Beranda / Romansa / Ibu, Aku Mau Ayah / Bab 66. Perang Dua Keluarga Sultan

Share

Bab 66. Perang Dua Keluarga Sultan

Penulis: Ayunina Sharlyn
last update Terakhir Diperbarui: 2022-05-17 08:58:18
Dengan rasa marah meluap hingga ke ubun-ubun, Vernon melangkah cepat masuk ke rumah orang tuanya. Di ruang depan, Savitri dan Rima tampak duduk berbicara dengan senyum ceria di wajah mereka. Di tangan mereka ada lembaran warna merah berpadu emas, undangan pernikahan Vernon dan Rima.

Vernon melangkah masuk. Melihat Vernon, mereka tersenyum lebar dan menyapa riang.

"Vernon! Lihat, undangan pernikahan kamu dan Rima! Cantik sekali!" Savitri mengangkat lembaran di tangannya, menunjukkan pada Vernon.

Bukan balasan senyum yang Vernon berikan. Wajah marah jelas terpampang di sana. Vernon berdiri di depan Savitri dan Rima.

"Kamu kenapa, Sayang?" Rima terkejut dengan sikap Vernon.

"Aku tidak perlu menjelaskan kenapa. Kamu yang harus menjelaskan padaku, ini apa?!" Dengan kasar Vernon melempar amplop di tangannya ke atas meja di depan Rima.

Rima dan Savitri menatap Vernon dengan bingung. Savitri menarik amplop mendekat ke arahnya, dan mengeluarkan isi amplop itu. Begitu melihat isinya, tanga
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 67. Pak Bos Menghilang

    "Adisti!!" Suara keras Hanny memaksa Adisti menjauhkan benda pipih yang menempel di telinganya. "Ih, Kak, jangan kenceng gitu. Sakit telingaku!" Adisti bicara dengan cemberut. "Kamu tahu kabar terbaru? Heboh, mengejutkan, membingungkan, dan ini spektakuler!!" Hanny bicara dengan cepat seolah tidak sabar ingin menumpahkan semua yang ada di otaknya. "Apaan, sih? Ngomong yang jelas, Kak. Kayak kereta ngebut, bikin aku ga dengar malahan." Adisti masih cemberut. "Pak Bos. Eh, bukan. Ini soal Bu Rima. Aduh, kamu buka sosmed, deh, Cinta. Lagi viral. Kayaknya bentar lagi dunia maya meledak karena dia." Hanny makin seru bicara. "Kak Hanny kasih tahu aja, ada apa? Biar aku paham, ga melayang-layang ga jelas di kepala," ujar Adisti. "Adisti Cahaya Matahari!" Hanny mulai terbiasa mengikuti cara Vernon memanggil Adisti. Dan hati Adisti berdetak cepat begitu saja saat namanya disebut dengan panggilan itu. "Dengar baik-baik. Bu Rima, ternyata ... dia suka main sama pria lain. Ih, jijay aku li

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-19
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 68. Di Rumah Es Krim

    Adisti tak percaya mendapat pesan dari Vernon. Segera dia membuka pesan itu. - Adisti, rumah es krim. Sekarang. Aku tunggu. Jangan bilang siapapun. "Aneh. Kok, Pak Vernon minta ketemu aku? Tapi dia ...." "Dis, kenapa?" Hanny menepuk lengan Adisti. "Eh, bentar, Kak." Adisti berbalik dan kembali menemui Lestia. "Mbak Lesti, aku izin, penting dan mendesak. Aku harus urus sesuatu. Nanti aku ganti jam kerja. Ya, please?" Adisti meminta dengan memelas. "Urusan apa? Katanya mau balik kerja?" Lestia meminta penjelasan. "Ga bisa jelasin aku. Mbak, please ... Ya?" Adisti membujuk Lestia. "Baiklah. Kali ini aku baik hati. Lain kali tanpa penjelasan aku akan beri SP." Lestia menatap tajam pada Adisti. "Aaiisshhh ... Mulai sok galak? Baru berapa hari jadi manajer." Hanny mencibir. "Apa kamu bilang? Mau jadi yang pertama aku kasih SP?" Lestia melotot pada Hanny. "Iihh, atuttt!!" Hanny pura-pura ketakutan. "Makasih, Mbak. Aku pergi," sahut Adisti lega. Adisti segera mengambil tasnya dan

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-20
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 69. Vernon Mulai Beraksi

    Es krim untuk Adisti datang. Pelayan menyuguhkan di depannya. Cantik dan menggoda selera seperti biasa. Sayangnya, Adisti tidak ingin menyentuhnya. "Ayo, makanlah. Aku merasa lebih tenang setelah menikmati es krim. Dan aku jadi suka es krim kesukaan kamu. Avocado. Padahal sebelumnya, aku ga terlalu suka rasa avocado." Vernon memandang Adisti, mencermati wajah ayu itu, yang makin melekat di hatinya. "Ga pingin makan. Cuma pengin Bapak baik-baik saja." Mata Adisti berkaca-kaca. "Aku sudah lebih baik. Jadi, jangan khawatir. Kalau kamu ga makan es krimnya, kita ga bisa lanjut urusan selanjutnya. Aku mau hari ini satu langkah awal tercapai sesuai rencanaku," kata Vernon. "Tapi, Bapak ga makan lagi? Canggung aku makan sendiri." Adisti kembali merasa tidak debaran menggelora di dada. "Baiklah. Kita makan berdua. Ayo." Vernon mengambil sendok es krim dari mangkuknya, lalu dia mencedok dari mangkuk di depan Adisti. Adisti kaget. Vernon serius mau makan dari mangkuk Adisti? "Pak, saya mak

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-20
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 70. Terima Kasih buat Kejutanmu

    Adisti mundur sedikit ke belakang Vernon. Dengan cepat Vernon memegang tangan Adisti. "Kamu harus selesaikan ini. Percaya sama aku, kamu akan baik-baik saja." Vernon menatap lekat-lekat kedua mata Adisti. Wajah cemas Adisti tak bisa dia sembunyikan. Vernon menekan bagian depan topi Adisti agar semakin menutupi wajahnya, begitu pula dengan topi yang ada di kepalanya. "Pak, aku ...." "Percaya aku, Adisti Matahari. Oke?" Vernon kembali meyakinkan Adisti agar tetap bertahan di situ. Adisti mengangguk. Pintu pagar terbuka. Pria kurus dengan kacamata dan hidung lancip berdiri di sana. "Kurir, Pak. Mengantar pesanan." Vernon bicara dengan nada suara yang dia ubah. "Aku tidak memesan apapun," jawab pria itu sedikit ketus. Vernon masih memegang tangan Adisti dan menariknya agar masuk ke halaman, melewati pagar yang terbuka. "Aku tidak memesan apapun dan kamu masuk tanpa permisi!" sentak pria itu. Vernon tidak peduli. Dia terus melangkah ke arah pintu rumah. "Hei!" Suara pria kurus it

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-20
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 71. Nenek Sakit

    Degupan di dada Adisti semakin kuat. Vernon menghujamkan pandangannya pada mata Adisti. Adisti menjadi kikuk dan gelisah. Kalimat terakhir Vernon sangat tak terduga. Mengapa dia katakan itu? "Adisti ...." Vernon memandang Adisti dengan tatapan makin dalam. Adisti merasa panas dingin berhadapan dengan Vernon seperti itu. "Kamu tidak bisa menemukan motif yang mendasari Pak Cahyo melakukan semua ini padaku?" tanya Vernon. Adisti hanya menggelengkan kecil. Dia mencoba menebak, tapi tidak ingin asal menuduh orang. "Marah, dendam. Dia tidak terima aku memecatnya. Dan dia mencari cara agar aku hancur." Vernon mulai menjelaskan yang dia tahu. "Dia sengaja memata-matai Bu Rima?" tanya Adisti masih tidak yakin. "Apa dia harus turun sendiri? Dia bisa pakai tangan lain melakukannya. Dia terima beres, tujuannya tercapai," jawab Vernon. "Tapi ... ga masuk akal, deh, Pak. Pak Cahyo setega itu?" Pikiran Adisti terus bergelut. "Bapak yakin dari mana foto itu Pak Cahyo yang kirim?" Vernon kemba

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-21
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 72. Ungkapan Hati

    Vernon maju beberapa langkah mendekat ke sisi ranjang. "Sebaiknya kita bawa ke dokter secepatnya. Ayo, aku bantu. Kita bopong ke mobil." "Iya, Pak. Terima kasih," sahut Lani. Pelan-pelan mereka mengangkat tubuh Meity dan membawa ke mobil. Adisti dan Vina muncul. Adisti sangat cemas melihat kondisi Meity memburuk. Kejadian ini sangat tidak terduga. Meity selama ini baik-baik saja tiba-tiba jatuh sakit. "Ibu, aku boleh ikut?" minta Felicia, saat Adisti sudah ikut masuk di dalam mobil. "Tidak, Sayang. Sudah mulai malam. Cia besok ke sekolah. Cia doakan Nenek di rumah, ya? Nanti tidur ditemani Kak Vina," jawab Adisti. "Oke," ucap Felicia lirih. Vina yang ada di samping Felicia mengusap kepala gadis kecil itu. Mobil Vernon meninggalkan rumah menuju ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan, hati Adisti terus menyebut nama Meity dalam doa. Dia sakit Meity tidak seburuk yang Adisti pikirkan. Selama hampir setengah jam, setelah tiab di rumah sakit, dokter menangani Meity. Vernon, Adisti, dan

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-21
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 73. Vernon Telah Kembali

    Adisti dan Lani berdiri bersebelahan, memandang pada Vernon dan Meity. Meity menghapus air matanya, lalu tersenyum. "Ibu Meity terlalu melow. Dia berterima kasih aku sudah membantunya sampai ke rumah sakit." Vernon dengan cepat memberi jawaban atas pertanyaan Adisti. Meity melirik pada Vernon. Vernon yang sedang memandang Meity, dengan isyarat kepala meminta Meity tidak berkata apapun mengenai apa yang mereka bicarakan. Meity sedikit melebarkan mata, kurang begitu paham dengan yang Vernon maksudkan. "Bu, saya pamit saja. Kalau ada yang perlu saya siapkan, atau apa, saya akan bawakan besok kemari," kata Vernon. "Bapak mau pulang?" tanya Adisti. "Ya, ada yang aku harus siapkan buat besok." Vernon menyalami Meity. Dia sedikit merendah, mendekatkan wajah pada Meity dan berbisik. "Bu, saya belum bicara apapun pada Adisti. Saya akan atur waktu yang paling baik." "Oh, oke," Meity manggut-manggut. Baru dia paham mengapa Vernon tidak menjawab pertanyaan Adisti sebelumnya. "Selamat malam

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-22
  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 74. Vernon yang Membingungkan

    Vernon tersenyum. Ah, anak buahnya merindukan kedatangannya ternyata. Vernon urung masuk ke ruangannya. Dia memilih menuju ke Divisi Marketing dan Promosi. Dia akan menyapa bawahannya dan tentu saja, dia akan melihat Adisti. Dia rindu tatapan dan senyum manis dari wanita cantik yang begitu istimewa untuknya. "Selamat pagi semua!" Vernon menyapa di depan pintu yang terbuka lebar. Semua yang ada di ruangan itu menatap pada Vernon. Arti tatapan mereka bermacam-macam. Mereka bahkan tidak menyapa sapaan Vernon. "Kalian siap bekerja?" Vernon melanjutkan dengan satu pertanyaan. "Pagi, Pak! Ya, siap!" Lestia yang lebih dulu kembali kepada kesadaran dan menjawab. "Aku tidak melihat Hanny dan Adisti. Mereka belum datang?" Vernon mengabsen pegawainya. "Selamat pagi, Pak." Suara manis itu terdengar dari belakang Vernon. Dengan cepat Vernon berbalik. Adisti berdiri lima langkah jaraknya dari Vernon. Dengan jeans putih, blues biru terang, berpadu renda putih, Adisti cantik sekali. Wajahnya ta

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-22

Bab terbaru

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Extra Moment - Ibu, Makasih Buat Ayahku

    Vernon tersenyum tidak ada henti. Melihat tingkah Adisti begitu girang, menikmati kebersamaan mereka di negeri yang indah dengan suasana romantis, sangat menyenangkan. Adisti merasa seperti dibawa ke surga saja merasakan segala hal yang tidak pernah dia bayangkan dan pikirkan akan terjadi di hidupnya. Kebaikan dan ketulusan Vernon menerima dia apa adanya, dan menyayangi Felicia , membuat Adisti ingin memberikan membahagiakan Vernon. Semua yang dia limpahkan belum tentu bisa membalas yang Vernon telah berikan untuknya dan Felicia. "Terima kasih buat semuanya, Mas. Aku kayak Cinderella aja. Semua yang ga kepikir aku nikmati karena jadi istri anak sultan." Adisti memeluk pinggang Vernon. Vernon tersenyum, tidak menjawab, hanya membalas pelukan Adisti. Pelukan itu cukup sebagai jawaban, Vernon bahagia bersama Adisti. Bulan madu berlalu. Vernon dan Adisti kembali ke tanah air, kembali ke Malang, dan pada kehidupan nyata mereka. Rumah Vernon telah dirombak sesuai dengan kebutuhan sebuah

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Extra Moment - Totally Yours

    Pesta usai. Vernon dan Adisti bersiap meninggalkan Malang dan segera meluncur. Adisti bertanya Vernon mengajaknya ke mana, Vernon masih saja menjawab rahasia. Percuma sekalipun Adisti merayu dan meminta Vernon memberitahu. "Ibu, Ayah! Hati-hati di jalan!" Tangan kecil Felicia melambai ke arah mobil yang mengantar Vernon dan Adisti ke bandara. Adisti dan Vernon membalas lambaian itu dengan senyum bahagia. "Gonna miss you, Sweet heart!" Adisti berkata dengan senyum masih tertinggal. "Ga usah khawatir lagi. Cia bisa tinggal di mana saja dia mau. Dengan Papa dan Mama, Ayah dan Ibu, Kak Virni atau Ernita? Aman." Vernon memegang tangan Adisti dan mengusapnya dengan lembut. "Iya. Terlalu banyak cinta buat Cia. Aku ga usah khawatir. Mas Benar," ujar Adisti dengan hati lega. Bandara, lalu pesawat. Berdua dengan Vernon, ah, selalu saja penuh kejutan. Di bandara baru Adisti tahu, tujuan mereka adalah ke Jakarta. Tidak sampai tiga jam kemudian, mereka sudah sampai di tujuan, salah satu hotel

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 138. Sweet Moment With You

    Adisti refleks mengerjap beberapa kali mendengar pertanyaan itu. Kenapa si ibu jadi mirip sama Si Bos tampan, bisa gini kelakuannya? "Haa ... haa ... Vernon benar. Kalau sedang kaget atau gugup, kamu memang lucu." Savitri menoleh pada Vernon. Apa? Vernon cerita apa saja soal Adisti pada Savitri? Degdegan makin jadi di dada Adisti. "Jujur, aku bergumul lama. Berpikir panjang dan tidak segera menjawab permintaan Vernon dan Mas Varen untuk memberi restu kalian bersama." Savitri kembali serius. "Mas Varen dan aku bicara banyak sekali. Melihat hari ini, yang telah lalu, dan nanti akan seperti apa." Adisti memandang Savitri. Ini sesuatu yang sangat penting yang dia harus pahami. "Pertama, aku harus berterima kasih pada Mbak Tya." Arah mata Savitri beralih ke sebelah kanan Adisti, pada Adistya. Wanita itu pun memandang lurus pada Savitri. "Seandainya dulu Mbak Tya bersama Mas Varen, aku tidak akan ada di sini sekarang. Bersama anak lelaki kebanggaan kami. Aku tahu, Mbak Tya begitu berj

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 137. Kejutan Apa Lagi?

    Adisti tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Ernita juga datang bersama dengan Felicia. "Kamu yang antar Cia ke sini? Ah, Mas Vey!" Adisti memutar badan menoleh ke arah Vernon. Pasti semua sudah Vernon atur diam-diam. "Apa? Aku? Aku kenapa?" Vernon berpura-pura bingung tak mengerti. "Makasih banyak kejutannya. Ini benar-benar hari penuh keajaiban buat aku. Makasih banyak, Mas." Adisti tersenyum lebar. Dia memeluk Ernita. Hati Adisti meluap dengan syukur. "Erni, kenalkan ibuku." Masih memeluk Ernita, Adisti mengenalkan Adistya pada sahabatnya. "Erni ini teman paling baik buat aku, Bu. Dia yang setia bantu aku." "Nak Erni. Aku Adistya. Panggil saja Ibu." Adistya tersenyum ramah. "Terima kasih banyak sudah jadi teman buat anak Ibu." "Iya, Ibu. Senang bisa kenal Ibu Adisti. Ibu sama Adis mirip banget, hee ..." Ernita tersenyum lebar. "Cia, kasih salam buat Eyang Putri," kata Vernon pada Cia. "Eyang ..." Gadis kecil itu memegang tangan Adistya dan mencium punggung tangan Adistya

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 136. Pelukan Paling Hangat

    Semua yang ada di ruangan itu tidak ada yang bicara. Bagian yang paling penting dari persidangan sedang disampaikan. Adisti makin menunduk dalam-dalam dengan debaran dan detak jantung makin kuat melaju. Adistya pun sama, tak mampu dia menahan gelisah, kuatir dengan keputusan yang akan menambah kepedihan hidupnya di masa tua. "... dinyatakan tidak melakukan semua yang dituntut oleh ..." "Disti ..." Seketika Adistya menoleh. Adisti pun dengan cepat melihat ke arah ibunya. "Kamu dengar? Ayahmu ..." Air mata mengucur dari kedua mata Adistya, tapi senyum paling bahagia bergulir di bibirnya. "Iya, Bu ... Ayah bebas ... Ayah ga bersalah ..." Butiran bening yang sedari tadi menggumpal di ujung mata Adisti, akhirnya runtuh. Adisti memeluk ibunya erat. Keduanya bertangisan tak bisa ditahan lagi. Tidak terdengar keras, tetapi isakan bergantian meluncur dari bibir ibu dan anak itu. "Sayang ..." Adisti menegakkan kepalanya. Dia melepas pelukan Adistya dan menoleh ke belakang. Vernon berdiri

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 135. Hari Itu, Akhirnya ...

    Adisti menegakkan punggungnya, menunggu putri kecilnya bicara. "Ibu ... aku ga apa-apa. Baru bangun tidur." Suara Felicia masih serak. "Ahh, syukurlah. Ibu khawatir saja, kalau kamu kenapa-napa." Adisti merasa lega dia salah mengira. Vernon dan Adistya pun ikut lega mendengar kalimat lanjutan Adisti. "Baru ditinggal belum sehari, udah kalang kabut. Yakin, mau ditinggal lama bocah cantik kesayangan ini?" Suara Ernita terdengar. Seperti biasa, ceria, sedikit tajam, tapi penuh ketulusan. "Iya, ga pernah pergi jauh dan lama. Kepikiranlah, Er." Adisti merajuk. "Udah, aman di sini. Bentar lagi mau aku ajak jalan. Ya, kan, Cia? Kita ke mana?" Ernita bicara pada Felicia. "Alun-alun! Mau belik es krim dan main di playground! Asyik!!" Suara Felicia kembali ceria. "Baiklah, selamat bersenang-senang. Jangan lupa ajak Kak Hanny, biar ga kayak monitor kumputer itu mukanya." Adisti bergurau. "Hee ... hee ... pasti. Dia akan jemput. Oke, kami siap-siap, ya? Bye, Ibu!" Ernita menutup panggilan

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 134. Keputusan Tak Terpikirkan

    Adisti seketika merasa ada titik terang hadir di depan mata. Dia berlari kecil ke arah ruang tamu. "Sayang! Kok diam?" Vernon terdengar bicara lagi. "Mas, ada tamu. Aku temui dulu. Nanti aku telpon Mas Vey." Adisti menutup telpon. Dia simpan ponsel di saku celananya. Di depannya tepat berdiri dua makhluk paling bisa dia andalkan selama ini. Hanny dan Ernita. "Kalian memang pahlawan hidupku." Adisti memandang keduanya dengan senyum lebar. "Hah?" Ernita mengangkat kedua alisnya. "Kamu sehat?" Hanny mengerutkan keningnya. "Kak Hanny ... yang makin cakep dan macho ... Ernita, sahabatku ... yang paling baik dan murah hati ..." Adisti melebarkan kedua tangan seolah ingin merangkul dua sejoli itu dengan sekali raup. "Kamu kenapa, sih? Bikin bingung tahu!" Ernita maju dua langkah dan mencermati wajah Adisti. "Aku akan jelakan. Tapi ..." Adisti memutar badan, mengambil tempat duduk di kursi yang paling dekat dengannya. Ernita ikut duduk, di samping Adisti. Hanny maju tiga langkah, bel

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 133. Kabar Persidangan

    Setengah jam kemudian, Adisti kembali dengan pastel buatannya. Isi pastel sesuai yang Savitri minta, telur dan wortel. Adisti menyuguhkan di depan Savitri yang sok tidak peduli, masih sibuk dengan majalah yang dia pegang. "Bu, silakan, mumpung mash panas." Adisti meletakkan piring berisi lima pastel di meja. Tidak lupa Adisti membawa tisu dan dia taruh di sebelah piring. "Kamu bawa satu piring penuh, yakin aku cocok dengan rasa pastel kamu?" Savitri meletakkan majalah di kursi sebelahnya. Aroma khas pastel, harum semerbak di gazebo. Dari aromanya sepertinya akan nikmat. "Mudah-mudahan, Bu." Adisti masih berdiri, menunggu perintah. Savitri memungut satu pastel dengan selembar tisu. Semakin dekat hidung, semakin menggoda dari bau harumnya. Savitri menggigit bagian ujung. "Hmm ...." Savitri memggumam sementara mengunyah. Matanya sedikit melebar. "Apakah sesuai selera, Bu?" tanya Adisti. "Rasa pastel." Savitri melirik Adisti, lalu menggigit lagi pastel di tangannya. "Iya ..." Adis

  • Ibu, Aku Mau Ayah   Bab 132. Tidak Semudah Itu, Adisti!

    Savitri makin lekat menatap Adisti. Kali yang kesekian kembali mereka berhadapan dan berdebat soal Vernon. Adisti kekeh akan tetap di sisi Vernon, sedangkan Savitri juga tidak mau melunakkan hati. "Bu, saya minta maaf sekali lagi. Tetapi hati saya sudah bulat, menerima Mas Vernon. Sebelumnya juga tidak pernah terpikir oleh saya bisa mendapatkan perhatian Mas Vernon. Karena saya juga sadar, saya dan Mas Vernon seperti bumi dan langit bedanya. "Tapi, hati saya tidak bisa berbohong. Mas Vernon telah memberikan hatinya buat saya, maka saya tidak akan menyia-nyiakan itu. Saya akan menjadi pendamping yang baik. Saya janji." Adisti berkata dengan tenang dan lancar. Padahal di dadanya juga gemuruh tak bisa ditahan. "Tentu saja kamu mau, Adisti. Terlalu banyak keuntungan yang kamu dapatkan dengan bersama Vernon. Mudah sekali ditebak. Bahkan tidak perlu berpikir," ujar Savitri. Perih dan sakit mendengar itu. Tetapi Adisti tak bisa menangkis jika orang akan menilai demikian terhadap hubungann

DMCA.com Protection Status