Hoek. Hoek. "Ken ...." Sudah satu bulan terakhir Shafira merasakan sensasi yang tak biasa. Tubuhnya mudah lelah dan tidak berselera untuk makan. Seperti pagi ini, sudah tiga kali dia memuntahkan apa yang telah dimakannya. "Ken ...."Suaranya mulai melemah. Dia tidak bisa lagi untuk sekedar memanggil suaminya. Lagi dan lagi cairan itu keluar. Dia terus memuntahkan isi perutnya. Tubuhnya semakin melemah. Shafira berusaha untuk keluar dari kamar mandi dan menuju ranjang. Sayangnya, tubuhnya tidak kuat lagi. "Shafira!" teriak Ken saat melihat istrinya tergeletak di depan kamar mandi. Sigap dia menghampiri istrinya dan segera mengangkat menuju ranjang. Kenward mulai panik melihat kondisi Shafira yang melemah. "Kamu tunggu aku di sini dulu. Aku mau panggil yang lain."Shafira tak mampu lagi untuk menjawab. Ken bergegas dan berlari keluar kamar. "Tolong! Tolong!" Suaranya menggelegar hingga membuat beberapa pelayan segera menghampirinya. Ada juga yang mencari Tuan Abimana dan men
"Selamat datang, Tuan dan Nyonya Kenward di klinik kami. Silakan duduk!" sambut dokter Raisa sembari mempersilahkan mereka untuk duduk. "Saya ingin memeriksakan kandungan istri saya.""Ah, iya, Tuan. Kemarin dokter Gifari sudha menceritakan itu semua. Ternyata calon penerus Guinandra Group sudah ada."Shafira tersenyum tersipu malu. Kabar kehamilannya ternyata sudah diketahui oleh dokter yang akan memeriksa kandungannya. "Baik, Nyonya Shafira, kapan terakhir haid?""Tanggal 7 Maret kemarin.""Gejala apa yang anda rasakan akhir-akhir ini.""Mudah lelah, Dok. Mual, muntah, sensitif terutama pada penciuman.""Menurut hitungan kami, usia kandungannya lima minggu tiga hari. Namun, untuk memastikan kita lakukan pemeriksaan USG ya."Dokter kemudian memerintahkan Shafura untuk berbaring di atas brankar pemeriksaan yang dibantu oleh Mia. Perlahan gamis yang dipakai disingkap ke atas setelah sebelumnya setengah tubuhnya ditutup oleh kain selimut.Dokter Raisa kemudian mulai memeriksa kondis
"Alice sudah ingatkan Papa waktu itu untuk bergerak cepat, tapi Papa tidak menggubrisnya. Hasilnya lihat kan? Shafira positif hamil!""Alice, kamu harus tenang, Sayang," bujuk Nyonya Shafira. "Tenang? Saat kondisi seperti ini Mama masih menyuruhku tenang?" tanya Alice demgan luapan emosi yabg menggebu. "Kalian sama sekali tidak menghargai usahaku untuk mendapatkan Ken. Sekarang, dengan hamilnya Shafira, aku tidak bisa lagi untuk merebut hatinya. Kalian menghancurkan mimpiku!""Diamlah, Alice!" bentak Tuan Agatha. Alice yang baru saja pulang berbelanja bersama teman-teman sosialitanya tersulut emosi saat tahu Shafira benar-benar mengandung buah hati Kenward. Dia tidak bisa mengontrol emosinya. Langkahnya melebar mencari di mana Shafira berada. Napasnya memburu. "Shafira!"Suaranya menggelegar. Hari ini Tuan Abimana dan Tuan Albern dalam perjalanan bisnis ke Surabaya. Gio dan Ken saat ini tengah mengadakan pertemuan penting dengan klien di sebuah cafe. Matanya mengedar ke segala s
"M-maafkan aku," lirih Kenward kemudian segera memutus kontak mata mereka. Kenward dan Shafira sama-sama salah tingkah. Berkali-kali Kenward berdehem untuk menutupi rasa gugupnya.Shafira mengulum senyum. Pipinya lantas berubah memerah merona."Apa kabar calon anak kita?" tanya Ken berusaha mengalihkan suasana yang sempat canggung. "Alhamdulillah. Semoga dia baik-baik saja di sana.""Aku membawakanmu beberapa buah. Tadi aku konsul dengan dokter Raisa. Sebentar lagi pelayan akan membawanya ke sini.""Terima kasih, Ken."Ken berlalu meninggalkan Shafira. Dia tidak bisa berlama-lama di sisi Shafira. Detakan jantungnya begitu kuat. Dia takut, Shafira mendengar itu. Kedua sudut bibirnya terangkat. Entah mengapa, aura Shafira saat mengandung sangat berbeda. *"Hoek. Hoek."Kenward yang sedang sibuk memeriksa kembali laporan keuangan sontak berhenti saat mendengar Shafira yang sedang membutuhkannya. Langkahnya melebar menuju kamar mandi. Shafira tampak begitu lemah. "Jangan mendekat!"
"Maafkan aku, Ken.""Aku hanya sedang berusaha untuk terus menjaga perasaanmu. Diamku dan kejujuran soal Clara itu semua demi kamu. Bukan aku."Keduanya kembali saling diam. Shafira menunduk dalam. Ken merasa tercubit hatinya saat menyadari apa yang dirasakan Shafira selama ini. Perlahan dia mendekat kemudian membawa Shafira ke dalam tubuhnya. "Harusnya aku yang minta maaf. Aku tidak tahu itu justru menyakitimu. Maafkan aku."Shafira terisak kemudian memeluk erat tubuh Kenward. Sesuatu yang sangat jarang mereka lakukan. Shafira merasa sangat menyesal dengan kejadian ini. Andaijan dia tahu yang sebenarnya, mungkin pertengkaran tadi tidak akan pernah terjadi. "Percayalah, Shafira. Aku sedang berusaha untuk menempatkan kamu di posisi terpenting di dalam hidupku. Namun, aku minta kamu bersabar sedikit saja. Aku juga butuh waktu."Shafira mengangguk seraya mengeratkan pelukannya. *Lima bulan berlalu. Shafira dan Kenward semakin bahagia. Terlebih perut Shafira yang mulai semakon membe
"Nyonya!" teriak mereka kompak. Vera dan Anita berlari masuk ke kamar Shafira. Di dalam Shafira sudah tergeletak dengan memegangi perutnya. Keduanya semakin panik. Keringat dingin mengalir di wajah pucat Shafira. Vera mendekat membawa kepala Shafira dalam pangkuannya. "Apa yang terjadi, Nyonya?" tanya Vera sambil menyeka keringat yang membanjiri wajah Shafira. Shafira tak menjawab, dia tak mampu menahan sakit yang luar biasa. Anita dengan tangan gemetar berusaha menghubungi Kenward. "Ayolah, Tuan, angkat telponnya ....""Nyonya, bertahanlah ....." pinta Vera."Ha-hal, Tuan,""Ada apa?""Nyonya, Tuan ....."Kenward yang sedang bersiap menghadiri rapat penting, berhenti melangkah. Jantungnya berdetak kencang. Firasatnya mengatakan sedang terjadi sesuatu yang buruk pada Shafira. "Shafira kenapa?!" "Shafira kesakitan, Tuan.""Bawa ke rumah sakit sekarang!"Anita mematikan sambungan telpon kemudian berlari menuju lantai dasar mencari supir yang memang ditugaskan untuk menjaga Shaf
"Aku harus menemukan pelaku itu, Pa. Dia hampir saja menghilangkan nyawa istri dan calon anak kami.""Duduklah dulu!" perintah Tuan Abimana. "Anita, kumpulkan semua pelayan yang ada di sini!" perintah Kenward tanpa mengindahkan saran Kakeknya."Baik, Tuan."Anita segera berlalu kemudian memanggil beberapa pelayan yang bertugas di dalam rumah megah itu. Keluarga Agatha yang mendengar teriakan Kenward ikut bergabung. Beberapa pelayan sudah berkumpul. Mereka menangkap firasat buruk. "Sekarang katakan padaku, siapa pelaku itu!"Mereka semua terdiam tanpa berani menjawab pertanyaan Kenward. Hal itu tentu saja membuat Kenward semakin murka. "Kalau tidak ada yang mengakui, kalian semua saya pecat dan tentu saja kalian tidak akan pernah lolos dari hukuman!" ancam Kenward. "Ken, tenamglah dulu, Nak! Kita harus berpikir jernih saat ini," ucap Tuan Albern. "Pa, seseorang telah berniat mencelakai istri dan anakku. Apa aku harus jadi laki-laki pengecut dengan membiarkan Si pelaku lolos?""Ma
"Selamat datang kembali, Anakku. Kami sangat bersyukur Tuhan masih menyayangi kita semua, terlebih kamu," sambut Tuan Albern saat Shafira baru saja menginjakkan kakinya di pintu utama. "Terima kasih, Pa."Vera dan Anita kemudian membawa barang bawaan Shafira selama berada di rumah sakit. Kenward membantu istrinya duduk di sofa ruang keluarga. "Sepertinya Shafira harus istirahat, Ken.""Aku antar ya, kamu pasti capek.""Biar Vera saja. Papa ingin bicara berdua dengan kamu."Kenward menoleh ke arah istrinya untuk meminta persetujuan. Shafira mengulas senyum seraya mengangguk. Tuan Albern lantas memanggil Vera untuk membawa Shafira ke kamar. Seperti biasa, Kenward memberikan ultimatum pada pelayan untuk memperhatikan kondisi istrinya. "Ada apa, Pa?" tanya Kenward saat Shafira sudah menjauh. Tuan Albern menarik napas dalam kemudian mengembuskannya perlahan."Ken, entah kenapa, Papa merasakan firasat buruk.""Maksud, Papa?"Tuan Albern menerawang. Saat ini mereka tengah berbincang di
"Aku minta maaf, Shafira. Aku tahu ini sangat susah tapi beri aku satu kesempatan. Ini permintaan terakhirku. Aku ingin hidup tenang."Alice hendak bersujud di kakinya akan tetapi Shafira menolak."Jangan pernah merendahkan dirimu pada manusia, Alice. Merendahlah pada Tuhanmu saja."Shafira membantu Alice untuk bangkit dan menatap matanya dalam."Aku memaafkanmu."Alice menangis dan memeluk Shafira. Untuk pertama kalinya mereka melakukan itu. Alice menangis tersedu-sedu di dalam pelukan Shafira. Dia sekarang tenang. Shafira melepas pelukannya dan menghapus jejak mata Alice. "Kamu adalah adikku, Alice." "Jika aku meminta satu permintaan, apa kamu mau mengabulkannya?""Apa itu?""Aku ingin menghadap pada Tuhanku dengan cara yang baik. Aku ingin shalat, berpakaian muslimah dan makan bersamamu.""Masya Allah, aku akan melakukannya."Shafira kemudian kembali memeluk Alice. Mereka sama-sama menangis saat ini. Dia kemudian menuntun Alice berwudhu kemudian shalat ashar bersama. Berhubung
"Sebenarnya aku merasa takut untuk menghadiri sidang akhir ini, Ken. Aku tidak sanggup mendengar keputusan haki. Itu lah sebabnya selama persidangan aku memilih untuk ridak menghadirinya.""Papa, Mama dan adikku sendiri ada di sana. Aku benar-benar tidak sanggup."Tuan Albern menepuk pelan pundak Gio untuk memberinya kekuatan.Hari ini adalah jadwal pembacaan keputusan sidang. Semua keluarga turut hadir kecuali Keano. Suasana sidang mulai ramai. Saat para terdakwa masuk, suasana jembali gaduh. Kenward terus menggenggam tangan Shafira untuk memberinya kekuatan. "Sidang pembacaan keputusan akan dimulai. Silahkan para hadirin untuk diam sejenak dan kami harapkan tidak ada keributan agar proses sudang berjalan dengan lancar."Suasana kembali hening. Ketua hakim kemudian membagikan tiga rangkap bacaan putusan pengadilan atas hukumannyang akan dijatuhkan pada ketiga terdakwa."Silakan, terdakwa atas nama Agatha Abimana Guinandra untuk berdiri!"Tuan Agataha berdiri menghadap ke arah haki
"Aku ingin bertemu dengan Pak Adam.""Dia sedangan ada rapat, Pak. Apa sudah ada janji sebelumnya?" tanya wanita yang diduga sekretarisnya."Iya," jawab Haris sengaja berbohong. "Baik, Pak. Silahkan menunggu sebentar. Rapat sebentar lagi selesai."Terima kasih."Haris memilih duduk di sofa ruang tunggu sambil memikirkan strategi yang akan digunakan nantinya. Haris sejak dulu membenci Eliezer. Dia adalah dua pengacara hebat yang saling bersaing satu sama lain. "Aku harus bisa mengalahkan Eliezer," gumamnya. Dua puluh menit berlalu. Haris spontan berdiri saat melihat Pak Adam keluar dari ruang rapat. Dia berjakan menghampiri hakim ketua yang diprediksi berusia lima puluh tahun itu."Siang, Pak Adam.""Selamat siang, Pak Haris. Apa kita ada janji temu sebelumnya?"Haris mengurai senyum. "Ada hal penting yang ingin saya sampaikan, Pak.""Soal?""Ah, ini rahasia dan baiknya kita bicara berdua."Pak Adam mulai menaruh curiga. Terlebih dia tahu sosok yang ada di depannya saat ini."Baik
"Bagaimana, Tuan Agatha, hari ini pembacaan tuntutan jaksa. Apa Anda siap?""Bagaimana jika tuntutan itu berat?""Kami mendengar bahwa tuntutan jaksa tentang pembunuhan berencana itu seumur hidup. Bagaimana tanggapan Anda?"Banyak pertanyaan dari awak media yang membuat kepala Tuan Agatha semakin pusing. Dia lebih memilih tertunduk dalam.Hal yang sama ditanyakan saat Alice dan Nyonya Sonia masuk ke ruangan persidangan. Keduanya memilih menunduk dalam. Pembacaan tuntutan jaksa dimulai. Tuan Agatha lebih dulu duduk di kursi terdakwa. "Silahkan saudara Agatha Abimana Giinandra untuk berdiri!"Tuan Agatha yang memakai kemeja putih dan celana kain berwarna hitam berdiri. "Berdasarkan keputusan sesuai dengan isi pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana yang menyebutkan bahwa 'Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencama ( moord ), dengan pidana mati, atau penjara seumur hidup atau selama waktu ter
"Keputusan akan cepat diproses karena mereka tidak ada perlawanan, Tuan.""Baguslah. Kalau begitu tinggal pembacaan tuntutan jaksa lalu akan ada pembacaan pembelaan tersangka ataa tuntutan jaksa atau pledoi jika mereka keberatan."Tuan Albern dan Ken terdiam. Prosesnya dibilang cukup panjang. Di luar sana media seakan berlomba-komba untuk memberitakan ini semua. Bukan karena kasusnya akan tetapi ornag yang saat ini menjadi tersangka utamanya. Keluarga Agatha adalah orang yang cukup terpandang. Melihat keadaan seperti ini tentu saja media mengincar setiap pergerakan yang dilakukan oleh Keluarga Guinnadra. "Awak media masih terus menunggu di luar, Pa.""Kita hadapi saja."Mereka bertiga melangkah keluar. Puluhan awak media langsung mwndatangi mereka."Bagaimana kelanjutannya, Pak?""Pak, apa benar hanya denndam pribadi?""Pak, lalu bagaimana keadaan korban saat ini?""Pak, bagaimana status tersangka Alice saat ini?"Berbagai pertanyaan beruntun datang menghampiri. Mereka sedikit kewa
"Bagaimana keadaan kalian?""Aku baik-baik saja, Gio."Shafira memperhatikan wajah sendu Gio yang tidak peenah ditampakkan selama ini. Matanya beralih pada jendela rumah sakit yang berhadapan langsung dengan taman bermain anak-anak. Raline, Keano dan kedua putrinya bermain di sana sedangkan Shafira dan Gio berada di dalam kamar Keano. "Apa yang kamu pikirkan, Gio?""Mereka sudah membawa papa dan mama. Rasanya menyakitkan ....""Maksudnya?""Polisi sudah menemukan barang bukti kejahatan mereka selama ini yang mereka sembunyikan. Keluargaku dikenakan pasal berlapis atas tindakan kriminal yang dilakukannya."Shafira mengembuskan napas berat. Rasa nyeri dan sesak menjalar ke seluruh rongga dadanya. Ingatannya kembali pada sikap keluarga Agatha padanya dulu. Shafira berasa hidup di penjara. Mereka terus melakukan segala cara untuk melenyapkan Shafira termasuk putranya. "Aku tahu selama ini keluargaku sudah sangat melewati batas. Ingin menghentikan mereka justru aku yang dijadikan kambi
"Ibu ....""Iya, Sayang?""Aku ingin pulang. Aku bosan di sini."Shafira berusaha tersenyum. Dia mengelus pundak putranya. Kenward sudah berpesan untuk tidak membawa putranya kembali ke rumah dulu. Dia takut trauma itu kembali. "Nanti ya, Sayang. Lukamu masih perlu disembuhkan.""Tapi, aku bosan di sini, Ibu," rengeknya.Shafira mencium pucuk kepala putranya. Dia tidak ingin menentang perintah suaminya juga ingin melindungi putranya. Dia bertekad untuk selalu berusaha agar putranya merasa nyaman dan terhindar sesuatu yang bisa membuatnya mengingat kembali kejadian menyakitkan itu. "Ini permintaan ayah, Sayang."****"Halo, Tuan Kenward. Hari ini kami akan melakukan penyelidikan dan pencarian bukti di kediaman Anda.""Silahkan, Pak."Kenward menemui keluarganya yang tengah menikmati makan siang bersama tanpa kehadiran Shafira dan Keano. Sengaja dia melakukan itu atas dasar perintah Komandan Andrew. Tuan Agatha dan Nyonya Sonia tampak menikmati keakraban yang sudah lama hilang. Ked
"Alice sudah keterlaluan, Ma. Dia sudah melalukan tindakan bodoh tanpa diskusi dulu dengan kita. Apa dia tidak memikirkan konsekuensinya?"Tuan Agatha dibuat kesal oleh putrinya. Apa yang dilakukan oleh Alice tidak hanya membahayakan dirinya juga keluarganya sendiri. "Apa dia tidak pernah berfikir? kalau dia melakukan sesuatu yang berbahaya, tentu kita juga akan terseret.""Mungkin putri kita melakukan itu semua karena.sudah jenuh dengan sikap keluarga Albern.""Atau jangan-jangan kamu tahu, Ma, rencana dia?"Nyonya Sonia sedikit tersentak. Tatapan mata Tuan Agatha berubah menjadi tatapan mengintimidasi. Tuan Agatha menghampiri istrinya. Dia merasa ada yang sedang disembunyikannya. "Apa yang kamu sembunyikan dariku, Ma. Jawab!""Ti-tidak, Pa. Aku tidak tahu apa-apa.""Jangan membohongiku, Ma. Aku bisa tahu dari sorot mata dan sikapmu.""Aku serius, Pa.""Ma ...."Nyonya Sonia mengembuskan napas berat. Biar bagaimana pun suaminya pasti tahu apa yang sudah terjadi. "Baiklah, Mama t
"Ada hal yang ingin aku sampaikan pada kalian semua terkait siapa pelaku penculikan putra kami-Keano.""Siapa, Ken?"Semua yang sengaja dihadirkan Ken diam menunggu nama yang akan disebut. Nyonya Sonia berusaha menenangkan diri. Dia belum siap mendengar pengakuan putrinya. "Alice, Pa.""Apa?!"Semua yang hadir terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Kenward. Terkecuali Gio.Shafira menangis. Dia sudah menduga sebelumnya jika ada keterlibatan Alice pada kasus ini. Hanya saja dia berusaha untuk berpikir positif.Tubuhnya terguncang menahan sesak dan tangis yang ingin sekali pecah. Entah kenapa Alice ingin sekali melenyapkannya. Ingin membuktikan secara kuat, Ken memutar rekaman video yang dikirim oleh Nichole dulu. "Aku tidak menyangka putriku akan melakukan hal sekeji itu. Aku sama sekali tahu soal ini.""Saat ini Alice ditahan di Polres Metro Jakarta Selatan. Semua sudah dilakukan tinggal mengumpulkan bukti-bukti yang ada dan aku harap kerjasamanya untuk tidak menemuinya dulu demi