Part 23 “Ini bukannya kebanyakan, Bu. Memangnya mau mengundang berapa orang?” tanyaku sembari melihat catatan yang diserahkan ibu ke padaku. Ibu langsung merampas catatan itu dari tanganku.“Coba kamu lihat ini baik-baik, mana ada yang kebanyakan. Kebanyakan dari mana, kamu itu harusnya tahu kalau mau mengundang orang seratusan lebih ya begini. Ini sudah sesuai catatannya karena aku minta bantuan Bu Trisno sama Bu Ida waktu membuatnya ini, mereka yang lebih paham soal ini. Iwan sama Shinta sama-sama punya teman kantor yang jumlahnya tidak sedikit, jadi wajib banyak yang diundang.” Katanya kembali menyerahkan catatan itu padaku. Aku menghela napas panjang.“Memangnya Shinta itu bekerja ya, Bu?” Ibu langsung menertawai ku.“Ya dia kerja, dia wanita karir sama seperti Farah, memangnya kamu yang tidak bisa bekerja … lagian siapa juga yang mau mengajak kamu kerja sedangkan sekolah saja hanya lulusan SMP. Selamanya hanya bisa jualan gorengan depan SD.” Ya Allah… sedikit saja aku membuka
[Mas, ini rincian semua biaya pembuatan makanan prasmanan sekalian kue ya] aku mengetik pesan ke pada suamiku.Mas Didik memang memintaku supaya merinci besaran biaya yang harus aku keluarkan untuk kebutuhan makanan saat acara nikahan Iwan di rumah ibu mertuaku pada hari minggu nanti. Tak lama kulihat suamiku online dan sedang mengetik pesan.[Ya, Dek. Aku sedang bicara dengan Bapak sama Ibu ini. Semoga saja biaya yang kamu rinci bisa aku dapatkan ya?] keningku berkerut saat mendapatkan jawaban Mas Didik.Aku pun tak membalas lagi pesannya, lebih baik menunggunya saja sampai di rumah. Meski aku juga ragu jika dana yang aku minta bisa terealisasi, apalagi ada ibu mertuaku di sana. Sekitar satu jam suara deru motor Mas Didik akhirnya terdengar di halaman, aku pun menengok dan menyambutnya.“Nggak usah siapkan makan ya? Ibu tadi kebetulan beli sate buat kami di sana makanya perutku sudah kenyang.” Ucapnya, aku mengangguk saja sembari menunggu apa yang akan ia katakan mengenai dana yang a
"Ya Allah, Kak. Uang segitu mana cukup buat beli bahan yang seabrek buat hajatan Iwan itu, gimana sih? Memang ya ibu mertuamu itu nggak ada akhlak, bisa-bisanya dia kasih uang segitu terus mintanya makanan yang dihidangkan wajib banyak dan enak-enak. Kadang aku mikir hebat sekali kamu Kak, bisa sangat sabar menghadapi perempuan julid seperti ibu mertuamu itu, kalau aku mungkin sudah perang dunia kelima.” Sungut Farida, terlihat dia sangat kesal ketika kuberitahu uang yang akan digunakan untuk membuat berbagai hidangan acara nikahan Iwan hanya dua juta saja.“Terus … apa rencanamu, Kak. Terus terang kalau aku juga bingung dikasih dana segitu sementara harus mengikuti banyaknya menu yang kita buat.” Farida menatapku menunggu jawaban, aku masih sibuk menata jualan.“Rencanaku masakan ayam yang diminta itu dikurangi saja, terus nanti aku mau buat sayur bening sama buata ikan asin goreng saja, kayak acara rumahan gitu. Hidangan disesuaikan dengan dananya, aku tak mungkin mau menanggung ter
"Alhamdulillah, akhirnya pergi juga nenek sihir itu.” kata Bu Yuma. Aku tersenyum seraya menghela napas lega.“Tadi dia menyambangi kami, Mbak Mayang. Masa katanya kamu itu ngotot-ngotot minta semua masakan dan kue untuk acara nikahan anaknya tadi harus kamu yang mengerjakan, katanya kamu sudah dikasih uang sebelumnya sepuluh juta tapi masih saja katanya kamu merasa kurang, makanya dia pagi-pagi mau antar bahan buat kue bolu supaya kamu nggak merongrong dia lagi.” Tukas Bu Yuma menjelaskan.“Ya, Mbak dan kami kaget pas sampai di sini, ternyata nenek sihir itu baru kasih kamu uang dua juta untuk undangan seratus orang lebih, kayaknya nggak waras deh ibu mertuamu itu, syukur saja tadi Bu Yuma inisiatif mengikuti dia sampai ke sini, karena terus terang kami juga mau tahu dari mulutmu langsung, kami sejak kejadian dia memfitnah dulu rasanya kami sudah tidak percaya lagi dengan apa yang ia ucapkan, ibu mertuamu itu cocok jadi artis, pandai sekali akting ya dan bisa membalikkan keadaan.” Ta
“Bapak tadi telepon aku marah-marah katanya Ibu pulang dari rumah menemui kamu, malah kamu hina-hina. Aku juga nggak jelas hinaan seperti apa yang kamu katakan pada Ibu, yang jelas Bapak marah sekali. Kata Bapak suruh istrimu jaga kelakuannya. Makanya aku juga bingung, ini sebenarnya ada apa?” Ya Allah apalagi ini. Tidak ada habis-habisnya. “Kamu itu sudah-sudahlah cari masalah dengan Ibu, kamu sudah tahu Ibu itu orangnya sensitif, kamunya malah membuat Ibu menangis, sampai-sampai Bapak tadi teriak-teriak tadi menjelaskan sama aku, aku ini sudah capek kerja jadi tolong jangan tambah bikin aku capek, pusing.” Ya Allah, belum sempat aku menjawab, Mas Didik menutup panggilan dengan sempurna. Mas Didik juga kelihatan sama kesalnya dengan bapak mertuaku, terlihat dari caranya berbicara denganku. Yang membuatku tak terima adalah seakan-akan akulah yang membuat masalah di sini. Memangnya apa salahku, apa yang diceritakan ibu ke pada bapak sampai-sampai bapak yang biasanya sabar turut pul
“Astaghfirullah.” Hanya itu saja ucapan yang ke luar dari mulutku.Aku benar-benar tak menyangka ibu akan sekeji itu padaku, menuduhku memukul dan menghinanya. Kurasa kali ini aku sudah tidak bisa lagi membiarkannya menzolimi dengan cara memfitnahku terus menerus. Lama-lama aku yang gila harus berhadapan terus dengan ibu mertuaku yang kuanggap sudah tidak waras tersebut. Nyeri rasa dadaku menahan sakit yang teramat. “Adikku serta beberapa tetangga bisa menjadi saksi, Bu Nia. Kami hanya berbicara dan ketika para tetanggaku mengatakan bahwa mereka sudah tidak peduli lagi dengan kata-katanya, ibu langsung pergi begitu saja tanpa bicara apapun, terus kok bisa-bisanya menuduh aku menampar sampai biru matanya, apa nggak aneh itu kedengarannya.” Bu Nia nampak diam seperti berpikir.“Jelas kok Saya dengar Ibumu ngomong begitu, bahkan Bu Trisno sama Bu Ida juga ada di sana, hanya mereka berdua diam saja tidak menanggapi, sebetulnya Saya sendiri tidak terlalu menanggapi, Bu. Hanya memang tand
Dalam perjalanan pulang, aku dan Farida tidak saling berbicara. Kami tenggelam dalam pikiran masing-masing. Aku masih teringat bagaimana wajah Mas Didik saat mengucapkan talak padaku, benar-benar datar sepertinya sudah ia pikirkan sebelumnya. Mungkin saja dia memang sudah tak sanggup lagi hidup bersamaku denganku lagi. Aku pasti dianggap menantu durhaka dan hanya bisa melawan ibunya saja. Sudahlah, apa yang sudah terjadi tidak bisa kuulang atau kusesali kembali. Mas Didik lebih memilih keluarganya dan aku harus terima itu. Hanya saja yang membuatku sedih, dia sama sekali tak menoleh sedikitpun ke arah anak semata wayangnya tadi. Apa aku yang selama ini terlalu berharap banyak padanya sedangkan ia tak peduli pada kami, aku dan Arthur. Apa yang ia lakukan sebelumnya dengan memprioritaskan keluarganya, kepentingan ibunya, kepentingan adik-adiknya kini terbukti. Aku bukan lagi siapa-siapanya dia kini. Persis di depan keluarganya juga adik kandungku, ia menalak diriku tanpa tanggung-ta
Sejak Mas Didik mengucapkan talak padaku dua bulan yang lalu, aku sudah memblokir semua kontak nomor yang berhubungan dengan dia dan semua anggota keluarganya. Makanan dan kue yang menjadi tanggung jawabku untuk pernikahan Iwan waktu itu tetap aku kerjakan bersama adik-adikku sampai selesai dan aku meminta beberapa orang suruhan untuk mengantarkan semua pesanan dari ibu mertuaku itu.Di sela kegiatanku sekarang, aku menjual berbagai aneka bolu yang dipasarkan oleh adikku, Emi ke sejumlah media sosial yang ia miliki, begitu juga dengan aku dan Farida. Kami benar-benar solid bekerjasama memajukan usaha baruku ini. Kesibukanku, membuatku tak lagi sedikitpun memikirkan masalahku, aku juga yakin Mas Didik yang menalakku akan mengurus berkas perceraian kami nanti di pengadilan agama dan aku tidak perlu bersusah payah datang, yang terpenting sekarang aku sudah bebas dari ibu mertua yang toxic itu dan hidupku jauh lebih tenang. Semua olahan makanan yang kukirim ke rumah mantan ibu mertuaku
Part 95 Pov Mayang“Kasihan Farah, Mbak Mayang. Setelah Mamanya meninggal malah Ia ikut menyusul meninggal bunuh diri dengan memotong nadi tangannya karena tak tahan menerima hinaan dari anak-anak sekitar rumahnya kalau wajahnya rusak akibat terkena luka bakar waktu masih di rumah Ibu Sutinah, setelah itu dia diceraikan sama suaminya. Katanya Farah ketahuan menggadaikan rumah Ibu Sutinah dan sekarang Ibu Sutinah bersama Didik dan Pur katanya mengontrak rumah kecil di pinggiran kota, lengkap sudah penderitaan keluarga Ibu Sutinah akibat menantunya itu. Syukur saja Iwan sama Shinta tidak bernasib sama.” Bu Trisno menyampaikan kabar duka itu saat ia bertandang ke rumah untuk membicarakan persiapan pernikahan Syawal dan Emi yang akan digelar dua hari lagi.Mungkin ini terdengar gila tapi Allah SWT sudah mengatur semuanya, aku yang dulunya dizolimi oleh orang-orang yang pernah hadir dalam hidupku, satu persatu seakan mendapatkan karma atas apa yang sudah mereka lakukan. Farah yang begit
Part 94 “Kalau tidak, berarti kalian harus mengosongkan rumah ini, karena Ibu Farah sudah menggadaikan rumah ini dengan memberikan sertifikat rumah pada bos kami. Dia juga sudah menerima uang dua ratus juta tiga bulan yang lalu.” Mataku melotot mendengarnya, masalah apalagi yang dilakukan oleh Farah kali ini. “Ya Allah, bagaimana sudah ini, Dik, Pur. Farah memang betul-betul keterlaluan menjadi menantu bisanya hanya menyusahkan saja. Huhuhuuu.” Ibu menangis sesenggukan begitu tahu rumah yang kami tempati sekarang sudah sepenuhnya dikuasai oleh rentenir.“Apa kalian punya bukti kalau Farah memang yang menggadaikan rumah ini pada bos kalian?” Dua orang penagih utang tersebut malah tertawa. Setelahnya salah satu memperlihatkan foto copy sertifikat dan tanda bukti tanda tangan Farah di sana menyetujui syarat-syarat pinjaman uang dengan jaminan sertifikat rumah.Aku, Pur juga Ibu sudah tidak bisa berbuat banyak. Kami benar-benar dipecundangi oleh Farah. Apalagi Purwanto, ia merasa ikut
Part 93“Terus, bagaimana dengan Mas Didik? Apa Mbak memaafkannya juga?” Deggg. Nama itu lagi, rasanya seharian ini sudah beberapa kali teringat akan dirinya. Orang yang sudah mengisi hidupku dalam beberapa tahun ini, kalau ditanya apakah aku mencintainya? Ya aku sangat mencintainya, hanya begitu banyak luka yang ia torehkan ke padaku sehingga aku memilih sebisa mungkin pergi jauh dari kehidupannya, meski saat mediasi pada proses perceraian kami, ia kekeh tidak mau berpisah. Aku memutuskan menjauh agar dapat menjaga kewarasan hatiku. “Lho, Mbak malah melamun.” Aku tersenyum malu ketika Iwan memergoki aku sedang melamun karena pertanyaannya.“Aku juga sudah memaafkan Mas mu, bahkan Ibumu. Bagiku yang lalu biarlah menjadi pengalaman berharga saja. Oya kalian tadi ke sini aku pikir mau pesan sesuatu. Mau bolu atau malah rendang daging saja.” Ujarku cepat mengalihkan topik pembicaraan.Malas membahas hal yang lampau.“Oya hampir lupa, Shinta maunya Mbak Mayang buatkan nasi dengan daging
Part 92 Pov Mayang Pagi sekali aku dan kedua adikku sudah mulai bersiap membuka toko, kegiatan kami setiap harinya seperti ini. Tiba-tiba saja mobil Syawal berhenti di halaman dan Emi yang semula ada di depan menggendong Arthur melihat pemandangan segera masuk. Aku tahu jika Emi masih menghindar berbicara dengan calon suaminya tersebut. Persoalan perempuan yang mengaku sebagai kekasih Syawal membuat hubungan adikku dengan Syawal seketika renggang. Emi sudah membatalkan pernikahan, hanya saja aku senang dengan kegigihan Syawal ingin meraih hati adikku kembali, kadang aku membayangkan jika saja Mas Didik berlaku begitu padaku, mungkin saja kami masih bersama sampai saat ini. Tapi, ya sudahlah semua hanya tinggal kenangan sekarang. Bahkan aku tinggal menunggu ketuk palu saja.“Kak, aku cuma mau bilang kalau perempuan yang mengaku kekasihku itu ditangkap semalam bersama orang yang menyuruhnya, sebetulnya semalam dia ditangkap karena petugas kepolisian sedang menggerebek tempat perjudia
Part 91Kulihat handphone di tangan Purwanto, segera kuambil dengan cepat dan membuka layar lalu mencari kamera dan menghadapkan posisi kamera ke arah depan, persis ke wajahku. Begitu aku melihat penampakan wajahku, handphone Purwanto sampai terjatuh dari tanganku. Apa aku tak salah lihat?Ya Tuhan, apa yang terjadi padaku. Wajahku sudah seperti monster yang menyeramkan. Bagaimana bisa Purwanto tak terkejut melihatku? Apa dia menahan tawa agar tak membuatku malu, bentuk mata yang kurasakan perih kelopaknya berkeriput sehingga bola mataku terlihat mau ke luar dari tempatnya. Selain itu wajahku menghitam dan mengerut di beberapa tempat, selain itu bentuk mulutku terasa miring dan tidak berada di tempat seharusnya. Aku berusaha mengingat dan mencerna apa yang sudah terjadi padaku, kenapa gara-gara api yang membakar rambut juga membuat kobaran api di wajahku membuat wajahku sulit dikenali lagi. Tamat riwayatku.Habis semua sudah kecantikan yang dulunya aku banggakan, aku melihat kembali
Part 90 “Pernikahan siapa yang kamu maksud gagal?” aku sontak menoleh kaget. Purwanto persis di belakangku. Aku harus mencari jawaban segera atas pertanyaannya.“Tadi … itu si Mayang ke sini dan marah-marahin Ibu, katanya dia tak terima kalau sampai pernikahan Emi dengan Syawal sampai gagal, dia menuduh Ibu yang menggagalkan pernikahan adiknya itu. Kalau mau tahu pastinya tanya Ibu deh sana.” Purwanto masih diam di tempatnya terus menatapku penuh kecurigaan, bahkan ia kini memicingkan matanya.Purwanto langsung mengambil handphone dari tanganku dengan cepat, kemudian membaca layar di gawaiku. Di sana kutulis nama Syahrini, aku sengaja menulisnya dengan nama perempuan supaya suamiku bahkan orang di rumah ini tidak ada satupun yang curiga. Benar saja, setelahnya Purwanto mengembalikan handphone ke tanganku.“Ya sudah… aku pikir tadi apa, lagian berita tentang si Mayang itu nggak penting sama sekali.” Sebutnya, aku bisa bernapas lega begitu melihatnya menanggapi dengan santai apa yang k
Part 89Aku menghampiri Emi, adik bungsuku yang terlihat menelungkupkan wajahnya di lengannya, tubuhnya nampak terguncang. Kelihatannya ia sedang menangis. Kubelai rambutnya yang terurai panjang itu, ia belum mau mendongakkan kepalanya.“Mi, Syawal tadi sudah menceritakan semuanya. Apa kamu nggak mau memikirkan ulang apa yang terjadi?” kataku dengan hati-hati. Emi memperbaiki posisinya, tebakanku benar. Ia tengah menangis. “Apalagi yang harus dipikirkan, Kak. Jelas-jelas perempuan itu punya bukti kalau dia memang ada hubungannya dengan Kak Syawal, terus apalagi yang mau dipikirkan dan dia kok masih saja mau mengelak, dasar memang laki-laki selalu begitu. Gayanya aja mau menikah, tapi ujung-ujungnya sudah punya anak dari perempuan lain. Beruntung saja semua ini aku dapati sebelum menikah jadi bisa kuputuskan kalau rencana kami sebaiknya dibatalkan saja.” Terdengar tegas hanya aku tahu Emi masih berharap apa yang terjadi hanyalah mimpi saja.“Tetap harus kamu pikirkan dengan tenang, de
Part 88 Pov Mayang Dua minggu kemudian Aku bersyukur harapanku dengan kedua adikku akhirnya terwujud. Toko kue sekaligus tempat tinggal kami dengan mudahnya diberikan oleh bank melalui pinjaman yang kami ajukan. Ruko yang kami beli berada di pusat kota, meski harganya fantastis, minimal dengan usaha yang lancar maka kami yakin akan bisa membayarnya. Tentu dengan kerja keras. Hari ini merupakan hari kedua kami membuka toko, awal pembukaan toko kemarin sudah ramai dengan pengunjung, sebab dengan kepandaian dan gerak gesit Farida di media sosial membuat pelanggan berdatangan. “Ya Allah, luar biasa sekali ya, Kak. Aku yakin kalau begini terus ramenya pasti kita akan bisa dengan mudah mencicil membayar pada bank, apalagi toko ini sekalian tempat tinggal kita sehingga memudahkan kita tetap stand by di toko.” Farida menyapaku pagi ini. Aku mengangguk setuju. Sejak dibukanya toko kue, kami menambah satu orang lagi bernama Marlena untuk menjaga toko bersama Farida, sedangkan Kiki dan aku
Part 87Pov Farah Sudah lama sekali aku tidak makan mie ayam yang dijual tak jauh dari rumah, di rumah hanya ada Purwanto dan Sekar, sedangkan Ibu entah ke mana. Mas Didik seperti biasa pergi bekerja.“Pur, kita makan mie ayam yuk.” Ajakku ke padanya. Purwanto yang tengah asik bermain game online sama sekali tak menoleh dan mempedulikanku. Itulah yang membuatku semakin hari semakin bosan padanya. Tak pernah ada niatan di hatinya untuk bergerak mencari pekerjaan dan lebih banyak menggantungkan hidup padaku atau pada Mas Didik.Selama Purwanto tidak bekerja, setiap bulan aku selalu minta jatah pada Mamaku, beruntung Mama tidak keberatan memberikan uang memenuhi kebutuhanku dan Sekar, Punya suami percuma saja, tidak berguna sama sekali.“Ya sudah kamu jaga Sekar, aku mau makan mie ayam di depan sana.” Tetap saja ia tak menoleh dan tak menyahut. Dasar, benar-benar laki-laki tidak ada gunanya. Mataku memperhatikannya selama semenit, tapi aku seperti berbicara dengan patung. Lalu kuputusk