“Aku sudah selesai mengajari Violet, dan sepertinya dia langsung paham,” ujar Kira pada Kai. “Sekarang aku akan pulang. Dan mulai besok, aku sudah mulai bekerja, jadi setiap pagi aku akan menyerahkan ASI perah, lalu sorenya aku akan menyusui Luna secara langsung.”Kai menatap Kira lama dengan tatapan sulit diartikan. Lalu mengangguk. “Baiklah.”Violet tiba-tiba datang, menghampiri Kai dan duduk di sampingnya. “Honey, anak kita bangun? Ya ampun... makin hari dia makin mirip kamu aja,” ujar Violet sambil tersenyum lebar, kata-katanya seolah ingin menunjukkan dominasinya atas diri Kai.Kai menatap Kira lagi, tatapan mereka bertemu, lalu Kai sedikit menjauhkan dirinya dari Violet.Kira tersenyum kecut. Lalu ia pergi saat itu juga tanpa mengatakan apa-apa lagi.Kai menatap kepergian Kira. Violet melihat tatapan Kai tampak lain saat menatap punggung Kira yang sudah pergi menjauh. Lagi-lagi Violet merasa terancam dengan tatapan Kai tersebut.“Honey, mulai besok aku akan bekerja lagi, ya?” Vi
Kira mengembuskan napas berkali-kali untuk menghalau perasaan gugup. Pagi ini hari pertamanya bekerja sebagai asisten pribadi Kaisar Antariksa Milard, seorang CEO dari Milard Corp.Kira menatap pantulan dirinya di cermin. Ia mengenakan celana hitam dan kemeja putih, lalu dilapisi blazer hitam. Sementara rambut panjangnya ia ikat ala ponytail.Pakaian ini adalah pakaian yang dipilihkan oleh Kai kemarin, setelah Kira bergonta-ganti pakaian dan ditolak semua oleh Kai, hingga akhirnya ke lima setel pakaian formal yang Kira beli merupakan celana panjang, tidak ada rok sama sekali.Blazer itu memeluk tubuh Kira begitu pas, dan celana hitamnya menampilkan siluet kaki jenjangnya.Ani membantu merias wajah Kira dengan riasan sederhana, sekaligus Kira belajar bagaimana cara ber-make up.“Non cantik sekali, Tuan Kai—maksud saya, orang-orang di kantor akan terpesona oleh penampilan Non Kira,” ucap Ani sambil merapikan peralatan make up.Kira hanya tersenyum kecil menanggapi pujian Ani yang menuru
Kira sempat terdiam sejenak, sebelum kemudian mengangguk penuh keyakinan. “Baik, Tuan. Saya mengerti.” “Bagus.” Kai melanjutkan langkahnya, Kira mengekorinya di belakang. Saat tiba di depan rumah, sebuah mobil hitam sudah menunggu mereka. Seorang sopir membukakan pintu untuk Kai di kursi belakang, dan pintu depan untuk Kira. Mobil melaju. Kai tidak berbicara lagi setelah itu. Melihat bosnya hanya diam di belakang, Kira memilih memainkan ponselnya untuk membaca jadwal Kai hari ini yang dikirimkan sekretarisnya. Mobil berhenti di depan gedung Milard Corp. Kira sedikit ternganga melihat betapa megahnya gedung itu daripada yang ia bayangkan. Pintu kaca tinggi dan logo perusahaan yang berkilauan membuatnya sadar bahwa ia sekarang memasuki dunia yang sama sekali berbeda dari kehidupannya sebelumnya. Kai keluar lebih dulu, sementara Kira segera menyusul. Begitu ia melangkah masuk ke lobi, tatapan orang-orang langsung tertuju padanya. Bisikan-bisikan terdengar di sekitar. “Siapa wani
Kira mengikuti rapat pagi itu, ia hanya duduk di samping Lia sambil memperhatikan Lia yang menyiapkan segala kebutuhan Kaisar. Kira belum berpengalaman, jadi ia harus banyak belajar dari Lia. Saat rapat berlangsung, Lia menyadari tatapan para audiens rapat yang didominasi laki-laki itu sesekali mencuri pandang ke arah Kira. “Orang-orang kayaknya penasaran dan tertarik sama kamu,” bisik Lia di dekat telinga Kira, membuat Kira secara spontan mengalihkan tatapannya ke arah orang-orang yang ternyata sebagian besar sedang memperhatikannya. Kira memberikan senyuman canggung pada mereka, yang langsung dibalas senyuman oleh mereka, sebagian ada yang langsung membuang muka karena malu tertangkap basah oleh Kira. Kai yang menyadari hal tersebut sejak tadi tampak berusaha untuk tidak peduli, tapi tangannya yang mencengkeram pulpen berkata lain. Pulpen di tangannya nyaris patah. “Selesai untuk rapat hari ini!” ucap Kai dengan suara dingin, membuat audiens rapat terkejut karena rapat berakhir
“Kalian… saling kenal?”“Tentu saja!” Julian tertawa sambil menghampiri Kira.“Hm!” jawab Kira sembari tersenyum lebar sementara tatapannya tertuju pada Julian.“Apa kabar, Kira? Wow! Aku nggak nyangka kita akan bertemu di sini.” Julian mengulurkan tangan kanannya ke arah Kira.Dan secara spontan Kira menerima jabatan tangan tersebut. “Ternyata klien kami yang sebelumnya sempat dibahas oleh Tuan Kaisar itu ternyata Anda, Pak Julian. Senang bertemu lagi.” Kira bersikap profesional, menaruh tangan di perut dan mengangguk hormat.“Astaga, Kira! Aku dan Kai ini teman, jangan bersikap formal begitu padaku.” Julian terkekeh-kekeh, membuat pipi Kira tersipu malu.Sementara itu, Kai hanya menatap Kira dan Julian bergantian dengan tatapan tak percaya. Lalu ia berdehem dan berkata, “Sebaiknya kita duduk. Waktuku nggak banyak.”“Oh, baiklah, Tuan Kaisar yang terhormat. Kamu memang selalu sibuk.” Julian tersenyum.Kai duduk
Kira tidak mengerti kenapa seharian ini CEO-nya itu selalu merengut dan marah-marah tidak jelas. Apakah mungkin Kai sehari-harinya memang seperti itu saat di kantor? Setelah semua agenda terselesaikan hari ini, Kira masuk ke ruangan Kai dan merapikan meja kerjanya. Sementara Kai tetap diam di kursinya sambil menatap Kira tajam. Kira menaruh barang-barang Kai ke tempat semula, sesuai dengan instruksi Reno tempo hari. Lalu Kira meraih jas hitam milik Kai dari standing hanger, dan menghampiri Kai yang masih menatapnya. Namun, Kira berusaha menghiraukan tatapan tersebut. “Tuan, waktunya Anda pulang. Saya pakaikan jasnya,” ucap Kira sambil memegangi jas Kaisar. “Nggak perlu. Aku bisa sendiri!” tukas Kai tajam, membuat Kira mengerutkan keningnya bingung. Kai merampas jasnya dari tangan Kira dan mengenakannya sendiri. “Tuan, apa saya berbuat sesuatu yang salah? Kenapa Anda marah-marah sama saya?” tanya Kira dengan berani. Kai menghembuskan napas kasar. Pria itu tidak menjawab dan memi
“Aku bilang berhenti tersenyum seperti tadi pada orang lain! Kamu sedang bekerja, bukan sedang memamerkan senyumanmu!” Kira tidak mengerti kenapa Kai terus menerus melarangnya untuk tersenyum. Padahal menjadi ramah adalah bagian dari tugasnya, sama seperti Lia. “Ini sudah di luar jam kerja, Mas, nggak seharusnya membahas hal itu sekarang,” ucap Kira pada akhirnya, membuat rahang Kai mengeras. Namun Kai tidak mengatakan apa-apa lagi dan memilih fokus pada makanannya. Selesai makan beberapa saat kemudian, Kira bergegas pergi ke rumah Violet dengan perasaan campur aduk. Sebenarnya ia malas bertemu dengan Violet, tapi ia juga tidak bisa mengabaikan Luna. Saat Kira keluar dari rumah, Kai mengikutinya, berjalan di belakang Kira tanpa berkata apa-apa, tapi Kira sadar bahwa Kai mengikutinya di belakang dan Kira merasa tatapan pria itu akan membolongi punggungnya. Tiba di rumah Violet, Kira mendengar tangisan Luna yang kencang. Kira akan mengetuk pintu, tapi Kai yang tampak panik langsung
Julian baru saja selesai menghadiri rapat penting saat ia mendapat telepon dari ibunya. Julian menghela napas panjang sambil menatap layar ponsel. Ia sudah tahu apa yang akan ibunya bicarakan. Meski begitu, Julian tetap menerima panggilan tersebut dengan enggan. “Julian, kenapa nggak balas chat Mommy?” cecar Sandra di seberang telepon. Julian memijat pelipis. Tadi pagi ibunya memang sempat mengiriminya pesan, yang berisi alamat tempat pertemuan kencan buta dengan anak salah seorang kenalan ibunya itu. “Mom, sudah aku bilang, aku nggak tertarik ikut perjodohan lagi.” Julian bersikukuh. “Aku bisa cari calon istri sendiri.” “Kalau gitu buktiin dong ke Mommy dan Daddy. Dari dulu kamu selalu bilang begitu, tapi buktinya mana?” Sandra berdecak pelan. “Mau sampai kapan kamu hidup sendiri, Julian?” “Aku masih dua puluh sembilan tahun. Masih banyak waktu untuk memikirkan pernikahan,” timp
“Kira… kalau kamu butuh tempat untuk berlindung, berdirilah di belakangku. Aku siap melindungimu dan membantumu. Kapanpun,” ucap Julian sungguh-sungguh.Kira tertegun. Kata-kata Julian membuat lidahnya mendadak terasa kelu. Ia menunduk, menatap tangannya yang ada dalam genggaman Julian. Tangan itu terasa hangat, tapi entah mengapa Kira merasa ada yang salah. Ia cepat-cepat menarik tangannya dari genggaman pria itu.“Julian…,” gumam Kira akhirnya. “Kamu orang baik. Sangat baik bahkan, tapi aku nggak bisa mempermainkan perasaanmu.”“Aku tahu, Kira,” sahut Julian dengan tenang, ada kekecewaan yang terdengar dalam nada suaranya. “Aku tahu kamu belum siap, tapi aku cuma ingin kamu tahu bahwa kamu nggak sendirian, Kira. Ada aku yang selalu siap membantumu.”Kira mengangguk, akan tetapi ia tak tahu harus berkata apa untuk menanggapi ucapan Julian yang terlalu baik untuknya itu.Belum sempat Kira berkata-kata, ponselnya–yang sejak tadi ia abaikan, kembali bergetar. Sejujurnya sejak tadi ponse
“Aku… nggak bisa bersamamu lagi.”Sontak, Violet terhenyak mendengarnya. Raut wajah wanita itu seketika berubah menegang. Kepalanya menggeleng cepat, seolah-olah tak ingin mempercayai apa yang barusan ia dengar.“Honey, a-apa yang kamu bicarakan?” Violet tertawa kering, matanya menatap Kaisar lurus-lurus dengan mata yang tiba-tiba menggenang. “Kamu… ingin meninggalkanku?”Kai mengembuskan napas berat. “Maafkan aku, Vi,” ucapnya dengan tenggorokan tercekat. “Aku rasa ini yang terbaik buat kita.”Sekali lagi, Violet menggelengkan kepalanya cepat. “Nggak! Kamu nggak serius, ‘kan?! Kamu pasti cuma bercanda, Honey.” Ia duduk dengan punggung menegang.Kai menatap mata wanita yang tampak berkaca-kaca itu. Ada rasa bersalah yang menghantam jiwanya, tapi bayangan wajah Kira pun terus berputar-putar dalam benaknya, membawa Kai pada posisi yang sulit.Kai akhirnya berdiri, menatap Violet dengan tegas. “Aku serius, Vi,” ucapnya, “aku sudah t
“....Tapi jangan berharap lebih, Mas. Aku sudah kehabisan alasan untuk bertahan... selain ibuku.”Kata-kata yang diucapkan Kira membuat Kai tertegun. Tangan Kai mengepal. Rahangnya berkedut. Ada salah satu bagian dari dalam dirinya yang merasa sakit mendengar ucapan Kira.Kira pergi meninggalkan Kai yang membeku di tempatnya berdiri. Ia berjalan cepat menaiki tangga dengan perasaan nyeri yang tiba-tiba menyerang dada. Ia memang sudah kehabisan alasan untuk bersama Kai, selain karena ibunya yang butuh biaya pengobatan yang tidak sedikit.Saat Kira akan membuka pintu kamarnya, tiba-tiba saja sebuah tangan menarik tangannya, hingga badan Kira berputar dan berakhir berhadapan dengan Kai.Pria itu menatap Kira dengan tatapan kusut. “Aku serius saat mengatakan akan memperbaiki semuanya, Kira,” ucap Kai dengan suara rendah. “Aku tidak bercanda.”Kira melihat ada keseriusan yang tergambar dalam sorot mata suami di atas kertasnya itu. Lalu Kira tersenyum kecut. “Bukannya aku sudah tanya bagaim
‘Aku tidak akan membiarkanmu menyakiti Kira.’Kai tidak bisa memejamkan matanya malam itu. Peringatan dari Julian sore tadi terus terngiang-ngiang di telinga.Sial!Kenapa dirinya harus merasa terancam dengan kehadiran sosok Julian?Apalagi setelah Julian mengatakan secara terang-terangan bahwa dia menyukai Kira.Kai duduk di tepian ranjang, tangannya mengepal kuat-kuat. Ia tidak mengerti kenapa harus peduli pada hubungan Kira dan laki-laki itu? Padahal jika itu dulu, Kai mungkin tidak akan peduli sedikit pun pada apa yang dilakukan Kira.Lamunan Kai buyar tatkala ia mendengar ponselnya berdering. Siapa yang menghubunginya malam-malam begini? Kai bertanya-tanya dalam hati.Dengan terpaksa Kai meraih ponselnya yang tergeletak di nakas. Ia terdiam saat melihat nama Violet terpampang di layar.Saat itu juga, Kai mengusap wajahnya gusar. Benar. Seharusnya ia memperdulikan kekasihnya saja. Wanita yang lebih dulu ia cintai bahkan jauh sebelum pernikahannya dengan Kira berlangsung.Namun, en
“Apapun hubunganku dengan wanita itu, itu bukan urusanmu, Julian.” “Tapi Kira adalah urusanku!” “Aku suaminya!” “Suami?” Julian mendengus kasar. Ia maju satu langkah, mendekati Kai sambil menatapnya tajam. “Suami mana yang tega membiarkan istrinya melahirkan sendirian demi wanita lain, Kai?” Mata Kai kembali membulat mendengar kata-kata itu. Ucapan Julian bagai batu yang menghantam dadanya begitu kuat, mengingatkan Kai akan kesalahannya di masa lalu. Sementara itu, Kira yang sejak tadi tampak syok setelah mendengar Julian yang tahu mengenai pernikahannya dengan Kai, kini semakin terkejut dengan fakta yang diketahui Julian. Padahal Kira sama sekali tidak pernah mengatakan apapun pada Julian terkait hubungannya dengan Kai. Kira menatap Julian dengan tatapan penuh kebingungan. Julian menoleh ke arah Kira, lalu tersenyum lembut, berbanding terbalik dengan nada tajamnya barusan. “Maaf, aku
“Kai? Sedang apa kamu di sini?” Julian maju mendekati Kai dengan satu alis terangkat.Kira masih membeku di tempatnya berdiri, ia tidak menyangka bahwa suaminya itu akan menepati janjinya untuk kembali kepadanya.Kai lantas menatap Julian dengan tajam. “Aku ada urusan dengan Kira,” ujarnya, dingin, lalu menghampiri Kira dan meraih tangannya, yang membuat Kira terkejut dengan sikap Kai yang tiba-tiba itu.Kira menatap kedua lelaki itu bergantian. Seolah-olah ingin menyadarkan Kai bahwa saat ini mereka ada di hadapan Julian, dan Kai harus menjaga sikap jika tidak ingin Julian curiga.“Tu-Tuan, ada urusan apa?”Panggilan ‘tuan’ yang disematkan Kira membuat rahang Kai semakin mengeras. Kai menggenggam pergelangan tangan Kira dengan erat. “Kita bicara!”“Maaf, Tuan Kaisar.” Julian menahan tangan Kai yang menggenggam tangan Kira. Ia menatap Kai dengan sama tajamnya. “Hari ini Kira adalah pendampingku. Lagi pula… hari ini hari libur, kamu nggak berhak mengganggu Kira dengan urusan pekerjaan.
Kai melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi. Fokusnya terbagi antara jalanan di depannya, dan ponsel yang terus memanggil nomor telepon Kira. Akan tetapi, tidak ada satupun panggilannya yang Kira angkat. Ke mana wanita itu? Kai bertanya-tanya dalam hati. Ya, pada akhirnya ia memutuskan untuk memilih pergi, setelah memastikan Violet aman bersama Livia. Kai tidak bisa mengabaikan perasaannya, yang terus menerus gelisah karena teringat Kira. Mobil akhirnya berhenti di parkiran Dufan. Sementara itu ponselnya masih memanggil nomor telepon Kira. Namun, lagi-lagi panggilannya berakhir dengan sia-sia. Kini Kai berjalan mondar-mandir di depan pintu masuk sambil menempelkan ponselnya di telinga. Kali ini ia menghubungi Ani, menanyakan apakah Kira sudah tiba di rumah atau belum? “Belum ada, Tuan. Non Kira belum pulang,” jawab Ani di seberang sana. Kai mengusap wajah dengan gusar. Ia menyesal karena tidak meminta orang suruhannya untuk mengikuti Kira hari ini. Sebab, tadinya Kai ber
‘Aku bisa tanpa kamu.’Kata-kata Kira yang diucapkan beberapa saat yang lalu, terus terngiang-ngiang di telinga Kai.Kai tidak mengerti, entah mengapa kata-kata itu mampu menusuk jantungnya, membuat Kai tidak fokus mengemudi dan beberapa kali ia hampir menabrak mobil di hadapannya ketika berhenti di lampu merah.Kekecewaan yang tergambar di wajah Kira–yang sempat Kai lihat saat ia berbalik meninggalkannya, membuat dada Kai terasa sesak. Namun, Kai juga tidak bisa mengabaikan rasa khawatirnya pada Violet yang saat ini dilarikan ke UGD.Setibanya di rumah sakit beberapa saat kemudian, Kai langsung berlari menuju UGD sesuai lokasi yang disebutkan manajer Violet.Seorang wanita berambut pendek menghampiri Kai begitu Kai tiba. “Tuan? Mbak Violet lagi diperiksa oleh dokter,” ucap Livia–manajer Violet.“Apa yang terjadi? Kenapa bisa Violet kecelakaan waktu pemotretan?” tanya Kai dengan raut muka khawatir yang tak disembunyikan.“Violet jatuh dari tebing buatan di lokasi pemotretan outdoor, T
‘Kira, aku janji, aku akan datang menemuimu lagi. Jadi, tunggu aku di dalam, hm? Aku akan pergi sebentar saja. Tiketnya sudah aku kirimkan ke handphone kamu.’Itulah kata-kata terakhir yang diucapkan Kai sebelum pria itu pergi dari hadapan Kira.Kira tercenung. Ia masih membeku di tempatnya berdiri. Tanpa sadar, matanya menggenang dan memanas. Hatinya dirundung perasaan nyeri karena pria itu lebih memilih menemui kekasihnya ketimbang menemaninya masuk ke dalam tempat wisata itu.Pada akhirnya… tetap saja Violet yang menjadi prioritas utama Kai, dibanding Kira.Kira tersenyum kecut. Ia terlalu banyak berharap sehingga akhirnya merasa kecewa.Kira menarik napas dalam-dalam dan mendongakkan kepala sembari mengerjapkan matanya berkali-kali, menghalau air mata yang mendesak keluar.Ia lantas memeriksa pesan dari Kai. Pria itu telah mengirimkan e-tiket ke nomor ponselnya. Kira mengunduh e-tiket tersebut dan kembali tercenung karena mel