ISTRIKU SERING MENANGIS
Bab 2
"Mayang sering menangis? Mbok tahu kenapa nggak?" tanyaku penasaran. Namun, Mbok menggelengkan kepalanya. Entahlah, dia tak mau bicara atau memang tidak mengetahui apa-apa.
"Kalau di rumah ada yang aneh lagi nggak dengan Bu Mayang selain nyusuin Arya sambil nangis dan keluar dari rumah pagi sampai siang?" tanyaku lagi.
"Nggak sih, Pak. Ibu nggak pernah berlaku aneh-aneh," sahutnya membuatku mengernyitkan dahi. Lalu kenapa Mayang pergi ngojek? Uang yang kuberikan untuknya kan memang khusus menuhin kebutuhan pribadinya. Apa kurang cukup uang 1,5 juta untuknya? Itu tidak perlu beli sayuran dan lainnya.
"Mbok, apa Bu Mayang punya utang?" tanyaku menyecarnya. Sepertinya Mbok Ani tahu sesuatu, tapi ia rahasiakan di hadapanku.
"Pak, Mbok bener-bener nggak tahu apa-apa, coba tanyakan langsung pada Bu Mayang," suruh Mbok Ani. Namun, aku ragu menanyakan apa pun pada Mayang, karena ia sensitif sekali. Aku tanya baik-baik pun pasti ia tersinggung.
"Bingung saya, Mbok. Kenapa ya dengan Mayang? Kenapa juga ia terlihat biasa saja ketika di hadapan saya?" sambungku sambil memegang kening yang banyak pertanyaan ini.
Tiba-tiba Arya menangis, sepertinya ia haus. Kalau tiap pagi sampai siang Mayang pergi, lalu Arya diberi susu apa? Bukankah ia full ASI?
"Mbok, Arya nangis, mungkin haus," ucapku memancing apa yang akan dilakukan oleh Mbok Ani.
"Iya, Pak. Saya ambilkan stok ASI di kulkas dulu," sahutnya. Arya tidak minum susu formula juga, jadi untuk apa istriku sampai jadi tukang ojek gitu?
Pertanyaan yang muncul di kepala semakin banyak saja, ingin rasanya kutanyakan langsung pada Mayang. Namun, aku masih saja meragukan ini. Khawatir jadi pertengkaran antara kami berdua. Untuk saat ini yang paling muncul di benakku adalah istriku punya utang, tapi utang apa? Untuk apa pula ia berhutang?
Aku coba buka sosial media milik Mayang, kubuka satu persatu messenger, tapi tidak ada satu pun chat yang berisikan tentang ia pinjam uang.
Aku letakkan kembali ponselku setelah keluar dari akun Mayang. Kemudian, aku masuk ke dalam kamar dan mencari tahu tentang masalah ini. Siapa tahu ia curahkan di buku diary.
Aku buka pintu kamar, lalu duduk di atas kasur yang sudah rapi. Kemudian mencari tahu tentang apa saja yang ia tulis di buku miliknya.
Kubuka perlembar buku tersebut, tapi tidak ada tulisan apa pun. Namun, ketika kubuka lembaran tengah, ada catatan tiap bulan.
September 2019 Rp. 1.500.000;
Oktober 2019 Rp. 1.500.000;
Sampai tiba di bulan ini bulan Agustus 2021. Catatan itu sama dengan angka rupiah yang sama. Kedua alisku menyatu, mencoba cerna catatan yang istriku buat.
Kuperhatikan kembali bulan pertama kali ia menulis angka itu. Bulan September 2019, bukankah itu bulan kelahiran Arya? Lalu apa yang ia lakukan dengan uang itu? Astaga, kepalaku makin sakit memecahkan teka-teki ini.
Matahari mulai berada di atas kepala, aku coba hubungi Mayang agar ia cepat pulang, karena matahari sudah sangat menyengat sekali. Tidak baik jika ia masih berada di luar panas-panasan.
Kuraih ponsel yang kuletakkan di atas meja ruang tamu tadi. Kemudian mencari kontak istriku. Ada perasaan cemas di dada ini.
Nada panggilan sudah berulangkali, tapi ia tak juga mengangkat teleponnya. Ternyata suara deru motor yang Mayang gunakan sudah terdengar. Aku pun bergegas membuka pintu, dan menyambutnya dengan tenang dan senyuman.
Buru-buru aku copot jaket kulit yang ia kenakan. Ia pun menatapku tanpa kedip.
"Sayang, kamu dari mana? Ngambek padaku sampai pakai jaket ojek online ini? Maafkan aku," pelukku dengan erat. Aku tahu apa yang harus kulakukan padanya. Pasti ada yang ia rahasiakan, hingga harus menjadi tukang ojek online.
Ia tampak mengeluarkan butiran air mata, kemudian aku seka air matanya yang tumpah mengenai pipinya yang kini berubah jadi sawo matang akibat terbakarnya terik matahari setiap harinya.
"Kita duduk, ya Sayang, kamu haus? Aku suruh Mbok ambil minum ya," tuturku. Ia tak bicara satu katapun, hanya tangisan yang kudengar dan lihat dari wajahnya.
Kemudian, tanpa disuruh olehku, Mbok Ani mengambil segelas air putih dingin untuk Mayang. Ia begitu haus hingga satu gelas habis diteguknya.
"Maafkan aku, jika ucapan tadi menyinggung perasaanmu, Mayang," ucapku sambil menatap wajah sendunya. Isak tangis masih terdengar lekat di telinga ini.
"Aku nggak ngambek, Mas," sahutnya membuatku lega. Ya Tuhan, akhirnya kudengar suara merdu istriku kembali. Kemudian kuraih tangan Mayang dan menggenggamnya.
"Kalau nggak ngambek, untuk apa tadi ke luar, maaf tadi aku mengikutimu."
"Kamu tahu aku ngojek, Mas?"
"Jelas tahu, yang aku tidak tahu itu untuk apa kamu ngojek setiap hari?" tanyaku penasaran. Kemudian mata Mayang menyorot ke arah Mbok Ani.
"Bukan saya, Bu, yang memberi tahu, Bapak tahu sendiri." Mbok Ani tampak ketakutan saat mata Mayang menyorot ke arahnya yang sedang menggendong Arya di sudut ruangan. Rupanya Mbok Ani tahu sesuatu, makanya ia ikut mendengarkan pembicaraan kami.
"Mbok, saya minta Mbok masuk ke kamar dulu, ya!" suruhku sopan.
Kemudian aku kembali ke pokok pembicaraan, menggenggam tangan Mayang agar ia mau bicara jujur padaku.
"Sayang, aku mau tahu alasanmu melakukan ini. Apa kamu punya utang? Jawab yang jujur, aku takkan marah, justru ini kewajiban untuk seorang suami membayarnya jika itu memang benar." Aku coba bicara dengan lembut padanya, agar ia tak merasa berat untuk jujur padaku.
Bersambung
ISTRIKU SERING MENANGISBab 3Ia menghela napasnya perlahan, semoga saja Mayang bicara jujur padaku. Namun, baru ingin mengatakannya padaku, tiba-tiba ibu datang. Seperti biasa ia datang membawa lauk pauk makan siang.Tadi ibu bicara di telepon besok tidak antar lauk pauk, tapi hari ini ia masih mengantarkannya untuk kami."Assalamualaikum," ucap ibu dengan wajah semringah."Waalaikumsalam," jawab kami berbarengan, tapi suara Mayang masih agak serak karena tadi menangis.Ibu menautkan kedua alisnya, ia keheranan melihat kami sedang saling berhadapan."Mayang, kamu kenapa? Matamu sembab begitu, apa nangis?" tanya ibu saat melihat mata Mayang yang sembab.Namanya Diah Sarita, ibuku tinggal di daerah kompleks sebelah. Namun, memang tiap siang ia mengirimkan masakannya ke sini. Kalau pagi, sarapan biasa dengan roti atau nasi goreng buatan Mayang.Aku yang meminta ibu untuk memasak setelah Mayang melahirkan anak k
ISTRIKU SERING MENANGISBab 4Ting ... tong .... Suara bel berbunyi, ada tamu datang, Mayang pun segera membukakan pintunya. Rupanya ibu mertuaku yang datang, mamanya Mayang."Assalamualaikum," ucapnya ketika sudah diperkenankan masuk."Waalaikumsalam," sahutku dan Mayang. Ratna Antika namanya, mamanya Mayang ini terbilang glamor penampilannya. Sering tetanggaku bilang bahwa Mayang dan mamanya seperti kakak dan adik. Wajah yang sangat glowing, penuh perawatan, pastinya akan membuatnya bertanya-tanya akan penampilan anaknya setelah melahirkan Arya."Cucuku di mana, Mayang?" tanya mama mertua."Ada di dalam, tadi kecapean nangis, sekarang mungkin tidur," jawabku. Mayang pasti tidak mengetahui bahwa anaknya tadi nangis."Oh gitu, padahal mama kangen dengan Arya. Oh ya, Ardan, terima kasih uangnya sudah Mama terima, padahal Mama nggak berharap dikasih oleh kalian, yang penting kalian bahagia, Mama pun ikut bahagia," ungk
ISTRIKU SERING MENANGISBab 5"Aku berikan Mama hanya 1 juta rupiah, puas? Atau malah tidak percaya?" Itu pun baru bulan ini ngasih, karena uang hasil ngojek yang kukumpul ada lebihan," jawab Mayang membuatku terkejut."Mayang, kalau memang kamu ingin berikan Mama sejumlah uang, ngomong pada Mas," ucapku sambil mencari dompet. Sebaiknya aku ganti uang Mayang, siapa tahu dengan seperti ini, ia mau menjawab semua rasa penasaranku.Setelah mendapatkan dompet itu, aku pun segera mengeluarkan sejumlah uang yang ia sebutkan tadi."Ini, Mas gantikan uang yang kamu berikan untuk Mama atas namaku. Terima kasih ya, Dek. Kamu telah ingatkan Mas untuk memberi meskipun tahu orang tuamu berkecukupan," jawabku. Ia hanya terdiam, kemudian meraih uang yang kuberikan padanya."Terima kasih, Mas. Aku simpan uang pemberian kamu, terima kasih sekali lagi sudah percaya dengan ucapanku," ketusnya. Kemudian, ia letakkan uang itu di sebuah laci yang tak pernah
ISTRIKU SERING MENANGISBab 6"Kalau begitu, aku permisi dulu ya, makasih loh!" ucap wanita itu lagi. Sepertinya ia mau pulang, lebih baik aku nongol lebih dulu, agar bisa tanyakan langsung padanya."Assalamualaikum," ucapku sambil melebarkan daun pintu yang sedikit terbuka."Waalaikumsalam, loh Mas kamu pulang lagi?" tanya Mayang heran. Ia pun sontak memandang wajah wanita yang berada di hadapannya."Iya, ada yang ketinggalan. Maaf, Mbak ini siapa ya?" tanyaku pada wanita yang tak kukenal, dari parasnya usia wanita itu sekitar seumuran Mayang. Ada urusan apa ia ke sini? Tagihan apa yang Mayang punya?"Mas, kamu sudah dari tadi ya di depan pintu?" tanya Mayang balik. Rasanya ia selalu menutupi setiap kali aku ingin mengetahui apa yang ia lakukan."Maaf Mayang, aku tanya temanmu dulu, agar tahu istriku ini punya cicilan apa!" tekanku pada Mayang. Ia pun tertunduk, kemudian Mayang duduk di sofa. Ada tarikan napas keluar dari mulut
Bab 7Pov MilaAku mengeluarkan tangisan di hadapan Mas Hendra. Sehingga membuat Hendra panik dan cemas melihat kondisiku saat ini.Kulepaskan dekapannya, kemudian kuambil secarik kertas sebelum membuka laptop yang kepegang, dengan hentakan kaki pelan, aku meletakkan kertas dan pulpen di atas pahanya."Apa ini?" tanya Mas Hendra. Kedua alisnya ia tautkan ketika melihat aku memberikan secarik kertas."Baca saja!" sahutku. Kemudian matanya mulai menatap dan membacanya dari atas ke bawah.Setelah membaca dengan teliti, ia menghela napas dalam-dalam. Kemudian, memejamkan matanya sejenak. Lalu bicara berhadapan denganku."Kenapa semua aset minta dipindah atas namamu?" tanyanya pelan."Wajar, aku istri sah kamu, dan Ayu darah dagingmu," sahutku sambil terisak."Alasannya apa? Kalau aku tidak mau, kamu minta cerai?" tanyanya.Kemudian, aku membuka laptop yang berisikan reka
Bab 8Bola mata Mayang tampak berputar, kelihatan seperti ia sedang mencari alasan."Aku mau ke dokter gigi, Mas. Maaf ya, selama ini aku perawatan gigi nggak bilang-bilang," sahut Mayang. Mataku menyipit sambil memegang kedua pipinya, lalu kubuka rongga mulutnya."Mana? Nggak ada gigi yang ditambal, ngerawat apanya, Sayang?" tanyaku keheranan. Pipinya aku remas sambil becanda dengannya."Mas, perawatan gigi memang harus ada yang ditambal?" tanya Mayang balik, sepertinya ia sudah pandai memutar balikkan fakta. Aku tersenyum tipis, kemudian mengelus-elus rambutnya ya selalu diikat dengan karet jepang."Ya sudahlah, hati-hati di jalan, kalau butuh apa-apa telepon aja, ya. Oh ya, kamu ke dokter gigi memakai asuransi kantor, kan?" tanyaku lagi."Iya, Mas," jawabnya sambil tersenyum merekah.Aku segera bergegas berangkat ke kantor. Ada Pak Wijaya yang telah menunggu kehadiranku di ruang meeting. Takkan kubiarkan pekerjaan yan
Tok ... tok ... tok ...."Masuk!" teriak Pak Wijaya. Akhirnya kuputuskan untuk mengakhiri pembicaraan pada pihak asuransi. Petugasnya belum selesai memberikan aku informasi tapi sudah kututup teleponnya, karena ada seseorang yang mengetuk pintu.Dibukanya daun pintu yang terbuat dari kayu jati itu, kemudian masuklah sosok wanita yang ternyata Mayang. Kenapa ia bisa tahu aku berada di sini, di ruangan Pak Wijaya?Aku menoleh keheranan, mataku terpanah pada wanita yang berdiri di samping pintu yang terbuka lebar."Maaf, Pak. Kalau saya lancang ke sini, tapi tadi saya sudah bicara pada Bu Tiara melalui sambungan telepon," terang Mayang. Kemudian, Pak Wijaya pun mengangguk. Ia tersenyum, lalu menghampiriku dan menepuk-nepuk pundak ini."Selesaikan masalahmu dulu, silahkan bicarakan ini berdua di taman atau di tempat yang menurut kalian nyaman," suruh Pak Wijaya. Ia membuatku terharu, mana ada atasan sebaik Pak Wijaya dan Bu Tiara?
Bab 10FlashbackPOV Mayang"Pokoknya kamu harus bayarin utang Ibu, Ardan pinjam uang Ibu loh, lagian siapa suruh Caesar? Jadi wanita kok lemah banget, mules segitu aja udah minta Caesar!" cetus ibu lagi. Astaga, memangnya aku menginginkan itu? Kalau boleh pilih, pastinya akan kupilih melahirkan normal karena tidak perlu menyobek perut ini.Aku menghela napas dalam-dalam, air mata ini menetes ketika mereka mencemooh tentang aku yang melahirkan Caesar. Jangan sampai ucapan mereka membuatku terpuruk, lalu menjadikan Arya korban atas semua ini.Meskipun bekas sayatan operasi masih amat sakit, tapi mendengar penuturan mertua dan adik iparku sangatlah lebih menorehkan luka.Sita, ia itu adik iparku, istri dari Rayyan, adik Mas Ardan. Sita melahirkan putri pertamanya dengan cara normal. Jarak melahirkan antara kami hanya berbeda dua bulan. Sita lebih dulu positif hamil dan pastinya lebih dulu melahirkan. Namun, memang ia lebih berunt