Waktu memang tidak akan terasa ketika seseorang larut dalam pekerjaan. Begitu pula yang dialami Bryan sampai tanpa sadar ia melupakan Jane sesaat. Pria tampan dan gagah kini terlihat cemas karena tidak melihat Jane sama sekali di sekitar meja makan semula.Ia beranjak dan bergegas mencari Jane, tapi yang terlihat hanyalah Julia dan beberapa rekannya, "Nona Julia, apa kau tahu di mana Jane sekarang? Aku tidak melihatnya di mana pun.” tanya Bryan pada asisten sekaligus sahabat Jane itu.“Ya ampun, baru sebentar saja tidak melihat calon istrinya, dia sudah panik seperti itu, hihi.” celetuk rekan kerja Julia yang merasa sikap Bryan kali ini begitu lucu.“Diamlah, jangan mengejeknya lagi. Lihatlah itu, wajah calon bos baru kita sudah sangat pucat. Dia takut Bos Jane lari,” Julia menambah ejekannya, tapi Bryan tahu kalau itu hanyalah bercanda. Julia memang seperti itu sejak awal mereka bertemu.“Jadi, bisakah aku tahu di mana Jane?” Bryan mengulangi pertanyaannya.“Jane di bar hotel. Susul
"Cukup!" tegas Jane yang seketika melepaskan genggaman tangan Keddan darinya, "Aku serius dengan yang kukatakan padamu. Aku sudah memiliki pria hebat bersamaku dan kami akan menikah."“Apa yang kau katakan tadi? Aku tidak perlu melakukan apapun untuk mencari uang? Keddan, aku tidak membutuhkan uang. Sekarang aku adalah seorang presiden direktur AoS Fashion. Kua kira aku membutuhkan pria yang hanya untuk menghasilkan uang? Tidak sama sekali.”"Kami menikah bukan karena materi, tapi karena kami saling mencintai. Ya, aku tidak kekurangan materi dunia. Yang aku kan hanyalah cintanya. Cinta tulus dari pria sejati."“Bagaimana kau tahu kalau pria itu tulus mencintaimu dan bukan karena uangmu? Kau terdengar sangat naif, Jane. Aku yakin kau akan kecewa lagi nanti, sama seperti saat kau menerima Harry bajingan itu.” Keddan tampak tidak bisa menerima penolakan dan malah menyamakan Bryan dengan Harry."Dan teruskan saja anggapanmu, aku sama sekali tidak bermaksud menyangkal. Karena apapun yang k
Bryan dan Jane meninggalkan Jepang setelah Presiden Direktur AoS Fashion itu selesiai dengan misinya. Sepanjang jalan menuju bandara, Bryan terus tersenyum bahagia sembari menggenggam erat tangan wanita yang dicintainya itu."Bryan, tanganku terasa pegal karena kau terus menggenggam dengan kuat. Aku tidak akan lari ke manapun, huh." Jane mengeluh kesakitan pada tangannya. Serasa kebas sudah karena sejak menaiki taksi Bryan selalu mendekap tangannya.“Pegal? Baiklah, kemarikan agar aku bisa memijatnya. Tapi jangan pernah menyuruhku untuk melepaskan tanganmu, Jane.” jawab Bryan yang seakan menolak melepaskan tangannya.“Kau ini kenapa? Sejak pertemuanku dengan teman lama, kau bersikap lebih manja dari pada Lizzie. Kau tidak merasa kau adalah bayi besar yang manja?” sahut Jane sembari tersenyum.“Biarkan aku terus seperti ini, Sayang. Untuk saat ini, sebelum pernikahan, aku hanya bisa melakukan ini. Aku seperti termakan sumpahku sendiri yang tidak akan menyentuhmu sampai waktunya tiba.”
Waktu terasa singkat sekali, dua hari sibuk berlalu begitu saja. Sesuai tanggal yang ditetapkan Bryan dan Jane, pernikahan akhirnya akan segera terjadi. Rencana awal pernikahan yang hanya akan dilakukan di kantor catatan sipil, berganti dilakukan di gedung mewah sebuah hotel ternama.Dekorasi sederhana namun tetap megah mulai menghiasi setiap sudut ruangan. Tapi tentu saja, tidak ada yang sesederhana apapun untuk pengantin wanita yang notabene seorang Presiden Direktur brand fashion ternama di negara itu. Sudah pasti acara itu terlihat ‘wah’ di mata setiap orang.Penata rias yang bertugas merias Jane tengah memberikan sentuhan akhir di wajah Jane saat Tuan Steven masuk ke kamar rias pengantin itu.Beliau menangis saat melihat betapa cantik Jane-nya ini. Dan bayangan masa lalu kelam sang putri kembali terekam di benaknya.Tepukan lembut dirasakan Tuan Steven dari belakang. Itu asistennya—Paman Tim."Ketua, kalau anda terus menangis seperti ini, kapan acaranya akan dimulai?" ucap Paman
Tuan Steven masuk ke kamar Jane. Dari bayangan yang terpantul di cermin, Jane dapat melihat sosok ayahnya yang mendekat.“Sudah selesai, Jane. Selamat, ya. Kau sudah jadi istrinya Bryan. Semoga kalian bahagia, Nak. Tidak ada lagi air mata, tidak ada lagi sedih. Karena ayah tahu, Bryan bisa mengganti sedihmu dengan senyuman.”“Ayan hanya hanya bisa mendoakan yang terbaik untuk anak ayah ini. Jadilah istri yang baik, Nak. Turuti perintah suamimu dan sayangi Bryan seutuhnya, Jane. Bryan suami yang baik untukmu.”Tuan Steven berucap sembari menangkup wajah cantik Jane dengan mata yang berlinang.“Semoga semua harapan dan doa yang baik yang ayah ucapkan untukku dan Bryan didengar dan dikabulkan Tuhan. Aku akan terus mencoba menjadi istri yang baik untuk Bryan. Seperti ibu yang setia menemani Ayah, yang tidak pernah melawan ucapan Ayah, dan menjadi ibu hebat untukku,”“Meski aku sudah menjadi istri Bryan, aku tetap anak Ayah yang terus haus kasih sayang darimu. Aku akan terus membutuhkan Ay
Bryan mengajak Jane berjalan perlahan agar tidak menimbulkan suara berisik yang akan mengusik tidur anak mereka, menuju ke depan balkon kamar hotel di mana mereka berada.Jane sedikit terkesiap saat memperhatikan tirai pemisah antar ruangan yang entah sejak kapan ada di sana, "Mau apa kita di sini?" tanya Jane lagi.Bryan hanya tersenyum tanpa menjawab. Suaminya itu menyibak-lalu menutup kembali tirai.Kini senyum merekah terukir di bibir Jane saat melihat dengan takjub suasana ruangan kecil yang temaram dan juga ranjang berukuran empat kaki itu terhias dengan indah. Ditambah lagi dari dinding kaca kamar hotel yang dari sana bisa melihat pemandangan laut malam dengan bulan purnama indah sebagai lampu malam yang syahdu itu.Belum habis rasa takjub Jane dengan kejutan yang disuguhkan Bryan padanya, rengkuhan erat merambat di pinggangnya yang ramping.Bryan mengecup pundak Jane perlahan. Hingga membuat Jane terkesiap. Setiap bulu halus di tubuh Jane meremang merasakan deruan napas Bryan
Sore harinya, Bryan membawa anak dan istrinya pulang ke rumah Tuan Steven yang sudah resmi menjadi orang tuanya juga.Baru saja mereka tiba, sang ayah sudah langsung menyongsong cucu kecil tersayangnya dan langsung menghilang ke ruangan lain untuk bermain bersama Lizzie.Sejak pertemuan pertama dengan si kecil, Tuan Steven dan Paman Tim sudah jatuh cinta pada bayi cantik yang menggemaskan itu.Sementara Bryan dan Jane berbincang dengan Paman Tim tentang rencana tinggal di Jepang sementara waktu karena urusan pekerjaan keduanya."Bryan, Jane. Ini hadiah pernikahan dari ayah." panggil Tuan Steven yang datang ke ruang tamu tempat mereka duduk berbincang—sambil menggendong Lizzie bersamanya."Hadiah apa, Ayah? Kenapa harus repot seperti ini?” Bryan bertanya sungkan sambil tertawa."Bukan hadiah besar. Itu hanya sebuah sertifikat rumah sederhana di Jepang. Kalian membutuhkan rumah yang nyaman selama di sana, bukan?" celetuk sang ayah yang masih sibuk memperhatikan Lizzie yang memainkan bon
Baiklah, hari yang sudah ditentukan tiba. Yaitu keberangkatan pasangan pengantin baru yang berbahagia. Kesibukan nampak terasa di rumah keluarga Jane karena hari ini, tidak hanya Jane dan Bryan yang akan berangkat, tapi juga Lizzie yang akan ikut berlibur bersama para kakek dan neneknya ke desa.Sebelum berpisah, Paman Tim terlihat bicara berbisik pada Bryan dan keduanya tersenyum bersama.“Sedang berbisik-bisik apa, huh? Jangan merahasiakan apapun dariku, ya!” ucap Jane saat melirik suami dan pamannya yang sedang berbisik-bisik mencurigakan."Tidak ada apa-apa, Jane. Aku hanya ingin mengingatkan Bryan soal pesananku. Ini urusan pria, kau tidak usah tahu, haha!" jawab Paman Tim sembari tersenyum pada putri angkatnya itu.Jane menyerngitkan dahinya bingung, tapi Bryan mulai memeluknya dari samping."Paman hanya mengingatkanku agar kita harus semangat membuat adiknya Lizzie di sana, Sayang. Tidak ada rahasia apa-apaan, kok." Bryan mengatakan itu di telinga istrinya hingga Jane wajah Jan
Di sebuah tempat bernama Taman Eden, Bryan sedang merekam keceriaan sambil mengawasi Sunny dan Shine yang sedang berlarian mengejar kupu-kupu yang beterbangan di padang rumput indah di sana. Para pria kecil tampan itu kini genap berusia dua tahun.Sunny dengan rambut hitam sedikit ikal khas ayahnya, berlari mengejar kupu-kupu yang sempat hinggap di ujung rambut coklat adiknya–Shine. Mereka kembar identik dengan semua kemiripan yang nyaris sama. Hanya warna rambut mereka yang membedakan keduanya. Sunny berwarna rambut si ayah, sedangkan Shine memiliki tipe dan warna rambut ibu mereka.Lalu, di mana Jane saat ini?Jane masih di kawasan yang sama. Ia ditemani Lizzie yang saat ini berdandan cantik seperti sang mama. Si cantik Lizzie menaruh seikat bunga mawar putih di atas sebuah pusara yang terdapat foto wanita yang kecantikannya mirip Jane.“Ibu, aku datang. Maaf karena lama sekali aku tidak mengunjungi Ibu.” ucap Jane sambil memandangi foto ibunya lalu ke arah Lizzie, “Tapi kali ini ak
“Hi, welcome back to my channel! Super Dad kembali menyapa kalian, haha! Bagaimana kabar kalian semua, huh?” Dengan headphone menutupi telinga, Bryan duduk di depan layar komputernya, menyapa para penonton dunia maya yang saat ini sedang berinteraksi dengannya. Ya, setelah dua bulan lamanya hiatus, Bryan baru kembali membuka live-nya lagi. Itu juga karena bujukan Jane setelah Mia merengek padanya agar Bryan mau melakukan Live lagi. Mia dan Miquel kelimpungan menanggapi para klien yang produknya harus segera direview secara live oleh Bryan.Alasan Bryan menolak tidak melakukan live karena ia sedang menikmati masa indahnya mengurus si kembar. Ia tidak ingin diganggu saat memerankan tokoh ayah hebat bagi Lizzie, Sunny, dan Shine.‘Akh, Papa Lizzie! I miss U so much!’‘Woah, papa superku akhirnya kembali!’‘Bryan sayang, kenapa kau baru muncul?’‘Seratus penonton pertama hadir!’‘Bla… bla… bla…’Bryan tersenyum membaca satu-persatu komentar di kolom chat yang membanjiri live-nya saat in
Berkat usaha Bryan yang terus menghujani Jane dengan cintanya sepanjang malam saat itu, Jane akhirnya mengandung bahkan dua sekaligus. Hari ini si kembar pun telah dilahirkan dengan sehat dan selamat, berikut sang ibu yang sudah merasa lebih baik.Ternyata, perpisahan itu tidak selamanya menjadi duka. Buktinya, kepergian Bryan saat itu masih meninggalkan kebahagiaan di rahim Jane sehingga membuatnya masih bisa bertahan dalam kesepian.Harry juga meninggal, menambah duka besar untuk Jane. Tapi itu adalah takdir yang memang harus berjalan.Umur Harry sudah ditakdirkan berakhir, dan bersamaan dengan itu datang kebahagiaan baru bagi Jane. Bryan kembali dan bayi kembar mereka lahir ke dunia, menggantikan sakit, duka, dan hancurnya hati Jane selama berbulan-bulan.Ya, kini hari berjalan seperti semula. Bahagia, ceria, dan penuh cinta. Terlebih dengan hadirnya dua bayi tampan di keluarga mereka. Kebahagiaan mereka terasa lengkap dan sempurna.*** Pagi-pagi sekali ruangan di mana Jane dirawa
Bryan terkulai lemas dan menjatuhkan kasar tubuhnya ke sandaran bangku taman. Tanpa suara untuk menanggapi, tanpa suara isakan tangis, Bryan memejamkan matanya hingga air mata itu tumpah mengalir dengan derasnya."Sekarang kau sudah tahu fakta yang sebenarnya, kan? Temani Jane yang pasti membutuhkanmu di sampingnya, Bryan." ucap Tuan Steven sembari menepuk lutut Bryan sebelum pergi meninggalkan menantunya itu.Baru saja orang tua itu ingin beranjak dari sana, suara kegaduhan terdengar dari arah rumah duka. Nampak di sana banyak orang yang sibuk dan panik. Tidak lama, terlihat beberapa pria membopong seseorang yang sepertinya pingsan.Mata Tuan Steven segera melebar kala menyadari orang yang dibopong keluar dari rumah duka adalah putrinya sendiri.“Bryan, cepat ke sini!” panggilnya pada Bryan yang segera terkesiap saat menyadari keadaan. Ia berlari sekuat mungkin untuk menghampiri kerumunan orang yang membopong istrinya.“Jane, kau kenapa, Sayang? Buka matamu dan lihat aku, Jane!” pang
‘Bryan, Harry sudah tidur dengan tenang…’Ucapan Paman Tim lewat panggilan tersebut membuat Bryan menghentikan niat awalnya yang ingin langsung mengakhiri sambungan telepon mereka. Ia masih insecure pada dirinya sendiri untuk berhadapan dengan Jane lagi."Jangan bercanda, Paman. Ini tidak lucu sama sekali. Tidak baik bercanda seperti ini, Paman,” ucap Bryan menyangkal tidak percaya saking terkejutnya.Bryan terus diam sembari mendengarkan ucapan demi ucapan yang Paman Tim ceritakan padanya. Demi apapun, saat ini tubuh Bryan bak tidak bertulang. Bagaimana mungkin Harry benar-benar meninggalkan. Jane seperti itu, sementara dirinya sudah merelakan Jane padanya? Setidaknya Harry harus sehat kembali dan hidup baik dengan Jane. Bryan sungguh tidak dapat menerima kabar sedih itu.Setelah mendengar hal itu, Bryan memutuskan untuk datang kembali ke London dan melihat langsung keadaan suasana duka di sana. Bersama Mia dan Miguel yang membawa Lizzie.Seperti apa hancurnya hati Bryan saat ini han
“Tuan Bryan, aku sudah membuat reservasi. Aku seorang penggemarmu. Ayo, duduk bersama di mejaku saja!”“Tuan Bryan. Kumohon berfoto denganku. Aku fans-mu, Papa Lizzie!”“Ya Tuhan, kau lebih gagah dari yang kulihat di Youyube!”“Lizzie, Sayang. Aku ingin menjadi ibumu! Akh!!!”Banyak sorakan dari banyak penggemar yang kesemuanya nyaris wanita. Semuanya berteriak memanggil sosok pria tampan nan gagah yang saat ini menggendong bayi satu tahun setengah di pelukannya.Ya, pria itu tentu saja Bryan dan Lizzie. Kini mereka menjadi pusat perhatian dari para penggemarnya saat baru saja memasuki area wawancara yang diadakan di sebuah mall terkenal di kota kelahiran Lizzie.Setelah berpisah dari Jane dan pergi dari kehidupan mewah, Bryan membawa Lizzie kembali ke negara asal Bryan. Di sana ia memulai kembali hidupnya bersama putri kecilnya.Mulai lagi dari titik nol seperti dulu, tapi pria itu tidak menjadi buruh konstruksi seperti dulu, melainkan membuka usaha sendiri dengan uang tabungan yang
Sebenarnya hidup mereka sempurna jika tidak diselingi konflik batin Harry hingga menyebabkan perpisahan. Seharusnya mereka akan baik-baik saja dan melewatkan moment-moment berharga yang bahagia.Waktu terus berjalan… Seperti halnya hidup orang lain… Jane dan Harry melewati masa naik dan turun.Tapi setelah mengalami masa-masa sulit itu, mereka menyadari satu hal.Terkadang kehidupan harus membiarkan manusia mengacaukan semuanya. Karena dengan begitu, manusia baru bisa melihat setiap kegagalan, kesedihan, dan patah hati itu seperti apa rasanya dalam hidup ini.Jika tidak seperti itu, manusia tidak akan dapat menghargai setiap tawa, cinta, dan kebersamaan dengan orang-orang tersayang mereka. Agar setelahnya, manusia bisa hidup lebih baik dan bahagia…Hari terus berganti tapi kondisi Harry semakin tidak memungkinkan. Dari menghilangnya daya penglihatan dan menurunnya daya ingat, Harry seperti bayi yang lahir dengan kelainan mental. Tidak merespon apapun, tidak bicara apapun, dan hanya te
Harry sudah didaftarkan sebagai salah satu pasien di salah satu rumah sakit penanganan Kanker di salah satu negara maju Eropa.Saat ini pengobatan Kanker Kelamin dapat dilakukan melalui berbagai cara di antaranya adalah melalui operasi, radioterapi, kemoterapi, atau kombinasi ketiganya. Salah satu pengobatan Kanker Kelamin adalah dengan obat antikanker atau biasa disebut kemoterapi.Dan saat ini Harry tengah tertidur di samping Jane yang terus menungguinya di sebelah ranjang pasien. Dilihat oleh Jane dengan seksama, wajah Harry yang semakin hari makin pucat dan kecil.Belakangan ini nafsu makan Harry terus berkurang. Harry hanya ingin sedikit makan dan lebih memilih banyak minum. Dan itu mungkin saja efek dari kemoterapi yang Harry ia jalankan.Sangat panjang sang dokter menjelaskan tentang kondisi Harry pada Jane selaku wali pasien, ditemani Dokter Sam yang menangani Harry, yang memang sudah menjadi temannya dan juga sebagai seorang yang terus memantau kesehatan Harry beberapa bulan
Beberapa hari sudah Harry dirawat intensif dan akhirnya ia dibolehkan untuk berpindah ke ruang rawat biasa. Pihak keluarganya, terutama Nyonya Betty dan suaminya sudah berkunjung menjenguk putra mereka. Sekalipun mereka mendidik Harry dengan keras, api anak tetaplah anak. Keduanya turut bersedih dengan keadaan Harry saat ini.Jane bersama mereka, menceritakan semua yang ia tahu dan hadapi tentang Harry, berikut tentang kemandulan yang selama ini disalah sangka oleh keluarga Harry. Nyonya Betty dan suaminya tertunduk malu pada Jane dan juga Tuan Steven yang sudah beberapa hari di sana untuk menemani putrinya menjaga Harry. Kedua pasangan itu merasa bersalah dan menerima konsekuensi dari semua perbuatan buruk mereka pada Jane.Namun, Jane dan ayahnya yang pemaaf, tidak mempermasalahkan masa lalu. Hingga akhirnya semuanya sepakat untuk fokus pada penyembuhan Harry.Harry sendiri sudah sangat bahagia karena bisa merasakan rasanya dirawat dengan kelembutan oleh Jane lagi. Akan tetapi, saa