Mas Nur sudah menyatakan perasaannya tidak kurang dari 3 kali dalam waktu setahun sejak peristiwa kaki keseleo. Namun, disetiap pernyataan perasaan tersebut, Dara selalu menyatakan bahwa dia tidak ingin menjalin hubungan asmara. Dara selalu beralasan bahwa dia ingin fokus terhadap kuliahnya dahulu.
Dalam setiap pernyataan cinta tersebut, Dara selalu berbunga-bunga. Perasaannya terbang membubung tinggi. Tetapi, rasa gengsi masih membebani hatinya. Dara sudah malu terlebih dahulu karena membenci Mas Nur. Dara tidak bisa menerima kenyataan karena dia jatuh cinta pada orang yang dia benci.
Dalam tempo waktu tersebut, Dara juga menyadari satu kualitas dari Mas Nur. Mas Nur bukan orng yang gampang menyerah. Misalkan, Mas Nur mengajak Dara untuk makan malam bersama, satu kesempatan Dara menolak. Dan Mas Nur masih terus berusaha untuk mengajak Dara keluar makan bersama. Mas Nur juga masih setiap hari mengirimi Dara pesan singkat, meski biaya untuk mengirim satu pesan singkat m
Mobil travel itu menurunkan Dara tepat di depan rumahnya. Rumah megah bertingkat dua dengan arsitektur modern yang becat putih. Rumah tersebut berada di kawasan Surabaya barat. Dara menarik kopernya dan masuk ke rumahnya.“Sepi, seperti biasa.” batin Dara. Dara memasukkan anak kunci pintu rumah, memutarnya, dan mendorongnya. Begitu Dara masuk rumah, Dara menghirup nafas dalam-dalam.“Home sweet home.” kata Dara pada dirinya sendiri.“Assalamualaikum.” Dara berteriak. Dari belakang, sesosok perempuan yang sudah tua berlari-lari kecil menghampirinya.“Masya Allah, Mbak Dara. Ko enggak nyuruh saya saja untuk buka pintu?”“Ah, saya bisa ngerjain sendiri Mbok. Mbok Tur sehat?” kata Dara sambil tersenyum.“Alhamdulillah Mbak Dara, saya sehat. Mbak Dara sendiri bagaimana? Sehat? Sekarang Mbak Dara kurusan. Jarang makan disana? Bagaimana kuliahnya?”Dara tersenyu
Dara mengusap air matanya yang masih mengalir di pipinya. Air mata itu mengalir dengan deras tanpa disadarinya, tidak dapat dia bendung. Baru kali ini, Mas Nur membuatnya sedih dan menangis. Dara masih belum percaya bahwa Mas Nur tega berkata-kata kasar dan menyakiti hatinya. Dara menangis tanpa suara.Dara masih duduk di kursi meja makan. Badannya pun masih bersandar di kursi. Kepalanya masih mengadah menatap langit-langit rumahnya. Dadanya masih sesak. Berkali-kali Dara mengambil tisu dan membuang ingus dari dalam hidungnya.Dara ingin bercerita tentang kesedihannya. Tapi dia tidak bisa menemukan siapa orang yang bisa dia ajak bicara. Dia tidak mau berbagi permasalahan dan aib suaminya kepada sembarang orang. Dila? Tidak, Dila pasti sudah tidur sekarang. Apalagi dia baru melahirkan anak kedua, pasti dia sedang repot-repotnya.“Apa ini buktinya firasat Papa benar?” bisik hati kecil Dara.Namun, cepat-cepat dia singkirkan pikiran jelek tersebu
Nur mengendarai motor bututnya dengan kecepatan tinggi. Ada dua hal yang menyebabkan dia begitu, yang pertama jelas karena dia mau segera jauh dari Dara. Nur tidak sanggup untuk melihat Dara yang sedih. Untuk pertama kalinya dia membuat Dara menangis. Dan yang kedua, tentu saja, karena penasaran apa yang terjadi dengan Celo.Tetapi Nur lebih condong terhadap alasan yang kedua. Nur ingin segera bertemu Celo dan menenangkan hatinya. Dia ingin membuat Celo merasa nyaman. Nur pikir, hanya ada satu alasan kenapa Celo memintanya datang ke rumahnya malam-malam seperti ini.“Pasti urusan bengkel.” batin Nur.“Semoga saja ada kabar baik.” bisik Nur pelan.Lagipula, Nur sedang tidak ingin memikirkan tentang Dara. Hatinya masih sakit memikirkan Dara. Dara yang terdiam lalu menyangkal semua itu membuat hatinya mendongkol. Kalau saja Dara jujur ada hubungan macam-macam dengan mantan pacarnya itu, Nur mungkin masih bisa memaafkan. Tapi kalau kep
Mata Nur terbelalak. Nur membeku di tempatnya duduk. Dilihatnya dengan mata kepalanya sendiri, Celo menutup matanya dan membiarkan bibirnya sedikit terbuka. Bau wangi dari parfum Celo jelas tercium oleh hidungnya karena Celo benar-benar ada di depan matanya.Celo yang saat itu masih memakai baju yang dipakainya tadi pagi saat ke kantor. Celo memakai celana panjang warna hitam dan atasan warna biru langit. Atasan kemeja itu sudah sangat kusut. Atasan yang berupa kemeja lengan panjang itu sudah kucel karena Celo terlalu gelisah dan panik hari ini. Bedanya adalah Celo sudah tidak bersepatu lagi, dia bertelanjang kaki.Wajah Celo juga sudah kucel dan awut-awutan. Rambutnya tidak rapi seperti biasa. Sapuan make up yang biasanya ada di wajahnya sudah terhapus karena air mata. Namun semua itu sama sekali tidak mengurangi sedikitpun keanggunan dan kecantikan Celo.Hati Nur berdebar-debar. Hasrat yang meluap-luap memenuhi dadanya. Wajah dan bibir Celo ada di depannya, ha
Nur dalam perjalanan pulang pagi itu. Nur pulang ke rumahnya, tempat dimana Dara dia tinggalkan semalam dalam keadaan menangis tersedu-sedu di sofa depan. Tempat dimana dia membanting pintu saat dia keluar dan pergi ke rumah Celo.Berbagai macam rasa berkecamuk di dalam dadanya. Salah satu diantaranya adalah dia meninggalkan sholat subuh. Nur menggaruk dahinya. Dia bingung harus mulai mengurai perasaan itu dari mana. Banyak kejadian yang tidak dia kira terjadi dalam semalam. Kejadian yang benar-benar di luar perkiraanya.Dara, perempuan yang dicintainya sejak bertahun-tahun yang lalu, sudah tidak lagi menghuni hatinya seorang diri. Dara bukan lagi pemilik tunggal hati Nur. Hati Nur sudah terbelah menjadi dua. Dara sudah mempunyai teman di dalam hati Nur.Ada sebersit rasa bersalah dalam diri Nur. Dia telah mengkhianati cinta Dara. Dara yang menemaninya dan mencintainya tanpa syarat sejak dulu. Dara yang selalu ada tiap kali Nur merasa senang dan susah. Dara yang
Nur sungguh menikmati rasa yang menyelimuti hatinya. Perasaan yang menyenangkan sekaligus menegangkan. Nur merasa senang karena dia mempunyai dua orang perempuan yang mencintainya dan yang juga dia cintai. Nur juga berhasil menaklukan dua perempuan.Sementara itu, perasaan yang menegangkan berasal dari rahasia yang dia simpan. Rahasia yang hanya dia dan Celo yang tahu. Rahasia yang membuat dirinya dan Celo merasa spesial dan intim. Tidak ada orang yang tahu tentang hubungan mereka. Oleh sebab itu, setiap kali bertemu Celo, hati Nur berdegup kencang.Tidak ada seorang pun yang boleh tahu tentang rahasia ini, terlebih lagi Dara. Dara tidak boleh tahu soal ini. Dan beruntunglah Nur, selama ini Celo tidak pernah menanyakan soal Dara. Selama ini komunikasi antara dirinya dan Celo hanya melulu soal mereka berdua, Dara dan pernikahannya dengan Dara tidak pernah menjadi topik pembicaraan. Terkadang, Wahid menjadi topik pembicaraan mereka.Nur semakin optimis dengan hubu
Nur memeluk Dara dari belakang. Dipeluknya tubuh Dara dengan erat, diciuminya juga pundak dan rambut Dara. Dirasakannya tangan Dara memegang tangannya yang membelit perutnya.Nur melihat bayangan dirinya dan Dara di cermin besar almari. Dara sedang bersiap-siap pergi ke rumah sakit. Hari ini jadwal Wahid perawatan.“Sayang jangan dandan cantik-cantik.” kata Nur penuh kemesraan.“Hmm? Kenapa Mas?” jawab Dara dengan manja.“Aku enggak mau ntar ada yang tertarik sama Sayang. Udah enggak usah pakai make up, natural saja. Eh, jangan, Sayang kalau natural malah lebih cantik. Aduh bingung.”Dara tertawa kecil dalam pelukan Nur. Dari cermin, Nur melihat gigi-gigi Dara yang tertata rapi dan putih tampak di dalam mulut Dara. Hati Nur berdesir. Embun pagi membasahi hatinya.“Terus mau Mas bagaimana?” kata Dara sambil membalik tubuhnya. Begitu wajah Dara tepat di depannya, Nur mencium Dar
“Sayang dimana?” bunyi pesan Nur kepada Dara.“Masih di rumah sakit Mas.” balas Dara. Ada sedikit kelegaan di hati Nur.“Aku sekarang pulang, mau mandi dan ganti baju. Aku mau keluar lagi. Ada klien mau ketemu. Aku dan Bu Celo mengajaknya makan malam.”“Iya Mas. Hati-hati.”“Iya Sayang, I love you.”“I love you too.”Nur tiba di rumah jam empat lebih. Rumah masih kosong. Dara dan Wahid belum pulang dari rumah sakit. Nur bersantai sebentar dan memejamkan matanya. Pikirannya berpacu, apa yang akan dia kenakan untuk kencan malam ini. Sudah jelas Celo pasti akan memakai dress mahal atau pakaian yang berkelas.Nur memutuskan untuk memakai jasnya. Nur berpikir, kalau Celo memakai pakaian yang mahal dan bagus, maka sudah sepantasnya dia juga memakai pakaian yang pantas dan mahal. Menurut Nur, paduan antara jas dan kemeja tanpa dasi akan terliha
Sekitar tiga setengah tahun kemudian.Nur sedang duduk di food court sebuah mall besar di kota itu. Di hadapannya terhidang makanan mie dan es teh. Makanan itu sama sekali belum dia sentuh, mie itu sudah dingin. Dia hanya dari tadi minum es teh itu terus-menerus, hingga es itu sudah habis, dan hanya tersisa es batu saja di dalamnya. Meski begitu, dia masih menyeruput sisa-sisa teh yang tertinggal.Dia menyandarkan tubuhnya di kursi. Dia pandangi orang-orang yang berlalu lalang hiruk-pikuk disekitarnya. Hampir mereka semua membawa teman, pasangan, dan ada anak-anak. Nur mencelos hatinya. Hatinya berlubang. Rasa kehilangan masih terasa di hatinya.Nur ingat dulu, Dara selalu mengajaknya ke mall ini, dan makan mie ini, es teh ini pula dulu yang menjadi minuman favorit mereka berdua.Hari ini, entah mengapa, ada dorongan yang sangat kuat dari dalam hatinya untuk pergi ke mall ini dan makan mie, juga minum es teh ini. Kerinduan yang
Nur menutup pintu ruangan Dara. Di luar ruangan itu, dia bersandar pada tembok dan kembali menangis. Air mata deras membasahi pipinya. Penyesalan yang dalam. Dada yang sesak. Hati yang berlubang.Kedua kalinya, dia membuat perempuan yang dia cintai menangis.Dia segera cepat menguasai dirinya. Nur tidak ingin ada orang yang lewat di lorong itu dan melihatnya menangis. Dia mengambil nafas dalam-dalam dan menghembuskannya kuat-kuat. Dipandanginya pintu kamar Celo yang ada di seberang lorong, tepat di sebelah kamarnya.“Aku harus kesana. Aku mau melihat Celo dan aku harus mengakhiri ini dengan baik-baik. Aku mengenal dia dengan baik. Tidak ada alasan bagiku untuk tidak mengakhirinya dengan baik-baik pula. Meski semalam dia sudah secara aktif mau membunuhku, tapi rasaku tetap sama. Semua kata cinta itu adalah jujur. Aku tidak bohong semalam ketika aku bilang aku mencintainya.” batin Nur.Dengan langkah yang masih pelan-pelan, Nur menyeberangi loro
“Aku sebenarnya menerima pekerjaan lepas waktu sebagai penerjemah sejak setahun yang lalu. Aku enggak pernah bilang soalnya aku takut Mas Nur tersinggung. Aku takut kalau Mas Nur merasa kecil karena berpikir uang yang diberikan Mas Nur kurang. Oleh sebab itu, aku tidak pernah bilang soal ini. Oleh sebab itu pula, pekerjaan rumah banyak yang terbengkalai. Aku minta maaf soal itu.”Dara melihat Mas Nur menutupi mukanya denga kedua telapak tangannya. Mas Nur sepertinya menangis. Dara tadi sebenarnya melihat ada bekas-bekas tangisan di wajah Mas Nur, namun Dara diam saja. Dara tidak pernah tahu dan tidak mau tahu alasan Mas Nur menangis.“Aku minta maaf juga Sayang, gara-gara itu, aku menyangka Sayang berselingkuh. Aku berpikiran buruk ketika laptop Sayang itu menyala dan setiap kali laptop itu menyala, semua pekerjaan rumah terbengkalai.”“Aku minta maaf Mas, aku sudah menyimpan rahasia di hubungan kita.”“Sayang, ak
Dara masih melihat Mas Nur dengan kemarahan yang memuncak. Dia benar-benar ingin meluapkan segala kemarahan kepada Mas Nur saat itu juga. Kalau saja tidak ada Papa dan Wahid di kamar itu. Dia pasti sudah melempar Mas Nur keluar jendela dan membiarkannya terjatuh dari lantai lima dan remuk di bawah sana.“Bagaimana keadaanmu Nur?” tanya Papa kepada Mas Nur yang terlihat masih menahan sakit karena luka di perutnya. Kepalanya juga di perban.Dara mengetahui sebab Mas Nur menderita itu semua. Dokter Mus tadi pagi datang dan menjelaskan semuanya kepada dirinya dan Papa. Ketika dokter Mus menceritakan cerita kepahlawanan Mas Nur yang membantu Bu Celo lepas dari para perampok yang menyatroni rumah Bu Celo, Dara merasakan sebersit kekhawatiran atas keselamatan Mas Nur. Ingin dia segera berlari dan melihat keadaan Mas Nur yang ada di seberang ruangannya.Niat itu diurungkannya.Dara masih marah kepada Mas Nur. Dara merasa jijik dengan Mas Nur. Entah me
Nur benar-benar berusaha untuk bisa bangkit dari posisi rebahannya. Kalau saja dia benar-benar kangen dan ingin bertemu Wahid dan Dara, di pasti mengalah dengan rasa sakit yang mendera itu. Dia mungkin lebih memilih untuk menyerah pada sakit di sisi kiri perutnya daripada harus berusaha agar bangkit.Setelah sekitar tiga puluh menit berusaha, usaha Nur membuahkan hasil. Dia bisa bangkit dari rebahan. Kakinya sekarang sudah menggantung di pinggir ranjang. Kini tinggal berusaha unutuk berjalan ke kamar mandi. Dia juga baru sadar kalau dia tidak dipasang kateter untuk buang air kecil.Tiba-tiba juga dia merasa ingin buang air kecil. Dorongan yang kuat untuk buang air kecil.Dalam waktu satu jam, dia telah berhasil menjalankan misi yang diberikan oleh dokter Mus. Kini tinggal memanggil meminta tolong perawat untuk mengantarnya ke kamar Wahid. Tapi buat apa Nur meminta bantuan perawat? Dia bisa sendiri. Bukankah tadi dokter Mus bilang bahwa kamar Wahid ada di depan k
Nur membawa Celo ke rumah sakit internasional. Nur tadi dengan sigap memasukkan Celo ke mobil Aston Martin dan membawanya ke rumah sakit. Nur khawatir dengan Celo. Sementara itu, dirinya juga khawatir dengan nasib anak dan istrinya. Dia hanya menuruti instingnya. Dia hanya menyelamatkan Celo dan dirinya yakin Wahid dan Dara tidak ada di rumah yang meledak itu. Nur yakin kalau Celo tidak sejahat itu. Sesampainya di rumah sakit, dirinya dan Celo langsung dibawa ke instalasi gawat darurat. Celo mengalami syok dan luka pukulan dan bantingan. Sedangkan Nur mengalami luka sayatan. Nur mengatakan bahwa Celo dan dirinya adalah korban perampokan. Nur tidak mau mengatakan yang sebenarnya. Dia tidak mau berurusan dengan polisi dan membuat semuanya semakin kacau. Ini hanyalah masalah kecil yang seharusnya bisa diselesaikan dengan mudah dan dengan cara damai. Luka yang dialami Nur tidak parah. Benar dugaan Nur, luka sayatan yang dangkal dan sama sekali tidak berba
“Kalau aku tidak bisa memilikimu Nur, maka Dara dan Wahid pun tidak.” kata Celo menyeringai.Nur merasakan kengerian. Dengan cepat dia bangkit sambil mengelus pipi kanannya. Sakit.Celo memainkan pisaunya, melemparkannya ke tangan kanan dan kiri bergantian. Seolah-olah Nur adalah binatang buruan yang terperangkap dan pasti mati.“Aku mencintaimu Nur. Aku ingin memilikimu sepenuhnya. Aku tidak ingin berbagi dengan Dara ataupun Wahid.”“Tunggu dulu, aku tidak mengerti. Bagaimana bisa kamu membuat gosip di bengkel?”“Toni. Toni adalah anak buahku yang setia. Dia memang aku tugaskan untuk menjadi bawahan Anwar. Dengan bantuan Toni, aku bisa membisikkan apapun ke tua bangka serakah itu, termasuk gosip kita yang selingkuh, kita yang sekamar di Jakarta, dan laporan keuanganmu. Invoice itu gampang didapatkan. Aku yang punya hotel itu dan aku juga sudah mengatur agar kita sekamar. Ban yang meletus dan syok
Nuraga memacu motornya dengan cepat ke rumah Celo. Dia khawatir dengan nasib anak isrinya dan juga penasaran apa yang dimaksud Celo dengan kata-katanya di telefon tadi.“Bagaimana bisa Celo tahu tentang Wahid dan Dara disaat aku saja tidak tahu dimana mereka berdua?”“Apakah mungkin Celo berbuat yang tidak-tidak dan di luar nalar?”“Apa yang telah dilakukan Celo terhadap Wahid dan Dara?”“Tidak, Celo tidak mungkin berbuat yang tidak-tidak terhadap Wahid dan Dara. Celo bukan orang yang kejam. Celo bukan orang yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan yang dia mau.”“Kata Dara, Celo menunjukkan kedekatan yang luar biasa terhadap Wahid selama ini.”“Celo tidak ungkin berbuat kejam pada Wahid dan Dara.”Deggg…Jantung Nur berdegup kencang. Nur menyadari sesuatu.Ingatan Nur melayang pada si kurus yang dihajar Celo sampai babak belur se
Di ulang tahun perempuan remaja itu yang ke lima belas, Dad menghadiahi seorang pengawal. Seorang pengawal laki laki dengan tubuh sebesar dan setinggi Dad. Dad bilang bahwa perempuan remaja itu perlu diawasi agar tidak terjerumus ke dalam pergaulan bebas. Pengawal itu harus selalu mengikuti kemanapun si perempuan remaja itu pergi. Dad membayar pengawal itu untuk bekerja selama dua puluh empat jam sehari tujuh hari seminggu.Sesaat perempuan remaja itu melihat kepada si pengawal, ini semua hanya akal-akalan Dad. Pengawal ini hanyalah kepanjangan tangan dari Dad. Pengawal ini hanyalah bentuk baru dari penjara yang selama ini mengungkungnya. Dari pengawal ini, semua gerak-geriknya akan semakin terpantau dan Dad akan tahu semua tingkah lakunya.Perempuan remaja itu hanya pasrah menerima hadiah dari Dad. Dengan cepat perempuan remaja itu memeluk Dad dan mengucapkan terima kasih dengan berurai a