Juanita tampak bingung mengikuti jejak Tommy, tidak mengerti alasan tiba-tiba ia diajak ke kamar Tommy.Setelah semua, mereka hanya seorang pria dan seorang wanita. Juanita merasa sedikit ragu mengikuti Tommy begitu saja. Ia mencoba menahan diri, "Aku ... mungkin sebaiknya aku istirahat saja."Tommy menoleh, matanya sedikit memerah karena alkohol. Suaranya penuh dengan nada menggoda, "Nggak ada orang lain yang pernah kubawa ke kamarku, loh. Kamu nggak pengin lihat?"Mendengar kata-kata Tommy, pertahanan Juanita mulai goyah. Dengan langkah ragu-ragu, ia mengikuti Tommy masuk ke kamar.Setelah masuk ke kamar, tanpa banyak kata, Tommy menarik Juanita ke ranjang. Saat Juanita sadar, tubuhnya sudah terbaring di bawah Tommy."Apa ... yang kau lakukan," wajah Juanita memerah, tangannya menahan dada Tommy, enggan menatap mata Tommy.Wajah Juanita yang memerah membuat Tommy merasa Juanita terlihat sangat memikat."Juanita," bisik Tommy lembut di telinga Juanita. Napas hangatnya membuat tubuh Ju
Di sisi lain, kabar bahwa Juanita menginap di rumah Tommy sampai ke telinga Tanya melalui sumber yang dia andalkan."Serius? Apa yang kamu katakan ini pasti?" Tanya berkata dengan nada terkejut kepada asistennya.Asisten di ujung telepon tampak ragu, namun memastikan, "Iya, Non. Sumber yang kita tempatkan di rumah Tommy membenarkan bahwa Juanita menginap di kamar utama."Keraguan berganti dengan kemarahan di hati Tanya. Walaupun dia pernah menginap di rumah Tommy, itu hanya di kamar tamu. Sedangkan kamar utama? Tanya bahkan tak pernah memijakkan kaki di sana!Lalu bagaimana mungkin Juanita dengan mudahnya menginap di kamar tersebut? Kenapa?"Tenang, Non. Ini mungkin hanya trik Juanita. Saya yakin saat semuanya terbongkar, Pak Tommy pasti akan melihat siapa Juanita yang sebenarnya," Asisten mencoba menenangkan Tanya.Namun, Tanya terus bertanya-tanya, "Haruskah aku menunggu sampai dia ketahuan? Aku nggak bisa hanya diam!"Asisten berusaha memberikan perspektif, "Non, Non Tanya jauh lebi
"Aku yang salah ingat? Kayaknya kamu yang gila, ya? Ngapain kamu masih di sini setelah dipecat? Mencari simpati?" Wanita itu mengejek dengan mata penuh cemoohan terhadap Juanita.Mendengar kata-kata itu, Juanita terdiam. Dipecat? Kapan dia dipecat? Tak ada yang memberitahunya sama sekali.Dengan tersenyum sekuat tenaga untuk menutupi kebingungannya, Juanita bertanya lembut, "Dari mana kabar ini? Saya ... sama sekali nggak tahu.""Heh, dipecat tapi nggak tahu apa-apa? Kasihan sekali." Wanita itu mengejek lagi, lalu kembali sibuk dengan pekerjaannya tanpa menjawab pertanyaan Juanita.Juanita berdiri di sana dengan perasaan malu, tak tahu harus berbuat apa. Di ruang kantor, banyak mata tertuju padanya, meski dia tak merasa salah, tapi Juanita merasa tak bisa menegakkan kepala.Dalam tatapan para karyawan, Juanita berjalan keluar dari kantor dengan berat hati, memutuskan untuk menemui HR untuk mencari kejelasan.Sesampainya di departemen SDM, petugas tampaknya tak terkejut melihat kedatan
Tommy mengajak Juanita ikut menghadiri rapat tersebut, dan Joshua langsung mengumumkan bahwa karyawan dari HR Department itu telah dipecat, dan orang yang menggantikan Juanita juga telah dipecat.Mendengar perkataan Joshua, semua yang di sana tercengang, termasuk mereka yang pernah menertawakan Juanita di kantor sebelumnya.Mereka awalnya mengira Juanita hanyalah orang biasa yang tidak memiliki latar belakang atau status apa-apa. Kalau tidak, bagaimana mungkin dia bisa dipecat tanpa penjelasan apa pun?Namun, mereka baru tahu sekarang bahwa Juanita bukannya “bukan siapa-siapa”, hanya saja tidak pernah memperlihatkan statusnya sebelumnya.Karena Joshua mendukung Juanita, orang-orang di sini pasti tidak akan menunjukkan bahwa mereka tidak senang. Wanita yang dipecat itu mengepalkan tangannya dengan marah. Dia benar-benar tidak menyangka kalau posisi yang baru saja diambilnya sudah diambil lagi!Pada saat yang sama, banyak orang yang juga mengenali pria di sebelah Juanita adalah Tommy.“H
Di sisi lain, Tanya sedang duduk berhadapan dengan seorang pria tampan di sebuah kafe.Pria itu melepaskan kacamatanya dan tersenyum cerah pada Tanya. “Kak Tanya, kenapa tiba-tiba datang mencariku?”Tanya memelototi pria itu dengan marah dan berkata, “Menurutmu? Apa ada alasan lain selain karena sepupumu itu?”Ketika melihat pria itu melepas kacamata hitamnya, orang yang duduk di sebelahnya terkejut dan berkata kepada orang di sebelahnya lagi, “Hei, lihat orang yang di san aitu. Bukannya dia Ruben, artis terkenal itu?”Wanita itu tampak sangat senang dan bergumam dengan suara rendah, “Wah, benar itu dia. Apa aku pergi ke sana dan meminta tanda tangannya?” Ruben selalu aktif di layar televisi. Ini pertama kalinya mereka melihatnya dari dekat, jadi mereka agak histeris.Meskipun wanita yang satu juga ingin melakukannya, dia bisa melihat ada seorang wanita yang sangat anggun duduk di hadapan Ruben, yang mungkin adalah pacar Ruben. Jadi, wanita yang satu lagi segera mencegah temannya dan
Ini bukan hanya untuk membantu Tanya, tapi juga demi kepentingan keluarganya. Dia juga ingin melihat Juanita meninggalkan Tommy.Entah bakal seperti apa ekspresi sepupunya itu saat melihat Juanita memilih pria lain? Ruben merasa sedikit antusias untuk melihatnya.Namun, hidup Juanita susah juga, ya. Ayah dari anaknya itu sebenarnya siapa? Sampai-sampai orangnya Tanya saja tidak bisa mencari tahu tentang itu.Tommy juga aneh. Juanita sudah punya anak. Kok sepupunya itu masih bisa menerima wanita seperti itu?Ruben sangat heran, tapi dia pikir dia harus mencari kesempatan untuk bertemu wanita itu nanti. Dia jadi bersemangat. Entah akan seperti apa pertemuan mereka nanti.Keesokan harinya, Tommy tidak bisa menjemput Jingga karena tiba-tiba ada urusan di kantor. Jadi, Juanita pergi di sekolah sendirian.“Ma, kenapa Papa nggak datang menjemputku hari ini?” tanya Jingga dengan bingung, sambil memegang tangan Juanita. “Papa jelas-jelas bilang mau datang menjemputku tadi pagi.”Juanita tidak t
“Ingga, kamu kenapa?” tanya Juanita cemas.Jingga memegangi perutnya dan berkata dengan sedih, “Ma, perutku sakit ....”Ruben menatap Jingga dengan dingin. Meskipun dia tahu kalau anak itu mungkin sedang berpura-pura sakit, dia tidak bisa berkata apa-apa.Juanita juga tidak ingat . Dia buru-buru mau membawa Jingga ke rumah sakit. Dia hanya bisa meminta maaf kepada Ruben, “Maaf, Ingga sedang nggak enak badan. Aku harus pergi dulu. Kamu makan sendiri dulu saja.”Tanpa menunggu jawaban Ruben, Juanita pergi ke meja kasir untuk membayar bill, lalu pergi bersama Jingga.Namun, setelah keluar dari restoran dan ketika dia berjalan ke pinggir jalan untuk memanggil taksi, Jingga tiba-tiba menghentikannya dan berkata, “Ma, aku nggak mau ke rumah sakit.”Juanita mengerutkan kening dan cepat-cepat berkata, “Kamu kan sakit perut, kenapa kamu nggak mau pergi ke rumah sakit?”“Sudah nggak sakit lagi,” gumam Jingga.Juanita memandang putrinya itu dengan curiga dan menyadari bahwa wajah Jingga sudah tid
Pagi hari. Tommy baru saja turun dari kamar. Dia berjalan menuju ruang tamu untuk mencari pelayan.“Ingga masih kecil. Mulai sekarang, siapkan segelas susu untuknya setiap pagi untuk menambah nutrisinya,” ujar Tommy dengan serius.Pelayan itu mengiyakan tanpa mengucapkan sepatah kata pun, lalu berbalik badan dan pergi ke dapur untuk bersiap.Pada saat ini, bel pintu tiba-tiba berbunyi. Tommy mengerutkan kening, dan pelayan lain sudah berjalan ke sana dan membuka pintunya.Seorang wanita muda dan cantik berdiri di luar pintu. Wanita itu tampaknya tidak jauh lebih tua dari Tommy. Pelayan itu langsung mengenalinya sebagai bibinya Tommy dan cepat-cepat berkata, “Bu Yolanda, silakan masuk.”Meski Yolanda adalah bibi Tommy, dia sebenarnya tidak jauh lebih tua dari Tommy. Dia merupakan anak bungsu di generasi ayah Tommy.“Tante, kenapa Tante datang ke sini?” Tommy memandang Yolanda dengan heran, segera berjalan menghampiri wanita itu dan mengambil tas di tangannya.Yolanda terkekeh dan berpur