Dia adalah Pak Pratama dan Ibu Anissa, mereka datang ingin menengok kehadiran anak yang telah di lahirkan Dira"Assalamualaikum," ucap Pak Pratama mengucap salam."Wa'alaikum salam, Nak Tama. Silahkan masuk," ucap Mama menyuruh Pak Pratama untuk masuk."Terima kasih, Bu. Oh iya perkenalkan ini Ibu saya, namanya mama Anissa,'' ucap Pak Pratama mengenalkan Ibunya."Hallo bu, saya Rida mamanya Dira dan ini Papanya Dira. Senang bisa berkenalan dengan Ibu Anisa," ucap Mama ramah sambil tersenyum ke arah Ibunya Pak Pratama."Iya, Bu. Terima kasih saya juga senang bisa bertemu dengan Ibu dan keluarga. Dira ternyata sudah melahirkan? Tampan dan cantik sekali,'' ucap Ibu Pak Pratama mengulum senyum."Terima kasih Bu, atas pujiannya terima kasih juga sebab Ibu sudah repot-repot menengok ke rumah sakit," ucap
Part 26POV FAISALHari ini aku akan datang ke apartemen Rosa, sekarang aku sudah tidak bekerja lagi. Kendaraanku hanya roda dua yang kupakai ini.Aku hendak berangkat, tapi aku sama sekali tidak mempunyai uang sepeser pun ,aku ingin meminta pada Papaku. Tapi, aku ragu sekali mendingan aku pinjam mobil mama saja, Mama pasti menginzinkan aku memakai mobilnya.Aku lekas menuju kamar mama dan sesampainya pintu kamar mama, aku lihat mama hanya sendiri saja. Aku bergegas mengetuk pintu kamar mama yang sudah terbuka.Tok ... Tok ... Tok ..."Assalamu alaikum ....'' ucapku mengucapkan salam.Tiba-tiba pintu terbuka."Waalaikum salam, masuk saja, Sal." Mama menyuruhku masuk dan aku langsung masuk ke rumah."Ada apa
PoV Faisal 2Dia adalah lelaki yang bersama mantan istriku di pengadilan waktu itu, dia yang membela mantan istriku sewaktu aku menghina Dira, dan bilang kalau dirinya adalah calon suami Dira."Hai, sepertinya saya pernah melihat kamu sebelumnya. Tapi di mana ya?" ucap lelaki itu menyapaku."Kita pernah bertemu di pengadilan tempo hari lalu," ucapku dengan mata melotot dan dia lekas mengingatnya."Oh kamu mantan suaminya Dira, sedang apa kamu berada di sini?" tanyanya dengan tersenyum kecil."Saya sekarang tinggal di apartemen ini, anda sendiri kenapa berada di sini? Sama ibu-ibu lagi!" sahutku mengejak."Saya ingin melihat-lihat apartemen saja, oh iya perkenalkan ini Ibu saya," sahutnya memperkenalkan ibu yang di sampingnya. Aku tertawa kecil, masa iya dia adalah ibu kandungnya. Aku sama sekali tidak memperca
Aku begitu terpaku dengan apa yang aku lihat sekarang, aku begitu syok dan histeris melihat Mas Faisal yang kini sudah berlumuran darah. Aku lekas menghampiri tempat kejadian perkara yang sudah terpasang garis polisi."Ibu siapa? Jangan masuk kedalam yang sudah terpasang garis polisi ini," sahut polisi melarang aku untuk menghampiri Mas Faisal."Saya Dira, mantan istri dari korban tabrakan ini. Kejadiannya seperti apa pak? kok bisa mantan suami saya kecelakaan seperti ini?" tanyaku penasaran pada polisi."Menurut saksi, ketika korban hendak berbelok kearah kanan tetapi dari arah kanan datang truk yang melaju dengan kencang, begitu juga dengan kendaraan yang di pakai korban dan korban tidak bisa mengusai kendaraan nya alhasil tabrakan pun terjadi," sahut Pak Polisi memberi tahu ku."Apakah korban selamat?""Alhamdul
"Apa maksud, Dokter? kenapa Dokter bicara seperti itu? bagaimana keadaannya Dok, Dokter ngasih tahu jangan setengah-setengah," sahutku kesal kepada Dokter.."Pasien Faisal telah melewati masa kritisnya dan sebentar lagi mudah-mudahan bangun, dia mengalami pendarahan yang cukup hebat. Akan tetapi kemungkinan kedua kaki pasien Faisal akan mengalami kelumpuhan secara total karena benturan keras sewaktu mengalami kecelakaan tersebut," tutur Dokter tegas menjelaskan kondisi Mas Faisal.Aku kaget dan kaku setelah mendengar ucapan Dokter.''Apa kakinya bisa sembuh, Dok? Apakah nantinya akan bisa berjalan kembali? Apakah kakinya akan di amputasi?" tanyaku memastikan."Mudah-mudahan ada keajaiban dari yang maha kuasa pasien Faisal akan sembuh, saya tidak mengamputasinya karena kakinya tidak terlalu parah, beliau hanya lumpuh total saja," jawabnya dengan penuh keyakinan.
"Tapi, Mama sama sekali tidak mengangkat panggilan telepon dariku, aku jadi khawatir sekali." kataku."Apa Mamamu sudah mengangkat telepon darimu, Dira?" tanya Mama menatap nanar ke arahku.Aku menggelengkan kepala pelan, "Nomer telepon Mama sama sekali tidak aktip," sahutku berterus terang."Lantas bagaimana cucu Mama? Kami sangat khawatir takut terjadi sesuatu!" mantan Mama mertua terlihat sangat risau."Iya Ma! Dira akan terus mencoba telepon orang tua Dira, Mama dan Papa tenang ya!" aku langsung menelepon kenomer ponsel Papa tapi nihil. Nomer ponsel Papa juga sama sekali tidak aktip.Aku sudah sangat bingung dengan hilangnya Mama dan Papa. Apa mungkin Mama dan Papa sudah pulang duluan yah? tapi kenapa Mama dan Papa malah meninggalkanku di rumah sakit."Bagaimana kalau kita tanya sama suster yang berjaga, m
Sesaat aku sedang menyusui bayiku, tiba-tiba terdengar bunyi telepon. Aku segera merogoh ponsel yang berada di dalam saku celana.Entah siapa yang menelepon mengganggu saja.Dan ternyata yang menelepon adalah Mas Pratama."Hallo Mas?" ucapku setelah panggilan telepon tersambung."Hallo Dira, apa kamu sudah pulang ke rumah?" tanya Mas Tama dari seberang telepon."Alhamdulillah sudah, Mas!" jawabku singkat."Alhamdulillah kalau begitu, apa Mas boleh ke rumahmu, Mas kebetulan bawa hadiah untuk bayimu? sekalian ingin melihat si kembar," tanya Mas Tama.Aku bergeming sejenak."Eum, boleh, Mas. ke rumah saja," sahutku membolehkan."Ya sudah sekarang mas ke sana, ya!" ucap Mas Tama dan sambungan telepon pun berakhir.
Bismilahi Rahmanii Rahimm.. Aku menutup mata dan aku lekas bicara"Aku bersedia, Ma. Aku mau, mudah-mudahan saja Mas Tama tidak seperti mantan suami, Dira," ucapku dengan penuh keyakinan"Alhamdulillah kalau begitu, Mama sangat senang mendengarnya," sahut Mama menimpali lalu tersenyum, "Mama percaya, Tama tidak akan seperti mantan suamimu," ucap Mama yakinSedetik kemudian, terdengar suara piring jatuh. Aku dan Mama terkejut mendengar suara dari arah belakang kami.Ternyata yang menjatuhkan itu, Mas Tama. Aku terkejut melihat dia yang sudah berada di belakang kami sambil menggendong bayi Rasya.Mas Tama langsung menghampiriku dan Mama, Mas Tama menatapku lekat-lekat ada raut kebahagian yang terpancar di wajahnya."Apa betul yang di ucapkan kamu, Dira?" tanyanya menatap mataku."Dar
part 77''Sudah Nak, biarkan saja Papa sama Mama yang bertugas mengerjakan ini. Kamu istirahat saja jaga anak-anak, nanti pada tidak bisa diam lagi,'' ujar Papa, aku menghela nafas berniat ingin membantu tapi di larang.''Biar Dira saja. Papa dan Mama istirahat, sepertinya lelah sekali. Dira ingin bantu,'' sahutku memegang pergelangan tangan papa.''Ya sudah, jika kamu mau membantu. Silahkan saja, kebetulan Papa dan Mama juga sangat cape sekali ingin istirahat,'' sahut Papa duduk di kursi.''Nah, lebih baik istirahat saja. Aku tidak mau melihat Papa dan Mama kecapekan,'' sahutku tersenyum.''Terima kasih, Dira. Yasudah, Papa dan Mama istirahat dulu ya. Anak-anak biar Papa yang jaga,'' ujar Papa, aku hanya mengangguk saja.Papa pergi dan masuk kedalam ruangan k
Aku segera membaca lembaran kertas yang sudah aku raih.Aku sangat kaget setengah mati membaca lembaran ini. Ternyata sebuah surat warisan."Maksudnya apa, Pah?" tanyaku menatap Papa tak percaya akan isi didalam surat ini."Ini surat warisan dari suamimu, sewaktu Pratama masih hidup ia memberikan surat ini pada Papa. Jadi, almarhum suamimu memberikan semua harta yang ia miliki untuk kamu dan anak-anakmu. Yaitu sebuah perusahaan, apartement dan seratus hektar tanah," sahut Papa memberitahu, aku sangat schok mendengar ucapannya."Tapi, Pah. Dira sudah memeliki rumah makan dan banyak cabang dimana-mana. Dira tidak mau menerima harta ini karena Dira masih mampu membiayai anak-anak, lagi pula Papa dan Mama juga butuh harta ini kenapa merelakkan untukku?" tanyaku dengan perasaan yang sangat sedih.Beta
Part 75"Betul, Dira. Mama dan Papa sangat setuju jika kamu menikah dengan Marcell," ujar Mama yang tiba-tiba datang menghampiri kami."Tapi, Mah. Dira tidak mau," kataku menolak lamaran ini dengan sungguh-sungguh."Kenapa emangnya? Apa ada yang kamu tak sukai dari Marcell?" tanya Pak Bayu menatapku penuh arti."Bukan tak menyukai, Pak. Tapi saya masih ingin menyendiri saja," kataku sembari menunduk.Pak Bayu dan Marcell terdengar menghela nafas kasar, mereka mungkin mengerti tentang kondisiku saat ini."Kalau begitu, saya paham. Mungkin kamu masih terluka karena di tinggal pergi oleh suamimu. Saya dan anak saya hanya bermaksud baik saja, kalau tidak menerima lamaran ini saya dan anak saya mengerti akan keputusanmu. Kalau begitu saya dan
Part 74Aku menghirup udara di taman Rumah sakit, menatap sekeliling dengan perasaan tenang. Sungguh hatiku sedang merasakan kebahagian. Karena mengingat orang tuaku yang tengah berbahagia.Aku pun sebenarnya ingin bahagia, hm ... Kalau saja Mas Pratama masih hidup aku tidak akan merasakan kesepian seperti ini, kamu pasti hidup bahagia selalu dan saling bersama-sama dalam suka maupun duka.Pernah aku berfikir ingin mengakhiri hidup karena telah kehilangan sosok suami yang begitu perhatian, tanggung jawab dan selalu membuat hari-hariku bahagia.Tapi keinginan itu tidak terwujud sebab aku masih punya keluarga yang amat aku cintai.Aku punya kedua orang tua yang baik dan penuh perhatian begitu juga punya buah hati yang begitu menggemaskan. Disisi lain aku sangat bahagia tapi di lain sisi
Part 73"Dira ...."Terdengar suara bariton laki-laki mengagetkanku, seketika aku membuka selimut dan menatapnya."Bikin kaget saja!" kataku kesal."Maaf," sahutnya tanpa merasa bersalah.Aku memalingkan badan tak menatapnya."Maaf aku telat memeriksakan kesehatanmu, hari ini aku sangat sibuk sekali," ujar Dokter Marcell."Iya, tidak apa-apa," ucapku acuh.Ia mendekati dan aku langsung di periksa olehnya."Apa sekarang mau dilepas kain penutup kepalanya?" tawarnya, aku menatapnya."Besok sajalah, sekarang aku mau tidur sudah ngantuk!" kataku sambil memalingkan tubuh membelakanginya.
Part 72Aku membuka mata perlahan menatap sekeliling ruangan yang bernuansa berwarna putih. Terlihat Mama sedang menangis tersedu-sedu memeluk tubuhku.Papa terlihat menundukan kepala sambil terus mengusap air matanya yang mengalir sedih."Pa-pa, Ma-ma ..." kataku bersuara terbata-bata.Kedua orang tuaku menatapku dan mereka menghampiriki."Alhamdulillah ... akhirnya kamu sudah sadarkan diri, Sayang!" ujar Mama menghapus air matanya."Kami dari semalam menghawatirkan kamu tidak sadarkan diri, sekarang bagaimana kondisi kamu? Apa masih sakit?" tanya Papa penuh perhatian."Hanya sedikit pusing saja, Pah!""Kalau ada yang sakit, bilang sama Mama dan Papa biar dipijit," kata Mama tersenyum m
Part 71Tapi sepertinya aku tidak bisa berhenti bekerja di perusahaan PT Atmajaya Gruop. Aku tidak mau mencoreng nama baik dan malah akan di cap sebagai karyawan yang tak bertanggung jawab. Baru bekerja satu hari malah keluar.Aku tidak mau hal itu terjadi."Iya, Pah, Mah. Nanti akan Dira pikirkan. Kalau begitu, aku mau ke kamar dulu ya, udah gerah soalnya," ujarku beranjak pergi."Tunggu dulu, Dira. Papa juga kesini berniat memberikan hasil omset selama satu tahun lamanya. Ini semua dari pusat mau pun cabang," Papa membuka koper lalu membuka resleting dan betapa terkejutnya aku melihat uang sebanyak itu di simpan diatas koper."Banyak sekali, Pah!"Aku kaget sekali. Ternyata Papa menyimpan dan tidak mempergunakannya sama sekali selama Papa menguru
"Dira!''Aku membalikan badan, dokter muda itu menghampiriku."Kenapa kamu pergi?" tanyanya menatap tajam."Aku tidak pergi, hanya ingin duduk di ruang keluarga saja, ada apa emang?" tanyaku menyilangkan kedua tangan di dada."Aku tahu kamu masih sangat terluka, maafkan aku karena sudah lancang bertanya tentang statusmu, aku sama sekali tidak bermaksud ikut campur!" ujarnya merasa bersalah."Tidak apa, aku hanya ingin sendiri saja.'' ucapku tak ingin mengatakan hal yang lebih dari hal itu."Maafkan aku, Dira. Karena telah membuat hatimu terluka," imbuhnya, Dokter Marcell meminta maaf. Padahal aku sama sekali tidak marah, hanya kesal saja.Lantas, ia duduk di sebelahku.Jujur, aku merasa sangat ris
Part 69"Astagfirullahal adzim ..."Aku menatap pria yang tiba-tiba berusaha mengagetkan.Ternyata ia Dokter Marcell."Ini, Dok, ban mobil kempes dan ternyata ada paku di sekeliling jalan," Mama sambil memperlihatkan paku yang tertancap di ban."Biar saya bantu, saya akan panggilkan tukang untuk membereskan semua ini," ujar Dokter Marcell hendak menolong."Lantas, kami 'kan harus pulang ke rumah,""Lebih baik Ibu, Dira dan anak-anak naik mobil saya dulu kebetulan saya juga mau pulang melewati rumah Ibu," ujarnya.Aku menatap Mama, ia langsung meng-iyakan saja."Baiklah kalau begitu, kami mau," Mama segera menyerahkan kunci mobil pada Dokter Marcel dan seketika itu ia langsung menelepon tukang langganannya.