Kelam memeluk Soga, menarik anak itu masuk ke dalam rumah. Dia sudah tidak mampu berkarta apapun lagi. Apa yang Sarala lakukan di hadapannya tadi sudah membungkam apa yang ingin dia katakan, dia bahkan tidak bisa mencegah keinginan wanita itu untuk pergi dari rumah dan ‘pulang’ ke tempat Gandaria.Dia mengutuk dirinya sendiri karena sudah bertindak gegabah, kebodohan yang tidak bisa diragukan karena sudah membawa masa lalu Sarala masuk ke dalam kehidupan rumah tangganya. Seharusnya dia tahu benar skenario ini akan terjadi, dia seharusnya tahu benar kalau sampai kapanpun Gandaria adalah orang paling bajingan yang pernah dia temui.Sarala sekali lagi dimanipulasi oleh pria itu.“Pa!Pa! Bunda pa! Soga mau bunda pa!!!!!” Soga memekik lagi, anak itu menangis cukup kencang sampai rasanya hati Kelam tidak mampu untuk menahannya. Dia ikut menangis, dia tidak sanggup. Kalau Sarala membuangnya, dia tidak masalah dengan hal itu tapi apa yang Gandaria lakukan juga menyakiti anak sulungnya.Dia ti
Gandaria keluar dari kamarnya, dia masuk ke dalam kamar tamu yang biasanya dipakai oleh ARTnya jika sedang menginap. Di dalam kamar itu tersimpan banyak fotonya bersama Melati yang biasa terpajang di tembok dan setiap sudut rumah. Dia segera menelepon ARTnya untuk melenyapkan semua dan menaruh di dalam kamar tamu untuk sementara sebelum Sarala datang.Dia membuka ponsel. Tidak ada berita mengenai dirinya dan Sarala.Dia menghembuskan napas lega.Melati sedang tidak berada di Indonesia, dia sedang pergi ke Belgia mengurusi urusan bisnis keluarganya. Dia akan kembali seminggu lagi. Gandaria berpikir untuk membatalkan semua yang dia rencanakan.Dia benar-benar ingin kembali pada Sarala, membangun rumah tangga dari awal lagi dengan wanita itu. Cinta pertamanya.Jika dibilang cinta pertama mungkin terlalu berlebihan, toh semenjak SMP Gandaria sudah berpacaran dengan banyak anak-anak perempuan bahkan dari sekolah lain. Tapi ketika di SMA dan berpacaran d
Sarala menatap Gandaria yang kini menghentikan mobilnya, dahi wanita itu berkerenyit. Dia tidak merasa mengenal tempat ini, dia tidak tahu ini dimana. Di samping mobil ini ada rumah dengan cat warna abu-abu, warna kesukaan Gandaria. Pagarnya tinggi, berwarna hitam. Rumah dengan bangunan dua lantai itu terlihat besar berbeda dengan rumah Kelam. “Ini..?” Sarala bersuara, menatap Gandaria yang tersenyum padanya. “Ini rumah kita.” Sarala terdiam, menoleh bingung ke arah rumah tersebut. “Bukan, rumah kita bukan disini.” Katanya bingung, dia menoleh kearah Gandaria yang masih tersenyum padanya. “Aku beli rumah ini dengan uangku sendiri, rumah yang dulu sudah kita jual.” Sarala tidak berkata apa-apa, dia merasa aneh. Kalau dalam ingatannya mereka baru menikah selama tujuh bulan, dalam rentang waktu itu apa yang terjadi sehingga rumah yang baru saja mereka tempati, yang mereka cicil dengan susah payah itu tiba-tiba dijual. Dan rumah ini jelas bukan rumah yang dibeli jadi, dengan hanya m
Sedari tadi Sarala terus mengitari rumah, dia mengitari rumah itu dari ujung ke ujung. Ada banyak hal yang mengganggunya di rumah ini, dia sendiri tidak tahu itu apa tapi semuanya terasa mengganggu. Perasaan tidak familiar yang dia rasakan semenjak sampai ke rumah ini begitu mengganggunya.Dia pergi ke kebun belakang, memperhatikan tanaman-tanaman disana. Seingat Sarala, Gandaria tidak begitu telaten merawat tanaman. Tapi tanaman ini terlihat begitu rapi dan bersih, tadi dia bertanya pada ART katanya majikannya sendiri yang merawatnya.Sarala mengerenyit, ini terlalu rapi. Di dekat gudang penyimpanan juga ada beberapa perkakas, sarung tangan berwarna merah muda dengan celemek senada.Perasaannya tidak enak.Dia kemudian mengelilingi lagi rumah itu, menemukan sendal jepit berwarna kuning yang seolah-olah disimpan dengan asal-asalan. Gandaria tidak suka warna kuning.Dia membatin lagi dan lagi.Dia yakin ada sesuatu disini, dia semakin yakin dia koma begitu lama atau tidak mengingat ban
Kelam menghubungi Melati lewat asistennya, wanita itu sedang berada di Belgia namun kini sedang dalam perjalanan kembali ke Indonesia menggunakan jet pribadinya. Kelam tidak menyia-nyiakan waktu sedikitpun untuk menghancurkan Gandaria. Dia sudah terlalu lama menahan perasaan untuk menghancurkan lelaki itu karena Sarala selalu menahannya. Wanita yang dicintainya itu selalu berkata kalau dia dan Gandaria sudah menjadi masa lalu, dan dia tidak ingin sekalipun berhubungan lagi dengan pria itu. Dia ingin benar-benar menghapus memorinya dengan pria itu. Meskipun kenyataannya memorinya dengan Kelam yang menghilang tanpa sisa. Sejak malam Kelam terus menerus menyusun banyak rencana. Sejauh ini, dia tahu kalau Gandaria sama sekali tidak tahu kalau keluarga Melati adalah keluarga yang memiliki pengaruh cukup besar dalam perekonomian Indonesia, kemarin dia berbicara dengan Melati di telepon. “Aku gak bilang ke Gandaria seberapa besar kekayaan keluargaku, dan bagaimana keluarga Caraka. Aku p
Sarala membuka matanya perlahan, sekitarnya terasa hening, dia menatap langit-langit. Jaraknya begitu jauh dari tempatnya tertidur, dia bukan sedang di kamar Gandaria maupun Kelam. Aroma ruangan ini begitu khas, dia menoleh dan mendapati infus terpasang di tangan kanannya. Rumah sakit. Setelah dia mendengar semua penjelasan asisten rumah tangga Gandaria dia menangis, tidak mampu menahan semua informasi yang dia terima beberapa hari terakhir. Orang yang seharusnya menyelamatkannya, memberikan dia tempat aman, nyaman, memberikan dia perlindungan juga orang yang menjelaskan apa yang terjadi padanya secara jujur ternyata, penipu. Dia menangis sampai isi kepalanya kosong, pandangannya gelap dan dia tidak tahu menahu apa yang terjadi. Dia meringis. Tidak ada orang di dalam ruangan, dia hanya sendirian bersama bayinya. Mengelus bayinya, Sarala merasa sangat bersalah. Lonjakan emosi yang tidak ada ujungnya, naik dan turun ini membuat bayinya juga ikut merasak
Soga berlari kecil memasuki lorong kamar rumah sakit. Sarala dipindahkan ke ruang VVIP oleh Kelam karena dia ingin privasi keluarganya terjaga, dia sudah mendengar kalau media satu persatu mendatangi rumah sakit ini. Mereka masih menyangka kalau Sarala mengalami kontraksi dini karena pengaruh dari terapinya.Kaki kecil mungil itu berlari dengan riang menghampiri ruangan kamar, dia begitu senang seperti rasanya ingin berjingkrak-jingkrak. Dengan cepat Soga membuka pintu kamar, “Bunda!!!” Pekiknya kencang, tersenyum lebar sambil berlari.“Aduh abang jangan lari-larian!” Kelam berusaha menghentikan si kecil Soga yang kini sudah merangsek dalam pelukan Sarala yang tengah duduk di kursi roda.“Bunda! Benar bunda minta ketemu abang?” Tanyanya, dia menatap Sarala dengan mata penuh binar.Sarala masih terasa canggung dipanggil ‘bunda’ oleh bocah itu, “Iya..” Jawabnya pelan, malu. Dia mengelus puncak kepala Soga yang sekarang tersenyum-senyum senang mendengar jawaban bundanya.“Papa! Bunda sud
Kelam bertemu dengan dokter yang menangani Sarala, sudah hampir empat hari istrinya berada di Rumah Sakit. Media sudah memberitakan hal itu kemana-kemana, media sosial penuh membicarakan hal itu karena tagline berita tersebut adalah Sarala mengalami komplikasi karena menjalani terapi.“Pak, kami akan konfirmasi pada media kalau bu Ala hanya kecapekan bukan karena komplikasi menjalani terapi.” Kata asistennya.“Ya, tolong diurus saja ya, saya juga bingung kenapa jadi terlalu jauh ini beritanya.” Kelam mengiyakan ucapan asistennya.Terkadang media suka sangat melebih-lebihkan yang tidak seharusnya. Dia dan Sarala bertemu dokter yang menangani wanita itu, dokter menjelaskan kalau ketika pingsan Sarala mengalami beberapa kali kontraksi dan diwajibkan untuk hanya diam diatas tempat tidur sampai usia kandungan dirasa cukup.“Dua bulan lagi bu Sarala diperkirakan akan melahirkan, jadi saya pikir sebaiknya tinggal di Rumah Sakit lebih baik.”Kelam menoleh kearah Sarala, ingin tahu pendapatnya
Sarala dilarikan ke Rumah Sakit, setelah apa yang terjadi di pendopo dia kemudian berteriak-teriak kesakitan. Semua asisten rumah tangga merangsek pergi ke pendopo dan mendapati Kelam begitu panik.“Sudah pembukaan tiga, ditunggu ya.” Kata perawat yang mengecek masuk ke dalam kamar, Sarala sudah menjerit-jerit kesakitan.“Gak kuat! Mules banget! Gak kuat!” Keluhnya, napasnya memburu, keringatnya bercucuran padahal AC di ruangan begitu dingin.“Sabar dulu La, sabar ya,” Kelam berusaha menenangkan tapi dia juga jadi panik.Sarala meraung, menangis, untungnya tidak lama kemudian pembukaannya sudah lengkap. Dokter kandungan yang menanganinya masuk dan kemudian membantunya dalam proses persalinan, Kelam seperti biasa berada di ruangan itu juga sama seperti ketika Sarala melahirkan Soga.Sarala mengejan, membuang napas, mengejan lagi.“Sudah hampir keluar bu, sudah kelihatan ya kepalanya!” Kata dokter itu lagi, dia mengintruksikan Sarala untuk mengejan satu kali lagi.Dan suara melengking b
Kelam bertemu dengan dokter yang menangani Sarala, sudah hampir empat hari istrinya berada di Rumah Sakit. Media sudah memberitakan hal itu kemana-kemana, media sosial penuh membicarakan hal itu karena tagline berita tersebut adalah Sarala mengalami komplikasi karena menjalani terapi.“Pak, kami akan konfirmasi pada media kalau bu Ala hanya kecapekan bukan karena komplikasi menjalani terapi.” Kata asistennya.“Ya, tolong diurus saja ya, saya juga bingung kenapa jadi terlalu jauh ini beritanya.” Kelam mengiyakan ucapan asistennya.Terkadang media suka sangat melebih-lebihkan yang tidak seharusnya. Dia dan Sarala bertemu dokter yang menangani wanita itu, dokter menjelaskan kalau ketika pingsan Sarala mengalami beberapa kali kontraksi dan diwajibkan untuk hanya diam diatas tempat tidur sampai usia kandungan dirasa cukup.“Dua bulan lagi bu Sarala diperkirakan akan melahirkan, jadi saya pikir sebaiknya tinggal di Rumah Sakit lebih baik.”Kelam menoleh kearah Sarala, ingin tahu pendapatnya
Soga berlari kecil memasuki lorong kamar rumah sakit. Sarala dipindahkan ke ruang VVIP oleh Kelam karena dia ingin privasi keluarganya terjaga, dia sudah mendengar kalau media satu persatu mendatangi rumah sakit ini. Mereka masih menyangka kalau Sarala mengalami kontraksi dini karena pengaruh dari terapinya.Kaki kecil mungil itu berlari dengan riang menghampiri ruangan kamar, dia begitu senang seperti rasanya ingin berjingkrak-jingkrak. Dengan cepat Soga membuka pintu kamar, “Bunda!!!” Pekiknya kencang, tersenyum lebar sambil berlari.“Aduh abang jangan lari-larian!” Kelam berusaha menghentikan si kecil Soga yang kini sudah merangsek dalam pelukan Sarala yang tengah duduk di kursi roda.“Bunda! Benar bunda minta ketemu abang?” Tanyanya, dia menatap Sarala dengan mata penuh binar.Sarala masih terasa canggung dipanggil ‘bunda’ oleh bocah itu, “Iya..” Jawabnya pelan, malu. Dia mengelus puncak kepala Soga yang sekarang tersenyum-senyum senang mendengar jawaban bundanya.“Papa! Bunda sud
Sarala membuka matanya perlahan, sekitarnya terasa hening, dia menatap langit-langit. Jaraknya begitu jauh dari tempatnya tertidur, dia bukan sedang di kamar Gandaria maupun Kelam. Aroma ruangan ini begitu khas, dia menoleh dan mendapati infus terpasang di tangan kanannya. Rumah sakit. Setelah dia mendengar semua penjelasan asisten rumah tangga Gandaria dia menangis, tidak mampu menahan semua informasi yang dia terima beberapa hari terakhir. Orang yang seharusnya menyelamatkannya, memberikan dia tempat aman, nyaman, memberikan dia perlindungan juga orang yang menjelaskan apa yang terjadi padanya secara jujur ternyata, penipu. Dia menangis sampai isi kepalanya kosong, pandangannya gelap dan dia tidak tahu menahu apa yang terjadi. Dia meringis. Tidak ada orang di dalam ruangan, dia hanya sendirian bersama bayinya. Mengelus bayinya, Sarala merasa sangat bersalah. Lonjakan emosi yang tidak ada ujungnya, naik dan turun ini membuat bayinya juga ikut merasak
Kelam menghubungi Melati lewat asistennya, wanita itu sedang berada di Belgia namun kini sedang dalam perjalanan kembali ke Indonesia menggunakan jet pribadinya. Kelam tidak menyia-nyiakan waktu sedikitpun untuk menghancurkan Gandaria. Dia sudah terlalu lama menahan perasaan untuk menghancurkan lelaki itu karena Sarala selalu menahannya. Wanita yang dicintainya itu selalu berkata kalau dia dan Gandaria sudah menjadi masa lalu, dan dia tidak ingin sekalipun berhubungan lagi dengan pria itu. Dia ingin benar-benar menghapus memorinya dengan pria itu. Meskipun kenyataannya memorinya dengan Kelam yang menghilang tanpa sisa. Sejak malam Kelam terus menerus menyusun banyak rencana. Sejauh ini, dia tahu kalau Gandaria sama sekali tidak tahu kalau keluarga Melati adalah keluarga yang memiliki pengaruh cukup besar dalam perekonomian Indonesia, kemarin dia berbicara dengan Melati di telepon. “Aku gak bilang ke Gandaria seberapa besar kekayaan keluargaku, dan bagaimana keluarga Caraka. Aku p
Sedari tadi Sarala terus mengitari rumah, dia mengitari rumah itu dari ujung ke ujung. Ada banyak hal yang mengganggunya di rumah ini, dia sendiri tidak tahu itu apa tapi semuanya terasa mengganggu. Perasaan tidak familiar yang dia rasakan semenjak sampai ke rumah ini begitu mengganggunya.Dia pergi ke kebun belakang, memperhatikan tanaman-tanaman disana. Seingat Sarala, Gandaria tidak begitu telaten merawat tanaman. Tapi tanaman ini terlihat begitu rapi dan bersih, tadi dia bertanya pada ART katanya majikannya sendiri yang merawatnya.Sarala mengerenyit, ini terlalu rapi. Di dekat gudang penyimpanan juga ada beberapa perkakas, sarung tangan berwarna merah muda dengan celemek senada.Perasaannya tidak enak.Dia kemudian mengelilingi lagi rumah itu, menemukan sendal jepit berwarna kuning yang seolah-olah disimpan dengan asal-asalan. Gandaria tidak suka warna kuning.Dia membatin lagi dan lagi.Dia yakin ada sesuatu disini, dia semakin yakin dia koma begitu lama atau tidak mengingat ban
Sarala menatap Gandaria yang kini menghentikan mobilnya, dahi wanita itu berkerenyit. Dia tidak merasa mengenal tempat ini, dia tidak tahu ini dimana. Di samping mobil ini ada rumah dengan cat warna abu-abu, warna kesukaan Gandaria. Pagarnya tinggi, berwarna hitam. Rumah dengan bangunan dua lantai itu terlihat besar berbeda dengan rumah Kelam. “Ini..?” Sarala bersuara, menatap Gandaria yang tersenyum padanya. “Ini rumah kita.” Sarala terdiam, menoleh bingung ke arah rumah tersebut. “Bukan, rumah kita bukan disini.” Katanya bingung, dia menoleh kearah Gandaria yang masih tersenyum padanya. “Aku beli rumah ini dengan uangku sendiri, rumah yang dulu sudah kita jual.” Sarala tidak berkata apa-apa, dia merasa aneh. Kalau dalam ingatannya mereka baru menikah selama tujuh bulan, dalam rentang waktu itu apa yang terjadi sehingga rumah yang baru saja mereka tempati, yang mereka cicil dengan susah payah itu tiba-tiba dijual. Dan rumah ini jelas bukan rumah yang dibeli jadi, dengan hanya m
Gandaria keluar dari kamarnya, dia masuk ke dalam kamar tamu yang biasanya dipakai oleh ARTnya jika sedang menginap. Di dalam kamar itu tersimpan banyak fotonya bersama Melati yang biasa terpajang di tembok dan setiap sudut rumah. Dia segera menelepon ARTnya untuk melenyapkan semua dan menaruh di dalam kamar tamu untuk sementara sebelum Sarala datang.Dia membuka ponsel. Tidak ada berita mengenai dirinya dan Sarala.Dia menghembuskan napas lega.Melati sedang tidak berada di Indonesia, dia sedang pergi ke Belgia mengurusi urusan bisnis keluarganya. Dia akan kembali seminggu lagi. Gandaria berpikir untuk membatalkan semua yang dia rencanakan.Dia benar-benar ingin kembali pada Sarala, membangun rumah tangga dari awal lagi dengan wanita itu. Cinta pertamanya.Jika dibilang cinta pertama mungkin terlalu berlebihan, toh semenjak SMP Gandaria sudah berpacaran dengan banyak anak-anak perempuan bahkan dari sekolah lain. Tapi ketika di SMA dan berpacaran d
Kelam memeluk Soga, menarik anak itu masuk ke dalam rumah. Dia sudah tidak mampu berkarta apapun lagi. Apa yang Sarala lakukan di hadapannya tadi sudah membungkam apa yang ingin dia katakan, dia bahkan tidak bisa mencegah keinginan wanita itu untuk pergi dari rumah dan ‘pulang’ ke tempat Gandaria.Dia mengutuk dirinya sendiri karena sudah bertindak gegabah, kebodohan yang tidak bisa diragukan karena sudah membawa masa lalu Sarala masuk ke dalam kehidupan rumah tangganya. Seharusnya dia tahu benar skenario ini akan terjadi, dia seharusnya tahu benar kalau sampai kapanpun Gandaria adalah orang paling bajingan yang pernah dia temui.Sarala sekali lagi dimanipulasi oleh pria itu.“Pa!Pa! Bunda pa! Soga mau bunda pa!!!!!” Soga memekik lagi, anak itu menangis cukup kencang sampai rasanya hati Kelam tidak mampu untuk menahannya. Dia ikut menangis, dia tidak sanggup. Kalau Sarala membuangnya, dia tidak masalah dengan hal itu tapi apa yang Gandaria lakukan juga menyakiti anak sulungnya.Dia ti