Part 64POV DOKTER MARCELNamaku Marcell, aku berusia 25 tahun. Dari kecil tinggal di panti asuhan dan setelah umurku delapan belas tahun, aku diangkat sebagai anak oleh seorang pengusaha kaya raya dan seorang spesialis kedokteran.Papaku bernama Bayu Prasakti Perwira sedangkan Mamaku bernama Medina Pratiwi. Mereka sangat baik mengangkatku bagai anak kandungnya sendiri.Hidupku dari dulu sewaktu tinggal di panti asuhan selalu saja sendiri, walaupun aku punya Bunda panti yang baik. Tapi aku sangat menantikan kehadiran Ibu yang menemani hari-hariku, aku selalu menunggu kehadiran ibu, aku selalu berdoa supaya beliau datang menjemputku pulang kerumah istananya.Tapi, kenyatanya sama sekali ia tidak datang. Kata Bunda, sewaktu aku bayi sudah berada di depan rumah panti sedang menangis tanpa seseorang yang menemani. Sungguh mi
Part 65POV DOKTER MARCEL 2Pagi menyapa, aku baru saja bangun dari tidur. Gegas aku membersihkan diri dengan mandi di kamar mandi. Tubuhku sangat sejuk karena airnya sangat dingin sekali.Setelah selesai mandi, aku segera keluar dan langsung memakai pakaian. Hari ini aku akan ke Rumah sakit sebab ada jadwal pemeriksaan kesehatan pasien.Mama mengetuk pintu memanggil namaku, aku gegas membuka pintu."Cepatan sarapan, mama sudah siapkan makanan untuk kita sarapan bersama," ujar Mama perhatian menyuruhku makan."Baik, Mah. Terima kasih, nanti aku akan ke ruang makan," sahutku menjawab, Mama segera pergi setelah menyuruhku.Aku kembali menatap cermin, merias rambut supaya terlihat rapi. Setelah itu aku bergegas keluar kamar berniat menikmati sarapan.
Part 66POV MARCELSapa seseorang berteriak memanggil namaku, seketika aku membalikan badan dan menatap siapa gerangan yang memanggil. Ternyata suster."Ada apa, Sust?" tanyaku pada Suster."Anu, Dok. Ada pasien kecelakaan," ucap suster memberitahu."Memangnya tidak ada dokter lain, saya sedang sibuk." aku menolak, baru saja akan mengerjakan tes DNA sudah diganggu saja."Tidak ada, Dok. Dokter Irwan izin cuti, jadi saya meminta tolong pada Dokter Marcell sebab pasien mengalami kritis dari kemarin masih saja seperti itu," ucap suster padaku.Aku pun dengan terpaksa mengiyakan, segera aku berjalan keluar dari ruangangku.Aku masuk keruang perawatan, sebelum itu aku berniat ingin ke kamar mandi terlebih dahulu, kebetulan posisinya ada di masjid. Aku
Part 67PoV Dira________Dua minggu sudah Mas Pratama meninggalkan luka, hatiku masih merasakan kesedihan yang mendalam. Aku sangat terpukul apalagi anak anak terus-terusan memanggil Ayahnya.Aku sama sekali tidak bisa menjawab pertanyaan anak-anakku, apalagi Raffa dan Bilqis mereka belum mengerti ayahnya sudah tiada. Sekarang aku harus membiasakan hidup tanpa seorang suami dan harus menjadi tulang punggung untuk anak-anakku.Sangat sulit memang menjadi diriku yang sekarang ini, sudah menjanda dua kali dengan empat orang anak. Tapi aku harus bisa menjalani kehidupan sehari-hariku yang baru.Aku harus memulai kehidupan yang sangat indah, supaya di alam sana Mas Pratama bisa tersenyum dan bahagia menatap anak-anak yang dicintainya tumbuh dewasa pintar dan menjadi anak yang shaleh dan solehah.Sekarang aku ingin
Part 68Aku telah sampai di halaman rumah dan bergegas masuk ke dalam rumah, terlihat anak-anak tengah bermain bersama Neneknya. Lantas aku menghampiri mereka yang nampak ceria."Selamat siang, anak-anak Bunda," aku menyapa mereka sambil memeluk."Bunda habis dari mana?" Raffa bertanya setelah aku menciumnya."Bunda habis bertemu teman sebentar, Sayang," ujarku mencolek hidungnya."Kok lama sih, Bun, kami dari tadi nunggu Bunda tau!" Raffa merengek."Iya, maafkan Bunda ya, Sayang. Oh iya, kalian sudah mandi belum?" tanyaku menatap anak-anak bergantian.Mereka menggelengkan kepala."Kalau belum, cepatan gih mandi, nanti setelah mandi kita main keluar, mau ngak?""Mau, Bund." jawab mereka serentak
Part 69"Astagfirullahal adzim ..."Aku menatap pria yang tiba-tiba berusaha mengagetkan.Ternyata ia Dokter Marcell."Ini, Dok, ban mobil kempes dan ternyata ada paku di sekeliling jalan," Mama sambil memperlihatkan paku yang tertancap di ban."Biar saya bantu, saya akan panggilkan tukang untuk membereskan semua ini," ujar Dokter Marcell hendak menolong."Lantas, kami 'kan harus pulang ke rumah,""Lebih baik Ibu, Dira dan anak-anak naik mobil saya dulu kebetulan saya juga mau pulang melewati rumah Ibu," ujarnya.Aku menatap Mama, ia langsung meng-iyakan saja."Baiklah kalau begitu, kami mau," Mama segera menyerahkan kunci mobil pada Dokter Marcel dan seketika itu ia langsung menelepon tukang langganannya.
"Dira!''Aku membalikan badan, dokter muda itu menghampiriku."Kenapa kamu pergi?" tanyanya menatap tajam."Aku tidak pergi, hanya ingin duduk di ruang keluarga saja, ada apa emang?" tanyaku menyilangkan kedua tangan di dada."Aku tahu kamu masih sangat terluka, maafkan aku karena sudah lancang bertanya tentang statusmu, aku sama sekali tidak bermaksud ikut campur!" ujarnya merasa bersalah."Tidak apa, aku hanya ingin sendiri saja.'' ucapku tak ingin mengatakan hal yang lebih dari hal itu."Maafkan aku, Dira. Karena telah membuat hatimu terluka," imbuhnya, Dokter Marcell meminta maaf. Padahal aku sama sekali tidak marah, hanya kesal saja.Lantas, ia duduk di sebelahku.Jujur, aku merasa sangat ris
Part 71Tapi sepertinya aku tidak bisa berhenti bekerja di perusahaan PT Atmajaya Gruop. Aku tidak mau mencoreng nama baik dan malah akan di cap sebagai karyawan yang tak bertanggung jawab. Baru bekerja satu hari malah keluar.Aku tidak mau hal itu terjadi."Iya, Pah, Mah. Nanti akan Dira pikirkan. Kalau begitu, aku mau ke kamar dulu ya, udah gerah soalnya," ujarku beranjak pergi."Tunggu dulu, Dira. Papa juga kesini berniat memberikan hasil omset selama satu tahun lamanya. Ini semua dari pusat mau pun cabang," Papa membuka koper lalu membuka resleting dan betapa terkejutnya aku melihat uang sebanyak itu di simpan diatas koper."Banyak sekali, Pah!"Aku kaget sekali. Ternyata Papa menyimpan dan tidak mempergunakannya sama sekali selama Papa menguru
part 77''Sudah Nak, biarkan saja Papa sama Mama yang bertugas mengerjakan ini. Kamu istirahat saja jaga anak-anak, nanti pada tidak bisa diam lagi,'' ujar Papa, aku menghela nafas berniat ingin membantu tapi di larang.''Biar Dira saja. Papa dan Mama istirahat, sepertinya lelah sekali. Dira ingin bantu,'' sahutku memegang pergelangan tangan papa.''Ya sudah, jika kamu mau membantu. Silahkan saja, kebetulan Papa dan Mama juga sangat cape sekali ingin istirahat,'' sahut Papa duduk di kursi.''Nah, lebih baik istirahat saja. Aku tidak mau melihat Papa dan Mama kecapekan,'' sahutku tersenyum.''Terima kasih, Dira. Yasudah, Papa dan Mama istirahat dulu ya. Anak-anak biar Papa yang jaga,'' ujar Papa, aku hanya mengangguk saja.Papa pergi dan masuk kedalam ruangan k
Aku segera membaca lembaran kertas yang sudah aku raih.Aku sangat kaget setengah mati membaca lembaran ini. Ternyata sebuah surat warisan."Maksudnya apa, Pah?" tanyaku menatap Papa tak percaya akan isi didalam surat ini."Ini surat warisan dari suamimu, sewaktu Pratama masih hidup ia memberikan surat ini pada Papa. Jadi, almarhum suamimu memberikan semua harta yang ia miliki untuk kamu dan anak-anakmu. Yaitu sebuah perusahaan, apartement dan seratus hektar tanah," sahut Papa memberitahu, aku sangat schok mendengar ucapannya."Tapi, Pah. Dira sudah memeliki rumah makan dan banyak cabang dimana-mana. Dira tidak mau menerima harta ini karena Dira masih mampu membiayai anak-anak, lagi pula Papa dan Mama juga butuh harta ini kenapa merelakkan untukku?" tanyaku dengan perasaan yang sangat sedih.Beta
Part 75"Betul, Dira. Mama dan Papa sangat setuju jika kamu menikah dengan Marcell," ujar Mama yang tiba-tiba datang menghampiri kami."Tapi, Mah. Dira tidak mau," kataku menolak lamaran ini dengan sungguh-sungguh."Kenapa emangnya? Apa ada yang kamu tak sukai dari Marcell?" tanya Pak Bayu menatapku penuh arti."Bukan tak menyukai, Pak. Tapi saya masih ingin menyendiri saja," kataku sembari menunduk.Pak Bayu dan Marcell terdengar menghela nafas kasar, mereka mungkin mengerti tentang kondisiku saat ini."Kalau begitu, saya paham. Mungkin kamu masih terluka karena di tinggal pergi oleh suamimu. Saya dan anak saya hanya bermaksud baik saja, kalau tidak menerima lamaran ini saya dan anak saya mengerti akan keputusanmu. Kalau begitu saya dan
Part 74Aku menghirup udara di taman Rumah sakit, menatap sekeliling dengan perasaan tenang. Sungguh hatiku sedang merasakan kebahagian. Karena mengingat orang tuaku yang tengah berbahagia.Aku pun sebenarnya ingin bahagia, hm ... Kalau saja Mas Pratama masih hidup aku tidak akan merasakan kesepian seperti ini, kamu pasti hidup bahagia selalu dan saling bersama-sama dalam suka maupun duka.Pernah aku berfikir ingin mengakhiri hidup karena telah kehilangan sosok suami yang begitu perhatian, tanggung jawab dan selalu membuat hari-hariku bahagia.Tapi keinginan itu tidak terwujud sebab aku masih punya keluarga yang amat aku cintai.Aku punya kedua orang tua yang baik dan penuh perhatian begitu juga punya buah hati yang begitu menggemaskan. Disisi lain aku sangat bahagia tapi di lain sisi
Part 73"Dira ...."Terdengar suara bariton laki-laki mengagetkanku, seketika aku membuka selimut dan menatapnya."Bikin kaget saja!" kataku kesal."Maaf," sahutnya tanpa merasa bersalah.Aku memalingkan badan tak menatapnya."Maaf aku telat memeriksakan kesehatanmu, hari ini aku sangat sibuk sekali," ujar Dokter Marcell."Iya, tidak apa-apa," ucapku acuh.Ia mendekati dan aku langsung di periksa olehnya."Apa sekarang mau dilepas kain penutup kepalanya?" tawarnya, aku menatapnya."Besok sajalah, sekarang aku mau tidur sudah ngantuk!" kataku sambil memalingkan tubuh membelakanginya.
Part 72Aku membuka mata perlahan menatap sekeliling ruangan yang bernuansa berwarna putih. Terlihat Mama sedang menangis tersedu-sedu memeluk tubuhku.Papa terlihat menundukan kepala sambil terus mengusap air matanya yang mengalir sedih."Pa-pa, Ma-ma ..." kataku bersuara terbata-bata.Kedua orang tuaku menatapku dan mereka menghampiriki."Alhamdulillah ... akhirnya kamu sudah sadarkan diri, Sayang!" ujar Mama menghapus air matanya."Kami dari semalam menghawatirkan kamu tidak sadarkan diri, sekarang bagaimana kondisi kamu? Apa masih sakit?" tanya Papa penuh perhatian."Hanya sedikit pusing saja, Pah!""Kalau ada yang sakit, bilang sama Mama dan Papa biar dipijit," kata Mama tersenyum m
Part 71Tapi sepertinya aku tidak bisa berhenti bekerja di perusahaan PT Atmajaya Gruop. Aku tidak mau mencoreng nama baik dan malah akan di cap sebagai karyawan yang tak bertanggung jawab. Baru bekerja satu hari malah keluar.Aku tidak mau hal itu terjadi."Iya, Pah, Mah. Nanti akan Dira pikirkan. Kalau begitu, aku mau ke kamar dulu ya, udah gerah soalnya," ujarku beranjak pergi."Tunggu dulu, Dira. Papa juga kesini berniat memberikan hasil omset selama satu tahun lamanya. Ini semua dari pusat mau pun cabang," Papa membuka koper lalu membuka resleting dan betapa terkejutnya aku melihat uang sebanyak itu di simpan diatas koper."Banyak sekali, Pah!"Aku kaget sekali. Ternyata Papa menyimpan dan tidak mempergunakannya sama sekali selama Papa menguru
"Dira!''Aku membalikan badan, dokter muda itu menghampiriku."Kenapa kamu pergi?" tanyanya menatap tajam."Aku tidak pergi, hanya ingin duduk di ruang keluarga saja, ada apa emang?" tanyaku menyilangkan kedua tangan di dada."Aku tahu kamu masih sangat terluka, maafkan aku karena sudah lancang bertanya tentang statusmu, aku sama sekali tidak bermaksud ikut campur!" ujarnya merasa bersalah."Tidak apa, aku hanya ingin sendiri saja.'' ucapku tak ingin mengatakan hal yang lebih dari hal itu."Maafkan aku, Dira. Karena telah membuat hatimu terluka," imbuhnya, Dokter Marcell meminta maaf. Padahal aku sama sekali tidak marah, hanya kesal saja.Lantas, ia duduk di sebelahku.Jujur, aku merasa sangat ris
Part 69"Astagfirullahal adzim ..."Aku menatap pria yang tiba-tiba berusaha mengagetkan.Ternyata ia Dokter Marcell."Ini, Dok, ban mobil kempes dan ternyata ada paku di sekeliling jalan," Mama sambil memperlihatkan paku yang tertancap di ban."Biar saya bantu, saya akan panggilkan tukang untuk membereskan semua ini," ujar Dokter Marcell hendak menolong."Lantas, kami 'kan harus pulang ke rumah,""Lebih baik Ibu, Dira dan anak-anak naik mobil saya dulu kebetulan saya juga mau pulang melewati rumah Ibu," ujarnya.Aku menatap Mama, ia langsung meng-iyakan saja."Baiklah kalau begitu, kami mau," Mama segera menyerahkan kunci mobil pada Dokter Marcel dan seketika itu ia langsung menelepon tukang langganannya.