"Kakek, apa yang tengah terjadi?" tanya Alice dengan raut wajah sedih yang dibuat-buat tentunya. Sesuai arahan Tuan Agatha. Dia harus datang dan bersandiwara seolah-olah sedih atas kejadian yang menimpa Tuan Abimana. Alice mendekat dan membungkukkan badannya di atas ranjang pasien. Dia terus berusaha agar terlihat sempurna."Kenapa tidak ada yang mengabariku? Aku juga cucunya.""Semua serba mendadak, Alice," jaeab Kenward. Alice sedikit mengguncang tubuh lemah Tuan Abimana."Bangun, Kek, Alice sudah ada di sini.""Sudahlah, Sayang. Kita doakan saja kakekmu semoga tidak terjadi apa-apa," ucap Nyonya Sonia yang melengkapi sandiwara putrinya. Alice mengangkat tubuhnya dan mencium tangan Tuan Abimana. Dia terus menangis seolah-olah ikut merasa hancur.Nyonya Sonia pun melakukan hal yang sama. Dia juga terduduk di samping ranjang. Kenward dan Albern yang mengetahui sandiwara mereka memilih diam dan mengikuti alurnya. "Ken, kenapa kamu diam saja? Katakan pada dokter, Ken, berapapun aka
"Maaf, Tuan, aku tidak punya keberanian untuk menghalau usaha Nyonya Alice."Kenward mengedarkan pandangan. Banyak yang diubah. Dia kemudian melangkah masuk ke dalam ruang pribadinya. Tepat dugaan Kenward, foto pernikahannya juga telah hilang. Vanya menggeleng kuat dengan mata melebar saat tatapan tajamnya mengarah padanya. "Kembalikan semua seperti semula!"Vanya mengangguk dan buru-buru menemui pramu kantor. Kenward memijat pelipisnya. Kepalanya mendadak nyeri melihat kekacauan yang dibuat oleh Alice. Tidak berselang lama kedua pramu kantor datang membawa gambar itu dan menempelkannya kembali."Vanya, tolong, buatkan aku cappucino hangat. Pertemuan hari ini diundur sampai besok. Aku ingin menyegarkan fikiran lebih dahulu.""Baik, Tuan."Vanya berlalu dan segera memesan cappucino sesuai selera bosnya. Di tengah perjalanan dia bertemu dengan Raka. Raka sudah tahu apa yang terjadi. "Kenapa lagi?"Vanya mengembuskan napas kasar. "Si Tuan putri membuat kekacauan lagi. Aku tidak me
"Apa?! Tidak mungkin!" "Benar, Tuan."Kenward meremas rambutnya dengan kuat. Dia berusaha menahan tangisnya. Segera dia menyambar kunci mobil kemudian berlari menuju tempat di mana mobilnya diparkir. Seluruh staf sudah mengetahui kabar duka itu. Mereka ikut merasa kehilangan sosok pemimpin yang sangat berwibawa dan selalu dijadikan panutan.Kenward menuju rumah sakit dengan perasaan tidak tenang. Jantungnya berpacu dengan cepat, tangannya bergetar. Suasana rumah sakit mulai ramai karena kabar kematian mulai tersebar. Banyak kolega dan yang mengenalnya mulai berdatangan untuk mengiringi jenazah menuju kediaman Tuan Abimana. Ada pula yang langsung menuju ke rumahnya. "Ken ...."Kenward sudah tidak peduli lagi dengan panggilan dari orang-orang yang sudah berada di sekitaran rumah sakit. Lututnya lemas dan seolah tidak kiat lagi untuk menumpu berat tubuhnya. "Kakek ...."Tuan Albern menyadari kehadiran putranya. Kenward melangkah mendekat dengan langkah terseok. Lututnya bergetar s
"Apa maksudmu, Agatha?" "Apa kurang jelas, Albern?"Mata Tuan Albern menajam bak elang yang siap membunuh mangsanya. Kenward berbalik ke arahnya dengan tatapan dingin yang menakutkan. "Apa Paman sudah lupa? Baru satu minggu kakek meninggal. Tanahnya saja masih basah. Apa Paman tega membahas soal warisan di suasana seperti ini?" Tuan Agatha tertawa. Dia.memandang remeh pada ayah dan anak yang ada di hadapannya saat ini. "Kalian tidak perlu munafik. Aku yakin, kalian juga menginginkan warisan itu segera dibagi bukan?" ucapanya dengan tatapan meremehkan. "Kami tidak setamak kalian, Agatha. Ini masih suasana berduka.""Aku tidak peduli. Warisan itu segera dibagi."Giovani yang selalu memilih diam akhirnya angkat bicara. "Pa, kita masih berduka. Soal warisan nanti saja dibahasnya.""Kamu diam saja, Gio!""Aku tidak akan diam begitu saja. Kali ini Papa kelewatan.""Terserah apa kata kalian. Aku akan segera mengurus semuanya!"Tuan Agatha berlalu begitu saja. Kenward meremas kertas ya
"Aku tidak mau tahu, Albern, warisan itu harus dibagi!""Pa, soal warisan nanti saja. Tunggu setelah hari ke seratus kakek!""Diam kamu, Gio! Ini urusan kami."Tuan Albern dan Kenward hanya diam menyimak perseteruan antara Tuan Agatha dan Giovani. Tuan Albern kemudian berdehem. Dia memilih jalan tengah. "Baiklah, Agatha, jika itu adalah maumu. Besok, Eliezer akan kita undang ke sini untuk membahas soal warisan yang siang dan malam terus kamu ungkit.""Baguslah! Ingat, Albern, aku ingin pembagian yang adil.""Itu bukan hak kita. Ayah sudah membaginya sesuai kemauannya. Kita tidak ada yang tahu apa isi wasiat itu kecuali ayah dan Eliezer."Tuan Agatha mendegus kesal. Dia kemudian melengos pergi begitu saja. Tujuannya tidak lain adalah kembali menemui Eliezer. "Papa serius mau membaginya secepat itu?" "Ya mau bagaimana lagi. Kita seperti diteror setiap hari. Selalu saja ribut soal pembagian warisan. "Gio jiga muak dengan sikap papa. Andai papa bisa seperti Paman, mungkin kita akan b
"Bagian Albern Abimana Guinandra adalah seluruh bagian perusahaan Guinandra Group yang berlokasi di Kuningan, Jakarta Selatan. Perusahaan itu sepenihnya dibawah pimpinan Albern Abimana Guinandra beserta anak dan cucunya.""APA?!"Tuan Agatha berdiri dengan mata yang melebar. Tangannya mengepal kuat. "Aku tidak terima!""Sabar, Pa, Eliezer belum membaca semuanya!" tegur Giovani."Apa lagi? Perusahaan Guinandra Group jatuh ke tangan Albern. Lalu, kami dapat apa?!""Papa sabar dulu. Dari awal sudah dijelaskan bahwa kakek membaginya dengan seadil-adilnya.""Adil katamu? Kamu dengar sendiri kan?"Eliezer yang sudah tidak tahan dengan sikap Tuan Agatha langsung memotong argumentasi Tuan Agatha. "Tuan bisa duduk dulu, kami belum selesai membacakan isi surat ini."Nyonya Sonia memberi kode pada suaminya untuk segera duduk. Mereka yang hadir di ruangan itu merasa kesal dengan sikap Tuan Agatha. "Untuk bagian Agatha Abimana Guinandra adalah seluruh persawahan dan perkebunan yang ada di desa
"Nyonya, apa Anda sudah tahu Tuan Abimana meninggal?" tanya Anita yang baru saja membuatkan makanan pendamping untuk Keano."Innalillah wa innailaihi rojiun. Kapan?""Sudah sepuluh hari yang lalu."Mata Shafira melebar, kedua tangannya menutup mulutnya."Kenapa tidak ada yang memberitahuku?""Maaf, Nyonya, kami khawatir jika Anda tahu.""Kenapa?"Anita dan Versa saling berpandangan. Bu Suliis dan Pak Hardi yang juga ada di sana memilih diam. "Kami takut Nyonya akan datang menemui Tuan Abimana untuk yang terakhir kalinya. Jika itu terjadi, maka kami khawatir keselamatan Nyonya."Kali ini Shafira setuju dengan mereka. Keluarga Agatha adalah sekelompok orang-orang yang sangat membencinya. Shafira sangat tahu bahwa mereka selalu mengupayakan berbagai cara agar dia bisa keluar dari keluarga Guinandra.Akan tetapi Shafira kembali merasa sedih saat dia tidak bisa berada di sampung Tuan Abimana untuk mengurusnya. Biar bagaimana pun dia merasa Tuan Abimana telah menyelamatkan hidupnya. "Maaf
"Bagaimana, Pa, apa kamu sudah menemukan cara untuk merebut sebagian perusahaan Guinandra Group?""Papa masih berusaha mencari cara yang tepat untuk menggeser posisi Kenward, Ma.""Kenapa kalian sepanik itu?" tanya Alice enteng. Tuan Agatha dan Nyonya Sonia yang sibuk memikirkan cara jitu untuk menyingkirkan posisi Kenward menoleh. Alice yang baru saja datang menghamburkan uang dengan berbelanja ikut bergabung. Tangannya yang menenteng beberapa paprr bag yang berisi belanjaan dari brand ternama itu meneltakkan barang belanjaannya di atas meja. "Selama Alice masih hidup, tidak akan kubiarkan keluarga Albern memiliki perusahaan itu sepenuhnya.""Tapi, Sayang, kita terancam dengan kembalinya Shafira dan Keano. Bagaimana jika Albern justru menjemput mereka?""Tenang sjaa, Ma. Alice akan berusaha untuk menghalau mereka. Alice akan melahirkan keturunan agar sebagian perusahaan itu menjadi milik kita.""Bagaimana jika kamu justru tak kunjung hamil?" Alice tersenyum sinis."Papa meragukan
"Aku minta maaf, Shafira. Aku tahu ini sangat susah tapi beri aku satu kesempatan. Ini permintaan terakhirku. Aku ingin hidup tenang."Alice hendak bersujud di kakinya akan tetapi Shafira menolak."Jangan pernah merendahkan dirimu pada manusia, Alice. Merendahlah pada Tuhanmu saja."Shafira membantu Alice untuk bangkit dan menatap matanya dalam."Aku memaafkanmu."Alice menangis dan memeluk Shafira. Untuk pertama kalinya mereka melakukan itu. Alice menangis tersedu-sedu di dalam pelukan Shafira. Dia sekarang tenang. Shafira melepas pelukannya dan menghapus jejak mata Alice. "Kamu adalah adikku, Alice." "Jika aku meminta satu permintaan, apa kamu mau mengabulkannya?""Apa itu?""Aku ingin menghadap pada Tuhanku dengan cara yang baik. Aku ingin shalat, berpakaian muslimah dan makan bersamamu.""Masya Allah, aku akan melakukannya."Shafira kemudian kembali memeluk Alice. Mereka sama-sama menangis saat ini. Dia kemudian menuntun Alice berwudhu kemudian shalat ashar bersama. Berhubung
"Sebenarnya aku merasa takut untuk menghadiri sidang akhir ini, Ken. Aku tidak sanggup mendengar keputusan haki. Itu lah sebabnya selama persidangan aku memilih untuk ridak menghadirinya.""Papa, Mama dan adikku sendiri ada di sana. Aku benar-benar tidak sanggup."Tuan Albern menepuk pelan pundak Gio untuk memberinya kekuatan.Hari ini adalah jadwal pembacaan keputusan sidang. Semua keluarga turut hadir kecuali Keano. Suasana sidang mulai ramai. Saat para terdakwa masuk, suasana jembali gaduh. Kenward terus menggenggam tangan Shafira untuk memberinya kekuatan. "Sidang pembacaan keputusan akan dimulai. Silahkan para hadirin untuk diam sejenak dan kami harapkan tidak ada keributan agar proses sudang berjalan dengan lancar."Suasana kembali hening. Ketua hakim kemudian membagikan tiga rangkap bacaan putusan pengadilan atas hukumannyang akan dijatuhkan pada ketiga terdakwa."Silakan, terdakwa atas nama Agatha Abimana Guinandra untuk berdiri!"Tuan Agataha berdiri menghadap ke arah haki
"Aku ingin bertemu dengan Pak Adam.""Dia sedangan ada rapat, Pak. Apa sudah ada janji sebelumnya?" tanya wanita yang diduga sekretarisnya."Iya," jawab Haris sengaja berbohong. "Baik, Pak. Silahkan menunggu sebentar. Rapat sebentar lagi selesai."Terima kasih."Haris memilih duduk di sofa ruang tunggu sambil memikirkan strategi yang akan digunakan nantinya. Haris sejak dulu membenci Eliezer. Dia adalah dua pengacara hebat yang saling bersaing satu sama lain. "Aku harus bisa mengalahkan Eliezer," gumamnya. Dua puluh menit berlalu. Haris spontan berdiri saat melihat Pak Adam keluar dari ruang rapat. Dia berjakan menghampiri hakim ketua yang diprediksi berusia lima puluh tahun itu."Siang, Pak Adam.""Selamat siang, Pak Haris. Apa kita ada janji temu sebelumnya?"Haris mengurai senyum. "Ada hal penting yang ingin saya sampaikan, Pak.""Soal?""Ah, ini rahasia dan baiknya kita bicara berdua."Pak Adam mulai menaruh curiga. Terlebih dia tahu sosok yang ada di depannya saat ini."Baik
"Bagaimana, Tuan Agatha, hari ini pembacaan tuntutan jaksa. Apa Anda siap?""Bagaimana jika tuntutan itu berat?""Kami mendengar bahwa tuntutan jaksa tentang pembunuhan berencana itu seumur hidup. Bagaimana tanggapan Anda?"Banyak pertanyaan dari awak media yang membuat kepala Tuan Agatha semakin pusing. Dia lebih memilih tertunduk dalam.Hal yang sama ditanyakan saat Alice dan Nyonya Sonia masuk ke ruangan persidangan. Keduanya memilih menunduk dalam. Pembacaan tuntutan jaksa dimulai. Tuan Agatha lebih dulu duduk di kursi terdakwa. "Silahkan saudara Agatha Abimana Giinandra untuk berdiri!"Tuan Agatha yang memakai kemeja putih dan celana kain berwarna hitam berdiri. "Berdasarkan keputusan sesuai dengan isi pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana yang menyebutkan bahwa 'Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencama ( moord ), dengan pidana mati, atau penjara seumur hidup atau selama waktu ter
"Keputusan akan cepat diproses karena mereka tidak ada perlawanan, Tuan.""Baguslah. Kalau begitu tinggal pembacaan tuntutan jaksa lalu akan ada pembacaan pembelaan tersangka ataa tuntutan jaksa atau pledoi jika mereka keberatan."Tuan Albern dan Ken terdiam. Prosesnya dibilang cukup panjang. Di luar sana media seakan berlomba-komba untuk memberitakan ini semua. Bukan karena kasusnya akan tetapi ornag yang saat ini menjadi tersangka utamanya. Keluarga Agatha adalah orang yang cukup terpandang. Melihat keadaan seperti ini tentu saja media mengincar setiap pergerakan yang dilakukan oleh Keluarga Guinnadra. "Awak media masih terus menunggu di luar, Pa.""Kita hadapi saja."Mereka bertiga melangkah keluar. Puluhan awak media langsung mwndatangi mereka."Bagaimana kelanjutannya, Pak?""Pak, apa benar hanya denndam pribadi?""Pak, lalu bagaimana keadaan korban saat ini?""Pak, bagaimana status tersangka Alice saat ini?"Berbagai pertanyaan beruntun datang menghampiri. Mereka sedikit kewa
"Bagaimana keadaan kalian?""Aku baik-baik saja, Gio."Shafira memperhatikan wajah sendu Gio yang tidak peenah ditampakkan selama ini. Matanya beralih pada jendela rumah sakit yang berhadapan langsung dengan taman bermain anak-anak. Raline, Keano dan kedua putrinya bermain di sana sedangkan Shafira dan Gio berada di dalam kamar Keano. "Apa yang kamu pikirkan, Gio?""Mereka sudah membawa papa dan mama. Rasanya menyakitkan ....""Maksudnya?""Polisi sudah menemukan barang bukti kejahatan mereka selama ini yang mereka sembunyikan. Keluargaku dikenakan pasal berlapis atas tindakan kriminal yang dilakukannya."Shafira mengembuskan napas berat. Rasa nyeri dan sesak menjalar ke seluruh rongga dadanya. Ingatannya kembali pada sikap keluarga Agatha padanya dulu. Shafira berasa hidup di penjara. Mereka terus melakukan segala cara untuk melenyapkan Shafira termasuk putranya. "Aku tahu selama ini keluargaku sudah sangat melewati batas. Ingin menghentikan mereka justru aku yang dijadikan kambi
"Ibu ....""Iya, Sayang?""Aku ingin pulang. Aku bosan di sini."Shafira berusaha tersenyum. Dia mengelus pundak putranya. Kenward sudah berpesan untuk tidak membawa putranya kembali ke rumah dulu. Dia takut trauma itu kembali. "Nanti ya, Sayang. Lukamu masih perlu disembuhkan.""Tapi, aku bosan di sini, Ibu," rengeknya.Shafira mencium pucuk kepala putranya. Dia tidak ingin menentang perintah suaminya juga ingin melindungi putranya. Dia bertekad untuk selalu berusaha agar putranya merasa nyaman dan terhindar sesuatu yang bisa membuatnya mengingat kembali kejadian menyakitkan itu. "Ini permintaan ayah, Sayang."****"Halo, Tuan Kenward. Hari ini kami akan melakukan penyelidikan dan pencarian bukti di kediaman Anda.""Silahkan, Pak."Kenward menemui keluarganya yang tengah menikmati makan siang bersama tanpa kehadiran Shafira dan Keano. Sengaja dia melakukan itu atas dasar perintah Komandan Andrew. Tuan Agatha dan Nyonya Sonia tampak menikmati keakraban yang sudah lama hilang. Ked
"Alice sudah keterlaluan, Ma. Dia sudah melalukan tindakan bodoh tanpa diskusi dulu dengan kita. Apa dia tidak memikirkan konsekuensinya?"Tuan Agatha dibuat kesal oleh putrinya. Apa yang dilakukan oleh Alice tidak hanya membahayakan dirinya juga keluarganya sendiri. "Apa dia tidak pernah berfikir? kalau dia melakukan sesuatu yang berbahaya, tentu kita juga akan terseret.""Mungkin putri kita melakukan itu semua karena.sudah jenuh dengan sikap keluarga Albern.""Atau jangan-jangan kamu tahu, Ma, rencana dia?"Nyonya Sonia sedikit tersentak. Tatapan mata Tuan Agatha berubah menjadi tatapan mengintimidasi. Tuan Agatha menghampiri istrinya. Dia merasa ada yang sedang disembunyikannya. "Apa yang kamu sembunyikan dariku, Ma. Jawab!""Ti-tidak, Pa. Aku tidak tahu apa-apa.""Jangan membohongiku, Ma. Aku bisa tahu dari sorot mata dan sikapmu.""Aku serius, Pa.""Ma ...."Nyonya Sonia mengembuskan napas berat. Biar bagaimana pun suaminya pasti tahu apa yang sudah terjadi. "Baiklah, Mama t
"Ada hal yang ingin aku sampaikan pada kalian semua terkait siapa pelaku penculikan putra kami-Keano.""Siapa, Ken?"Semua yang sengaja dihadirkan Ken diam menunggu nama yang akan disebut. Nyonya Sonia berusaha menenangkan diri. Dia belum siap mendengar pengakuan putrinya. "Alice, Pa.""Apa?!"Semua yang hadir terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Kenward. Terkecuali Gio.Shafira menangis. Dia sudah menduga sebelumnya jika ada keterlibatan Alice pada kasus ini. Hanya saja dia berusaha untuk berpikir positif.Tubuhnya terguncang menahan sesak dan tangis yang ingin sekali pecah. Entah kenapa Alice ingin sekali melenyapkannya. Ingin membuktikan secara kuat, Ken memutar rekaman video yang dikirim oleh Nichole dulu. "Aku tidak menyangka putriku akan melakukan hal sekeji itu. Aku sama sekali tahu soal ini.""Saat ini Alice ditahan di Polres Metro Jakarta Selatan. Semua sudah dilakukan tinggal mengumpulkan bukti-bukti yang ada dan aku harap kerjasamanya untuk tidak menemuinya dulu demi