Kelima orang itu berdiri sejajar di depan mobil Nur. Nur hanya terbengong-bengong. Dilihatnya Celo sudah pucat pasi di kursi sebelahnya. Si pengemudi mengacungkan tongkat baseball itu ke arahnya sambil berteriak, “Keluar kamu!”
Nur bimbang, apakah dia keluar atau langsung tancap gas saja meninggalkan orang-orang itu. Tapi kalau dia tancap gas dan langsung meninggalkan orang-orang itu, tidak ada jaminan bahwa orang-orang itu tidak akan mengejarnya. Dan kalau sampai orang-orang itu tahu rumahnya atau rumah Celo, bisa semakin ruwet masalahnya.
Celo sendirian di rumahnya. Kalau orang-orang ini nekat dan berniat menyatroni rumah Celo, siapa yang bakal melindunginya. Celo mungkin angkuh dan terlihat kuat di bengkel. Namun, dia seorang perempuan. Nyalinya ciut dulu kalau berhadapan dengan orang-orang seperti ini.
Dengan keringat dingin yang mengucur di dahinya, dan juga jantung yang berdebar-debar karena takut, Nur memutuskan untuk keluar dari mobi
Nur yang masih kesakitan mencoba mencari tahu ada apa dengan Celo. Pukulan ke perutnya tadi membuatnya jatuh terduduk. Dan dari tempatnya terduduk, dia sulit melihat Celo karena terhalang mobil. Nur semakin penasaran dengan apa yang terjadi dengan Celo.Nur berdiri, dan akhirnya dia bisa melihat jelas. Celo masih digendong oleh si badan besar. Kaki Celo terangkat satu. Sedangkan si badan kurus, terhuyung ke belakang dan ambruk.“Masa Celo menendang si kurus?” tanya Nur dalam hati.Nur lalu melihat si pengemudi, terlihat jelas di wajah si pengemudi, wajah yang kaget. Karena si pengemudi sedang teralihkan, Nur menyerang si pengemudi dengan tendangan depan. Namun dengan sigap, si pengemudi menghindar. Si pengemudi balas menyerang Nur, dan syukurlah, Nur juga mampu menangkis serangan tersebut.Nur melirik Celo. Entah bagaimana caranya Celo sudah terlepas dari pelukan si badan besar. Secara reflek pula Nur menghindar dari serangan si pengemudi.
“Kamu seminggu enggak masuk kemana Nur? Sekalinya masuk pakai kacamata hitam. Sudah gitu jarang sekarang sarapan disini.” tanya Gun meledek.“Sakit.” Jawab Nur singkat sambil duduk di kursi favoritnya di warung Mak Nem. Nur melihat Gun sudah selesai makan. Gun sedang minum kopinya dan menghisap sebatang rokok. Nur juga melihat tadi Gun tersenyum ketika melihat Nur memakirkan motornya di tempat biasanya dan berjalan ke arahnya.Nur melihat pandangan Gun yang heran. Pantas saja Gun melihat dengan heran, untuk pertama kalinya Nur tidak masuk untuk jangka waktu yang lama.“Apa kamu kena virus itu?” tanya Gun.“Enggak Gun. Aku enggak kena virus.” Kata Nur sambil melepas kacamata hitamnya.Gun kaget ketika Nur melepas kacamatanya. Mata kanannya yang kena tinju Celo masih membekas sedikit. Dibawah mata kanannya sekarang berwarna hitam sedangkan matanya masih merah seperti iritasi. Mata Nur sudah bisa m
Nur masuk ke ruangannya, ruangan lamanya, ruangan SDM. Seminggu tidak dimasuki, ruangan ini tetap bersih. Para cleaning service tampaknya selalu membersihkan ruangan ini setiap hari.Tubuhnya dilemparkannya ke kursi kerja itu. Nur mengambil nafas panjang dan menghembuskannya kuat-kuat. Dipandanginya langit-langit ruangannya itu. Pikirannya melayang ke percakapan dengan Gun di warung Mak Nem tadi.Sebenarnya dia kasihan melihat Gun menggigil ketakutan ketika Nur memberitahukan bahwa uang yang digelapkan itu menggelembung besar. Tapi, di sisi hati yang lain, Nur seolah puas. Puas karena berhasil memberikan efek jera pada Gun.Nur juga tidak memberi tahu Gun soal Celo yang telah mengetahui tentang laporan tersebut. Nur sudah terikat janji pada Celo. Nur harus memegang janji tersebut. Mengingat segalanya sekarang bergantung pada Celo. Hampir seluruh aspek hidupnya sekarang bergantung pada Celo, termasuk pengobatan Wahid. Nur harus menjaga kepercayaan Celo a
Nur bangun pagi hari itu dengan lesu. Dia tidak siap menghadapi hari itu. Selesai sholat subuh, dia langsung mencuci pakaian. Namun, kali ini tidak ada rasa menggerutu sedikitpun di dalam hatinya. Dia ikhlas menjalani semuanya. Semua pikiran tentang Bu Celo dia curahkan untuk mnegrjakan pekerjaan rumah tangga. Tetapi, dia tinggalkan piring-piring kotor itu menumpuk.“Biar Dara saja nanti yang mengerjakan.” batin Nur.Nur juga tidak mempermasalahkan Dara yang bangun setelah dia. Bahkan, dia juga tidak merasa sebal ketika kemarin dia menemukan laptop istrinya dalam keadaan menyala dan semua pekerjaan rumah terbengkalai. Nur mencoba menerima semuanya dengan lapang dada.Pikirannya juga masih sedikit banyak terbebani oleh Bu Celo. Bu Celo, yang selama seminggu ini menjadi pokok pikirannya, masih bercokol di pirkirannya, susah untuk dilupakannya. Bu Celo masih berlari-lari kecil di pikirannya dan masih ada kupu-kupu kecil menggelitiki perutnya, meskipun t
Nur mengendarai motor bututnya dengan kecepatan tinggi. Jalanan masih sepi pagi itu. Dia ingat betul jam berapa dia berangkat, jam enam kurang lima belas. Dia sudah tidak sabar ingin segera bertemu Celo, selain itu, dia juga penasaran ada apa Celo memintanya untuk segera ke bengkel.Nur telah sampai di bengkel. Baru ada Aston Martin punya Celo dan motornya sendiri. Setelah memarkir motor, Nur dengan setengah berlari menuju ruangan Celo. Belum ada yang datang. Bengkel masih sepi. Pintu ruangan Celo sudah terbuka lebar.Dari pintu, Nur melihat Celo sedang duduk di kursi kerjanya. Nur mengetuk pintu tersebut sambil berkata, “Ada apa?”Dengan sudut matanya, Nur melihat jam dinding di ruangan itu, jam enam lebih lima belas menit.“Masuklah dan tutup pintunya.”Nur tidak percaya atas apa yang dia dengar. Dia tidak paham kenapa Celo memintanya menutup pintu ruangannya. Nur pun menuruti perintah Celo. Setelah Nur menutup pintu, Nur
Nur pulang sore hari itu. Pikirannya kacau dan kalut. Apa yang terjadi pagi tadi mengguncang dunianya, mengguncang tatanan kehidupan yang sudah berjalan baik sejak dia menjadi wakil ketua.Nur melepas helm dari kepalanya, rambutnya kusut sekusut pikirannya. Dia pandangi motor butut itu. Satu pernyataan timbul dalam pikirannya, “Sepertinya kamu akan menemaniku lebih lama?” Dia lalu menepuk-nepuk jok motor itu.Nur menggaruk dahinya. Dia ambil nafas dalam-dalam dan menghembuskannya kuat-kuat pula. Sore itu dia merasa capek secapek-capeknya. Nur merasa bahwa dia seperti habis bekerja menaikkan batu-batu besar dari sungai dan mengangkatnya ke atas bukit hanya bermodalkan tangan dan kakinya saja.Semua hal yang terjadi hari ini diluar perkiraanya. Nur merasa menang atas Pak Anwar kemarin. Dia pikir Pak Anwar sudah tidak bisa mengganggunya. Apa lacur, hari ini dia belajar bahwa Pak Anwar benar-benar orang yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa
Setelah makan malam, Nur kembali meletakkan punggungnya di sofa tamu. Dia pikir, hari ini sudah selesai. Dia tidak sempat memikirkan jalan keluar untuk permasalahan yang sedang dihadapinya. Setelah melakukan semuanya sore ini di rumah, dia sudah tidak berdaya lagi untuk berpikir jernih.Nur sendirian di ruang tamu itu. Dara sedang menemani Wahid di dalam kamar depan. Sekilas tadi Nur melihat Dara sedang sibuk dengan ponselnya dan tidur-tiduran di kasur. Dia merasa kesepian dan ditinggalkan. Nur ingin menyusul mereka berdua ke dalam kamar. Tapi niat itu diurungkannya. Kasur itu terlalu sempit untuk ditiduri bertiga. Oleh sebab itu, Nur tetap bertahan di ruang tamu.“Alangkah enaknya jika Dara mendaatangiku dan menemaniku di sini. Alangkah indahnya jika aku bisa berbagi beban semuanya dengan Dara. Paling tidak kalau Dara tidak bisa memberikan solusi, dia mau mendengarkan dan tidak menyalahkan.” pikir Nur. Pikiran Nur melayang lagi, “Itu ta
Dara masih terduduk di sofa ruang tamu. Dirinya terguncang hebat. Air matanya masih mengalir dengan deras membasahi pipinya. Dirinya sesenggukan. Hidungnya penuh dengan cairan yang membuatnya susah bernafas.Dara tidak pernah menyangka kejadian ini. Lelaki yang dicintainya mengatakan hal-hal yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya. Lelaki itu, untuk pertama kalinya, berkata-kata kasar kepadanya. Untuk pertama kalinya pula, lelaki yang dicintainya itu membuat dirinya menangis.Dara pun bangkit menuju kamar mandi. Dia tidak ingin Wahid mengetahui hal tersebut. Wahid tidak boleh tahu kalau dirinya sedang menangis. Dia tidak ingin Wahid mengetahui bahwa papanya telah menyakiti mamanya. Dara membasuh mukanya dengan air, mneghilangkan semua jejak tangisan dari wajahnya. Hal itu akan menyakiti hati Wahid dan berdampak pada dirinya nanti disaat Wahid sudah dewasa.Setelah Dara dari kamar mandi, dia mengintip Wahid. Syukurlah, Wahid masih tertidur pulas. Wahid tidak m