Part 55Aku fokus membaca pesan dari sekretaris, ternyata ia mengirim pesan yang membuat aku marah dan kecewa.[Pak, saya mohon. Terima saya sebagai istri Bapak, saya sangat mencintai Pak Pratama. Tidak mengapa menjadi istri kedua, asalkan saya bisa menikah dengan Pak Pratama] sekretaris mengirim pesan.[Maaf, Tiara. Saya tidak mau mengecewakan istri saya, kamu carilah lelaki lain yang lebih baik dari saya. Istri saya terlalu solehah dan baik bila di khianati] Balasan suamiku, aku sangat terharu melihat jawabannya.[Tapi, saya hanya mencintai Pak Pratama, sudah lama saya menginginkan. Tapi, sama sekali Pak Pratama tidak peka] Aku sangat marah membaca pesan dari sekretaris ini, bisa-bisanya ia menginginkan suamiku.[Sudah ... saya tidak mau berurusan lagi dengan kamu, lebih baik kamu tidak usah menjadi sekretaris saya lagi. Saya tida
Part 56Sesampainya di rumah sakit, kami menatap Rena yang masih terbujur kaku diruang rawat, aku merasa kasihan padanya. Ia mengalami seperti ini juga karena menolong suamiku.Dokter tengah memeriksa kondisi Rena bersama seorang suster yang mencatat."Bagaimana kondisinya sekarang, Dok?" tanya Mas Pratama penuh perhatian, "Sampai kapan Rena akan seperti ini?""Berdoa saja, mudah-mudahan pasien segera siuman." sahut Dokter memberi penjelasan.Dokter dan suster pamit keluar, aku dan Mas Rena menunggu Rena, mudah-mudahan ada keajaiban supaya Rena segera sadar dari masa kritisnya.Sementara anak-anak sedang bermain dikursi, bermain boneka yang dibawa dari rumah."Bunda, jari mbak Rena bergerak," ucap Khaira bersorak.Kami menatap jemari Rena, jari tanganny
Part 57Sepertinya Mama mengikutiku. Aku segera membuka pintu, mudah-mudahan bukan Mas Pratama yang datang.Ketika aku membuka pintu, ternyata yang bertamu adalah Mas Faisal."Mau apa lagi kamu kesini?" tanyaku penuh emosi."Aku kesini, ingin bermaksud baik. Tolong kamu jangan bentak," ucap Mas Faisal."Aku tidak akan bentak kalau kamu tidak kesini, ini semua karena ulahmu. Hubunganku dengan suamiku malah renggang." Kataku berusaha mengusirAku mendorong tubuh Mas Faisal sampai ia terjatuh."Ada apa ini?" tanya Mama keheranan."Tidak ada apa-apa, Mah. Ia hanya orang setres saja yang mau menganggu rumah tanggaku.""Cukup, Dira. Kamu sudah tahu sekarang kan? Pratama suamimu itu sama seperti aku, sama-sama bajingan.
Part 58___________"Kenapa Dira?" tanya Mama."Mas Pratama mah, ia mengalami kecelakaan!" ucapku memberi tahu Mama."Apa?" Mama kaget mendengar ucapanku."Sekarang mas Pratama sedang dibawa ke rumah sakit." aku menangis memeluk mama, sama sekali tidak menyangka suamiku akan mengalami hal yang tidak aku inginkan."Kamu tenang, Sayang!" Mama mengelus pungungku, "Lebih baik kita ke rumah sakit sekarang, mudah-mudahan yang dimaksud bukan Pratama suamimu!"Aku berjalan keluar rumah, anak-anak ikut karena tidak ada yang menjaganya.Dadaku sesak bergemuruh, aku sama sekali tidak menyangka padahal kami sedang bertengkar. Aku tidak fokus menyetir terbayang suamiku."Dira berhenti!" bentak mama.BRUK!
Part 59___________Aku segera keluar dari Masjid karena tidak mau sampai meninggalkan terlalu lama Mas Pratama dikamar rawat.Aku setengah berlari supaya cepat sampai."Hei!" sapa seseorang memanggil dari arah belakang. Aku menoleh kesumber suara rupa-rupanya ia adalah ...."Kamu?""Hai, perkenalkan nama saya Marcell." ucapnya mengulurkan tangan."Maaf, saya harus pergi!" Aku menolak berjabat tangan.Tanpa mendengar jawabannya aku langsung pergi meninggalkannya.Iya adalah laki-laki yang tadi yang mengetuk pintu mobilku sewaktu aku sudah menabrak pengemudi sepeda.Aku tidak tahu maksudnya, kenapa ia bisa tahu aku sedang berada di sini?Lebih baik aku abaikan, aku tid
Part 60KREK!Ada yang masuk keruangan. Kami menatap siapa yang datang. Ternyata dia Dokter Marcell."Dokter, bagaimana kondisi putra saya?" tanya Mama mertuaku berdurai air mata."Anak Ibu masih dalam kritis, berdoa terus semoga ada keajaiban dari yang maha kuasa, pasien bisa sadarkan diri," Dokter menenangkan Ibu."Saya ingin anak saya sadar sekarang dok, saya sangat takut kehilangan anak saya.""Mah, yang tenang. Dokter pun sudah berusaha semaksimal mungkin untuk kesembuhan anak kita. Mama yang sabar dan tenang," papa menasehati mama tapi mama sepertinya enggan."Mama tidak bisa tenang melihat keadaan anak kita yang berjuang antara hidup dan mati. Mama takut Pratama pergi." seketika itu mama langsung pingsan tak sadarkan diri.Tiba-tiba ....
Part 61"Saya punya bukti."Terdengar suara lelaki yang menyahut, aku segera memalingkan badan dan menatap siapa yang bicara barusan.Ternyata dia Dokter Marcell.Mas Faisal segera menghampiri Dokter Marcell."Anda punya bukti apa?" tanya Mas Faisal melotot seperti akan menerkamIa pun segera mengambil ponsel yang berada disaku miliknya dan segera memperlihatkan bukti vidio sewaktu tadi aku berdebat dengan Mas Faisal."Ini buktinya!" sahutnya tersenyum sinis.Mas Faisal yang melihat segera merampas ponsel yang digengam dokter Marcell. Tapi nihil, dokter pun langsung bergerak cepat."Saya akan mengirimkan bukti ini pada pihak berwajib, anda akan masuk BUI dan mendekam dibalik jeruji besi." dia pu
Part 62"Kalau kamu tidak suka, silahkan tanda tangan sekarang juga!" mama terus-terusan memintaku tanda tangan. Aku bingung, aku tidak mau."Anisa!" ucap salah seorang memanggil nama Mama mertuaku, seketika itu kami berpaling dan menatap siapa gerangan yang datang.."Mama!" pekikku."Kanapa kamu mengusir anak saya?" tanya mama marah.Mungkin saja Mama tahu tentang apa yang baru saja kami debatkan."Emangnya kenapa? Ini rumah anak saya. Sekarang Pratama sudah meninggal saya mau mengambil apa yang sudah Pratama kasih 'kan pada Dira," sahut Mama Anisa sembari menatap sinis.Mama sekaan marah dan langsung memegang pergelangan tanganku."Kamu itu wanita tak tahu diri, anak baru saja meninggal sudah berani-beraninya mengusir anak saya. Kamu tidak ada hak men
part 77''Sudah Nak, biarkan saja Papa sama Mama yang bertugas mengerjakan ini. Kamu istirahat saja jaga anak-anak, nanti pada tidak bisa diam lagi,'' ujar Papa, aku menghela nafas berniat ingin membantu tapi di larang.''Biar Dira saja. Papa dan Mama istirahat, sepertinya lelah sekali. Dira ingin bantu,'' sahutku memegang pergelangan tangan papa.''Ya sudah, jika kamu mau membantu. Silahkan saja, kebetulan Papa dan Mama juga sangat cape sekali ingin istirahat,'' sahut Papa duduk di kursi.''Nah, lebih baik istirahat saja. Aku tidak mau melihat Papa dan Mama kecapekan,'' sahutku tersenyum.''Terima kasih, Dira. Yasudah, Papa dan Mama istirahat dulu ya. Anak-anak biar Papa yang jaga,'' ujar Papa, aku hanya mengangguk saja.Papa pergi dan masuk kedalam ruangan k
Aku segera membaca lembaran kertas yang sudah aku raih.Aku sangat kaget setengah mati membaca lembaran ini. Ternyata sebuah surat warisan."Maksudnya apa, Pah?" tanyaku menatap Papa tak percaya akan isi didalam surat ini."Ini surat warisan dari suamimu, sewaktu Pratama masih hidup ia memberikan surat ini pada Papa. Jadi, almarhum suamimu memberikan semua harta yang ia miliki untuk kamu dan anak-anakmu. Yaitu sebuah perusahaan, apartement dan seratus hektar tanah," sahut Papa memberitahu, aku sangat schok mendengar ucapannya."Tapi, Pah. Dira sudah memeliki rumah makan dan banyak cabang dimana-mana. Dira tidak mau menerima harta ini karena Dira masih mampu membiayai anak-anak, lagi pula Papa dan Mama juga butuh harta ini kenapa merelakkan untukku?" tanyaku dengan perasaan yang sangat sedih.Beta
Part 75"Betul, Dira. Mama dan Papa sangat setuju jika kamu menikah dengan Marcell," ujar Mama yang tiba-tiba datang menghampiri kami."Tapi, Mah. Dira tidak mau," kataku menolak lamaran ini dengan sungguh-sungguh."Kenapa emangnya? Apa ada yang kamu tak sukai dari Marcell?" tanya Pak Bayu menatapku penuh arti."Bukan tak menyukai, Pak. Tapi saya masih ingin menyendiri saja," kataku sembari menunduk.Pak Bayu dan Marcell terdengar menghela nafas kasar, mereka mungkin mengerti tentang kondisiku saat ini."Kalau begitu, saya paham. Mungkin kamu masih terluka karena di tinggal pergi oleh suamimu. Saya dan anak saya hanya bermaksud baik saja, kalau tidak menerima lamaran ini saya dan anak saya mengerti akan keputusanmu. Kalau begitu saya dan
Part 74Aku menghirup udara di taman Rumah sakit, menatap sekeliling dengan perasaan tenang. Sungguh hatiku sedang merasakan kebahagian. Karena mengingat orang tuaku yang tengah berbahagia.Aku pun sebenarnya ingin bahagia, hm ... Kalau saja Mas Pratama masih hidup aku tidak akan merasakan kesepian seperti ini, kamu pasti hidup bahagia selalu dan saling bersama-sama dalam suka maupun duka.Pernah aku berfikir ingin mengakhiri hidup karena telah kehilangan sosok suami yang begitu perhatian, tanggung jawab dan selalu membuat hari-hariku bahagia.Tapi keinginan itu tidak terwujud sebab aku masih punya keluarga yang amat aku cintai.Aku punya kedua orang tua yang baik dan penuh perhatian begitu juga punya buah hati yang begitu menggemaskan. Disisi lain aku sangat bahagia tapi di lain sisi
Part 73"Dira ...."Terdengar suara bariton laki-laki mengagetkanku, seketika aku membuka selimut dan menatapnya."Bikin kaget saja!" kataku kesal."Maaf," sahutnya tanpa merasa bersalah.Aku memalingkan badan tak menatapnya."Maaf aku telat memeriksakan kesehatanmu, hari ini aku sangat sibuk sekali," ujar Dokter Marcell."Iya, tidak apa-apa," ucapku acuh.Ia mendekati dan aku langsung di periksa olehnya."Apa sekarang mau dilepas kain penutup kepalanya?" tawarnya, aku menatapnya."Besok sajalah, sekarang aku mau tidur sudah ngantuk!" kataku sambil memalingkan tubuh membelakanginya.
Part 72Aku membuka mata perlahan menatap sekeliling ruangan yang bernuansa berwarna putih. Terlihat Mama sedang menangis tersedu-sedu memeluk tubuhku.Papa terlihat menundukan kepala sambil terus mengusap air matanya yang mengalir sedih."Pa-pa, Ma-ma ..." kataku bersuara terbata-bata.Kedua orang tuaku menatapku dan mereka menghampiriki."Alhamdulillah ... akhirnya kamu sudah sadarkan diri, Sayang!" ujar Mama menghapus air matanya."Kami dari semalam menghawatirkan kamu tidak sadarkan diri, sekarang bagaimana kondisi kamu? Apa masih sakit?" tanya Papa penuh perhatian."Hanya sedikit pusing saja, Pah!""Kalau ada yang sakit, bilang sama Mama dan Papa biar dipijit," kata Mama tersenyum m
Part 71Tapi sepertinya aku tidak bisa berhenti bekerja di perusahaan PT Atmajaya Gruop. Aku tidak mau mencoreng nama baik dan malah akan di cap sebagai karyawan yang tak bertanggung jawab. Baru bekerja satu hari malah keluar.Aku tidak mau hal itu terjadi."Iya, Pah, Mah. Nanti akan Dira pikirkan. Kalau begitu, aku mau ke kamar dulu ya, udah gerah soalnya," ujarku beranjak pergi."Tunggu dulu, Dira. Papa juga kesini berniat memberikan hasil omset selama satu tahun lamanya. Ini semua dari pusat mau pun cabang," Papa membuka koper lalu membuka resleting dan betapa terkejutnya aku melihat uang sebanyak itu di simpan diatas koper."Banyak sekali, Pah!"Aku kaget sekali. Ternyata Papa menyimpan dan tidak mempergunakannya sama sekali selama Papa menguru
"Dira!''Aku membalikan badan, dokter muda itu menghampiriku."Kenapa kamu pergi?" tanyanya menatap tajam."Aku tidak pergi, hanya ingin duduk di ruang keluarga saja, ada apa emang?" tanyaku menyilangkan kedua tangan di dada."Aku tahu kamu masih sangat terluka, maafkan aku karena sudah lancang bertanya tentang statusmu, aku sama sekali tidak bermaksud ikut campur!" ujarnya merasa bersalah."Tidak apa, aku hanya ingin sendiri saja.'' ucapku tak ingin mengatakan hal yang lebih dari hal itu."Maafkan aku, Dira. Karena telah membuat hatimu terluka," imbuhnya, Dokter Marcell meminta maaf. Padahal aku sama sekali tidak marah, hanya kesal saja.Lantas, ia duduk di sebelahku.Jujur, aku merasa sangat ris
Part 69"Astagfirullahal adzim ..."Aku menatap pria yang tiba-tiba berusaha mengagetkan.Ternyata ia Dokter Marcell."Ini, Dok, ban mobil kempes dan ternyata ada paku di sekeliling jalan," Mama sambil memperlihatkan paku yang tertancap di ban."Biar saya bantu, saya akan panggilkan tukang untuk membereskan semua ini," ujar Dokter Marcell hendak menolong."Lantas, kami 'kan harus pulang ke rumah,""Lebih baik Ibu, Dira dan anak-anak naik mobil saya dulu kebetulan saya juga mau pulang melewati rumah Ibu," ujarnya.Aku menatap Mama, ia langsung meng-iyakan saja."Baiklah kalau begitu, kami mau," Mama segera menyerahkan kunci mobil pada Dokter Marcel dan seketika itu ia langsung menelepon tukang langganannya.