek.Diana membereskan mukenanya dan bersiap untuk mengambil air wudhu kembali dan melakukan sholat shubuh.'Kenapa susah-susah membangunkan Mas Dani? Begitu bangun malah langsung melayani Tuan Putri Marisa dan anaknya. Biarkan saja Mas Dani tidur dan membiarkan wanita gatal itu marah-marah.' Seringai jahat muncul di wajah Diana yang hatinya seakan mati karena perbuatan suami dan ipar jahatnya.Permasalahan dalam rumah tangganya benar-benar sudah merubah Diana menjadi wanita yang baru. Jiwa psikopatnya meronta minta melampiaskan kepada orang yang sudah menyakiti hatinya dan putri kecilnya.Diana memilih untuk membantu Bi Esih dan pergi memasak di dapur. Setelah dia selesai dengan kewajiban paginya sebagai seorang muslim yang taat.Diana sudah lupa bagaimana kehangatan di rumah itu telah pergi begitu lama. Tidak ada canda tawa lagi yang menghiasi pagi mereka seperti saat mereka tinggal dan menetap di luar negeri.Sekarang mereka lebih banyak berdebat dan bertengkar untuk merebutkan hal yang sama setiap hari. Dani sampai jam 9 masih saja belum juga bangun dari tidurnya. Tetapi Diana melarang Bi Esih untuk membangunkannya.Diana tersenyum saat melihat Marisa yang terus menelpon dan mengirimkan pesan berantai ke nomor suaminya. Diana tidak ada keinginan sama sekali untuk membuka ataupun mengangkat telepon itu apalagi membangunkannya Dani untuk bekerja.Hati Diana rasanya sudah kebas untuk berurusan dengan mereka berdua dan memilih untuk cuek dan tidak peduli.Sekitar jam 10, saat Diana sedang asyik menulis untuk melanjutkan ceritanya di laptop, terlihat Dani dengan penampilan acak-acakan dan sangat kacau duduk di meja makan."Yang, kamu kok tega banget sama aku dengan tidak membangunkanku? Aku telat berangkat ke kantor hari ini, padahal ada meeting dengan orang penting di perusahaan." Dani terlihat kesal dan gugup."Marisa yang Mas maksud sebagai orang penting?" tanya Diana dengan nada sinis sambil berlalu meninggalkan suaminya yang tampak bengong."Apa maksud kamu, Yang?" tanya Dani tak paham dengan apa yang dikatakan oleh Diana. Diana memilih meninggalkan Dani yang sedang sarapan dan bersiap-siap untuk pergi ke kantor. Diana bisa melihat raut wajah frustasi yang diperlihatkan oleh Dani. Seketika terbit senyum penuh kemenangan di wajah cantiknya. Sepintas lalu Diana bisa mendengarkan suara Marisa sedang mengomel panjang lebar ditelepon saat Dani menelpon dia dan meminta maaf karena tidak menjemputnya. "Dasar perempuan aneh! Sungguh di luar nurul dan fikri, wanita kurang ajar! Aku istri sahnya saja tidak pernah memarahi suamiku seperti itu. Wanita lancang!" monolog Diana yang mulai merasa terganggu dengan kelakuan Marisa di pagi hari. Marisa sukses merusak mood Diana pagi itu yang susah payah dia bangun sejak tadi. "Maafkan aku! Tadi malam aku terlalu banyak minum sehingga aku bangun kesiangan. Tidak tahu ada apa dengan Diana, dia tidak mau membangunkanku." terdengar Dhani yang mengeluhkan Diana pada Marisa. Marisa terdengar
"Siapa wanita tadi, Paman?" tanya Erik ketika dia sudah berhadapan dengan Lukman.Erik adalah putra sahabat Luqman yang diperintahkan oleh ibunya untuk menemuinya. Mereka mempunyai rencana untuk kerjasama dalam membangun Resort di Bali. Proyek itu adalah impian Marissa yang ingin dipersembahkan kepada Raisa sebagai hadiah ulang tahun putrinya tahun depan."Dia adalah keponakanku. Kenapa?" tanya Lukman sambil menatap tajam ke arah Erik yang terlihat tersenyum dengan penuh makna.Sesuai dengan pesan Diana Lukman selalu menyembunyikan identitas keponakannya sebagai pemilik perusahaan itu. Diana tidak pernah ingin menonjolkan diri di hadapan siapapun. Dia lebih senang saat semua orang berpikir perusahaan itu milik pamannya. Karena memang selama ini hanya Lukman yang selalu tampil di depan publik sebagai wajah perusahaan mereka."Kenapa?" tanya Lukman menyelidik.Erik menggelengkan kepala. Dia pemuda yang baik dan selalu menjadi andalan ayahnya yang sekarang sudah bersiap untuk pensiun kar
Diana saat ini sedang berada di sekolah. Dia terus menatap ke arah Raisa yang sedang bermain dengan teman-temannya tampak begitu bahagia."Mama sudah datang?" Tanya bocah kecil itu sambil memeluk ibunya dengan begitu senang."Ya, kenapa Mama datang cuma sendiri aja? Mana Papa?? Bukankah kemarin Papa janji akan menjemput Raisa di sekolah?" terlihat raut kekecewaan di wajah gadis cantik itu ketika melihat ibunya datang sendirian saja.Diana merasa terhenyak melihat wajah sedih putrinya. Ketika menanyakan tentang Dani yang saat ini sedang bersama dengan Marissa dan Andien. Diana tidak tega untuk mengatakan yang sesungguhnya kepada putrinya."Papa masih sibuk di kantornya. Nanti pulang kerja pasti akan menemuimu," Tapi Raisa sudah terlanjur merasa kecewa kepada Dani yang selalu ingkar janji kepadanya."Sebenarnya yang anak papa itu aku atau Andien? Kenapa papa lebih mencintai Andien daripada aku, Mah?" tanya Raisa dengan wajah sedihnya.Diana kemudian memeluk Raisa dia pun sebenarnya mera
Marisa marah sekali kepada Dani yang malah meninggalkan dia begitu saja di mall. Dia terpaksa mengeluarkan uangnya sendiri untuk membayar semua belanjaan yang sudah dia pilih. Uang yang diberikan Dani tentu saja, dengan berbagai alasan dramatis yang dia karang soal Andien.Marissa paling tahu bagaimana cara menaklukkan seorang Dani dan membuatnya tidak bisa berkutik. "Kamu apa-apaan, Mas? Seenaknya saja meninggalkan aku di mall begitu saja. Untung saja aku bawa dompet aku. Kalau gak, aku pasti akan malu di sana." Omel Marissa ketika dia sudah sampai di rumah dan melihat Dani yang sedang berbaring lesu.Ya, Dani merasa sangat lemah setelah mendatangi pihak bank yang mengatakan kalau dirinya yang menarik lewat ATM secara berkala. Mungkin karena dia ceroboh tidak sadar terus menghujani Marissa dengan kemewahan sampai tidak sadar sudah menghabiskan semua tabungannya. "Kamu kenapa? Pulang-pulang marah-marah begitu," kesal Dani yang memasang wajah kesal.Dani tiba-tiba saja merindukan ruma
Diana dan Raisa kini bersama di sebuah apartemen mewah dan besar. Diana sangat senang sekali dengan apa yang terjadi pada hidupnya, dengan keputusan nekat yang telah diambilnya. Diana akan memulai kembali kehidupannya tanpa Dani."Mah, kita akan tinggal disini?" tanya Raisa dengan mata berbinar ketika dia melihat kamarnya yang baru. Raisa sesaat melupakan kantuknya yang sejak di mobil tadi menyerang."Ya, sayang. Raisa sekarang mandi sama bibi ya? Lalu tidur. Besok Raisa akan sekolah di tempat baru yang lebih dekat dengan tempat tinggal kita." Diana memeluk putri kecilnya dengan lembut. Hanya Raisa yang menjadi sumber kekuatannya sekarang dalam keadaan terpuruk. "Ye, akhirnya Raisa tidak perlu satu sekolah lagi dengan Andien. Mah, terima kasih ya?" Raisa bahkan sampai mendaratkan ciumannya di pipi Diana yang membuatnya amat bahagia.Marissa memang seketerlaluan itu. Mereka tidak pernah memikirkan perasaanmu sama sekali. Ibu mertuanya juga amat kejam dengan membiarkan Dani dan Marissa
"Apa? Diana dan Raisa pergi dari rumahmu? Kok bisa?" tanya Halimah kaget saat Dani bilang menantu tak di anggapnya berani pergi dari rumah mewah putranya.Sungguh di luar dugaannya kalau Diana akan berani melakukan hal itu. Padahal dia begitu percaya diri mengatakan kepada Dani, bahwa Diana selamanya tidak akan pernah melepaskan putranya yang berharta. Makanya dia dengan enteng menyuruh Dani menikahi Marissa begitu masa idah wanita itu selesai."Tentu saja bisa, Mah. Diana Itu wanita yang keras kepala dan tinggi harga dirinya. Aku curiga kalau Diana sudah mengetahui pernikahanku dengan Marissa. Mama sih, main suruh-suruh aku nikahin janda adikku segala. Lihat nih!! Rumah tanggaku bersama Diana kacau jadinya!" kesal Dani sambil mengacak rambutnya.Hatinya kacau banget saat ini. Dia tidak ingin kehilangan Diana dan Raisa. Dani menyesali tindakan ceroboh yang sudah diambil oleh Diana tanpa bertanya dulu padanya.'Kenapa kamu main pergi begitu saja? Padahal Mas sudah mengatur untuk kepin
"Apa? Kamu berniat untuk menceraikanku? Gila kamu, Mas?" tanya Marissa sambil menatap tajam Dani yang sekarang berada di hadapannya.Halimah sekarang sudah duduk anteng di dalam pelukan Marissa. Aksi bunuh dirinya dia batalkan setelah melihat Andien yang menangis terisak sambil memeluk dirinya.Sesayang itu memang sosok Halimah pada Andien. Dani sendiri tidak mengerti. Kenapa Ibunya membedakan antara Andien dan Raisa. Padahal mereka sama-sama anaknya. Darah dagingnya yang itu artinya cucunya sendiri."Aku tidak mau kehilangan Diana dan Raisa. Aku mencintai dan menyayangi mereka. Marissa, kamu dan Andien hadir dalam kehidupanku setelah aku bahagia bersama mereka. Kau menghancurkan segala yang aku miliki. Aku tidak bisa kehilangan hal yang selama ini sudah buat aku bahagia." Marisa Tentu saja sangat tersinggung mendengar perkataan Dani.Marissa menggenggam telapak tangan Dani tetapi langsung ditepis olehnya. "Apakah kau benar-benar tidak menginginkan kehadiran kami lagi di dalam hidupmu?
Diana memutuskan untuk datang ke kantor menemui pamannya. Dia sudah mantap akan menunjukkan wajahnya di hadapan semua karyawan yang bekerja di sana."Paman, aku ingin segera mengambil alih perusahaan dari tanganmu. Paman bisa pensiun setelah itu. Aku merasa tidak enak karena sudah menahan cita-cita Paman untuk pensiun dini," ucap Diana begitu dia masuk ke ruangan Lukman yang begitu besar dan megah."Kamu yakin dengan keputusanmu? Apa kamu nanti tidak akan menyesalinya? Satu kali kamu muncul di hadapan mereka. Maka kamu tidak bisa mundur lagi," sahut Lukman dengan senyum hangatnya yang selalu menghiasi wajahnya yang tampan walau usianya sudah tak muda.Diana mengangguk, "paman, aku sudah memutuskan untuk bercerai dengan Mas Dani. Rasanya tidak perlu untuk bersembunyi lagi darinya dan gundik dia!" Geram Diana sambil menatap tajam ke arah Dani yang sedang fokus dengan pekerjaannya.Ruangan Lukman memang bisa mengawasi semua karyawan yang ada di perusahaannya. Tetapi orang yang ada di lua
Dengan segala kekecewaan akhirnya Dani kembali ke Indonesia dengan tangan hampa. Dani bahkan tidak bisa bertemu dengan Raisa karena James yang menghalangi mereka untuk bertemu."Kurang ajar! Dasar tetangga tidak ada akhlak! Bisa-bisanya dia merampas istriku! Aku akan melakukan segala cara untuk merebut Diana dan Raisa dari tangan dia!" geram Dani saat dia memasuki rumahnya.Dani dikejutkan dengan kehadiran Marissa dan Andien yang menyambut kedatangannya."Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya Dani yang merasa tidak senang dengan kehadiran mereka berdua di rumahnya."Mereka berdua akan tinggal bersama kita!" ucap sang ibu yang tiba-tiba saja sudah berada di antara mereka."Mama tidak usah ikut campur urusanku lagi! Gara-gara mama Aku kehilangan segalanya dan sekarang menjadi pecundang! Mereka bukan tanggung jawabku karena aku sudah menceraikan Dia! Lagipula, Andien bukanlah darah dagingku dan aku tidak akan pernah mau menghabiskan hidupku untuk mengurus dia!" tegas Dani yang menolak
"Baiklah, aku akan mencapai tuntutanku tapi dengan suatu syarat," pinta James pada akhirnya. Diana tentu saja merasa senang mendengarnya dan antusias untuk segera mengetahui syarat yang James maksud."Apa?""Aku berharap kamu tidak menemui dia lagi. Sayang, aku benar-benar merasa sangat cemburu dan takut kamu akan kembali tergerak hatinya dengan laki-laki itu. Kamu bisa mengerti perasaan aku kan?" tanya James sambil menatap Intens mata Diana.Diana terdiam beberapa saat lamanya. "Kami memiliki anak bersama, James. Bagaimana mungkin tidak akan bertemu dia selama sia hidup ini?" tanya Diana yang merasa Dilema dengan syarat itu.James memeluk Diana. "Aku akan selalu mendampingimu ketika kalian bertemu. Sayang, tolong pahami aku ya? Aku hanya tidak ingin kehilangan kamu!" pinta Jane dengan lembut dan membuai Diana dalam cinta.Diana menatap Dani yang masih menunggu keputusan mereka. " Lalu bagaimana dengan Jasmine? Bukankah kalian bertunangan?"Deg!!James terkejut karena karena Diana ter
"Gara-gara kamu menerima lamaran James, dia menolak untuk dijodohkan denganku. Dasar perempuan sundal!" pekik gadis itu dengan penuh amarah kepada Diana.Deg!Dani membeku di tempat mendengar hal itu. "Diana menerima lamaran dari James? Tunggu dulu! Kenapa rasanya aku kenal dengan nama itu?" monolog Dani sambil kembali mengingat-ingat nama James di memorynya."Sialan! Bukankah James itu adalah tetangga kami ketika tinggal di luar negeri? Gimana dia bisa melamar Diana?? Bagaimana nasib istrinya? Oh, tidak!! Apakah Diana mau dijadikan istri kedua oleh bajingan itu!" pekik Dani merasa tidak senang dengan apa yang ada dalam pikiran nya.Saat Dani hendak mendekat ke arah Diana, dia melihat seorang lelaki bule yang begitu familiar dimatanya mendekati kedua wanita yang sedang ribut itu. Diana memilih diam dan tidak meladeni gadis itu yang seperti menggila melihat Diana begitu acuh dan tenang dalam menghadapinya yang sudah seperti kesetanan."Stop it, Jasmine!" sentak James yang menarik tanga
Marissa kembali ke Indonesia dengan perasaan berkecamuk. Ada ribuan dendam yang semakin membuat hidupnya tak tenang jika memikirkan tentang Diana yang merupakan saingan baginya sejak lama. Marissa mengepalkan kedua tangan saat melihat semua barangnya sudah berada di luar dan apartemen itu telah berganti kepemilikan."Sial! Hidupku berubah dalam semalam gegara perempuan kurang ajar itu! Entah apa yang dia lakukan padaku sehingga selalu memberikan kesialan padaku tiap kali bertemu dengan dia!" kesal Marissa yang akhirnya mau tidak mau meninggalkan apartemen itu juga.Pantang bagi Marissa untuk mengemis pada Darma yang sudah membuangnya layaknya kotoran yang tak berharga. Dengan terseok Marissa kembali ke rumah kontrakan yang di tempati oleh Andien dan pengasuhnya."Mama?? Mama akhirnya pulang juga!" teriak Andien dengan penuh kebahagiaan.Marissa yang sedang kesal mendadak baik mood nya saat melihat Andien yang menyambutnya dengan penuh kebahagiaan. Tetapi saat ini dia sedang lelah seka
James sudah membawa koper miliknya dan bersiap berangkat ke bandara. Dia melirik sejenak ke arah apartemen milik Diana. Dia berharap bisa melihat wanita yang dia cintai untuk terakhir kalinya. Tapi nihil! Disana hanya ada kesunyian karena tampaknya Diana masih sibuk dengan aktivitasnya di pagi hari untuk menyiapkan sarapan buat Raisa dan mempersiapkan diri berangkat bekerja.Dengan langkah gontai James masuk ke dalam mobilnya. Dia sudah merasakan putus asa untuk dapat menyentuh relung hati Diana. Hati wanita jika sudah terluka memang sangat sulit untuk kembali disembuhkan. Butuh waktu dan kesabaran ekstra untuk bisa melakukan itu. James sadar kalau dia sedang melakukan sesuatu yang amat mustahil.Ketika James hendak masuk ke dalam mobilnya tiba-tiba saja sebuah suara mengagetkannya dan sukses membuat James membeku seketika itu juga. "James, apakah kamu berencana pergi untuk tidak berpamitan padaku secara langsung?" tanya Diana dengan suara bergetar."Diana? Kamu sedang apa disitu?" ta
Diana menatap ponselnya dan membaca pesan yang ditinggalkan James untuknya. "Selamat malam Diana. Maafkan aku yang sudah mengganggu waktumu. Aku hanya ingin menyampaikan padamu bahwa besok aku akan kembali ke Kanada. Maafkan aku jika sudah membuat merasa tidak nyaman Sejak pertemuan kita kembali. Aku harap kamu akan bisa berdamai dengan masa lalumu dan menemukan kebahagian hidup di masa depan."Diana meletakkan kembali ponselnya di atas nakas dia tidak berniat sama sekali untuk menjawab pesan tersebut. Entah kenapa Diana merasakan ada sesuatu yang hilang dalam dirinya. "Selamat jalan, James. Aku mendoakan kebahagiaanmu dari sini. Maafkan aku yang terpaksa harus bersikap ketus kepadamu untuk mengikis jarak yang sedang kau upayakan kembali terjalin seperti dulu. Tapi saat ini hatiku sedang tidak ingin memeluk cinta lagi. Maafkan aku!" sesal Diana sambil menghapus air mata yang mengalir begitu saja di pipinya.Diana kembali melihat ke arah ponselnya yang kembali berbunyi. Tanda ada pesan
Diana menatap seorang wanita yang saat ini sedang bergelayut manja di lengan seorang pria yang duduk di hadapannya. Saat ini mereka akan menandatangi surat perjanjian kerjasama."Nyonya Diana kenapa datang sendiri saja? Dimana suaminya?" tanya Darma sambil tersenyum pada Diana yang masih berusaha untuk menentramkan hatinya saat ini."Bukan urusan anda. Bukankah pertemuan kita kali ini hanya untuk menandatangani surat perjanjian kerjasama saja? Saya rasa, tak perlu kita membawa pasangan kita di dalam pertemuan seperti ini. Betul begitu, ibu Marissa?" tanya Diana sambil tersenyum mengejek. Bagaimana tidak? Diana jelas mengenai sosok lelaki yang duduk di hadapannya, bahkan kenal siapa istrinya. Kenapa dia datang bersama Marissa yang bukan istri sah lelaki itu? Otak cerdas Diana bisa langsung menilai apa yang sedang terjadi di sana.Marissa mengerucutkan bibirnya. "Rupanya kau masih menyimpan dendam padaku, Diana? Aku sudah melepaskan suamimu yang sudah tak berguna itu. Aku tak peduli pad
Halimah mendatangi Marissa di sekolah Andien pada jam pulang. Halimah memiliki misi untuk bekerja sama dengan mantan menantunya itu yang sama-sama berotak nakal dan culas."Tante mau apa kesini? Bukankah sejak perceraianku dengan Mas Dani, tante sudah gak sudi lagi kenal dengan kami?" tanya Marissa dengan tatapan sinis ke arah Halimah.Halimah membelalakkan matanya karena Marissa yang terlalu berterang dihadapannya. CkckckHalimah berdecak lidah melihat penampilan Marissa yang terlalu terbuka menurutnya."Kamu tidak malu berpenampilan seperti itu di hadapan anakmu maupun gurunya dan teman-temannya?" tanya Halimah yang sedikit risih melihat keseksian Marissa yang terlalu berlebihan dimatanya.Marissa hendak berlalu dan meninggalkan Halimah yang membuat moodnya rusak siang itu dengan ucapannya yang sok suci."Dengar ya, tan! Bukan kapasitas tante untuk mengomentari hidupku! Sebaiknya tante urus saja hidup tante dan anak tante sendiri. Ga usah rese dengan hidup orang lain!" sengit Maris
"Awas!" Teriak seseorang ketika Raisa hendak menyebrang dalam keadaan melamun dan diseberang sana ada sebuah mobil yang hendak menabraknya. Sepertinya mobil itu mengalami masalah dengan remnya. Lelaki itu langsung berlari dan menarik Raisa ke pinggir agar tidak tertabrak.Diana yang sedang memasukkan belanjaan ke dalam mobilnya sontak terkejut mendengar insiden itu. Dia menengok ke sampingnya untuk mencari Raisa, nihil."Dimana Raisa?" Diana bermonolog sendiri. Dia tadi melihat Raisa mengikuti dirinya di belakang setelah mereka belanja bulanan, tetapi Raisa sekarang tidak ada disampingnya."Sayang? Kamu dimana?" tanya Diana yang tampaknya masih belum ngeh tentang kejadian tadi yang hampir menewaskan Raisa yang berjalan sambil melamun."Mama!" Teriak Raisa dari seberang jalan sambil digenggam telapak tangannya oleh laki-laki yang tadi menolongnya. Raisa sejenak mengurutkan keningnya karena merasa tidak mengenali lelaki yang bersama dengan Raisa."Kamu dari mana saja? Kenapa datang bers