Part 49Pagi menyapa, aku terbangun dari tidur yang nyenyak, aku menatap jam di dinding ternyata sekarang sudah pukul 07:00. Aku menatap ke samping, ternyata Mas Pratama masih tertidur dengan pulas.Aku bangun dan duduk berniat hendak ke kamar mandi, untuk mandi karena badanku sudah sangat gerah sekali. Aku masuk dan segera menutup pintu perlahan.Selang lima belas menit berlalu, akhirnya aku telah selesai mandi dan keluar dari kamar. Nampaknya suamiku sudah terbangun dari tidur, aku tersenyum menatap Mas Pratama.Aku berjalan melewatinya dan segera membuka lemari pakaian untuk mengambil pakaian yang akan aku kenakan. Selesai itu, aku segera memakai pakaianku.Mas Pratama memandang tak berkedip, aku membiarkan suamiku menatap. Lagian kami sudah menjadi suami istri, aku sama sekali tidak malu memperlihatkan auratku padanya.&nbs
Aku sama sekali tidak percaya, wanita yang sedang memelas menjadi pengemis ini wanita yang sangat aku kenal sekali dan pernah membuat hatiku terluka akan kelakuannya.Ia ternyata Rosa. Perempuan yang pernah merusak rumah tanggaku dengan Mas Faisal. Aku sama sekali tidak menyangka Rosa akan menjadi seorang pengemis."Rosa ....""Dira ...."Aku kaget menatap Rosa yang sudah berbeda 180°. Pakaian nya lusuh, wajahnya tak terawat seperti bukan Rosa yang aku kenal dulu.Selang beberapa detik kami saling menatap, tanpa fikir panjang Rosa pergi berlari meninggalkan aku yang memandangnya heran tak percaya.Aku menatap kepergian Rosa, ia sudah tidak terlihat lagi. Aku berniat mencari ingin bertanya Pada Rosa, kenapa ia bisa seperti ini?Aku menatap kesekeliling tak kutemukan Rosa,
Part 51 "Dira ...." terdengar suara pria dari arah belakang aku dan Mas Pratama, kami segera menoleh ke belakang. Aku dan suami menatap siapa yang memanggil, rupa-rupanya ia Mas Faisal. Aku dan suamiku bangun dari duduk, menatap kedatangan mantan suamiku. Aku sama sekali tidak menyangka ternyata Mas Faisal mengikuti sampai ke Puncak. "Kenapa kamu bisa berada disini?" Tanyaku menatapnya, ia membuka kaca mata hitamnya lalu menatap kecut ke arahku dan suamiku "Aku sengaja mengikutimu, kemana pun kalian pergi aku pasti akan mengikuti kalian," "Apa tujuan anda mengikuti kami?" sahut Mas Pratama menatap tajam Mas Faisal. ia malah terkekeh. "Saya sangat ingin berjumpa dengan istri anda karena saya masih sangat mencintai
Part 52Sesaat kemudian, aku kembali terlelap karena tidak kuat merasakan sakit kepala.Tiba-tiba, terdengar suara pintu terbuka."Dira ...."Mas Pratama datang menghampiriku yang tengah tertidur lemas, aku hanya mendengar suaranya tanpa mau membuka mata."Kamu kenapa, Sayang?" suamiku panik, gegas membangunkan aku.Aku membuka mata perlahan, "Mas, aku sakit, pusing sekali,""Sekarang kita ke rumah sakit ya," ajak suamiku--Mas Pratama."Aku tidak mau Mas, aku hanya butuh istirahat saja," Aku menolak ajakan Mas Pratama untuk pergi ke rumah sakit, aku hanya ingin diam saja di kamar."Kalau tidak ke rumah sakit, bagaimana bisa tahu kamu sakit apa, Sayang,""Sebentar lagi juga reda pusingnya, aku mau
Part 53Kami masih sangat khawatir dengan keadaan Rena, tak henti-hentinya aku berdoa supaya Rena selamat dan bisa sadarkan diri.Dokter keluar dari ruang ICU, aku dan Mas Pratama segera bangun dari duduk dan menghampiri dokter."Bagaimana keadaan rena, Dok?" tanyaku pada dokter."Pasien mengalami pendarahan yang cukup serius, ia mengalami kritis dan harus di rawat intensif," Dokter memberi tahu keadaan Rena, kami yang mendengar kaget."Apa Rena bisa di selamatkan, Dok?" tanya Mas Pratama menatap sedih Rena."Mudah-mudahan saja pasien segera sembuh dari kritis. Kalau begitu saya permisi dulu, Bu, Pak," pamit Dokter segera pergi dari hadapan aku dan Mas Pratama.Mas Pratama terduduk di kursi aku menatap wajah suamiku, ia seperti terpukul atas kejadian ini. Aku lekas duduk di samping
Aku senang melihat keakraban mereka, aku juga bahagia Mas Pratama melakukan Khaira dan Rasya sama seperti anak kandungnya sendiri. Aku tersenyum menatap mereka.Kami pergi keluar rumah untuk membuat Khaira dan Rasya tersenyum. Mas Pratama langsung membawa mobil yang terparkir di garasi.Aku dan kedua anakku lekas masuk ke mobil setelah mobil berada di hadapan. Kami masih dengan ceria, melihat anak-anak yang tersenyum penuh bangga.Aku dan Mas Pratama sama sekali tidak mau melihat Khaira dan Rasya bersedih, kami tahu mereka juga ingin merasakan bermain dan bersenang di luar."Sekarang kita menuju ke Mall, anak-anak!""Nanti kalau di Mall ketemu sama Nenek dan kakak bagaiamana, Yah?" tanya Rasya pada Mas Pratama."Tidak masalah, kalau ketemu kan bisa langsung bermain sama kakak, kan?" Mas Pratama tersenyum
Part 55Aku fokus membaca pesan dari sekretaris, ternyata ia mengirim pesan yang membuat aku marah dan kecewa.[Pak, saya mohon. Terima saya sebagai istri Bapak, saya sangat mencintai Pak Pratama. Tidak mengapa menjadi istri kedua, asalkan saya bisa menikah dengan Pak Pratama] sekretaris mengirim pesan.[Maaf, Tiara. Saya tidak mau mengecewakan istri saya, kamu carilah lelaki lain yang lebih baik dari saya. Istri saya terlalu solehah dan baik bila di khianati] Balasan suamiku, aku sangat terharu melihat jawabannya.[Tapi, saya hanya mencintai Pak Pratama, sudah lama saya menginginkan. Tapi, sama sekali Pak Pratama tidak peka] Aku sangat marah membaca pesan dari sekretaris ini, bisa-bisanya ia menginginkan suamiku.[Sudah ... saya tidak mau berurusan lagi dengan kamu, lebih baik kamu tidak usah menjadi sekretaris saya lagi. Saya tida
Part 56Sesampainya di rumah sakit, kami menatap Rena yang masih terbujur kaku diruang rawat, aku merasa kasihan padanya. Ia mengalami seperti ini juga karena menolong suamiku.Dokter tengah memeriksa kondisi Rena bersama seorang suster yang mencatat."Bagaimana kondisinya sekarang, Dok?" tanya Mas Pratama penuh perhatian, "Sampai kapan Rena akan seperti ini?""Berdoa saja, mudah-mudahan pasien segera siuman." sahut Dokter memberi penjelasan.Dokter dan suster pamit keluar, aku dan Mas Rena menunggu Rena, mudah-mudahan ada keajaiban supaya Rena segera sadar dari masa kritisnya.Sementara anak-anak sedang bermain dikursi, bermain boneka yang dibawa dari rumah."Bunda, jari mbak Rena bergerak," ucap Khaira bersorak.Kami menatap jemari Rena, jari tanganny
part 77''Sudah Nak, biarkan saja Papa sama Mama yang bertugas mengerjakan ini. Kamu istirahat saja jaga anak-anak, nanti pada tidak bisa diam lagi,'' ujar Papa, aku menghela nafas berniat ingin membantu tapi di larang.''Biar Dira saja. Papa dan Mama istirahat, sepertinya lelah sekali. Dira ingin bantu,'' sahutku memegang pergelangan tangan papa.''Ya sudah, jika kamu mau membantu. Silahkan saja, kebetulan Papa dan Mama juga sangat cape sekali ingin istirahat,'' sahut Papa duduk di kursi.''Nah, lebih baik istirahat saja. Aku tidak mau melihat Papa dan Mama kecapekan,'' sahutku tersenyum.''Terima kasih, Dira. Yasudah, Papa dan Mama istirahat dulu ya. Anak-anak biar Papa yang jaga,'' ujar Papa, aku hanya mengangguk saja.Papa pergi dan masuk kedalam ruangan k
Aku segera membaca lembaran kertas yang sudah aku raih.Aku sangat kaget setengah mati membaca lembaran ini. Ternyata sebuah surat warisan."Maksudnya apa, Pah?" tanyaku menatap Papa tak percaya akan isi didalam surat ini."Ini surat warisan dari suamimu, sewaktu Pratama masih hidup ia memberikan surat ini pada Papa. Jadi, almarhum suamimu memberikan semua harta yang ia miliki untuk kamu dan anak-anakmu. Yaitu sebuah perusahaan, apartement dan seratus hektar tanah," sahut Papa memberitahu, aku sangat schok mendengar ucapannya."Tapi, Pah. Dira sudah memeliki rumah makan dan banyak cabang dimana-mana. Dira tidak mau menerima harta ini karena Dira masih mampu membiayai anak-anak, lagi pula Papa dan Mama juga butuh harta ini kenapa merelakkan untukku?" tanyaku dengan perasaan yang sangat sedih.Beta
Part 75"Betul, Dira. Mama dan Papa sangat setuju jika kamu menikah dengan Marcell," ujar Mama yang tiba-tiba datang menghampiri kami."Tapi, Mah. Dira tidak mau," kataku menolak lamaran ini dengan sungguh-sungguh."Kenapa emangnya? Apa ada yang kamu tak sukai dari Marcell?" tanya Pak Bayu menatapku penuh arti."Bukan tak menyukai, Pak. Tapi saya masih ingin menyendiri saja," kataku sembari menunduk.Pak Bayu dan Marcell terdengar menghela nafas kasar, mereka mungkin mengerti tentang kondisiku saat ini."Kalau begitu, saya paham. Mungkin kamu masih terluka karena di tinggal pergi oleh suamimu. Saya dan anak saya hanya bermaksud baik saja, kalau tidak menerima lamaran ini saya dan anak saya mengerti akan keputusanmu. Kalau begitu saya dan
Part 74Aku menghirup udara di taman Rumah sakit, menatap sekeliling dengan perasaan tenang. Sungguh hatiku sedang merasakan kebahagian. Karena mengingat orang tuaku yang tengah berbahagia.Aku pun sebenarnya ingin bahagia, hm ... Kalau saja Mas Pratama masih hidup aku tidak akan merasakan kesepian seperti ini, kamu pasti hidup bahagia selalu dan saling bersama-sama dalam suka maupun duka.Pernah aku berfikir ingin mengakhiri hidup karena telah kehilangan sosok suami yang begitu perhatian, tanggung jawab dan selalu membuat hari-hariku bahagia.Tapi keinginan itu tidak terwujud sebab aku masih punya keluarga yang amat aku cintai.Aku punya kedua orang tua yang baik dan penuh perhatian begitu juga punya buah hati yang begitu menggemaskan. Disisi lain aku sangat bahagia tapi di lain sisi
Part 73"Dira ...."Terdengar suara bariton laki-laki mengagetkanku, seketika aku membuka selimut dan menatapnya."Bikin kaget saja!" kataku kesal."Maaf," sahutnya tanpa merasa bersalah.Aku memalingkan badan tak menatapnya."Maaf aku telat memeriksakan kesehatanmu, hari ini aku sangat sibuk sekali," ujar Dokter Marcell."Iya, tidak apa-apa," ucapku acuh.Ia mendekati dan aku langsung di periksa olehnya."Apa sekarang mau dilepas kain penutup kepalanya?" tawarnya, aku menatapnya."Besok sajalah, sekarang aku mau tidur sudah ngantuk!" kataku sambil memalingkan tubuh membelakanginya.
Part 72Aku membuka mata perlahan menatap sekeliling ruangan yang bernuansa berwarna putih. Terlihat Mama sedang menangis tersedu-sedu memeluk tubuhku.Papa terlihat menundukan kepala sambil terus mengusap air matanya yang mengalir sedih."Pa-pa, Ma-ma ..." kataku bersuara terbata-bata.Kedua orang tuaku menatapku dan mereka menghampiriki."Alhamdulillah ... akhirnya kamu sudah sadarkan diri, Sayang!" ujar Mama menghapus air matanya."Kami dari semalam menghawatirkan kamu tidak sadarkan diri, sekarang bagaimana kondisi kamu? Apa masih sakit?" tanya Papa penuh perhatian."Hanya sedikit pusing saja, Pah!""Kalau ada yang sakit, bilang sama Mama dan Papa biar dipijit," kata Mama tersenyum m
Part 71Tapi sepertinya aku tidak bisa berhenti bekerja di perusahaan PT Atmajaya Gruop. Aku tidak mau mencoreng nama baik dan malah akan di cap sebagai karyawan yang tak bertanggung jawab. Baru bekerja satu hari malah keluar.Aku tidak mau hal itu terjadi."Iya, Pah, Mah. Nanti akan Dira pikirkan. Kalau begitu, aku mau ke kamar dulu ya, udah gerah soalnya," ujarku beranjak pergi."Tunggu dulu, Dira. Papa juga kesini berniat memberikan hasil omset selama satu tahun lamanya. Ini semua dari pusat mau pun cabang," Papa membuka koper lalu membuka resleting dan betapa terkejutnya aku melihat uang sebanyak itu di simpan diatas koper."Banyak sekali, Pah!"Aku kaget sekali. Ternyata Papa menyimpan dan tidak mempergunakannya sama sekali selama Papa menguru
"Dira!''Aku membalikan badan, dokter muda itu menghampiriku."Kenapa kamu pergi?" tanyanya menatap tajam."Aku tidak pergi, hanya ingin duduk di ruang keluarga saja, ada apa emang?" tanyaku menyilangkan kedua tangan di dada."Aku tahu kamu masih sangat terluka, maafkan aku karena sudah lancang bertanya tentang statusmu, aku sama sekali tidak bermaksud ikut campur!" ujarnya merasa bersalah."Tidak apa, aku hanya ingin sendiri saja.'' ucapku tak ingin mengatakan hal yang lebih dari hal itu."Maafkan aku, Dira. Karena telah membuat hatimu terluka," imbuhnya, Dokter Marcell meminta maaf. Padahal aku sama sekali tidak marah, hanya kesal saja.Lantas, ia duduk di sebelahku.Jujur, aku merasa sangat ris
Part 69"Astagfirullahal adzim ..."Aku menatap pria yang tiba-tiba berusaha mengagetkan.Ternyata ia Dokter Marcell."Ini, Dok, ban mobil kempes dan ternyata ada paku di sekeliling jalan," Mama sambil memperlihatkan paku yang tertancap di ban."Biar saya bantu, saya akan panggilkan tukang untuk membereskan semua ini," ujar Dokter Marcell hendak menolong."Lantas, kami 'kan harus pulang ke rumah,""Lebih baik Ibu, Dira dan anak-anak naik mobil saya dulu kebetulan saya juga mau pulang melewati rumah Ibu," ujarnya.Aku menatap Mama, ia langsung meng-iyakan saja."Baiklah kalau begitu, kami mau," Mama segera menyerahkan kunci mobil pada Dokter Marcel dan seketika itu ia langsung menelepon tukang langganannya.