Bismillah
"TEROR KUYANG "
#Part_1
#by: Ratna Dewi Lestari.
Tanah Jawa, 10 April 2019.
Genap lima tahun lamanya aku meninggalkan tanah kalimantan dengan segudang mistis yang membawaku hingga kini.
Berbagai pertanyaan menghinggapi relung jiwaku sampai saat aku bertemu dengan belahan jiwaku yang baru. Andini yang biasa ku sebut Dini. Dini, gadis jawa asli berperawakan hitam manis dengan bulu mata yang sangat lentik. Ia sangat baik dan sopan membuat kedua orang tuaku jatuh hati dan tak sabar menjadikannya menantu sebagai pengganti Arini yang sudah pergi.
Perkenalan pertama kami di suatu resto membuat hatiku tak menentu. Senyumnya yang manis dan tatapannya yang sendu membuatku jatuh cinta saat pandangan pertama. Bak gayung bersambut, ia tak keberatan memberikan nomor telpon saat itu.
Ta
Bismillah "Teror Kuyang"#part_2#by: Ratna Dewi Lestari. Pagi yang cerah. Sinar matahari pagi mulai menyengat kulit. Aku dan Dini sengaja berangkat menuju kosan ketika pagi menjelang siang. Dini tampak asik menikmati pemandangan kota kalimantan. Berulang kali ia berdecak kagum akan keindahannya. Melewati sungai yang cukup panjang. Dari suasana kota kami beranjak ke perkampungan. Jarak yang ditempuh lumayan jauh. Sudah sejam perjalanan kami belum jua sampai. Setelah satu jam setengah perjalanan, kami melewati sebuah perkampungan yang cukup asri. Aku seperti pernah melewati jalan ini. Ya, aku ingat. Jalan ini dulu kulalui ketika pulang dari areal perkuburan sekitar lima tahun lalu. Kenangan pahit itu seketika muncul kembali. Saat di mana seorang ibu mengancam dengan tatapan mata tajam sembari berucap jika ia akan menuntut balas kematian anaknya kepadaku.&n
Bismillah "TEROR KUYANG"# Part_3#by: Ratna Dewi Lestari. Brakkkkk! "Mas ...apaan itu,Mas!" seru Dini. Wajahnya seketika memucat. Ia mengelus perutnya pelan. "Ga tau, Dek. Mas cek dulu ya," jawabku. Baru mau membuka pintu, tangan Dini menggenggam tanganku erat. Ia menggeleng pelan seolah ingin menahanku untuk tidak beranjak dari kemudi. "Jangan keluar, Mas. Di luar sepi. Kita lanjutkan saja perjalanan kita," pintanya. "Ga apa, Dek. Takutnya kita nabrak orang atau hewan peliharaan orang. Nanti kita di uber warga gimana?" tuturku was-was. "Hmmm, iya juga, ya. Ya udah Mas, tapi Adek ikut ya?" ucapnya pelan. "Jangan. Kamu di dalam aja. Kasihan anak kita," tolakku halus yang diiringi anggukan pelan darinya.  
Bismillah "TEROR KUYANG "#part_4#by: Ratna Dewi Lestari. Sosok itu melesat cepat ke arah mobil dan menabrak kaca mobil dengan keras. Bukkkkk! Penuh tanda tanya aku dan Dini saling berpandangan. Dini nampak biasa saja, berbeda denganku yang hampir saja pingsan melihat sosok hitam yang kini telah terbang kembali setelah sempat jatuh dan menabrak kaca mobil. Meskipun sempat terhuyung ia mampu terbang kembali entah kemana. "Ealah, Mas. Kalong itu, ha-ha-ha," Dini malah tertawa terbahak melihat wajahku yang memucat. "Penakut banget kamu, Mas. Di kampungku banyak itu, malah ada yang lebih gede, Mas," celetuknya. Membuatku terpaksa tersenyum simpul, malu juga di kata penakut. "Yo wes lah, Dek. Kita pulang sekarang, ya," pintaku yang di s
Bismillah "TEROR KUYANG"#part_5#by: Ratna Dewi Lestari. "Adek teriak karena adek ngeliat bola api melesat di luar jendela, Mas! ga sengaja waktu mau tutup horden, hiiiii," paparnya sembari bergidik ngeri. Aku termenung mendengar ucapan Dini, istriku. Sama persis seperti yang kulihat sebelum menutup pintu tadi malam. Tapi, benda apa itu? Seketika pikiranku terbang ke lima tahun silam. Saat dimana aku hampir kehilangan nyawa karena ingin melarikan diri dari Arini dan Ibunya yang mempunyai ilmu hitam. Ilmu yang membuatnya menjadi seorang kuyang demi menjadi cantik paripurna. Sebab itu juga aku harus tega membuat Arini terbunuh dengan kepala menghadap ke belakang. Ya, aku ingat semua sekarang. Karena ulahku , mertuaku meradang dan berjanji akan menuntut balas akibat dari perbuatanku yang melenyapkan nyawa anaknya itu.
Bismillah "TEROR KUYANG"# part_6#by: Ratna Dewi Lestari.Pov: Wingsih, ibu Arini. Sore yang teduh. Langit berwarna jingga. Angin semilir menerpa wajah senduku. Airmata ku tak henti mengalir, walaupun sudah lima tahun Arini pergi meninggalkanku selamanya. Namun, ada yang berbeda dengan sore ini. Angin semilir membawa bau yang sangat aku hafal. Bau tubuh Yusuf, menantu biadab yang telah menewaskan Arini, anak perempuanku satu-satunya. Jantungku berdegup kencang. Ku hirup udara sebanyak-banyaknya. Ya, bau tubuh Yusuf tercium sangat dekat. Berarti ia tak jauh dari kediamanku. Senyum tersungging di wajahku yang mulai keriput. Semenjak kematian Arini, aku sudah sangat jarang berburu dan menghisap darah. Aku tak semangat lagi menjalani hidup. Memangsapun itu sangat terpaksa. Akibat dari tuntutan ilmu hitam yang di turunka
Bismillah "TEROR KUYANG"#part_7#by: Ratna Dewi Lestari. Pov: Dini, istri Yusuf. "Huh, menyebalkan! gara-gara hal sepele, aku jadi gagal makan malam di luar!" sungutku ketika masuk ke dalam kamar. "Sebenarnya kuyang itu apa?" pikirku. Ku rebahkan paksa tubuhku ke ranjang. Lupa kalau sedang mengandung. Perlahan ku elus si utun di dalam perut. "Maafkan mama, ya Nak," lirihku. Semenjak datang ke kota ini, orang-orang yang bertemu denganku selalu mewanti-wanti untuk menjaga diri, termasuk Mas Yusuf dan juga bi Inah. Bi Imah orang yang paling cerewet kepadaku. Ia selalu menganggapku seperti anak kecil. Tidak boleh masak, mencuci, dan yang lebih membuatku geram yaitu aku dilarang keras pergi sendiri walaupun siang hari. Berlebihan sekali, bukan? aku yang terbiasa bekerja sendiri, masak
Bismillah "TEROR KUYANG"# part_8#by: Ratna Dewi Lestari. POV: Yusuf. "Mas, kita pulang hari ini, ya? Mas kan udah baikan," ujar Dini begitu masuk keruanganku. Ia sudah tampak sangat rapi pagi ini. "Yakin kita pulang, Dek? Mas ragu," jawabku pelan. "Ga usah ragu, Mas. Kita punya Allah," Dini menatapku dengan senyum yang merekah. Dini. Terkadang istriku ini memang bisa menentramkan hatiku. Namun, dilubuk hatiku aku benar-benar takut hal buruk terjadi padanya. Dengan cekatan Dini membereskan semua barang-barangku. Perutnya yang mulai membuncit tak menyulitkannya. Ia dengan cekatan menggandengku menuju parkiran rumah sakit dimana taksi online sudah menungguku. Di sepanjang perjalanan Dini tak banyak berbicara. Ia asik dengan gawainya. Tak nampak rasa takut sedikitpun di matanya. "Apa
Bismillah "TEROR KUYANG"#Part_9#by: Ratna Dewi Lestari. Pov : Dini. "Bibi sudah berpesan sama Nyonya, jangan ada orang yang menyentuh perut Nyonya atau Nyonya akan celaka," ucap Bibi dengan raut wajah di tekuk pertanda marah. Tak pernah kulihat Bi Inah seperti ini. Mungkin ia terlalu mengkhawatirkanku. Ya, selama di sini Bi Inah sudah seperti Ibu bagiku. Ia begitu telaten dan sabar menghadapiku. Ia tak pernah marah ketika tak sengaja aku berkata kasar. Pekerjaannya rapi dan masakannya enak. "Iya, Bi. Maafkan aku. Tadi aku seperti terhipnotis dan tak bisa menolak semua ucapan Ibu tadi," paparku. "Seperti itulah kuyang. Nyonya tak akan bisa membedakan mana manusia biasa yang memang berniat baik atau kuyang yang ingin menjadikan Nyonya sebagai mangsa. Maka pesan saya, Nyon
Bismillah Minyak Kuyang#part_19#by: R.D.Lestari.Diah meluruh di lantai. Perasaannya kian tak karuan. Ingin rasanya memperingatkan mamaknya untuk menghentikan perbuatan terkutuk yang sedang dijalani mamaknya.Biarlah, mereka hidup miskin seperti dulu, tapi hidup mereka tenang, tak seperti sekarang, penuh dengan ketakutan.Seperti dapat kekuatan baru, Diah bangkit dari duduknya, melangkah keluar kamar. Saat Ia keluar kamar Ia mendengar desis kesakitan dari dalam kamar.Klek!Dengan tangan gemetar, Diah menekan knop pintu, dan pintu akhirnya terbuka perlahan. Tangannya meraba mencari sakelar untuk menyalakan lampu di kamar mamaknya, sembari mengatur napasnya agar bisa kembali normal.Degupan jantungnya yang keras seolah jadi pertanda betapa Ia sangat ketakutan.Zzhhhzz!Di tengah kegelapan, indra pendengarannya seperti mendengar bunyi
Bismillah Minyak Kuyang#part_18#by: R.D.Lestari."Aaaaa!"Tap-tap-tap!"Dilla, Kamu kenapa, Dek?"Diah yang datang berlarian dari arah dapur mengusap kepala Dilla yang saat itu masih berdiri di depan jendela sembari menyibak tirai.Dengan rasa penasaran, Diah ikut melihat ke arah luar. Dari kamar mereka yang berada di lantai dua, nampak jelas suasana di luar rumah yang remang dan hanya ditemani pendar cahaya bulan dan lampu jalan. Suasana sudah sepi meski baru memasuki pukul sepuluh malam."Dek, Kamu kenapa?"Diah kemudian berjongkok dan mensejajarkan tubuhnya hingga mata mereka bisa saling bersitatap.Dilla terdiam, lalu menggeleng pelan."Ga ada apa-apa, Kak. Tadi, waktu buka jendela, tangan Dilla di gigit semut," ucapnya seraya menunjukkan punggung tangannya yang memerah."Alhamd
Bismillah MINYAK KUYANG#part_17#by: R.D.Lestari.Bibir Saras bergetar. Wajah Diana, istri tua suaminya itu amat mirip dengan makhluk menyeramkan yangmasuk ke kamarnya sebelum ia merasakan kantuk yang teramat sangat."Kenapa, Saras? kau ingat sesuatu?" Diana menyentuh bahu Saras, tapi detik kemudian Saras menampik tangan putih Diana."Mbak ... sebenarnya kamu ini apa? jujur Mbak...," lirih Saras. Wajahnya memancarkan rasa takut yang teramat sangat."Maksudmu apa, sih? aku ga ngerti loh," goda Diana. Ia merasa amat puas melihat Saras yang ketakutan. Sengaja malam itu ia membuat Saras sadar dan melihat wujud aslinya.Tanpa sadar Saras mengelus perutnya. Rata. Perut buncitnya sudah rata. Kemana bayinya?"Bayiku! di mana bayiku! Mbak! di mana bayiku!" raungnya. Saras seperti orang gila. Ia tampak frustasi. Perasaannya mendadak tak enak."Bayimu s
BismillahMINYAK KUYANG#part_16#by: R.D.Lestari.Bertepatan dengan terangnya ruangan di kamar Emak, Diah melihat ...Benda seperti tubuh tak berkepala. Awalnya ia mengira itu manekin yang sengaja Emak simpan di balik pintu.Namun, ketika ia merunduk dan memperhatikan dengan seksama, melihat detail tubuh tanpa darah dengan bolongan tepat di tengah leher, saat itu pulalah ia mendengar bunyi sesuatu di luar rumah.Pok-pok-pok!Ssshhh-ssshh!Tubuh Diah bergetar hebat dengan peluh yang mengucur deras. Sekuat tenaga ia bertahan agar dirinya tak jatuh pingsan di tempat.Gadis itu berbalik dan berlari secepat kilat menuju kamarnya. Menutupi tubuh dan wajahnya dengan selimut.Ia menggigil bukan karena kedinginan, tapi karena rasa takut yang merajai pikiran, hingga matanya susah terpejam.Kletak!Gadis itu memasang telinga lebar-lebar.Tap-tap-tap!Jantungnya berd
BismillahMINYAK KUYANG#part_15#by: R.D.Lestari."Mak? Mak ngapain di depan kamar Tante?"Degh!Diana terdiam dan menoleh keasal suara. Diah?Diah sama shocknya saat menatap mata mamaknya yang merah menyala.Tanpa mengucap sepatah katapun Diana berlalu dari hadapan Diah yang masih terdiam. Jantungnya berdegup kencang melihat tatapan dan sikap mamaknya yang aneh.Sekilas Diah tak sengaja melihat garis merah di leher mamaknya, persis seperti yang di bicarakan ibu-ibu komplek saat mereka sedang bergunjing di lapak Mamang sayur.Diah mundur perlahan, menghirup udara sebanyak-banyaknya. Menetralisir perasaan takut yang berkecamuk dalam dada.Tubuhnya bergetar hebat saat naik ke atas ranjang. Ia meraih selimut dan menutup wajahnya. Rasa takut kian mencengkeram kepalanya. Tak bisa ia bayangkan jika benar maknya seorang kuyang.Hingga pagi menjelang, Diah tak jua bisa menutup
BismillahMINYAK KUYANG#part_14#by: R.D.Lestari.Hari itu Saras hendak bertandang ke rumah istri pertama suaminya, Damar. Keinginan itu sudah ia ungkapkan jauh-jauh hari sebelumnya. Lelaki berumur empat puluh tahun lebih itu pun mengiyakan apa yang diinginkan isteri keduanya.Ia amat bersyukur punya istri dua yang akur. Istri pertama cantik dan bijaksana, Istri kedua pun tak kalah baiknya.Namun, beberapa hari ini Damar melihat keanehan pada diri Saras. Wanita cantik itu terlihat mudah lelah dan pucat."Bener kamu ga apa-apa? nanti kamu pingsan di jalan, Ras," ujar suaminya khawatit."Ga apa, Bang. Sayang aku dah masak gulai untuk Mbak Diana. Semenjak kita nikah belum pernah ke rumah Mbak Diana. Aku pengen dekat dengan anak-anakmu juga," sahut Diana.Rasa iba kian menyelusup ruang hatinya kala melihat Saras yang semakin susah bergerak dengan perut nya yang kian membesar.Dengan susah payah Saras mena
Bismillah MINYAK KUYANG#part_13#by: R.D.Lestari."Gito! Salim!"Damar berlarian kearah dua temannya yang saat ini tak sadarkan diri."Gito!"Damar memukul pelan pipi Gito hingga membuat Bapak dua anak itu sadar dan membuka mata."Gito, ngapain kamu baring di sini!" cecar Damar."Wah! mana Salim!" tiba-tiba Gito langsung terduduk dan pandangannya mengedar sekitar."Mana, mana kuyang itu!" dengan bibir bergetar dan gemeretuk gigi yang beradu, Gito menatap nanar sekitar."Kuyang? tak ada apa-apa di sekitar sini," sanggah Damar. Walau tengkuknya sedikit merinding, dia berusaha berpikir positif."Sudah, nanti saja cerita. Kita tolongin Salim dulu," ajak Damar.Angin berhembus cukup kencang menggoyang pohon dan menyibak dedaunan hingga menciptakan suasana seram.Damar membantu Gito untuk berdiri dan melangkah menghampiri Sali
Bismillah MINYAK KUYANG#Part_12#by: R.D.Lestari.Sementara di luar seonggok kepala dengan rambut acak-acakan menatap nyalang dengan mata merah semerah darah. Kepala itu melayang dengan usus dan jeroan hampir menyentuh tanah.Sosok yang tak lain adalah Diana itu meniupkan mantra dan mengawasi Saras dari luar jendela. Ia bernafas lega saat Saras mulai terlelap. Aksi nya bisa dengan mudah ia lancarkan.Sembari tersenyum riang, Diana dengan sigap menghisap darah Saras hingga dahaga yang ia rasakan perlahan hilang. Saat sedang asyik melancarkan aksinya, tiba-tiba ...Tong-tong-tong!Bunyi kentongan yang terbuat dari bambu terdengar bertalu-talu. Kuyang Diana terkesiap dan segera melesat terbang ke at
BismillahMINYAK KUYANG#part_11#by: R.D.Lestari.Diana tersenyum lebar kala mendapati dagangannya laris manis tak kalah dengan dagangan Bu Wingsih di seberang lapaknya. Mereka yang sama-sama menggunakan hijab untuk menutupi bekas di lehernya itu pun melempar senyum seolah saling mendukung.Diana amat cekatan melayani pembeli walaupun berjualan seorang diri. Saat-saat seperti ini selalu ia nanti dari dulu. Lapak ramai dengan hadirnya pengunjung.Tak lupa ia mengoleskan minyak kuyang berwarna putih di uang lembar lima puluh ribuan, berharap uang berwarna biru itu kembali hadir dalam lemarinya dan menambah kekayaannya.Tak terhitung banyaknya lelaki yang mengantri di lapak Diana. Pujian demi pujian terlontar dari mulut manis mereka. Diana hanya mengulas senyum menggoda membuat para lelaki semakin gencar ingin memiliki dirinya.Begitupun Damar yang sejak tadi sengaja datang ke lapak istrinya. Pria yang mendekati paruh baya