"Hah...hah.." Alina menepuk dadanya yang terasa sesak tidak tertahankan. Keringat dingin sudah memenuhi pelipis hingga punggungnya. Bayang-bayang ia terkurung dalam lemari kecil, pengap, gelap serta celah udara yang kecil. Menghantuinya lagi, membuat ia kembali larut dalam perasaan sesak karena kehabisan oksigen.
"H-ha...h-haaa..h"
"Alina bertahan-"
Bruk!
Ujung dasi yang di pegang wanita itu itu jatuh mencium lantai. Zayyad tercenung. Tangannya yang perlahan bergetar juga telah menjatuhkan ujung dasi yang di pegangnya.
'Dia tidak akan mati kan?' batin Zayyad sembari memandang Alina yang sudah jatuh tak sadarkan diri lagi. Keadaannya pun jauh lebih buruk dari sebelumnya.
Zayyad perlahan membungkuk, mengulurkan tangannya kebawah. Meletakkan dua jarinya tepat di depan hidung Alina, "Masih bernafas..." Tapi itu sangat pelan. Sangat halus. Dan samar-samar.
Zayyad mulai panik. Bagaimana jika terlambat sedikit saja itu
Dokter pribadi Zayyad sudah tiba di perusahaan dan sedang memeriksa keadaan Alina. Zayyad pergi duduk di sofa, menunggu dan termenung. 'Aku sungguh baru saja menggendong seorang wanita?' Zayyad tak dapat mempercayai fakta itu. Merenungi kedua tangan yang baru saja mengangkat Alina, itu masih bergetar. 'Apakah ada kemajuan dari pemulihan ku?' Sudah bertahun-tahun Zayyad berusaha keras untuk menghilangkan phobia nya terhadap wanita. Bagaimana pun, ia tidak akan pernah bisa hidup sebagai pria normal pada umumnya selama memiliki ketakutan itu. "Pak Zayyad, keadaan istri anda baik-baik saja! Tidak lama lagi ia akan segera siuman" Zayyad tersentak dari lamunannya. Mendengar apa yang di katakan dokter, Zayyad mengangguk pelan. "Kalau begitu saya permisi" "Baik dok, terimakasih" Setelah mengantarkan dokter itu keluar. Zayyad kembali ke bilik kecil pribadinya. Zayyad melihat keadaan Alina yang jauh lebih baik. Wa
Alina perlahan membuka matanya. Kejadian tadi masih membuatnya mati lemas. Padahal sebenarnya ia sudah memperoleh kesadaran nya beberapa jam yang lalu. Karena masih tak sanggup mengontrol syok beratnya, ia memutuskan untuk menenangkan diri dengan tidur lebih lama. Sesaat pikirannya masih terkenang dengan kejadian di lift tadi siang.Terjebak dalam ruang persegi yang gelap. Rasanya seperti ia baru saja bangun dari mimpi buruk yang panjang.Ia mengelus dadanya pelan, mencoba mengontrol tekanan dalam dirinya. Rasa sesak dan tercekik dalam ruang sempit itu, masih membekas sampai sekarang. Dan yang paling ia benci, kenangan buruk masa lalunya kembali menghantui nya karena kejadian sialan itu!"Aku harus mandi untuk membuang semua kesialan ini!" Alina perlahan bangun, menggeser selimut kesamping dan menurunkan kakinya ke lantai. Ia melihat ada paper bag di atas nakas serta ada note kecil yang tertempel di depannya.*Maafkan aku!*Ia mengambil paper bag itu
"Hah!" Alina tersentak dari mimpi buruk yang hampir mencekiknya mati. Masa kelam itu menghantuinya kembali. Insiden lift itu pasti pemicunya. Sepertinya berendam bukan pilihan yang tepat. Mungkin mandi dibawah pancuran air shower baru dapat membuang semua hal-hal buruk itu. Alina menyeka keringat yang membasahi pelipisnya. Nafasnya perlahan stabil begitu pula dengan detak jantungnya. Jika terus seperti ini, ia bahkan bisa mati hanya karena mimpi buruk. "Ah, sepertinya aku tidak bisa tidur malam ini!" Gumam Alina sambil menghela nafas berat. Tepat ketika Alina ingin bangun, ia merasa seperti ada beban berat yang menindihnya. Menurunkan pandangannya kebawah, mata Alina nyaris hampir melompat keluar. "Aaaa..." Jerit Alina. 'Kenapa pria itu bisa ada disini?' Tunggu! Ia sekarang dalam keadaan tanpa sehelai benang apapun ditubuhnya dan kepala pria ini jatuh tepat— "Dasar mesum! Cepat minggir.." Alina terus mendorong kepala Zayyad men
"Minggir!" Sesampai di depan pintu bilik kecil itu, Alina terus mendorong Zayyad ke samping. Ia tampak sangat terburu-buru masuk kedalam. Zayyad memegang lengannya yang agak sakit karena kebentur gagang pintu. Ia tertawa miris dalam hati, melihat tingkah laku wanita itu. "Kasur ini adalah milikku!" Alina melompat keatas kasur. Membentang kedua tangannya lebar-lebar menguasai kedua sisi kasur yang lumayan luas. Zayyad yang melihat itu, mengerjapkan matanya terheran-heran. "Dan kau mesum-" Zayyad membulatkan matanya. "Tidur di bawah!" Zayyad setelah mendengar itu, mukutnya setengah terbuka. Kedua tangannya terkepal, menekan rasa kesalnya. "Tapi aku adalah pemilik tempat ini, kenapa jadi kau yang mengatur?" "Aku tidak mengatur! Aku hanya mengatakan aku akan tidur di sini dan kau tidur di bawah" Itu sama saja! Zayyad memutar bola matanya. "Tidak! Kau yang tidur di bawah, aku tidur di sini" Zayyad menarik selimut, memaksa Alina yang
Pagi harinya, Zayyad baru memperoleh kesadaran nya kembali. Menjepit sepasang alisnya, ia masih merasa agak pusing. "Mimpi buruk itu sungguh merusak tidur ku" Gumam nya yang mengira kejadian semalam hanyalah mimpi buruk. Karena matanya masih sangat mengantuk, ia memilih untuk tidur lagi. Merasakan ada benda yang bertumpu di atas perutnya, ia pun menyingkirkan benda itu. Tapi setelah di singkirkan, benda itu malah jatuh memukul lehernya. Ia pun tersentak. Matanya terbuka lebar dan tangan nya terus menarik benda yang melilit lehernya. "Apa ini?" Karena suasana bilik yang gelap, ia setengah bangun untuk menekan saklar lampu yang dapat di jangkau dari tempat nya tidur. Lampu menyala dan ia dapat melihat benda yang di pegang nya dengan jelas. Itu adalah tangan! 'Ini tidak mungkin ada hantu di vila kan?' Batin nya. Jantungnya sudah berdetak kencang. Ia berusaha keras untuk tetap tenang dan berpikir logis. Matanya dengan gugup menerawang ke langit-lang
"Kalian tenang saja, keadaan Alina sangat baik. Ia masih tidur di bilik ruangan ku" Jelas Zayyad. Setibanya di vila, kakeknya terus membuatnya duduk di sofa. Di sana sudah ada nenek nya Alina yang terlihat sangat khawatir. Dan mereka memintanya untuk menceritakan keadaan Alina apakah baik-baik saja."Lalu kenapa kalian tidak pulang ke vila semalam?" Wanita tua itu tampaknya belum yakin kalau cucunya baik-baik saja."Alina masih trauma dengan lift setelah kejadian itu. Karenanya kami memutuskan untuk bermalam di perusahaan" Zayyad mengambil teh hangat yang ada di meja dan meneguknya sedikit."Sejak kecil, Alin memang sangat takut dengan tempat-tempat sempit. Sampai kami harus merenovasi kamar mandi kami yang kecil menjadi agak besar untuk nya yang saat itu mulai sering tinggal dengan kami, karena adanya beberapa konflik keluarga. Pernah sekali ketika ia sudah berumur 15 tahun, saat itu aku mengajaknya ke hotel. Ada acara
Zayyad sudah berada didalam minimarket. Ia sudah dua kali memutari tempat itu untuk menemukan di mana letaknya barang yang di katakan Alina. Tapi sampai ia memutar untuk ketiga kalinya, ia tak kunjung mendapatkan nya. Salah seorang staf wanita yang melihatnya seperti seseorang kebingungan mencari sesuatu, pun mendatangi nya."Ada yang bisa saya bantu pak?" Ujar staf wanita itu menawarkan bantuan sembari tersenyum ramah. Ketika melihat penampilan Zayyad yang cukup rapi dalam balutan jas, ia langsung menebak orang yang di hadapannya itu seseorang yang mapan.Zayyad terus bergeser kesamping. Sikapnya yang menjaga jarak itu membuat si staf wanita menjadi canggung. Wanita itu merapikan anak rambutnya ke belakang telinga, merapikan posisi seragam karyawan nya, ia berusaha untuk menutupi kecanggungan nya."P-pembalut!" Kata Zayyad kemudian. Kaku."Apa?" Staf wanita itu mengangkat telinganya, apa yang dikata
"Ugh!" Zayyad menutup mulutnya. Ia merasa mual. Sepasang alisnya terjalin erat menahan nyeri di perutnya."Tahan!" Alina mengangkat tangannya dan bergegas mundur kebelakang. "Aku ke kamar mandi dulu!" Katanya kemudian sambil memasang senyum tak bersalah. Ia pun pergi berlari ke kamar mandi.Zayyad menggeleng-geleng kan kepala melihat tingkah laku wanita itu. Ia menarik nafas dan menghela nya perlahan. Perasaan nya sudah jauh lebih baik, mual nya hilang dan tidak ada lagi nyeri di perutnya. Tapi yang membuatnya heran--"Kenapa pipi ku panas sekali?" Ia menangkup kedua pipinya. Ada rasa panas yang menjalar dan rasanya itu tidak wajar. Membayangkan kejadian tadi, panas nya kian memuncak. "Ah! Lupakan!"Ketika Zayyad hendak pergi, tanpa sengaja ia melihat bubur ayam yang di belinya untuk Alina, masih tergeletak di atas meja dan sama sekali tidak tersentuh. Kemudian seseorang berteriak dari kamar mandi."ZAYYAD! KAU MASIH DI SANA?"Zayyad segera
Setelah makan siang, Zayyad mau tak mau harus bergegas ke perusahaan karena urusan mendesak. Alina yang tiduran santai di kamar, masih merasa penasaran sebenarnya apakah ada yang spesial dengan hari itu.Baru saja Alina membuka ponselnya dan sebuah notifikasi muncul. Tidak lain itu adalah pengingat anniversary pernikahannya dengan Zayyad yang ke enam."Ah, jadi hari ini anniversary pernikahan kami yang ke enam" Tanpa sadar mata Alina berkaca-kaca. Masih teringat dulu tekadnya yang akan segera bercerai dengan Zayyad setelah semuanya usai. Tapi tak mengira jalan takdir begitu indah, membuat hatinya luluh dan memutuskan untuk mempertahankan ikatan sucinya dengan Zayyad."Kira-kira aku beri kejutan apa ya?"Tepat di malam harinya. Alina mendapat telfon dari Maya. Seperti tebakannya, si kembar sedang nangis-nangis menolak pulang dan merengek minta menginap di rumah Maya. Kebetulan besok adalah akhir pekan, mereka tidak ke sekolah, akhirnya Alina memberi izin, "Janji gak buat repot aunty Ma
Alina duduk santai di atas sofa setelah menyelesaikan pekerjaan rumah. Ferdi yang hanya fokus mengurusi hal-hal di luar vila, sudah menyelesaikan pekerjaannya dan pulang lebih awal. Sebelum itu Ferdi pamit pada Alina dan tentunya Alina tidak lagi judes seperti dulu. Perubahan sikap Alina itu membuat Ferdi sangat bersyukur.Alina melipat kedua kakinya di atas sofa dan memegang semangkuk buah strawberry di tangan. Menyalakan televisi, Alina menonton acara gosip pagi yang membosankan sambil mengemil strawberry segar kedalam mulutnya.Begitulah keseharian yang Alina jalani jika seorang diri di rumah. Zayyad pergi ke perusahaan dan anak-anak ke sekolah. Hanya Alina seorang yang berdiam diri di rumah. Tentunya hal itu tidak lagi membosankan, karena Alina sudah cukup terbiasa menjalani hari-hari panjangnya sebagai ibu rumah tangga."Sayang, aku pulang"Alina terkejut. Mendapati seseorang berbisik halus di telinganya dan kedua tangan besar yang memijat lembut pundaknya. Dengan strawberry di a
Dear, My loyal readers..❤️ Sebelumnya saya ingin berterima kasih sekali untuk kalian semua yang sudah mengikuti kisah cinta sederhana Alina dan Zayyad yang tentu saja fiktif, tapi saya berharap kisah ini dapat menjadi sedikit menginspiratif. Novel yang terdiri dari dua ratusan chapter lebih ini, pernah membuat saya beberapa kali ragu dan pesimis dalam menyelesaikannya. Saya merasa cerita ini berubah menjadi membosankan dan alurnya terasa tidak lagi menarik. Terkadang saya berpikir, "Siapa yang akan membaca karangan membosankan ini?" Tapi melihat vote-an dan membaca beberapa komentar kalian yang saya temui di beberapa akhir chapter, rasanya saya seperti baru saja menemukan oasis di padang pasir. Seketika semangat saya bangkit dan saya berpikir— saya harus segera menamatkan kisah ini dan jangan sampai membuat para pembaca setia saya kecewa. Jujur, dukungan dan komentar positif kalian, sangat berperan besar dalam proses saya menamatkan cerita yang penuh
Kini Alina hidup bahagia dengan keluarga kecilnya. Tidak pernah terduga, semua itu bermula dari perjodohan yang diatur neneknya. Alina yang bertekad kuat untuk tidak menikah, akhirnya terikat dalam ikatan sakral pernikahan dengan seorang pria asing. Alina yang berpikir untuk bercerai setelah semuanya usai, tapi takdir malah membuatnya terjerat dengan Zayyad.Segalanya berawal dari paket bulan madu dan hotel. Disinilah tragedi bermula atau lebih tepatnya sekarang Alina berpikir— puncak dari rezeki tak ternilai harganya lahir di dunia ini. Yang tak lain 'si kembar'. Kado terindah dalam hidup Alina. Yang membuat Alina tak ragu untuk menghabiskan sisa hidupnya bersama dengan Zayyad, ayahnya si kembar.Lima tahun berlalu sudah. Vila Zayyad tidak lagi hening dengan keberadaan dua buah hati mereka. Zayyad yang sudah lama tak bekerja, memutuskan untuk kembali ke perusahaan demi menjadi sosok panutan ayah yang baik untuk putra putri mereka. Sedang Alina memutuskan untuk m
Sekitar dua hari Alina terbaring di rumah sakit, Alina yang sudah tak tahan lagi membujuk Zayyad untuk segera membawanya pulang. Jikapun harus beristirahat, ia ingin merehatkan tubuhnya di rumah. Zayyad mengkonfirmasi ke dokter, apakah Alina dan anak mereka sudah bisa dibawa pulang. Setelah memperoleh izin dari dokter, mereka pun bersiap-siap untuk pulang. Maya turut membantu membereskan barang-barang. Di mobil, Alina duduk menggendong bayi perempuannya dan dan bayi laki-lakinya digendong Maya yang duduk di belakang. "Apa menurut mu kita perlu menyewa jasa babysitter?" Alina menoleh kearah Zayyad yang fokus mengemudi. Ini adalah pertama kalinya bagi Alina. Tapi tidak taunya sudah dapat dua saja. Alina takut akan linglung kebingungan merawat si kembar seorang diri nanti. "Tidak perlu. Kita kan sama-sama gak bekerja. Jadi menurutku, kita berdua saja sudah cukup" "Kamu yakin?" "Em" "Janji ya nanti mau ikut repot sama aku?" "Janji"
Di sinilah aku terbaring sekarang. Di atas ranjang rumah sakit, di mana aku berjuang keras melahirkan makhluk kecil yang sudah ku kandung sembilan bulan lamanya. Rasanya seluruh saraf dalam tubuhku seperti akan putus, tenaga ku seakan habis. Perasaan itu begitu baru bagiku dan terasa cukup nyata. Berada antara hidup dan mati demi memperjuangkan makhluk hidup baru. Detik itu aku terpikir, apakah seperti ini yang ibu rasakan dulu ketika melahirkan ku? Aku meremas kain seprai ranjang rumah sakit, mengigit bibir bawah ku dan kembali mengejan. Hingga entah kapan seorang pria datang menyingkap tirai dan bergegas masuk. Sesaat aku melirik siapa yang datang. Itu tak lain adalah sosok tubuh dari pemilik mata coklat bening yang paling menawan yang pernah ku temui— Zayyad. Seketika bola mata hitam ku bergetar pedih. Aku tak mengerti kenapa, serasa dunia ku berhenti berputar hingga beberapa detik. Aku melihatnya datang padaku. Meraih tangan ku dan menggenggamnya
"Nenek, engga lama lagi cicit mu akan segera lahir" Alina tersenyum dan berbicara seorang diri. Alina mengelus perut besarnya dan wajahnya terus menoleh ke samping. Seakan-akan ada neneknya yang duduk tepat disebelah nya.Pemandangan dari ruang tamu itu, diam-diam di intip oleh Maya dan Zayyad. Maya menghela nafas berat dan menoleh pada Zayyad, "Kau lihat sendiri kan!" Maya bersuara pelan tapi tak mengurangi emosi marah dan kesal yang terukir jelas di raut wajahnya, "Sebulan sudah berlalu lagi dan Alina masih saja begitu. Zayyad, apa kau akan terus membiarkannya seperti ini?"Zayyad diam, memilih untuk tidak berkata apa-apa. Bukan hanya Maya yang mengkhawatirkan keadaan psikis Alina tapi dirinya pun juga. Hanya ia memutuskan untuk yakin, percaya dan sabar menanti. Kalau Alina akan segera menjadi Alina yang dulu— istrinya yang arogan, keras kepala dan tangguh."Kalau bukan karena aku menghargai keputusanmu sebagai suami dari Alina. Aku pasti akan memb
Delapan bulan akhirnya berlalu sudah. Aura ibu hamil dari seorang Alina kian sempurna. Emosinya pun tampak jauh lebih stabil dari trimester pertama dan kedua. Perut Alina membesar dan itu cukup besar nyaris membuat Maya curiga kalau dugaannya itu benar. Bayi yang dikandung sahabatnya itu adalah kembar.Banyak baju yang Alina tidak muat memakainya dan nyaris sobek. Alhasil Zayyad membeli banyak baju khusus untuk ibu hamil buat Alina yang masih tinggal di rumah almarhum neneknya itu.Zayyad mengira kondisi Alina akan segera membaik, tapi ternyata sebaliknya. Istrinya itu mulai berhalusinasi kalau Erina masih hidup dan masih bersama dengan mereka di rumah kecil itu."Kamu udah siap buat buburnya?" Alina datang ke meja makan dan melihat Zayyad yang baru saja menghidangkan semangkuk bubur hangat."Sudah" Zayyad tersenyum. Ada setitik kesedihan jauh di dasar mata coklat bening itu."Kalau begitu aku bawa ke kamar nenek ya" Alina mengambil mangkuk bubur d
Tiga hari setelah kabar duka itu. Para kerabat dari pihak Irsyad dan rekan Erina berdatangan ke vila Zayyad setiap malamnya untuk membaca Yasin. Termasuk dengan Maya dan keluarganya yang sudah hadir sejak hari pemakaman. Mereka menginap di vila Zayyad membantu Zayyad mengurus segala keperluan.Zayyad benar-benar lemah tak bertenaga dengan keadaan ini. Sepasang matanya terlihat kuyu dan tubuhnya mengurus. Ia sedih dengan kepergian Erina yang begitu mendadak. Salah seorang wanita di samping Alina yang baru-baru ini menjadi pengecualian dari rasa takutnya.Zayyad pun tak berdaya menghadapi dua orang yang di sayangi nya yang jelas begitu drop dengan kenyataan pahit ini. Kakeknya terus jatuh bangun tak sadarkan diri dan Alina yang sampai hari ini menolak kenyataan kalau Erina sudah meninggal.Tepat di hari pemakaman, kakeknya tersungkur jatuh mencium tanah dan Alina mengurung diri seharian di kamar neneknya dengan sepiring nasi goreng yang sudah basi. Nasi goreng yan