Bukan tanpa sebab aku memilih mengecup bibirnya, hanya ingin membuatnya tak terlalu kecewa. Ya, sekilas kulihat kekecewaan di matanya saat aku hanya menatap kosong padanya setelah menggodanya tadi. Mungkin ia menginginkan lebih dari itu, tapi kini aku seolah telah kehilangan keinginan itu.Perlahan Dewi menggerakkan jari-jari tangannya sambil terus tersenyum padaku. Senyumku pun mengembang.“Wah, kejutan yang menyenangkan. Kamu hebat, Sayang!”“Terima kasih, Mas. Aku ingin berusaha lebih keras lagi. Aku ingin memberikan kejutan-kejutan berikutnya padamu.”Kuraih kepalanya dan mendekapnya dalam dadaku. Bagaimana pun harus kuapresiasi kemajuannya ini, meski vonis dokter saraf waktu itu kembali terngiang di telingaku, vonis yang mengatakan kecil kemungkinan Dewi bisa pulih kembali, paling maksimal adalah ia dapat menggerakkan tangannya, itu pun memerlukan waktu yang lama.“Selamat, ya, sayang. Teruslah semangat, tak ada yang tak mungkin.” Aku tetap harus memberinya semangat.“Mas Randy t
PoV SherinSeminggu setelah masa nifasku selesai, aku memilih kembali aktif bekerja di ZaZa bakery. Berada di ZaZa bersama Rosa dan rekan-rekaku yang lain selalu membuatku terhibur, apalagi jika Mbak Hannan dan Zayn datang ke toko, kami akan selalu menjadi lebih bersemangat. Aku pun kini tak lagi memakai jasa ART karena marasa tak memerlukannya lagi. Dulu, Pak Randy mencarikan ART untukku hanya untuk menemaniku saat hamil dan harus tinggal sendirian.Berbicara mengenai Pak Randy, aku sudah mengirim pesan padanya mengenai masa nifasku yang sudah selesai. Ia memang tak pernah lagi menemuiku sejak mengantarkanku pulang dari rumah sakit waktu itu. Di hari itu pula aku memintanya untuk menceraikanku dan mengatakan akan mengabari jika masa nifasku telah usai. Ya, aku tak mau lagi terikat dengan pria yang pernah kuhormati sebagai atasanku itu. Aku tak mau lagi berada di dalam kubangan masalah keluarga Pak Randy dan Bu Dewi. Satu-satunya hal yang mengikatku pada Pak Randy pun tak ada lagi. Ba
“Wah, kamu kelihatan ceria sekali hari ini, Sher,” sapa Rosa dengan riang saat aku masuk. ZaZa bakery masih sepi pengunjung, dan Rosa serta rekanku yang lain masih merapikan semua properti di ZaZa.Aku hanya tersenyum menanggapi sapaan Rosa. Mungkin kelegaan yang baru saja kurasakan setelah ucapan talak dari Pak Randy tadi membuat wajahku terlihat lebih riang. Mungkin saja.Kami semua menoleh dan menjawab salam ketika pintu depan ZaZa terbuka. Mbak Hannan dan suaminya terlihat melangkah memasuki toko lalu menyapa kami semua, tak lupa sosok bocah riang Zayn yang berada dalam gendongan dr. Ray. Sungguh pemandangan yang sangat membahagiankan melihat pagi-pagi melihat aura kebahagiaan yang terpancar dari wajah keluarga kecil itu.Dokter Rayyan memang kadang suka sarapan di ZaZa, dan Mbak Hannan sendiri lah yang menyiapkan dan memilih makanan dan minuman untuk suaminya itu. Ia tak pernah menyuruh salah satu karyawannya, meskipun ia bisa saja melakukannya. Kesederhanaan yang indah yang memb
PoV AuthorSherin terkejut. Sosok lelaki yang ada di depannya saat ini membuat hatinya kembali berdebar-debar. Tian menatap padanya dengan senyuman yang lembut seperti biasanya.“Aku beberapa kali mencarimu kemari, Sherin. Kenapa tak datang di pernikahanku? Apa kamu tak menerima undangan dariku?”“A-aku menerimanya, Tian. Maaf aku enggak bisa datang karena waktu itu usia kehamilanku sudah terlalu riskan untuk bepergian.” Sherin menjawab gugup.“Oiya, selamat, ya, atas pernikahanmu,” lanjutnya berbasa-basi. Meski hatinya kembali meringis, menahan perih yang hadir di sana. Ternyata pria yang tak pernah pergi dari hatinya itu benar-benar sudah terikat pernikahan dengan wanita lain.“Maaf, saya pamit kembali bekerja.”Tian hanya mengangguk. Sementara Randy masih menatap Sherin. Sepertinya pria itu tau bagaimana suasana hati Sherin saat ini. Ada rasa iba dalam tatapan mata dalam Randy pada Sherin. Tapi ia tak mampu berbuat apa-apa lagi.***“Sherin,” sapa Tian saat suasana toko mulai sepi
“Pelan-pelan jalannya, Sayang.” Rayyan menuntun Hannan yang perutnya sudah semakin besar. Tangan kanannya menuntun Hannan sementara tangan kirinya menggenggam tangan kecil Zayn.“Aku udah enggak sabaran, Mas. Kata dr. Novia kemungkinan kita sudah bisa melihat jenis kelamin bayi ini.”Mereka bertiga sedang menuju ke ruangan dr. Novia untuk melakukan USG pada bayi Hannan. Dokter Novia pun menyambut pasien istimewanya hari ini dengan senyuman mengembang. Rayyan menautkan alisnya ketika melihat Hannan dan dr. Novia seolah saling melirik dan memberi kode, namun ia mengabaikannya.“Silahkan berbaring Mbak Hannan. Mari kita tengok bayi-bayi mungil bibit unggul ini,” ucap dr. Novia sambil tersenyum dan sekali lagi mengedipkan mata pada Hannan.Ray pun tersenyum, ia memang selalu mengeluarkan kalimat “bibit unggul” ketika Hannan memeriksakan bayinya.“Tuh, lihat. Masih bentuk titik kecil aja udah kelihatan jika yang ada di dalam sana itu adalah bibit unggulku.” Itu yang diucapkannya saat perta
Hari-hari Hannan berjalan dengan segudang kesibukan setelah kelahiran bayi kembarnya melalui proses operasi caeser. Sepasang bayi kembar yang membuat suaminya menjadi bahan pambicaraan di seantero rumah sakit saat ayah si bayi kembar yang juga merupakan direktur Health Hospital saat itu menangis hingga bersujud di ruang operasi saat dr. Novia berhasil mengangkat satu-persatu bayi-bayinya dari rahim Hannan, lalu kemudian mengucapkan selamat padanya.“Selamat atas kelahiran bibit-bibit unggulnya, Dok.” Ucapan dr. Novia yang waktu itu yang membuat Ray terpaku di tempatnya melihat petugas membawa dua bayi ke hadapannya.Kelahiran sepasang bayi kembar yang membuat direktur muda itu harus melanggar peraturan karena menggunakan kekuasaannya di Health untuk ikut masuk ke ruang operasi demi menemani istrinya, sehingga membuat dr. Novia dan para petugas medis lainnya yang sedang bertugas menangani Hannan di meja operasi harus menahan tegang saat mata tajam dr. Ray menatap mereka. Dr. Ray sendir
Zaki dan Zara sendiri sengaja dipilih Ray untuk menyamakan nama anak-anak Hannan lainnya Zaid dan Zayn. Dan ketika Hannan bertanya lebih jauh, jawaban suaminya membuatnya merasa terharu. “Biar nama anak-anak sama, Bun. Biar Zayn nggak merasa berbeda dari adik kembarnya, karena aku tak akan pernah membeda-bedakan mereka. Bagiku, Zayn adalah anakku, sama seperti si kembar.” Begitu alasan Ray yang diucapkannya kala itu. Hannan mencebikkan bibirnya saat Ray dengan sengaja menyentuh area pribadinya saat mencium baby Zara yang tengah menyusu. “Sssshh! Ada Mbak nya anak-anak,” protes Hannan disertai desahan sambil melirik pada baby sitter yang tengah mengganti popok Zaki. “Si Mbak nggak akan berani ngeliat ke sini,” jawabnya sambil memberi gigitan kecil di sana seolah sedang berebut ASI dengan baby Zara. “Mas!” pekik Hannan. Sekali lagi Ray hanya terkekeh. “Abang Zayn mana, Bun?” tanyanya sambil duduk di sebelah Hannan dan merangkulnya. “Zayn tadi ikut Papa.” “Kerja lagi?” Ray bertan
Sherin sudah menunggu di depan ZaZa bakery saat Ray memarkirkan mobinya di sana. Wanita cantik yang kini berstatus janda setelah bercerai dari Randy itu pun menghampiri mobil Ray di parkiran.“Selamat pagi, Sherin.” Ray duluan menyapa. Inilah yang membuat semua karyawan ZaZa sangat segan dan hormat pada suami dari pemilik toko itu. Ray ramah ke semua orang tanpa membeda-bedakan, dia bahkan tak pernah segan untuk menyapa lebih dulu.“Selamat pagi, Dokter,” jawab Sherin lalu tersenyum pada Zayn.“Selamat pagi juga, Zayn.” Wanita itu menunduk, mensejajarkan tubuhnya dengan bocah itu.“Ayah belum datang?” tanya Zayn malu-malu.“Ayah masih di jalan, sebentar lagi tiba. Zayn masuk dulu, ya. Tante Sherin udah siapin roti kesukaan Zayn.”Bocah itu mengangguk lalu berpamitan pada papinya.“Titip Zayn, ya, Sher.”“Baik, Pak Dokter.”Ray tersenyum saat melihat Sherin menggandeng tangan mungil anak dari mantan suaminya itu.Sherin masih mengajak Zayn bercanda sambil menemani bocah berusia enam ta
Sherin terkejut mendapati sebuah kotak kecil terselip pada buket bunga yang diberikan oleh Randy tadi. Ia baru memperhatikannya setelah randy berpamitan pulang dan ia masuk ke dalam rumahnya. Perlahan wanita itu membuka kotak kecil itu, mulutnya ternganga lebar melihat isi kotak. Sebuah cincin berlian bermata putih yang berkilau memanjakan mata. Benda kecil yang Sherin mungkin tak akan bisa menebak harganya, cincin keluaran brand perhiasan kelas internasional. Sungguh benda yang sangat mahal untuk wanita biasa sepertinya.“Cincin ini menandakan perasaan tulusku padamu, Sherin. Seprestisius benda ini, sedalam ini pula perasaanku padamu.”Begitu isi tulisan di kartu yang terselip di sana. Sherin menghela napas panjang, lalu teringat kotak pemberian Tian padanya. Buru-buru Sherin membuka tas nya dan mengeluarkan benda yang diambil Tian dari laci dashboard mobilnya tadi, yang tadi membuatnya merasa merinding dan memejamkan mata karena mengira Tian hendak menciumnya.Jantung Sherin berdeta
“Pak Randy?!” pekik Sherin saat mendapati mantan suaminya duduk di kursi teras depan rumahnya dengan mata terpejam.Pria yang pernah menikahi Sherin itu terkejut membuka matanya.“Ah, aku tertidur,” gumamnya.“Pak Randy ngapain?” Sherin mulai merasa tak nyaman melihat buket bunga yang diletakkan pria itu di atas meja.“Selamat ulang tahun, Sherin!” Randy menyodorkan buket bunga padanya. Pria itu tersenyum dengan lebar.“Dari mana tadi?” tanyanya.Sherin tak menjawab.“Tadi aku ke kantormu tapi kata karyawanmu, kamu lagi keluar dengan seseorang.”Sherin mematung.“Tadi pergi dengan siapa?” Lagi-lagi Randy bertanya, tapi Sherin tak menjawabnya.“Terima kasih bunganya, Pak. Terima kasih juga ucapannya. Kalau nggak ada yang mau diomongkan lagi Bapak boleh pulang sekarang, aku lelah,” pintanya.Namun pria di depannya tertawa sumbang.“Aku boleh masuk, Sher?”“Nggak, Pak! Aku wanita single, apa kata orang nanti kalau melihat aku menerima tamu lelaki.”“Tapi aku sua ... aku mantan suamimu,
Sherin diam mendengarkan.“Hingga akhirnya aku bertemu Dinda, dia kakak dari salah satu muridku. Dia sangat perhatian pada Syifa, dari Syifa umur setahun dia sudah dekat dengan gadis itu.”Sekali lagi ada nyeri yang menyusup di hati Sherin. Setelah tadi bercerita tentang istrinya, kini pria yang dicintainya itu bercerita tentang gadis lain.“Semua yang melihat kebersamaan kami mengira aku dan Dinda punya hubungan khusus. Mungkin juga termasuk kamu, Sherin.” Tian menatap.“Kenapa kamu tak memilih bersamanya, bukankah dia sudah dekat dengan Syifa?” tanya Sherin ragu-ragu.“Sejak kepergian Lia, prioritasku hidupku adalah Syifa. Dan melihat kedekatan Syifa dengan Dinda, terus terang saja aku pernah berpikir untuk menawarkan hubungan yang lebih serius padanya.”Hati Sherin kembali tergores mendengarnya.“Lalu kenapa tak kamu lakukan? Sepertinya Dinda juga menyukaimu.” Akhirnya Sherin menyebut nama gadis itu.Tian menggeleng.“Keyakinan kami berbeda, Sherin. Dinda penganut agama lain. Dia s
Sepanjang perjalanan Sherin terus menyimpan banyak pertanyaan di dalam benaknya. Salah satunya adalah kendaraan roda empat yang tadi dipakai Tian untuk menjemputnya. Mungkin mobil Tian tak semahal mobil milik dr. Rayyan, suami atasannya, dah tak sekeren mobil milik Randy, mantan suami sirinya. Namun, memiliki kendaraan pribadi seperti ini bagi Sherin adalah prestasi mantan kekasihnya itu. Karena dulu, sewaktu dirinya dan Tian masih menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih, hidup mereka sangat sederhana. Dulu, hanya kendaraan roda dua milik Tian yang setia menemani mereka berdua menjalani hari-hari memadu kasih.Impian mereka saat itu pun sangat sederhana, hanya ingin menikah dan hidup bersama saling memberi semangat dalam karir. Sherin tau, Tian hanyalah seorang guru biasa yang bahkan baru beberapa bulan sebelum hubungan mereka berakhir pria itu diangkat secara resmi sebagai guru tetap. Maka, jika Tian bisa memiliki kendaraan roda empat seperti saat ini, tentu lah pria yang sedang b
Seminggu setelah bertemu Tian di lokasi outbond, tak ada komunikasi apa pun lagi di antara sepasang manusia yang pernah begitu dekat itu. Sherin yang awalnya menaruh harap, kini memilih membuang jauh-jauh harapan itu. Dia menertawakan dirinya sendiri. Bagaimana bisa dia berharap sedang Tian hanya menegur dan menanyakan kabarnya. Bukan kah itu hal yang wajar dilakukan oleh seseorang setelah bertahun-tahun tak berjumpa? Bahkan Tian sama sekali tak menanyakan nomor ponselnya saat itu.Wanita yang sehari-harinya kini mengenakan jilbab itu beberapa kali menggeleng-gelengkan kepalanya sendiri, menepis sisa-sisa tatapan Tian yang masih lekat di kepalanya. Tatapan mata yang menyembunyikan luka, mungkin luka karena ditinggal oleh istrinya. Betapa bodohnya pikirannya waktu itu yang dengan cepat menyimpulkan jika komunikasi keduanya akan terus berlanjut setelah pertemuan di area outbond. Pun betapa malunya ia pada Hannan ketika atasannya itu dengan mudah membaca pikirannya jika Sherin masih berh
Kegiatan family day karyawan ZaZa berjalan lancar, meski Sherin sendiri tak begitu menikmatinya. Kehadiran sosok dari masa lalunya yang juga tengah berada di area outbond bersama rombongannya mengalihkan konsentrasi Sherin. Terlebih lagi, ada sesosok wanita yang selalu terlihat berada di dekat mantan kekasihnya itu. Wanita yang terlihat sangat dekat dengan bocah kecil bermata sendu seperti ayahnya.Kegelisahan Sherin tak luput dari perhatian Hannan. Hannan memang selalu menjadi wanita yang penuh perhatian. Meski disibukkan dengan mengurus ketiga buah hatinya, namun wanita tegar itu juga tak begitu saja mengabaikan karyawannya. Hannan tau apa yang menyebabkan Sherin gelisah, karena dia pun tadi sempat berpapasan dengan Tian yang diketahuinya adalah mantan kekasih Sherin. Maka wanita elegan itu mendatangi Sherin, karyawan sekaligus sahabatnya, sambil menggendong Zara.“Sher, kalau masih ada yang ingin dibicarakan atau ditanyakan sebaiknya temui dia. Tak baik menyimpan semuanya sendirian
“Tadi anak ini kehilangan balonnya, Mbak. Terbang ke atas pohon tadi.” Sherin menjelaskan tanpa diminta.“Oh, iya. Terima kasih, ya, Mbak.”Si wanita cantik berkulit putih dengan rambut sebahu itu tersenyum pada Sherin, lalu kemudian meraih bocah kecil tadi dan menggendongnya.“Yuk, balik. Ayah nyariin Syifa loh. Eh ... itu ayah nyusul.” Wanita itu terus berucap sambil menggendong sang bocah.Sherin ikut menoleh saat mendengar suara seseorang dari arah belakangnya.“Syifa ... kok mainnya sampai jauh gini, Nak?”Sherin terkejut, bukan hanya kerena merasa tak asing dengan suara itu tapi tatapan mata pria yang baru saja datang itu mengunci pergerakannya. Sherin terpaku, tak dapat bergerak, apalagi berkata-kata. Pria yang baru datang itu pun sama terkejutnya dengan Sherin. Keduanya saling menatap beberapa saat seolah waktu sedang berhenti berputar bagi keduanya.“Sherin!”Kini Sherin tau kenapa tadi seolah mengenal tatapan mata di bocah yang menangis kehilangan balonnya.“Hai, Tian. Dia .
Lima Tahun Kemudian.Hari ini seluruh karyawan ZaZa dia ajak oleh Hannan untuk rekreasi. ZaZa kini tak lagi hanya sekedar toko bakery, Hannan membeli beberapa unit ruko di deretan ZaZa bakery dan melebarkan usahanya dengan membuka swalayan dan butik yang semuanya diberi nama ZaZa. Hannan sendiri tak pernah turun tangan langsung tapi hanya memantau usaha yang dipercayakannya pada Sherin.Sherin pun kini menjelma menjadi wanita karir yang membawahi ratusan karyawan ZaZa. Wanita mandiri itu pun sudah mampu membeli rumah sendiri dan tak lagi tinggal di rumah yang diberikan Randy padanya. Sherin mengembalikan semuanya karena tak ingin terhubung lagi dengan mantan atasannya itu.Bagi Hannan, Sherin adalah tangan kanannya dalam bekerja memperluas usahanya sementara Hannan adalah otak utamanya. Perpaduan dua wanita pekerja keras membuahkan hasil yang gemilang di bawah nama ZaZa. Sherin bukan digaji tetap oleh Hannan, tapi digaji berdasarkan omzet yang dicapai oleh bisnis ZaZa. Maka, Sherin me
“Sher, please. Cuma kamu yang bisa menolongku. Tolong menikah lah dengan suamiku.” Dewi sengaja menyela sebelum Sherin menjawab.Sherin menghela napas. Dia masih ingat betapa berangnya wanita di hadapannya ini dulu ketika mengetahui Sherin mengandung anak suaminya. Betapa teganya wanita yang tak berdaya di hadapannya ini waktu itu memaksanya untuk menggugurkan kandungannya. Betapa berkuasanya seorang Dewi saat melemparkan segepok rupiah di hadapannya dan ibunya waktu itu. Betapa keangkuhan yang dulu nampak jelas pada wanita itu kini berubah menjadi kelemahan.“Sher, meski kamu tak mencintai Mas Randy, tapi setidaknya kalian pernah menikah dan kamu pernah mengandung bayinya. Aku ... aku tak bisa membayangkan jika dia harus bersama wanita lain lagi selain kamu, Sher.”Ternyata wanita di hadapan Sherin itu masih Dewi yang dulu. Dewi yang egois, yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Dia meminta Sherin kembali pada suaminya hanya agar suaminya tak melirik wanita lain lagi. Sungguh pemik