"Raline, kamu di mana?""Aku sekarang di Thailand. Kenapa, Gio?"Gio mengembuskan napas pelan. Jantungnya berdetak cepat. "Raline .... Pulang sekarang ...."Raline mengenyintkan kedua alisnya. Dia belum mengerti arah pembicaraan Gio yang tiba-tiba menelfonnya untuk menyuruhnya pulang. Dia berusaha mencerna kembali. "Untuk?""Aku .... Ingin melamarmu ...."Raline menutup mulut tak percaya. Dia tidak menyangka Gio akan melakukan hal yang sudah lama dia tunggu. Dia berusaha menetralkan detakan jantungnya yang berpacu sangat cepat. Pipinya merah merona. Dia sangat bahagia saat ini. "Kamu bercanda kan, Gio?" tanya Raline untuk memastikan."Tidak. Bahkan aku sangat serius."Raline mengulum senyum menahan diri agar tidak bersorak bahagia. "Baiklah, jam tujuh malam jemput aku di bandara. Aku memang berencana pulang hari ini.""Baiklah. Aku akan ke sana menjemputmu."Lagi dan lagi Raline berusaha menahan diri. Gio adalah cinta pertamanya dan saat ini tiba-tiba dia datang menghubunginya.
"Maaf kalau ini lancang, Paman. Aku bermaksud ingin melamar Raline dan menjadikannya teman hidupku," ucapnya mantap penuh percaya diri.Keduanya tersentak kaget dengan apa yang dikatakan barusan oleh Gio. Mereka tidak menyangka bahwa cucu Tuan Abimana akan mempersunting putri mereka. "Kami sama sekali tidak menyangka kalau kamu ingin melamar putri kami.""Tapi, kami menyerahkan jawabannya pada Raline. Apapun jawabannya, semoga itu adalah yang terbaik untuk kalian.""Bagaimana, Sayang?" tanya Nyonya Alexia. "Raline menerimanya, Pa, Ma."Senyum bahagia terbit di wajah Nyonya Alexia dan Tuan Jason. Hal yang sama oun dilakukan oleh Gio. Bibirnya mengulas senyum.****"Pa, cukup! Jangan menyiksa putri kita lagi!" teriak Nyonya Sonia.Tuan Agatha menarik lengan putrinya dengan keras. Semenjak Alice divonis tidak bisa memiliki keturunan sejak itu pula Tuan Agatha terus berlaku kasar padanya. "Diam kamu!"Alice terus menangis. Dia tidak bisa melepaskan diri dari cengkraman Tuan Agatha. "
"Pagi, Gio. Pagi, Raline," sapa Tuan Agatha saat hendak sarapan bersama. "Pagi, Pa, Ma."Sudah satu minggu berlalu setelah pernikahan mereka. Raline diboyong ke rumah keluarga Guinandra.Raline setiap waktu melakukan tugasnya menyendokkan makanan untuk Gio-suaminya."Bagaimana kalian, apa sudah berhasil?" tanya Tuan Agatha langsung. Merrka yang hendak menyendokkan makanan ke dalam mulut berhenti sejenak. Gio menoleh ke arah istrinya yang tertunduk dalam. "Pa, kita lagi sarapan," tegur Gio. "Papa cuma bertanya."Gio menggenggam tangan istrinya memberi kekutan. Dia menyayangkan sikap ayahnya yang tidak mengenal situasi. Perlahan tangan Gio mengelus pundak Raline dengan sayang. Seulas senyum di wajahnya mampu membiat hati Raline tenang."Gio baru menikah satu minggu ya lalu. Suatu keajaiban kalau Raline bisa hamil secepat itu," timpal Kenward. "Shafira butuh waktu satu tahun hingga dia hamil. Bukan sesuatu yang mudah dan tidak perlu dipermasalahkan."Kenward merasa geram dengan si
"Jadi ....""Iya. Alice kami yang malang. Dia tidak bisa mewujudkan keinginan papanya," terang Nyonya Sonia. "Sekarang kalian pergi dari sini!" bentak Tuan Agatha. Maya menyerrt tangan Nichole dan memberinya kode untuk beranjak dari rumah itu. Nichole berat hati meninggalkan Alice.Nichole dan Maya akhirnya beranjak. Kali ini Maya yang menyetir mobil. Nichole syok mendengar penuturan Tuan Agatha. Setelah kepergian mereka, Tuan Agatha melangkah lebar menuju kamar di mana Alice istirahat. Tuan Agatha semakin murka saat tahu putrinya pulang dalam keadaan mabuk berat. Dia kemudian mengangkat tubuh itu dan menjatuhkannya ke dalam bak mandi. Alice tersentak dan meronta saat air dingin menyentuh kulitnya. "Pa!""Kamu harus sadar!"Tuan Agatha kembali menyiramkan air ke tubuh putrinya. Akibat pergaulannya yang terlalu bebas sehingga dia tidak bisa mewujudkan impiannya.Nyonya Sonia terus memohon agar suaminya berhenti menyiksa putrinya. Tuan Agatha tidak mempedulikan itu semua. Gio data
Alice melalui kehamilan palsunya. Hingga masuk ke usia empat bulan di mana kebanyakan ibu hamil akan merasakan mual bahkan muntah. Namun, tidak dengan Alice. Setelah mengumumkan kehamilannya Kenward tidak meraskan apa yang dialami oleh Shafira dulu. Alice tidak pernah mual saat mencium aroma, muntah pun tidak. Dia juga tidak pernah melihat Alice menginginkan sesuatu yang aneh seperti yang Shafira rasakan dulu. "Sepertinya dia baik-baik saja," guman Kenward saat melihat Alice duduk santai sambil menonton drama kesukaannya. Kenward memilih beranjak dan memperhatikan setiap gerak-gerik Alice. Dia berusaha mengingat bagaimana dulu Shafira saat mengandung putranya. Hal yang mencurigakan terus terjadi saat Alice dengan bebasnya makan tidak seperti ibu hamil pada umumnya. Dia juga membandingkan dengan Raline yang sudah memasuki usia dua bulan. "Dari mana kalian?" tanya Kenward saat Gio dan Raline tiba. "Dari periksa kandungan Raline, Ken.""Memang harus?""Kalian belum pernah periksa
"Jangan ada yang pulang, aku dokter Levyn yang akan menggantikan dokter Bryan hari ini."Alice melebarkan mata saat sadar bahaya tengah mengintainya. Dia tidak menyangka jika akan ada orang yang menggantikan dokter Brayn. Sungguh ini di luar kendalinya. Alice duduk di samping Ken. Ingin menghubungi Maya akan tetapi Kenward memantau pergerakannya sejak tadi. "Kamu kenapa, Alice?" tanya Kenward saat menyadari sikap Alice yang terlampau cemas. "Aku tidak apa-apa, Ken."Keringat dingin mulai mengucue. Tangan Alice mulai gemetaran. Dia benar-benar srperti terjebak oleh permainannya sendiri. Hingga hal yang tidak diinginkan pun terjadi. "Nyonya Alice Agatha Guinandra!"Mata Alice melebar. Mulutnya mengnga. Kenward berdiri dan menunggu Alice melakukan hal yang sama. "Apa lagi yang kamu tunggu?"Alice gelagapan. Dia harus berani mengambil resiko. Dia kemudian berdiri. "Ayo!"Alice berjalan menuju ke ruang pemeriksaan disusul oleh Kenward. Seorang bidan menyambut di pintu masuk kemudi
"Jelaskan sama papa semua ini, Alice!"Alice menangis kemudian bersimpuh di bawah kaki Tuan Agatha. Dia menangis dan terus menangis menyesali apa yang sudah terjadi. "Maafkan aku, Pa. Aku salah ....""Lihat, Ken! Bahkan aku pun tidak tahu rencana dia."Kenward tersenyum miring. Baginya mereka tidak ada bedanya. Kenward berlalu mninggalkan mereka. Dia bergegas menuju kamarnya. Tuan Albern pun demikian. Tanpa sepatah katapun dia meninggalkan keluarga Agatha. Plak. Sebuah tamparan keras mengenai wajahnya. Tuan Agatha benar-benar dipermalukan oleh putrinya sendiri.Alice telah melakukan sesuatu yang baginya di luar batas. Tanpa sepengetahuannya putrinya trlah melakukan hal licik dan justru membahayakan dirinya. "Papa kecewa!"Tuan Agatha melengos pergi. Nyonya Sonia segera memeluk putrinya yang terus menangis. Raline dan Gio tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka cukup menjadi penonton. Di dalam kamar Kenward berusaha menguasai diri. Mengontrol amarah yang bisa saja meledak. Dia meras
Delapan tahun berlalu. Usia Keano sudah menginjak sepuluh tahun. Bayi yang mungil itu tumbuh besar dalam asuhan kasih sayang ibunya. Wajahnya semakin mirip dengan ayahnya-Kenward-. Hal itu membuat Shafira tidak mudah untuk melupakan cinta pertamanya. "Hati-hati, Keano! Di situ licin," teriak Shafira saat putranya asyik bermain di sungai bersama Vera dan Anita. "Di sini airnya sejuk, Ibu.""Iya, tapi, takutnya kamu malah jatuh."Keano tidak mengindahkan peringatan ibunya. Dianterus berjalan melewati batu-batuan yang besar. Shafira tidak ikut bermain bersama putranya. Dia lebih memilih duduk di pinggir sungai bersama Bu Sulis. "Ibu, lihat ini!"Keano mengangkat ikan yang berukuran tiga puluh sentimeter ke udara. Raut wajahnya bahagia. Anita dan Vera juga sama. Mereka sangat bahagia melihat Keano bisa menangkap ikan di sungai. "Bawa ke sini, Sayang!"Keano dengan cekatan melangkah menlompati satu per satu batu besar menuju ke ibunya. Senyum di wajahnya tidak pernah lepas. Keano d
"Aku minta maaf, Shafira. Aku tahu ini sangat susah tapi beri aku satu kesempatan. Ini permintaan terakhirku. Aku ingin hidup tenang."Alice hendak bersujud di kakinya akan tetapi Shafira menolak."Jangan pernah merendahkan dirimu pada manusia, Alice. Merendahlah pada Tuhanmu saja."Shafira membantu Alice untuk bangkit dan menatap matanya dalam."Aku memaafkanmu."Alice menangis dan memeluk Shafira. Untuk pertama kalinya mereka melakukan itu. Alice menangis tersedu-sedu di dalam pelukan Shafira. Dia sekarang tenang. Shafira melepas pelukannya dan menghapus jejak mata Alice. "Kamu adalah adikku, Alice." "Jika aku meminta satu permintaan, apa kamu mau mengabulkannya?""Apa itu?""Aku ingin menghadap pada Tuhanku dengan cara yang baik. Aku ingin shalat, berpakaian muslimah dan makan bersamamu.""Masya Allah, aku akan melakukannya."Shafira kemudian kembali memeluk Alice. Mereka sama-sama menangis saat ini. Dia kemudian menuntun Alice berwudhu kemudian shalat ashar bersama. Berhubung
"Sebenarnya aku merasa takut untuk menghadiri sidang akhir ini, Ken. Aku tidak sanggup mendengar keputusan haki. Itu lah sebabnya selama persidangan aku memilih untuk ridak menghadirinya.""Papa, Mama dan adikku sendiri ada di sana. Aku benar-benar tidak sanggup."Tuan Albern menepuk pelan pundak Gio untuk memberinya kekuatan.Hari ini adalah jadwal pembacaan keputusan sidang. Semua keluarga turut hadir kecuali Keano. Suasana sidang mulai ramai. Saat para terdakwa masuk, suasana jembali gaduh. Kenward terus menggenggam tangan Shafira untuk memberinya kekuatan. "Sidang pembacaan keputusan akan dimulai. Silahkan para hadirin untuk diam sejenak dan kami harapkan tidak ada keributan agar proses sudang berjalan dengan lancar."Suasana kembali hening. Ketua hakim kemudian membagikan tiga rangkap bacaan putusan pengadilan atas hukumannyang akan dijatuhkan pada ketiga terdakwa."Silakan, terdakwa atas nama Agatha Abimana Guinandra untuk berdiri!"Tuan Agataha berdiri menghadap ke arah haki
"Aku ingin bertemu dengan Pak Adam.""Dia sedangan ada rapat, Pak. Apa sudah ada janji sebelumnya?" tanya wanita yang diduga sekretarisnya."Iya," jawab Haris sengaja berbohong. "Baik, Pak. Silahkan menunggu sebentar. Rapat sebentar lagi selesai."Terima kasih."Haris memilih duduk di sofa ruang tunggu sambil memikirkan strategi yang akan digunakan nantinya. Haris sejak dulu membenci Eliezer. Dia adalah dua pengacara hebat yang saling bersaing satu sama lain. "Aku harus bisa mengalahkan Eliezer," gumamnya. Dua puluh menit berlalu. Haris spontan berdiri saat melihat Pak Adam keluar dari ruang rapat. Dia berjakan menghampiri hakim ketua yang diprediksi berusia lima puluh tahun itu."Siang, Pak Adam.""Selamat siang, Pak Haris. Apa kita ada janji temu sebelumnya?"Haris mengurai senyum. "Ada hal penting yang ingin saya sampaikan, Pak.""Soal?""Ah, ini rahasia dan baiknya kita bicara berdua."Pak Adam mulai menaruh curiga. Terlebih dia tahu sosok yang ada di depannya saat ini."Baik
"Bagaimana, Tuan Agatha, hari ini pembacaan tuntutan jaksa. Apa Anda siap?""Bagaimana jika tuntutan itu berat?""Kami mendengar bahwa tuntutan jaksa tentang pembunuhan berencana itu seumur hidup. Bagaimana tanggapan Anda?"Banyak pertanyaan dari awak media yang membuat kepala Tuan Agatha semakin pusing. Dia lebih memilih tertunduk dalam.Hal yang sama ditanyakan saat Alice dan Nyonya Sonia masuk ke ruangan persidangan. Keduanya memilih menunduk dalam. Pembacaan tuntutan jaksa dimulai. Tuan Agatha lebih dulu duduk di kursi terdakwa. "Silahkan saudara Agatha Abimana Giinandra untuk berdiri!"Tuan Agatha yang memakai kemeja putih dan celana kain berwarna hitam berdiri. "Berdasarkan keputusan sesuai dengan isi pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana yang menyebutkan bahwa 'Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencama ( moord ), dengan pidana mati, atau penjara seumur hidup atau selama waktu ter
"Keputusan akan cepat diproses karena mereka tidak ada perlawanan, Tuan.""Baguslah. Kalau begitu tinggal pembacaan tuntutan jaksa lalu akan ada pembacaan pembelaan tersangka ataa tuntutan jaksa atau pledoi jika mereka keberatan."Tuan Albern dan Ken terdiam. Prosesnya dibilang cukup panjang. Di luar sana media seakan berlomba-komba untuk memberitakan ini semua. Bukan karena kasusnya akan tetapi ornag yang saat ini menjadi tersangka utamanya. Keluarga Agatha adalah orang yang cukup terpandang. Melihat keadaan seperti ini tentu saja media mengincar setiap pergerakan yang dilakukan oleh Keluarga Guinnadra. "Awak media masih terus menunggu di luar, Pa.""Kita hadapi saja."Mereka bertiga melangkah keluar. Puluhan awak media langsung mwndatangi mereka."Bagaimana kelanjutannya, Pak?""Pak, apa benar hanya denndam pribadi?""Pak, lalu bagaimana keadaan korban saat ini?""Pak, bagaimana status tersangka Alice saat ini?"Berbagai pertanyaan beruntun datang menghampiri. Mereka sedikit kewa
"Bagaimana keadaan kalian?""Aku baik-baik saja, Gio."Shafira memperhatikan wajah sendu Gio yang tidak peenah ditampakkan selama ini. Matanya beralih pada jendela rumah sakit yang berhadapan langsung dengan taman bermain anak-anak. Raline, Keano dan kedua putrinya bermain di sana sedangkan Shafira dan Gio berada di dalam kamar Keano. "Apa yang kamu pikirkan, Gio?""Mereka sudah membawa papa dan mama. Rasanya menyakitkan ....""Maksudnya?""Polisi sudah menemukan barang bukti kejahatan mereka selama ini yang mereka sembunyikan. Keluargaku dikenakan pasal berlapis atas tindakan kriminal yang dilakukannya."Shafira mengembuskan napas berat. Rasa nyeri dan sesak menjalar ke seluruh rongga dadanya. Ingatannya kembali pada sikap keluarga Agatha padanya dulu. Shafira berasa hidup di penjara. Mereka terus melakukan segala cara untuk melenyapkan Shafira termasuk putranya. "Aku tahu selama ini keluargaku sudah sangat melewati batas. Ingin menghentikan mereka justru aku yang dijadikan kambi
"Ibu ....""Iya, Sayang?""Aku ingin pulang. Aku bosan di sini."Shafira berusaha tersenyum. Dia mengelus pundak putranya. Kenward sudah berpesan untuk tidak membawa putranya kembali ke rumah dulu. Dia takut trauma itu kembali. "Nanti ya, Sayang. Lukamu masih perlu disembuhkan.""Tapi, aku bosan di sini, Ibu," rengeknya.Shafira mencium pucuk kepala putranya. Dia tidak ingin menentang perintah suaminya juga ingin melindungi putranya. Dia bertekad untuk selalu berusaha agar putranya merasa nyaman dan terhindar sesuatu yang bisa membuatnya mengingat kembali kejadian menyakitkan itu. "Ini permintaan ayah, Sayang."****"Halo, Tuan Kenward. Hari ini kami akan melakukan penyelidikan dan pencarian bukti di kediaman Anda.""Silahkan, Pak."Kenward menemui keluarganya yang tengah menikmati makan siang bersama tanpa kehadiran Shafira dan Keano. Sengaja dia melakukan itu atas dasar perintah Komandan Andrew. Tuan Agatha dan Nyonya Sonia tampak menikmati keakraban yang sudah lama hilang. Ked
"Alice sudah keterlaluan, Ma. Dia sudah melalukan tindakan bodoh tanpa diskusi dulu dengan kita. Apa dia tidak memikirkan konsekuensinya?"Tuan Agatha dibuat kesal oleh putrinya. Apa yang dilakukan oleh Alice tidak hanya membahayakan dirinya juga keluarganya sendiri. "Apa dia tidak pernah berfikir? kalau dia melakukan sesuatu yang berbahaya, tentu kita juga akan terseret.""Mungkin putri kita melakukan itu semua karena.sudah jenuh dengan sikap keluarga Albern.""Atau jangan-jangan kamu tahu, Ma, rencana dia?"Nyonya Sonia sedikit tersentak. Tatapan mata Tuan Agatha berubah menjadi tatapan mengintimidasi. Tuan Agatha menghampiri istrinya. Dia merasa ada yang sedang disembunyikannya. "Apa yang kamu sembunyikan dariku, Ma. Jawab!""Ti-tidak, Pa. Aku tidak tahu apa-apa.""Jangan membohongiku, Ma. Aku bisa tahu dari sorot mata dan sikapmu.""Aku serius, Pa.""Ma ...."Nyonya Sonia mengembuskan napas berat. Biar bagaimana pun suaminya pasti tahu apa yang sudah terjadi. "Baiklah, Mama t
"Ada hal yang ingin aku sampaikan pada kalian semua terkait siapa pelaku penculikan putra kami-Keano.""Siapa, Ken?"Semua yang sengaja dihadirkan Ken diam menunggu nama yang akan disebut. Nyonya Sonia berusaha menenangkan diri. Dia belum siap mendengar pengakuan putrinya. "Alice, Pa.""Apa?!"Semua yang hadir terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Kenward. Terkecuali Gio.Shafira menangis. Dia sudah menduga sebelumnya jika ada keterlibatan Alice pada kasus ini. Hanya saja dia berusaha untuk berpikir positif.Tubuhnya terguncang menahan sesak dan tangis yang ingin sekali pecah. Entah kenapa Alice ingin sekali melenyapkannya. Ingin membuktikan secara kuat, Ken memutar rekaman video yang dikirim oleh Nichole dulu. "Aku tidak menyangka putriku akan melakukan hal sekeji itu. Aku sama sekali tahu soal ini.""Saat ini Alice ditahan di Polres Metro Jakarta Selatan. Semua sudah dilakukan tinggal mengumpulkan bukti-bukti yang ada dan aku harap kerjasamanya untuk tidak menemuinya dulu demi