“Pelan-pelan jalannya, Sayang.” Rayyan menuntun Hannan yang perutnya sudah semakin besar. Tangan kanannya menuntun Hannan sementara tangan kirinya menggenggam tangan kecil Zayn.“Aku udah enggak sabaran, Mas. Kata dr. Novia kemungkinan kita sudah bisa melihat jenis kelamin bayi ini.”Mereka bertiga sedang menuju ke ruangan dr. Novia untuk melakukan USG pada bayi Hannan. Dokter Novia pun menyambut pasien istimewanya hari ini dengan senyuman mengembang. Rayyan menautkan alisnya ketika melihat Hannan dan dr. Novia seolah saling melirik dan memberi kode, namun ia mengabaikannya.“Silahkan berbaring Mbak Hannan. Mari kita tengok bayi-bayi mungil bibit unggul ini,” ucap dr. Novia sambil tersenyum dan sekali lagi mengedipkan mata pada Hannan.Ray pun tersenyum, ia memang selalu mengeluarkan kalimat “bibit unggul” ketika Hannan memeriksakan bayinya.“Tuh, lihat. Masih bentuk titik kecil aja udah kelihatan jika yang ada di dalam sana itu adalah bibit unggulku.” Itu yang diucapkannya saat perta
Hari-hari Hannan berjalan dengan segudang kesibukan setelah kelahiran bayi kembarnya melalui proses operasi caeser. Sepasang bayi kembar yang membuat suaminya menjadi bahan pambicaraan di seantero rumah sakit saat ayah si bayi kembar yang juga merupakan direktur Health Hospital saat itu menangis hingga bersujud di ruang operasi saat dr. Novia berhasil mengangkat satu-persatu bayi-bayinya dari rahim Hannan, lalu kemudian mengucapkan selamat padanya.“Selamat atas kelahiran bibit-bibit unggulnya, Dok.” Ucapan dr. Novia yang waktu itu yang membuat Ray terpaku di tempatnya melihat petugas membawa dua bayi ke hadapannya.Kelahiran sepasang bayi kembar yang membuat direktur muda itu harus melanggar peraturan karena menggunakan kekuasaannya di Health untuk ikut masuk ke ruang operasi demi menemani istrinya, sehingga membuat dr. Novia dan para petugas medis lainnya yang sedang bertugas menangani Hannan di meja operasi harus menahan tegang saat mata tajam dr. Ray menatap mereka. Dr. Ray sendir
Zaki dan Zara sendiri sengaja dipilih Ray untuk menyamakan nama anak-anak Hannan lainnya Zaid dan Zayn. Dan ketika Hannan bertanya lebih jauh, jawaban suaminya membuatnya merasa terharu. “Biar nama anak-anak sama, Bun. Biar Zayn nggak merasa berbeda dari adik kembarnya, karena aku tak akan pernah membeda-bedakan mereka. Bagiku, Zayn adalah anakku, sama seperti si kembar.” Begitu alasan Ray yang diucapkannya kala itu. Hannan mencebikkan bibirnya saat Ray dengan sengaja menyentuh area pribadinya saat mencium baby Zara yang tengah menyusu. “Sssshh! Ada Mbak nya anak-anak,” protes Hannan disertai desahan sambil melirik pada baby sitter yang tengah mengganti popok Zaki. “Si Mbak nggak akan berani ngeliat ke sini,” jawabnya sambil memberi gigitan kecil di sana seolah sedang berebut ASI dengan baby Zara. “Mas!” pekik Hannan. Sekali lagi Ray hanya terkekeh. “Abang Zayn mana, Bun?” tanyanya sambil duduk di sebelah Hannan dan merangkulnya. “Zayn tadi ikut Papa.” “Kerja lagi?” Ray bertan
Sherin sudah menunggu di depan ZaZa bakery saat Ray memarkirkan mobinya di sana. Wanita cantik yang kini berstatus janda setelah bercerai dari Randy itu pun menghampiri mobil Ray di parkiran.“Selamat pagi, Sherin.” Ray duluan menyapa. Inilah yang membuat semua karyawan ZaZa sangat segan dan hormat pada suami dari pemilik toko itu. Ray ramah ke semua orang tanpa membeda-bedakan, dia bahkan tak pernah segan untuk menyapa lebih dulu.“Selamat pagi, Dokter,” jawab Sherin lalu tersenyum pada Zayn.“Selamat pagi juga, Zayn.” Wanita itu menunduk, mensejajarkan tubuhnya dengan bocah itu.“Ayah belum datang?” tanya Zayn malu-malu.“Ayah masih di jalan, sebentar lagi tiba. Zayn masuk dulu, ya. Tante Sherin udah siapin roti kesukaan Zayn.”Bocah itu mengangguk lalu berpamitan pada papinya.“Titip Zayn, ya, Sher.”“Baik, Pak Dokter.”Ray tersenyum saat melihat Sherin menggandeng tangan mungil anak dari mantan suaminya itu.Sherin masih mengajak Zayn bercanda sambil menemani bocah berusia enam ta
“Sher, please. Cuma kamu yang bisa menolongku. Tolong menikah lah dengan suamiku.” Dewi sengaja menyela sebelum Sherin menjawab.Sherin menghela napas. Dia masih ingat betapa berangnya wanita di hadapannya ini dulu ketika mengetahui Sherin mengandung anak suaminya. Betapa teganya wanita yang tak berdaya di hadapannya ini waktu itu memaksanya untuk menggugurkan kandungannya. Betapa berkuasanya seorang Dewi saat melemparkan segepok rupiah di hadapannya dan ibunya waktu itu. Betapa keangkuhan yang dulu nampak jelas pada wanita itu kini berubah menjadi kelemahan.“Sher, meski kamu tak mencintai Mas Randy, tapi setidaknya kalian pernah menikah dan kamu pernah mengandung bayinya. Aku ... aku tak bisa membayangkan jika dia harus bersama wanita lain lagi selain kamu, Sher.”Ternyata wanita di hadapan Sherin itu masih Dewi yang dulu. Dewi yang egois, yang hanya mementingkan dirinya sendiri. Dia meminta Sherin kembali pada suaminya hanya agar suaminya tak melirik wanita lain lagi. Sungguh pemik
Lima Tahun Kemudian.Hari ini seluruh karyawan ZaZa dia ajak oleh Hannan untuk rekreasi. ZaZa kini tak lagi hanya sekedar toko bakery, Hannan membeli beberapa unit ruko di deretan ZaZa bakery dan melebarkan usahanya dengan membuka swalayan dan butik yang semuanya diberi nama ZaZa. Hannan sendiri tak pernah turun tangan langsung tapi hanya memantau usaha yang dipercayakannya pada Sherin.Sherin pun kini menjelma menjadi wanita karir yang membawahi ratusan karyawan ZaZa. Wanita mandiri itu pun sudah mampu membeli rumah sendiri dan tak lagi tinggal di rumah yang diberikan Randy padanya. Sherin mengembalikan semuanya karena tak ingin terhubung lagi dengan mantan atasannya itu.Bagi Hannan, Sherin adalah tangan kanannya dalam bekerja memperluas usahanya sementara Hannan adalah otak utamanya. Perpaduan dua wanita pekerja keras membuahkan hasil yang gemilang di bawah nama ZaZa. Sherin bukan digaji tetap oleh Hannan, tapi digaji berdasarkan omzet yang dicapai oleh bisnis ZaZa. Maka, Sherin me
“Tadi anak ini kehilangan balonnya, Mbak. Terbang ke atas pohon tadi.” Sherin menjelaskan tanpa diminta.“Oh, iya. Terima kasih, ya, Mbak.”Si wanita cantik berkulit putih dengan rambut sebahu itu tersenyum pada Sherin, lalu kemudian meraih bocah kecil tadi dan menggendongnya.“Yuk, balik. Ayah nyariin Syifa loh. Eh ... itu ayah nyusul.” Wanita itu terus berucap sambil menggendong sang bocah.Sherin ikut menoleh saat mendengar suara seseorang dari arah belakangnya.“Syifa ... kok mainnya sampai jauh gini, Nak?”Sherin terkejut, bukan hanya kerena merasa tak asing dengan suara itu tapi tatapan mata pria yang baru saja datang itu mengunci pergerakannya. Sherin terpaku, tak dapat bergerak, apalagi berkata-kata. Pria yang baru datang itu pun sama terkejutnya dengan Sherin. Keduanya saling menatap beberapa saat seolah waktu sedang berhenti berputar bagi keduanya.“Sherin!”Kini Sherin tau kenapa tadi seolah mengenal tatapan mata di bocah yang menangis kehilangan balonnya.“Hai, Tian. Dia .
Kegiatan family day karyawan ZaZa berjalan lancar, meski Sherin sendiri tak begitu menikmatinya. Kehadiran sosok dari masa lalunya yang juga tengah berada di area outbond bersama rombongannya mengalihkan konsentrasi Sherin. Terlebih lagi, ada sesosok wanita yang selalu terlihat berada di dekat mantan kekasihnya itu. Wanita yang terlihat sangat dekat dengan bocah kecil bermata sendu seperti ayahnya.Kegelisahan Sherin tak luput dari perhatian Hannan. Hannan memang selalu menjadi wanita yang penuh perhatian. Meski disibukkan dengan mengurus ketiga buah hatinya, namun wanita tegar itu juga tak begitu saja mengabaikan karyawannya. Hannan tau apa yang menyebabkan Sherin gelisah, karena dia pun tadi sempat berpapasan dengan Tian yang diketahuinya adalah mantan kekasih Sherin. Maka wanita elegan itu mendatangi Sherin, karyawan sekaligus sahabatnya, sambil menggendong Zara.“Sher, kalau masih ada yang ingin dibicarakan atau ditanyakan sebaiknya temui dia. Tak baik menyimpan semuanya sendirian