"Maafkan aku, Ken.""Aku hanya sedang berusaha untuk terus menjaga perasaanmu. Diamku dan kejujuran soal Clara itu semua demi kamu. Bukan aku."Keduanya kembali saling diam. Shafira menunduk dalam. Ken merasa tercubit hatinya saat menyadari apa yang dirasakan Shafira selama ini. Perlahan dia mendekat kemudian membawa Shafira ke dalam tubuhnya. "Harusnya aku yang minta maaf. Aku tidak tahu itu justru menyakitimu. Maafkan aku."Shafira terisak kemudian memeluk erat tubuh Kenward. Sesuatu yang sangat jarang mereka lakukan. Shafira merasa sangat menyesal dengan kejadian ini. Andaijan dia tahu yang sebenarnya, mungkin pertengkaran tadi tidak akan pernah terjadi. "Percayalah, Shafira. Aku sedang berusaha untuk menempatkan kamu di posisi terpenting di dalam hidupku. Namun, aku minta kamu bersabar sedikit saja. Aku juga butuh waktu."Shafira mengangguk seraya mengeratkan pelukannya. *Lima bulan berlalu. Shafira dan Kenward semakin bahagia. Terlebih perut Shafira yang mulai semakon membe
"Nyonya!" teriak mereka kompak. Vera dan Anita berlari masuk ke kamar Shafira. Di dalam Shafira sudah tergeletak dengan memegangi perutnya. Keduanya semakin panik. Keringat dingin mengalir di wajah pucat Shafira. Vera mendekat membawa kepala Shafira dalam pangkuannya. "Apa yang terjadi, Nyonya?" tanya Vera sambil menyeka keringat yang membanjiri wajah Shafira. Shafira tak menjawab, dia tak mampu menahan sakit yang luar biasa. Anita dengan tangan gemetar berusaha menghubungi Kenward. "Ayolah, Tuan, angkat telponnya ....""Nyonya, bertahanlah ....." pinta Vera."Ha-hal, Tuan,""Ada apa?""Nyonya, Tuan ....."Kenward yang sedang bersiap menghadiri rapat penting, berhenti melangkah. Jantungnya berdetak kencang. Firasatnya mengatakan sedang terjadi sesuatu yang buruk pada Shafira. "Shafira kenapa?!" "Shafira kesakitan, Tuan.""Bawa ke rumah sakit sekarang!"Anita mematikan sambungan telpon kemudian berlari menuju lantai dasar mencari supir yang memang ditugaskan untuk menjaga Shaf
"Aku harus menemukan pelaku itu, Pa. Dia hampir saja menghilangkan nyawa istri dan calon anak kami.""Duduklah dulu!" perintah Tuan Abimana. "Anita, kumpulkan semua pelayan yang ada di sini!" perintah Kenward tanpa mengindahkan saran Kakeknya."Baik, Tuan."Anita segera berlalu kemudian memanggil beberapa pelayan yang bertugas di dalam rumah megah itu. Keluarga Agatha yang mendengar teriakan Kenward ikut bergabung. Beberapa pelayan sudah berkumpul. Mereka menangkap firasat buruk. "Sekarang katakan padaku, siapa pelaku itu!"Mereka semua terdiam tanpa berani menjawab pertanyaan Kenward. Hal itu tentu saja membuat Kenward semakin murka. "Kalau tidak ada yang mengakui, kalian semua saya pecat dan tentu saja kalian tidak akan pernah lolos dari hukuman!" ancam Kenward. "Ken, tenamglah dulu, Nak! Kita harus berpikir jernih saat ini," ucap Tuan Albern. "Pa, seseorang telah berniat mencelakai istri dan anakku. Apa aku harus jadi laki-laki pengecut dengan membiarkan Si pelaku lolos?""Ma
"Selamat datang kembali, Anakku. Kami sangat bersyukur Tuhan masih menyayangi kita semua, terlebih kamu," sambut Tuan Albern saat Shafira baru saja menginjakkan kakinya di pintu utama. "Terima kasih, Pa."Vera dan Anita kemudian membawa barang bawaan Shafira selama berada di rumah sakit. Kenward membantu istrinya duduk di sofa ruang keluarga. "Sepertinya Shafira harus istirahat, Ken.""Aku antar ya, kamu pasti capek.""Biar Vera saja. Papa ingin bicara berdua dengan kamu."Kenward menoleh ke arah istrinya untuk meminta persetujuan. Shafira mengulas senyum seraya mengangguk. Tuan Albern lantas memanggil Vera untuk membawa Shafira ke kamar. Seperti biasa, Kenward memberikan ultimatum pada pelayan untuk memperhatikan kondisi istrinya. "Ada apa, Pa?" tanya Kenward saat Shafira sudah menjauh. Tuan Albern menarik napas dalam kemudian mengembuskannya perlahan."Ken, entah kenapa, Papa merasakan firasat buruk.""Maksud, Papa?"Tuan Albern menerawang. Saat ini mereka tengah berbincang di
"Pa, aku ingin cepat pulang. Aku seolah mendapat firasat buruk, Pa.""Kalau begitu, kita pulang besok pagi juga," ucap Tuan Abimana memutuskan. Harusnya setelah selesai bertemu dengan Tuan Robert, mereka masih ada waktu satu hari di Bali. Sayangnya, Kenward mendapat firasat buruk. Dia langsung teringat akan istri dan calon anaknya.Berulang kali Kenward menghubungi Shafira, akan tetapi tak kunjung ada jawaban. Begitupun dengan Gio. "Tidak diangkat, Pa.""Mungkin mereka lagi sibuk."Kenward tidak puas dengan jawaban Tuan Abimana. Dia terus mencoba menghubungi istrinya. Sayang, entah panggilan ke sekian pun tidak mendapat jawaban. Kenward meremas kepalanya. Bahkan jam menunjukkan pukul sebelas malam waktu Bali, tidak membuat matanya tertutup. Tuan Agatha mencibir keponakannya. Dia selalu merasa bahwa Kenward terlalu dimanjakan. Dia ingin sekali meninggalkan ketiganya. Selama berada di Bali, dia layaknya seperti patung pajangan yang hanya sebagai hiasan belaka. Dia tidak memiliki sa
Tuan Abimana tidak percaya dengan apa yang terjadi di depan matanya. Dia yakin betul bahwa Shafira bukanlah wanita yang seperti dituduhkan. Dia banyak tahu tentang kehidupan wanita itu. Namun, apa yang terjadi saat ini tidak bisa membuatnya berkutik. Di dalam kamar Gio mereka mengadakan rapat untuk masalah ini. Sengaja pintu ditutup agar masalah ini tidak diketahui oleh orang luar. Shafira duduk dengan terus mengusap perutnya. Dia tidak menyangka bahwa akan ada kejadian seperti ini. Begitupun dengan Gio. "Kalian ...." Tuan Abimana menarik napas dalam kemudian perlahan mengembuskannya. "Kakek tidak menyangka akan ada kejadian buruk yang menimpa keluarga kita. Apa yang sebenarnya terjadi?""Kek, Gio juga tidak mengerti. Semalam Gio tertidur karena pengaruh alkohol dan saat bangun tiba-tiba ....""Berarti kamu yang menjebak kakakku!" tuding Alice pada Shafira."Jangan asal menuduh! Aku tidak seperti itu.""Buktinya kamu justru ada di dalam kamar Gio. Jadi, bisa dipastikan, Yah, Sha
"Makanlah, Shafira! Ingat, anakmu sedang membutuhkanmu saat ini," bujuk Giovani. "Tidak, Gio. Aku tidak bisa."Saat ini Gio datang menemui Shafira. Dia terus berusaha membujuk Shafira. Anita dengan setia berdiri di dekat majikannya. Dia tidak ingin meninggalkan wanita itu meskipun sebentar. Dia snagat mengkhawatirkan kondisi Shafira saat ini. "Tuhan sudah menitipkan dia di rahimmu. Lalu, kenapa kamu justru mengabaikannya?"Shafira memandang lekat sosok pria yang juga bernasib sama dengannya.Matanya kini sembab. Air bening itu terus mengalir dari mata indahnya."Apa aku pantas mendapatkan semua ini, Gio? Apa aku tidak pantas berada di sini?""Jangan berbicara seperti, Shafira. Ini hanya kesalahpahaman."Shafira menarik napas panjang. Matanya masih terus mengembun."Aku ingin sendiri, Gio. Adanya kamu di sini semakin menguatkan desas-desus soal kita."Giovani berdiri lalu meninggalkan Shafira. Meskipun berat melangkah namun dia tidak ingin melakukan itu. Giovani memerintahkan Anita
"Lakukan tes DNA untuk membuktikan semuanya!"Keluarga Agatha merasa terancam saat ini. Jika.itu dilakukan maka semua usahanya sia-sia karena sejak awal mereka tahu bahwa Shafira menjaga kesuciannya. Mereka berbisik satu sama lain. Terkecuali Shafira dan Gio. "Kamu meragukan darah dagingmu, Ken?""Lalu siapa yang bisa membuktikan bahwa bayi yang dikandung Shafira adalah anakku?"Giovani terdiam. "Tidak ada kan? Termasuk kamu, Gio!"Shafira yang sejak tadi terdiam dengan air mata yang terus mengalir akhirnya ikut angkat bicara saat suaminya dengan terang-terangan meragukan buah hati mereka. "Aku tidak pernah menjalin hubungan dengan siapapun sebelum menikah dengamu, Ken. Aku terus menjaga kesucian dan kehormatanku jiga kehormatanku. Lantas, apa yang membuatmu semakin ragu?""Melihat semuanya dengan mata kepalaku sendiri. Itu yang membuatku bukan hanya ragu tapi yakin kalau selama ini kamu sudah berkhianat, Shafira.""Aku tidak semurah itu, Ken.""Kita buktikan saja lewat tes DNA."
"Aku minta maaf, Shafira. Aku tahu ini sangat susah tapi beri aku satu kesempatan. Ini permintaan terakhirku. Aku ingin hidup tenang."Alice hendak bersujud di kakinya akan tetapi Shafira menolak."Jangan pernah merendahkan dirimu pada manusia, Alice. Merendahlah pada Tuhanmu saja."Shafira membantu Alice untuk bangkit dan menatap matanya dalam."Aku memaafkanmu."Alice menangis dan memeluk Shafira. Untuk pertama kalinya mereka melakukan itu. Alice menangis tersedu-sedu di dalam pelukan Shafira. Dia sekarang tenang. Shafira melepas pelukannya dan menghapus jejak mata Alice. "Kamu adalah adikku, Alice." "Jika aku meminta satu permintaan, apa kamu mau mengabulkannya?""Apa itu?""Aku ingin menghadap pada Tuhanku dengan cara yang baik. Aku ingin shalat, berpakaian muslimah dan makan bersamamu.""Masya Allah, aku akan melakukannya."Shafira kemudian kembali memeluk Alice. Mereka sama-sama menangis saat ini. Dia kemudian menuntun Alice berwudhu kemudian shalat ashar bersama. Berhubung
"Sebenarnya aku merasa takut untuk menghadiri sidang akhir ini, Ken. Aku tidak sanggup mendengar keputusan haki. Itu lah sebabnya selama persidangan aku memilih untuk ridak menghadirinya.""Papa, Mama dan adikku sendiri ada di sana. Aku benar-benar tidak sanggup."Tuan Albern menepuk pelan pundak Gio untuk memberinya kekuatan.Hari ini adalah jadwal pembacaan keputusan sidang. Semua keluarga turut hadir kecuali Keano. Suasana sidang mulai ramai. Saat para terdakwa masuk, suasana jembali gaduh. Kenward terus menggenggam tangan Shafira untuk memberinya kekuatan. "Sidang pembacaan keputusan akan dimulai. Silahkan para hadirin untuk diam sejenak dan kami harapkan tidak ada keributan agar proses sudang berjalan dengan lancar."Suasana kembali hening. Ketua hakim kemudian membagikan tiga rangkap bacaan putusan pengadilan atas hukumannyang akan dijatuhkan pada ketiga terdakwa."Silakan, terdakwa atas nama Agatha Abimana Guinandra untuk berdiri!"Tuan Agataha berdiri menghadap ke arah haki
"Aku ingin bertemu dengan Pak Adam.""Dia sedangan ada rapat, Pak. Apa sudah ada janji sebelumnya?" tanya wanita yang diduga sekretarisnya."Iya," jawab Haris sengaja berbohong. "Baik, Pak. Silahkan menunggu sebentar. Rapat sebentar lagi selesai."Terima kasih."Haris memilih duduk di sofa ruang tunggu sambil memikirkan strategi yang akan digunakan nantinya. Haris sejak dulu membenci Eliezer. Dia adalah dua pengacara hebat yang saling bersaing satu sama lain. "Aku harus bisa mengalahkan Eliezer," gumamnya. Dua puluh menit berlalu. Haris spontan berdiri saat melihat Pak Adam keluar dari ruang rapat. Dia berjakan menghampiri hakim ketua yang diprediksi berusia lima puluh tahun itu."Siang, Pak Adam.""Selamat siang, Pak Haris. Apa kita ada janji temu sebelumnya?"Haris mengurai senyum. "Ada hal penting yang ingin saya sampaikan, Pak.""Soal?""Ah, ini rahasia dan baiknya kita bicara berdua."Pak Adam mulai menaruh curiga. Terlebih dia tahu sosok yang ada di depannya saat ini."Baik
"Bagaimana, Tuan Agatha, hari ini pembacaan tuntutan jaksa. Apa Anda siap?""Bagaimana jika tuntutan itu berat?""Kami mendengar bahwa tuntutan jaksa tentang pembunuhan berencana itu seumur hidup. Bagaimana tanggapan Anda?"Banyak pertanyaan dari awak media yang membuat kepala Tuan Agatha semakin pusing. Dia lebih memilih tertunduk dalam.Hal yang sama ditanyakan saat Alice dan Nyonya Sonia masuk ke ruangan persidangan. Keduanya memilih menunduk dalam. Pembacaan tuntutan jaksa dimulai. Tuan Agatha lebih dulu duduk di kursi terdakwa. "Silahkan saudara Agatha Abimana Giinandra untuk berdiri!"Tuan Agatha yang memakai kemeja putih dan celana kain berwarna hitam berdiri. "Berdasarkan keputusan sesuai dengan isi pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana yang menyebutkan bahwa 'Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencama ( moord ), dengan pidana mati, atau penjara seumur hidup atau selama waktu ter
"Keputusan akan cepat diproses karena mereka tidak ada perlawanan, Tuan.""Baguslah. Kalau begitu tinggal pembacaan tuntutan jaksa lalu akan ada pembacaan pembelaan tersangka ataa tuntutan jaksa atau pledoi jika mereka keberatan."Tuan Albern dan Ken terdiam. Prosesnya dibilang cukup panjang. Di luar sana media seakan berlomba-komba untuk memberitakan ini semua. Bukan karena kasusnya akan tetapi ornag yang saat ini menjadi tersangka utamanya. Keluarga Agatha adalah orang yang cukup terpandang. Melihat keadaan seperti ini tentu saja media mengincar setiap pergerakan yang dilakukan oleh Keluarga Guinnadra. "Awak media masih terus menunggu di luar, Pa.""Kita hadapi saja."Mereka bertiga melangkah keluar. Puluhan awak media langsung mwndatangi mereka."Bagaimana kelanjutannya, Pak?""Pak, apa benar hanya denndam pribadi?""Pak, lalu bagaimana keadaan korban saat ini?""Pak, bagaimana status tersangka Alice saat ini?"Berbagai pertanyaan beruntun datang menghampiri. Mereka sedikit kewa
"Bagaimana keadaan kalian?""Aku baik-baik saja, Gio."Shafira memperhatikan wajah sendu Gio yang tidak peenah ditampakkan selama ini. Matanya beralih pada jendela rumah sakit yang berhadapan langsung dengan taman bermain anak-anak. Raline, Keano dan kedua putrinya bermain di sana sedangkan Shafira dan Gio berada di dalam kamar Keano. "Apa yang kamu pikirkan, Gio?""Mereka sudah membawa papa dan mama. Rasanya menyakitkan ....""Maksudnya?""Polisi sudah menemukan barang bukti kejahatan mereka selama ini yang mereka sembunyikan. Keluargaku dikenakan pasal berlapis atas tindakan kriminal yang dilakukannya."Shafira mengembuskan napas berat. Rasa nyeri dan sesak menjalar ke seluruh rongga dadanya. Ingatannya kembali pada sikap keluarga Agatha padanya dulu. Shafira berasa hidup di penjara. Mereka terus melakukan segala cara untuk melenyapkan Shafira termasuk putranya. "Aku tahu selama ini keluargaku sudah sangat melewati batas. Ingin menghentikan mereka justru aku yang dijadikan kambi
"Ibu ....""Iya, Sayang?""Aku ingin pulang. Aku bosan di sini."Shafira berusaha tersenyum. Dia mengelus pundak putranya. Kenward sudah berpesan untuk tidak membawa putranya kembali ke rumah dulu. Dia takut trauma itu kembali. "Nanti ya, Sayang. Lukamu masih perlu disembuhkan.""Tapi, aku bosan di sini, Ibu," rengeknya.Shafira mencium pucuk kepala putranya. Dia tidak ingin menentang perintah suaminya juga ingin melindungi putranya. Dia bertekad untuk selalu berusaha agar putranya merasa nyaman dan terhindar sesuatu yang bisa membuatnya mengingat kembali kejadian menyakitkan itu. "Ini permintaan ayah, Sayang."****"Halo, Tuan Kenward. Hari ini kami akan melakukan penyelidikan dan pencarian bukti di kediaman Anda.""Silahkan, Pak."Kenward menemui keluarganya yang tengah menikmati makan siang bersama tanpa kehadiran Shafira dan Keano. Sengaja dia melakukan itu atas dasar perintah Komandan Andrew. Tuan Agatha dan Nyonya Sonia tampak menikmati keakraban yang sudah lama hilang. Ked
"Alice sudah keterlaluan, Ma. Dia sudah melalukan tindakan bodoh tanpa diskusi dulu dengan kita. Apa dia tidak memikirkan konsekuensinya?"Tuan Agatha dibuat kesal oleh putrinya. Apa yang dilakukan oleh Alice tidak hanya membahayakan dirinya juga keluarganya sendiri. "Apa dia tidak pernah berfikir? kalau dia melakukan sesuatu yang berbahaya, tentu kita juga akan terseret.""Mungkin putri kita melakukan itu semua karena.sudah jenuh dengan sikap keluarga Albern.""Atau jangan-jangan kamu tahu, Ma, rencana dia?"Nyonya Sonia sedikit tersentak. Tatapan mata Tuan Agatha berubah menjadi tatapan mengintimidasi. Tuan Agatha menghampiri istrinya. Dia merasa ada yang sedang disembunyikannya. "Apa yang kamu sembunyikan dariku, Ma. Jawab!""Ti-tidak, Pa. Aku tidak tahu apa-apa.""Jangan membohongiku, Ma. Aku bisa tahu dari sorot mata dan sikapmu.""Aku serius, Pa.""Ma ...."Nyonya Sonia mengembuskan napas berat. Biar bagaimana pun suaminya pasti tahu apa yang sudah terjadi. "Baiklah, Mama t
"Ada hal yang ingin aku sampaikan pada kalian semua terkait siapa pelaku penculikan putra kami-Keano.""Siapa, Ken?"Semua yang sengaja dihadirkan Ken diam menunggu nama yang akan disebut. Nyonya Sonia berusaha menenangkan diri. Dia belum siap mendengar pengakuan putrinya. "Alice, Pa.""Apa?!"Semua yang hadir terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Kenward. Terkecuali Gio.Shafira menangis. Dia sudah menduga sebelumnya jika ada keterlibatan Alice pada kasus ini. Hanya saja dia berusaha untuk berpikir positif.Tubuhnya terguncang menahan sesak dan tangis yang ingin sekali pecah. Entah kenapa Alice ingin sekali melenyapkannya. Ingin membuktikan secara kuat, Ken memutar rekaman video yang dikirim oleh Nichole dulu. "Aku tidak menyangka putriku akan melakukan hal sekeji itu. Aku sama sekali tahu soal ini.""Saat ini Alice ditahan di Polres Metro Jakarta Selatan. Semua sudah dilakukan tinggal mengumpulkan bukti-bukti yang ada dan aku harap kerjasamanya untuk tidak menemuinya dulu demi