Hari H pernikahan Vin dan Briana. Mengambil tempat di taman belakang rumah Ian yang luas. Venue sudah ditata sedemikian rupa. Dengan kekuatan uang, Vin mampu memberikan pernikahan impian untuk Briana.Awalnya calon istrinya menolak, mereka hanya perlu menikah, sah secara agama dan negara. Namun bujukan Lyli dan yang lain membuat Briana berubah pikiran. “Menikah, momen sekali seumur hidup. Jadikan itu spesial, hingga kalian akan mengenang sampai kapanpun sebagai kenangan paling manis dan berharga. Ingat juga dengan perjuangannya. Sampai kalian akan berpikir ribuan kali untuk berpisah, sebab tidak sulit untuk sampai ke tahap ini.”Akhirnya dengan tema light purple, dekorasi dibuat mengikut permintaan pengantin perempuan. Bunga dengan rona ungu, lavender, lilac, hydrangea tampak menghiasi beberapa sudut tempat pernikahan.Karena dibebaskan memilih, Briana tak tanggung-tanggung minta dibuatkan panggung pernikahan dengan juntaian bunga wisteria fall ungu menghiasi. Juga sebuket lily of
Semua pria memasang wajah topeng masing-masing. Tampak bahagia meski di dalamnya sangat waspada, siaga. Memastikan ear piece berada dalam posisi on, terhubung dengan ruang kendali di ruang bawah tanah rumah sakit Ian. Sementara Orion, Ian dan Vin menggunakan dua saluran sekaligus. Ruang kendali dan The Eye. The Eye sendiri untuk kesempatan ini diawasi secara khusus oleh sang pencetus, Letnan Fao. Tidak bergerak full auto. Namun Fao tak sendiri, seorang remaja berwajah tampan, dengan wajah lokal tapi bermata biru berdiri di sampingnya. “Siap, Prince Faaz?”“Faaz saja, Paman,” sahut sang remaja. Netra birunya menatap antusias pada sekumpulan bocah yang tengah ribut di depan pintu masuk venue. Seulas senyum terukir, mereka adalah putra dari teman sang ayah.“Ingin bertemu mereka?” Faaz mengangguk cepat. “Tapi protokol istana terlalu ketat untuk kutembus.” Faaz memanyunkan bibir, kecewa. Mendapat anugerah terlahir sebagai putra mahkota, membuat ruang gerak Faaz sangat terbatas. Dia
“Please Em, kali ini nurut sama aku.”“Enggak mau!” Ilario menggeram marah, dari ear piece-nya terdengar informasi kalau beberapa orang berhasil merangsek masuk. Sengaja dilakukan. Mereka akan dikumpulkan di venue pernikahan untuk dieksekusi di sana.Pasutri ini tengah berdebat, Emma yang perutnya sudah terlihat besar kekeuh ingin ikut adu tembak. Jelas Ilario mencak-mencak tidak memperbolehkannya. Sudah gila apa Ilario membiarkan Emma membahayakan bayi mereka. Tidak, tidak! Berapa lama Ilario menunggu kehadiran anak dalam hidupnya.Lihatlah betapa menggemaskannya Enzo, Leon dan Azlan. Jadi Ilario juga ingin punya satu. Menggemaskan? Bang bule sekali kali lihatlah bocah yang kau bilang menggemaskan itu menunjukkan sisi iblisnya kala mereka dibuli di sekolahan. Hilang sudah sisi menggemaskan, tinggal sisi mengerikan saja.“Aku bisa jaga diri!” Emma memberi alasan.“Aku percaya, tapi situasinya berbeda. Ada banyak orang yang tidak tahu cara menggunakan senjata. Tidak sama dengan ki
Adu tembak masih berlangsung, meski sudah banyak lawan yang tumbang. Dari pihak Vin, hebat, tak ada korban kecuali Orion yang terserempet peluru, dia sedikit lengah setelah menghalau tembakan yang diarahkan ke arah Martin.Anggota klan BC lekas masuk arena, setelah tadi ditahan, tuan rumah ingin main-main dulu. Anak buah Ian, mulai menembaki lawan yang tidak seberapa. Namun masih melakukan perlawanan sengit. Entah apa motifnya, tapi mereka seperti dilarang menyerah atau lebih baik mati.“Weehh, pasien Handoko, ngapain di sini. Balik rumah sakit sana!” bentak Lyli pada Jorge yang tiba-tiba muncul menenteng dua pistol sekaligus.“Gak asyiklah jadi kaum rebahan terus,” balas Jorge sambil menembak ke arah kiri, di mana peluru malah beradu lalu mental ke kaca jendela di mana Sisi dan Kartika jadi penonton live streaming adu tembak yang ternyata ngeri-ngeri sedap.Dua gadis itu melompat mundur, kaget karena suara peluru menghantam kaca jendela rupanya cukup keras. “Hancurkan drone ter
“Ke mana para pria?” Aryan keluar dari ruang khusus setelah dijemput Lyli. Semua lelaki memang ikut mengejar Don dan Juan. Tinggal Orion yang terluka lengannya, meski ringan. Xuan yang jelas harus istirahat beberapa hari, juga Agam dan Jorge. Lyli kekeuh menahan Jorge agar tidak ikut menggila bersama yang lain.“Biasa Kung, urusan itu.” Briana menekan kata “itu” hingga Aryan paham ke mana laju pembicaraan sang cucu.“Mari silakan nikmati hidangannya, tuan Atmaja.” Lyli sebagai wakil tuan menyambut Aryan dalam pesta sederhana mereka, menggantikan Ian dan Vin.“Kalian habis adu peluru ya?” Devan berbisik di telinga sang sepupu.“Ya, begitulah. Mereka datang mengacau,” balas Briana tak kalah lirih.“Jahat iihh, gak ngajakin,” rajuk Devan. Briana melongo melihat tingkah sepupunya. Secara umur tua Devan tapi secara pangkat keluarga, lebih tua Briana. Karena itu Devan dan Briana sepakat tak menggunakan nama panggilan satu sama lain.Aryan memindai Orion dan Xuan yang duduk anteng di k
“Biarkan kami yang mengurusnya, kalian pergi saja. Kejar Don dan Juan.” Suara Martin terdengar di telinga semua orang. Mobil kedua menyalip mobil Axa, melaju kencang ketika Jeff yang memegang kendali. Dasar bocah gila. Dia tertawa-tawa ketika menubrukkan salah satu kendaraan Ian tanpa ampun pada satu mobil yang melintang, menghalangi jalan mobil Axa.“All clear!” Jeff berseru senang. Melihat hasil kerjanya, meski tiga orang lain dalam mobilnya langsung mengumpat. Pun dengan empat orang mobil lawan yang dia buat ringsek bagian depan.“Aku sunat lagi kalau kau buat aku terluka!” teriak Ilario yang langsung mencabut senjatanya diikuti yang lain.“Jangan dong Om nanti aku gak bisa nembak dalam.” Sesantai itu Jeff menanggapi ancaman ketua klan Inferno. Dia pun sama, keluar dari mobil, ikut bersiap melakukan perang terbuka. Bahkan Martin yang baru saja sembuh tampak bersemangat saat menghajar lawannya.Mereka hanya mengangguk ketika mobil Axa melaju, melintasi mereka untuk lanjut meng
Via terbangun ketika langit sudah berubah gelap. Dia mengerjapkan matanya pelan. Sedikit mengalami disorientasi tempat. Mengingat di sini bukan tempat terakhir yang dia ingat. Ini di mana? Pikir Via untuk sesaat. Hingga dia melihat replika robot gundam di salah satu rak.Dia di kamar Enzo rupanya. Perlahan gadis itu memindai kamar pria kecil yang sepertinya telah mencuri hati kecilnya. Yup, di usia semuda itu Via sudah merasa suka pada lawan jenis. Terlalu awal tapi itu yang Via alami.Kamar bernuansa biru seperti obsidian Enzo yang mempesona. Wajah Via memerah sekilas mengingat dia digendong sampai ke mari oleh si pemilik kamar. Punggungnya hangat dan nyaman, meski tidak lebar seperti bahu sang ayah.Pintu terbuka, menampilkan si empunya kamar masuk sambil membawa nampan. “Enak kan kasurku?” tanya Enzo meledek. Via mendengus kesal, meski dalam hati mengakui. Ada aroma khas milik Enzo yang tertinggal di sana. Membuat Via merasa betah berlama-lama di tempat itu.“Disuruh Mama ngant
Briana baru keluar dari kamar Enzo memeriksa sang putra yang ia khawatirkan akan tidur sekasur dengan Via. Briana menghela nafasnya lega, luar biasa. Enzo tidur di sofa dengan Via tidur di kasur.“Good night, Boy.” Briana mencium kening Enzo setelah mengambil selimut tambahan, memakaikannya di tubuh sang putra. Sama dengan Via, dia juga mengucapkan selamat malam, sembari mencium pipi anak asuhnya. Cukup sedih karena dalam beberapa hari dia akan meninggalkan negeri ini. Mengikuti langkah Vin yang sudah resmi jadi suaminya.“He, masih bertengkar saja.” Briana memergoki Ilario dan Emma yang masih berdebat. Padahal hari sudah malam. Ilario dan yang lain baru saja pulang dari misi. “Dia minta ayam geprek, di mana mau cari,” keluh Ilario.“Tidak mau nyari ya sudah. Masih ada Xuan ....”“Xuan terluka jangan diganggu dulu.” Emma menoleh, ini berita baru untuknya sebab dia baru saja bangun, gegara obat bius sialan yang sang suami berikan.“Geprekkan saja ayam goreng yang tadi. Kasih sam