"Zayyad gynophobic seperti itu pasti memiliki kisah suram di baliknya dan kau datang dengan teganya memperparah lukanya yang belum sembuh. Ah, itu seperti luka tertusuk yang masih berdarah dan kau datang menuangkan air panas di atasnya..stt" Sesaat Cavell mendesis, wajahnya benar-benar mengekspresikan betapa tak tertahankan nya itu.
Di samping itu Alina menggertak kan giginya, matanya yang menatap bengis Cavell merasa ingin membunuhnya detik itu juga. Bajingan itu yang tidak tau apa-apa tentangnya. Dengan kejam menggambarkan dirinya seperti seorang wanita tanpa hati dan nurani..
"Tapi di samping itu aku ingin memberikan penawaran sempurna padamu. Apa kau benar-benar tidak ingin berselingkuh dengan ku?"
"..." Tampak dada Alina naik turun, benar-benar menahan diri untuk tidak meledak.
"Ku pikir jika kau menerimanya, kau dapat berkesempatan mendiskriminasi pria sombong seperti ku" Sesaat Cavell menyeringai tajam, itu tampak seperti iblis yang penuh godaan da
Alina sadar, dulu ia terlalu sering memanfaatkan kelemahan Zayyad dengan mengancamnya. Tidak hanya itu, ia bahkan menghina betapa lemahnya Zayyad sebagai seorang pria dan juga mencium kasar bibirnya sampai berdarah. Secara tidak langsung Alina menyadari— Itu mungkin karena instingnya sebagai seorang misandris, sedikit demi sedikit telah mengikis nuraninya terhadap pria. "Kenapa kau tiba-tiba bertanya begitu?" Zayyad menatap serius ke bawah, memandangi wajah Alina yang samar-samar terlihat muram. "Tidak ada, hanya bertanya saja" Alina mengalihkan tatapannya dari memandang wajah Zayyad, pergi melihat jauh lurus ke dinding kamar kayu yang bercat kan hitam minyak. Zayyad berhenti mengusap kepala Alina. Pelan Zayyad mengambil pergelangan tangan Alina dan membawa telapak tangan itu melekap lembut di pipinya, "Bagaimanapun itu semua sudah menjadi masa lalu. Tidak peduli apa! Sekarang aku hanya mencintaimu..." Mata Alina yang menatap lurus ke de
Tak terasa sudah itu menjadi hari terakhir bagi Zayyad dan Alina menginap di hotel 'pulau cinta'. Meskipun mereka datang untuk berbulan madu seperti yang diharapkan dua orang tua itu. Tapi yang terjadi mereka menjalaninya lebih seperti dua orang bersama untuk menikmati liburan yang menyenangkan.Ya, hanya itu.Tepat pukul delapan pagi, Alina mengajak Zayyad untuk berjemur di tepi pantai. Mereka berbaring di atas kursi panjang yang sudah di siapkan oleh staf hotel. Sinar matahari yang hangat, memantul menawan di wajah Alina yang putih bersih. Membuat kulit wajahnya terlihat cerah dan bercahaya cantik.Alina memilih memejamkan mata dan menikmati kehangatan matahari pagi bersama udara bersih pantai yang tentunya sangat jauh berbeda dari perkotaan yang padat akan debu dan polusi.Di samping itu Zayyad duduk bersandar di kepala kursi, tampak sangat menikmati buku di tangannya."Apa yang kau baca?" Alina bertanya dalam keadaan mata terpejam."..."
"Ah, aku tau pengakuan ku ini membuat mu sangat terkejut" Alina hampir saja lupa kalau ia baru saja mengaku pada Chana kalau ia ingin balas dendam pada suaminya itu. Biarpun keduanya bukan pasangan suami-istri yang hangat, tapi Chana tetaplah seorang istri yang baik, nuraninya begitu bersih dan sifatnya begitu halus."Kau benar! Sejujurnya aku sangat terkejut" Chana tersenyum pelan, mengakuinya. Tampak bulu matanya bergetar gugup dan mulutnya terbuka pelan ragu-ragu ingin mengatakan sesuatu, "Tapi bolehkah aku memohon sesuatu padamu.."Alina menahan senyum lurus di bibirnya. Dari sorot mata Chana, ia seakan mampu menebak apa yang akan wanita cantik itu mohon padanya, "Apa itu?""Kau tau..Atifa masih kecil" Tampak Chana meremas ujung blusnya. Suaranya terdengar ragu-ragu dan takut, "Alasanku bertahan sejauh ini dengan pernikahan ku yang hambar itu juga untuk memberikan keluarga yang lengkap untuk Atifa. Jadi..."Alina menatap Chana diam dan menunggu.
Zayyad meletakkan buku bacaannya di sofa, mengangkat wajahnya ia melihat pintu balkon terbuka. Di sana berdiri siluet tubuh kurus dengan piyama putihnya yang tertiup angin, membawa kesan betapa ringannya sosok itu seakan sapuan lirih itu kapanpun dapat menerbangkannya. Secercah sinar perak rembulan jatuh di atas rambut lurusnya yang sepekat tinta. Tampak sesekali tatanannya berantakan oleh sapuan angin lalu. Zayyad bangun dari duduknya, mengambil beberapa langkah mendatangi balkon dan berdiri tepat di pintu berkata, "Angin malam tidak bagus, ayo masuk" Alina menghela nafas berat. Ia ragu yang dibelakangnya itu orang tua berumur atau mantan pengusaha muda. Menolehkan kepalanya ke belakang, Alina melebarkan kedua sudut bibirnya tersenyum pelan, "Peluk aku..." Bibir Zayyad melengkung tinggi keatas, membalas senyum Alina. Tak lupa dengan mata coklatnya yang menatap Alina lembut. Mengambil beberapa langkah ke depan, Zayyad memeluk pinggang kecil Alina dari belakan
Seorang pelayan wanita itu tampak menghela nafas seraya menjatuhkan sepasang bahunya merasa lelah. Tangannya entah sudah berapa kali mengetuk, tapi tak seorangpun yang didalam menyahut. Melihat lampu kamar yang menyala, jelas sepasang suami-istri itu belum tidur. "Maaf" Alina menarik pintu dan mendapati sosok tubuh yang berdiri dengan raut wajah kelelahan, tepat di sampingnya ada kereta dorong yang berisi seperangkat alat minuman. Poci dan dua cangkir kecil. "Ah, saya dari bagian pelayanan tamu. Karena ini adalah malam terakhir, kami menyediakan minuman spesial yang satu-satunya hanya dapat anda miliki di hotel kami" Tutur wanita bertubuh kecil itu, jelas raut wajahnya terlihat senang penantiannya membuahkan hasil. "Minuman apa itu?" Samar-samar aroma manis buah yang bercampur harum bunga dan rempah yang pekat datang dari poci menusuk dua lubang hidung Alina. "Ini adalah minuman dari campuran aneka sari buah tropis yang manis, yang di beri sedik
Alina yang mengalungkan tangannya di leher Zayyad, menatap mata coklatnya dengan api gairah yang berkobar-kobar. Tampak bibirnya yang merah lembab karena ciuman panas mereka beberapa saat lalu terbuka mengatakan, "Kita adalah sepasang suami-istri, kenapa tidak?""Alina tapi kita—emhp"Alina terus berjinjit, memotong ucapan Zayyad dengan menyedot habis bibirnya kedalam mulut kecilnya. Ciuman yang sangat ambisius itu memancing api dalam tubuh Zayyad kembali berkobar. Alhasil, akal sehat dua orang itu benar-benar lenyap sudah tergantikan dengan gelora hasrat dan haus.Ciuman panas itu perlahan berubah menjadi perang bibir karena Alina tampak begitu agresif menarik Zayyad dalam setiap gerakannya yang cepat dan menggebu. Langkah kaki mereka tampak beradu, berputar-putar hingga menabrak sisi ranjang.Bruk!Keduanya jatuh memukul ranjang putih yang empuk. Masih dengan pergulatan bibir yang terus berlanjut, Alina yang berada di atas Zayyad dengan tid
Erina melangkah ke dapur, menemukan Irsyad yang tampak sibuk dengan peralatan makan. Dua gelas susu vanilla hangat sudah di siapkan bersama dua piring omelette yang baru saja di angkat dari teflon. Tepat ketika Irsyad berputar kebelakang membawa semua itu ke meja, "Kau sudah bangun?" Irsyad dikejutkan dengan keberadaan Erina yang berdiri dibelakangnya sambil menyilang kan tangan di dada. Wajah pucat itu mengulas senyum tipis, "Baru saja" Tampak sorot mata tua itu menyipit, melepas senyum kecil yang menggambarkan khas orang baru bangun tidur. Mendapati itu, kedua sudut bibir Irsyad tersenyum manis menanggapi, "Ayo sarapan!" Irsyad berjalan ke ruang makan. Menata dua gelas susu vanilla di atas meja beserta dua piring omelette hangat yang menguarkan aroma lezat telur ke udara. Erina melangkah pelan mendatangi kursi, mendapati itu Irsyad dengan cepat menarik benda kayu itu untuk mempersilahkan Erina duduk. "Terimakasih.." Erina mengulum senyum kecil di bi
"Pagi!" Jawab Zayyad malas. Mulutnya separuh terbuka, menguap pelan. Masih ada sisa kantuk di kelopak matanya yang pelan terangkat dan pupil nya yang sayup-sayup menangkap objek cantik yang duduk manis di tepi ranjang. Itu tak lain adalah Alina yang duduk bertopang dagu, memasang senyum lebar memandangnya.Zayyad mengangkat separuh punggungnya, berniat untuk bersandar di kepala ranjang. Namun Zayyad terkejut, mendapati tubuhnya yang di bawah selimut itu tak ada sehelai kain pun yang melekat di sana. Zayyad dapat merasakan seluruh tubuhnya yang terasa pegal dan sakit. Tepat ketika Zayyad menundukkan kepalanya, ia melihat bagian atas tubuhnya sudah penuh dengan ruam-ruam merah.Seketika hal gila semalam terlintas di otaknya bagai film yang diputar ulang.Blush!Wajah Zayyad memerah hingga ke daun telinga. Cepat Zayyad menyembunyikan tubuhnya dengan menenggelamkan dirinya di bawah selimut.Alina menahan rapat bibirnya agar tidak tertawa. Sungguh lucu
Setelah makan siang, Zayyad mau tak mau harus bergegas ke perusahaan karena urusan mendesak. Alina yang tiduran santai di kamar, masih merasa penasaran sebenarnya apakah ada yang spesial dengan hari itu.Baru saja Alina membuka ponselnya dan sebuah notifikasi muncul. Tidak lain itu adalah pengingat anniversary pernikahannya dengan Zayyad yang ke enam."Ah, jadi hari ini anniversary pernikahan kami yang ke enam" Tanpa sadar mata Alina berkaca-kaca. Masih teringat dulu tekadnya yang akan segera bercerai dengan Zayyad setelah semuanya usai. Tapi tak mengira jalan takdir begitu indah, membuat hatinya luluh dan memutuskan untuk mempertahankan ikatan sucinya dengan Zayyad."Kira-kira aku beri kejutan apa ya?"Tepat di malam harinya. Alina mendapat telfon dari Maya. Seperti tebakannya, si kembar sedang nangis-nangis menolak pulang dan merengek minta menginap di rumah Maya. Kebetulan besok adalah akhir pekan, mereka tidak ke sekolah, akhirnya Alina memberi izin, "Janji gak buat repot aunty Ma
Alina duduk santai di atas sofa setelah menyelesaikan pekerjaan rumah. Ferdi yang hanya fokus mengurusi hal-hal di luar vila, sudah menyelesaikan pekerjaannya dan pulang lebih awal. Sebelum itu Ferdi pamit pada Alina dan tentunya Alina tidak lagi judes seperti dulu. Perubahan sikap Alina itu membuat Ferdi sangat bersyukur.Alina melipat kedua kakinya di atas sofa dan memegang semangkuk buah strawberry di tangan. Menyalakan televisi, Alina menonton acara gosip pagi yang membosankan sambil mengemil strawberry segar kedalam mulutnya.Begitulah keseharian yang Alina jalani jika seorang diri di rumah. Zayyad pergi ke perusahaan dan anak-anak ke sekolah. Hanya Alina seorang yang berdiam diri di rumah. Tentunya hal itu tidak lagi membosankan, karena Alina sudah cukup terbiasa menjalani hari-hari panjangnya sebagai ibu rumah tangga."Sayang, aku pulang"Alina terkejut. Mendapati seseorang berbisik halus di telinganya dan kedua tangan besar yang memijat lembut pundaknya. Dengan strawberry di a
Dear, My loyal readers..❤️ Sebelumnya saya ingin berterima kasih sekali untuk kalian semua yang sudah mengikuti kisah cinta sederhana Alina dan Zayyad yang tentu saja fiktif, tapi saya berharap kisah ini dapat menjadi sedikit menginspiratif. Novel yang terdiri dari dua ratusan chapter lebih ini, pernah membuat saya beberapa kali ragu dan pesimis dalam menyelesaikannya. Saya merasa cerita ini berubah menjadi membosankan dan alurnya terasa tidak lagi menarik. Terkadang saya berpikir, "Siapa yang akan membaca karangan membosankan ini?" Tapi melihat vote-an dan membaca beberapa komentar kalian yang saya temui di beberapa akhir chapter, rasanya saya seperti baru saja menemukan oasis di padang pasir. Seketika semangat saya bangkit dan saya berpikir— saya harus segera menamatkan kisah ini dan jangan sampai membuat para pembaca setia saya kecewa. Jujur, dukungan dan komentar positif kalian, sangat berperan besar dalam proses saya menamatkan cerita yang penuh
Kini Alina hidup bahagia dengan keluarga kecilnya. Tidak pernah terduga, semua itu bermula dari perjodohan yang diatur neneknya. Alina yang bertekad kuat untuk tidak menikah, akhirnya terikat dalam ikatan sakral pernikahan dengan seorang pria asing. Alina yang berpikir untuk bercerai setelah semuanya usai, tapi takdir malah membuatnya terjerat dengan Zayyad.Segalanya berawal dari paket bulan madu dan hotel. Disinilah tragedi bermula atau lebih tepatnya sekarang Alina berpikir— puncak dari rezeki tak ternilai harganya lahir di dunia ini. Yang tak lain 'si kembar'. Kado terindah dalam hidup Alina. Yang membuat Alina tak ragu untuk menghabiskan sisa hidupnya bersama dengan Zayyad, ayahnya si kembar.Lima tahun berlalu sudah. Vila Zayyad tidak lagi hening dengan keberadaan dua buah hati mereka. Zayyad yang sudah lama tak bekerja, memutuskan untuk kembali ke perusahaan demi menjadi sosok panutan ayah yang baik untuk putra putri mereka. Sedang Alina memutuskan untuk m
Sekitar dua hari Alina terbaring di rumah sakit, Alina yang sudah tak tahan lagi membujuk Zayyad untuk segera membawanya pulang. Jikapun harus beristirahat, ia ingin merehatkan tubuhnya di rumah. Zayyad mengkonfirmasi ke dokter, apakah Alina dan anak mereka sudah bisa dibawa pulang. Setelah memperoleh izin dari dokter, mereka pun bersiap-siap untuk pulang. Maya turut membantu membereskan barang-barang. Di mobil, Alina duduk menggendong bayi perempuannya dan dan bayi laki-lakinya digendong Maya yang duduk di belakang. "Apa menurut mu kita perlu menyewa jasa babysitter?" Alina menoleh kearah Zayyad yang fokus mengemudi. Ini adalah pertama kalinya bagi Alina. Tapi tidak taunya sudah dapat dua saja. Alina takut akan linglung kebingungan merawat si kembar seorang diri nanti. "Tidak perlu. Kita kan sama-sama gak bekerja. Jadi menurutku, kita berdua saja sudah cukup" "Kamu yakin?" "Em" "Janji ya nanti mau ikut repot sama aku?" "Janji"
Di sinilah aku terbaring sekarang. Di atas ranjang rumah sakit, di mana aku berjuang keras melahirkan makhluk kecil yang sudah ku kandung sembilan bulan lamanya. Rasanya seluruh saraf dalam tubuhku seperti akan putus, tenaga ku seakan habis. Perasaan itu begitu baru bagiku dan terasa cukup nyata. Berada antara hidup dan mati demi memperjuangkan makhluk hidup baru. Detik itu aku terpikir, apakah seperti ini yang ibu rasakan dulu ketika melahirkan ku? Aku meremas kain seprai ranjang rumah sakit, mengigit bibir bawah ku dan kembali mengejan. Hingga entah kapan seorang pria datang menyingkap tirai dan bergegas masuk. Sesaat aku melirik siapa yang datang. Itu tak lain adalah sosok tubuh dari pemilik mata coklat bening yang paling menawan yang pernah ku temui— Zayyad. Seketika bola mata hitam ku bergetar pedih. Aku tak mengerti kenapa, serasa dunia ku berhenti berputar hingga beberapa detik. Aku melihatnya datang padaku. Meraih tangan ku dan menggenggamnya
"Nenek, engga lama lagi cicit mu akan segera lahir" Alina tersenyum dan berbicara seorang diri. Alina mengelus perut besarnya dan wajahnya terus menoleh ke samping. Seakan-akan ada neneknya yang duduk tepat disebelah nya.Pemandangan dari ruang tamu itu, diam-diam di intip oleh Maya dan Zayyad. Maya menghela nafas berat dan menoleh pada Zayyad, "Kau lihat sendiri kan!" Maya bersuara pelan tapi tak mengurangi emosi marah dan kesal yang terukir jelas di raut wajahnya, "Sebulan sudah berlalu lagi dan Alina masih saja begitu. Zayyad, apa kau akan terus membiarkannya seperti ini?"Zayyad diam, memilih untuk tidak berkata apa-apa. Bukan hanya Maya yang mengkhawatirkan keadaan psikis Alina tapi dirinya pun juga. Hanya ia memutuskan untuk yakin, percaya dan sabar menanti. Kalau Alina akan segera menjadi Alina yang dulu— istrinya yang arogan, keras kepala dan tangguh."Kalau bukan karena aku menghargai keputusanmu sebagai suami dari Alina. Aku pasti akan memb
Delapan bulan akhirnya berlalu sudah. Aura ibu hamil dari seorang Alina kian sempurna. Emosinya pun tampak jauh lebih stabil dari trimester pertama dan kedua. Perut Alina membesar dan itu cukup besar nyaris membuat Maya curiga kalau dugaannya itu benar. Bayi yang dikandung sahabatnya itu adalah kembar.Banyak baju yang Alina tidak muat memakainya dan nyaris sobek. Alhasil Zayyad membeli banyak baju khusus untuk ibu hamil buat Alina yang masih tinggal di rumah almarhum neneknya itu.Zayyad mengira kondisi Alina akan segera membaik, tapi ternyata sebaliknya. Istrinya itu mulai berhalusinasi kalau Erina masih hidup dan masih bersama dengan mereka di rumah kecil itu."Kamu udah siap buat buburnya?" Alina datang ke meja makan dan melihat Zayyad yang baru saja menghidangkan semangkuk bubur hangat."Sudah" Zayyad tersenyum. Ada setitik kesedihan jauh di dasar mata coklat bening itu."Kalau begitu aku bawa ke kamar nenek ya" Alina mengambil mangkuk bubur d
Tiga hari setelah kabar duka itu. Para kerabat dari pihak Irsyad dan rekan Erina berdatangan ke vila Zayyad setiap malamnya untuk membaca Yasin. Termasuk dengan Maya dan keluarganya yang sudah hadir sejak hari pemakaman. Mereka menginap di vila Zayyad membantu Zayyad mengurus segala keperluan.Zayyad benar-benar lemah tak bertenaga dengan keadaan ini. Sepasang matanya terlihat kuyu dan tubuhnya mengurus. Ia sedih dengan kepergian Erina yang begitu mendadak. Salah seorang wanita di samping Alina yang baru-baru ini menjadi pengecualian dari rasa takutnya.Zayyad pun tak berdaya menghadapi dua orang yang di sayangi nya yang jelas begitu drop dengan kenyataan pahit ini. Kakeknya terus jatuh bangun tak sadarkan diri dan Alina yang sampai hari ini menolak kenyataan kalau Erina sudah meninggal.Tepat di hari pemakaman, kakeknya tersungkur jatuh mencium tanah dan Alina mengurung diri seharian di kamar neneknya dengan sepiring nasi goreng yang sudah basi. Nasi goreng yan