"Pihak pengelola perumahan milenium garden meminta bapak untuk segera mengirim design pusat perbelanjaan yang akan dibangun didekat perumahan tersebut. Mereka bilang harus segera diselesaikan mengingat perumahan tersebut sudah mulai dihuni," ucap Veronica yang sesaat lalu masuk ke ruang kerja Evan.
"Iya nanti akan segera dikirim," jawab Evan sambil memegang kepalanya yang terus berdenyut sejak dia masuk ke ruangan itu.
"Bapak sakit?" tanya sekertarisnya.
"Enggak, cuma kepalaku saja yang pusing. Bisa kau carikan aku obat pereda sakit kepala?" Evan memberikan perintah.
"Baik pak," sahut Veronica sambil berlalu keluar dari ruangan atasannya.
Tak berselang lama, dia kembali dan membawa obat yang diminta oleh Evan. Evan segera menerimanya dan meminumnya.
"Apa yang membuatmu jatuh cinta pada suamimu?" tanya Evan pada sekertarisnya.
Evan menarik pinggang Anin hingga tubuh mereka tak berjarak, dia hendak mencium kembali istrinya tapi langsung teringat kejadian pagi tadi. Mereka sudah begitu 'panas' dan hampir melakukannya tapi akhirnya Evan harus mendinginkan badannya sendiri di bawah kucuran shower.Evan melepaskan pelukannya dan berpura-pura sibuk dengan sesuatu di meja dapur. Dia tidak ingin hanyut lagi dalam permainan yang dia buat sendiri seperti tadi pagi."Apa kamu kecewa menikah denganku mas?" tanya Anin.Wanita itu memeluknya dari belakang, menyandarkan kepalanya pada punggung Evan."Kau mulai lagi Anin, apa maumu sebenarnya?" batin Evan.Dielusnya tangan Anin yang melingkar di perutnya."Apa yang kamu katakan? aku bahagia bisa menikah lagi denganmu. Ayo cepat selesaikan masaknya, aku sudah lapa
Anin terbangun saat mendengar suara azan subuh berkumandang dari smartphone milik suaminya. Biasanya dia bangun lebih awal dari itu, tapi entah kenapa malah sekarang bangun sedikit lebih terlambat dari biasanya. "Mas, bangun ...." ucap Anin sambil menyentuh pipi suaminya. Evan tidak merespon, sepertinya dia tertidur dengan sangat pulas. "Bangun mas!" kali ini Anin menepuk-nepuk pipi Evan. Evan masih bergeming, sedikitpun tidak terganggu dengan cara Anin membangunkannya. "Sepertinya dia terlalu lelah, lebih baik aku salat dulu saja," gumam Anin. Anin pergi ke kamar dimana Albanna tengah tidur, ke kamar mandi dan membersihkan diri kemudian berganti pakaian. Baju-baju miliknya memang masih tersusun rapi di lemari pakaian yang ada di kamarnya sendiri. Kamar dia dan Al
Lina keluar kamar Evan dengan memikirkan sebuah ide. Ide yang harus di laksanakan dirumahnya agar dia bisa memastikan jika itu berhasil."Anin, mama ingin mengajak Albanna menginap di rumah boleh? sekalian kamu dan juga Evan. Di rumah ada adiknya Evan yang baru pulang dari luar negeri, Albanna belum kenal dengan om nya juga kan." Lina memulai aksinya membujuk sang menantu."Kevin sudah selesai study nya dan akan membantu papanya di kantor, kamu belum pernah ketemu juga kan," lanjut Lina."Saya tanya mas Evan dulu ya ma," jawab Anin."Nggak perlu, nanti mama yang bilang biar dia langsung ke rumah menyusul kalian. Cepat ayo berkemas," ajak mertua Anin itu sambil menarik tangan Anin dan mengajaknya bangkit dari duduknya.Anin mengalah, sepertinya mertuanya ini tipe pemaksaan. Anin ikut ke kamar dan mengemasi beberapa potong baju Albanna dan juga dirinya untuk dibawa, me
Anin merasakan sesuatu yang tidak biasa dalam dirinya. Dia merasa suhu di sekelilingnya menjadi panas padahal kamar mereka memakai pendingin ruangan. Nafasnya memburu dan terasa berat, dia juga merasakan sesuatu yang berbeda di bagian intinya. Dia ingin membuka bajunya saat itu juga.Wanita itu duduk di sisi ranjang dengan gelisah, matanya menatap kearah suaminya yang tengah memejamkan mata, dia mengepalkan tangan untuk meredam gejolak dalam dirinya. Evan yang memang belum sepenuhnya tidur membuka matanya dan menatap ke arah Anin dengan pandangan bertanya-tanya."Ada apa?" tanya Evan sambil bangkit dari posisinya."Sepertinya mama menaruh sesuatu pada jus tadi mas," desis Anin dengan suara berat menahan hasrat."Mama mencampurkan apa dalam minumanmu?" tanya Evan panik.Segera dihampiri istrinya yang duduk di sisi ranjang mereka. Evan yang melihat tingkah Anin seperti mengetahui apa yang terjadi. Pipi Anin memerah, tangannya meremas sepr
"Bunda mana?" tanya si kecil Albanna saat mereka tengah asyik sarapan bersama.Sarapan pagi itu hanya ada Albanna, Evan, kakek dan nenek Albanna. Kevin yang pulang menjelang pagi tidak ikut sarapan juga."Bunda masih istirahat. Bunda capek sayang," jawab Evan."Sepertinya mama berhasil," sahut Lina sambil tersenyum simpul."Mama tega sekali memberikan obat begitu sama Anin," ucap Evan."Itu hanya cara yang bisa mama pikirkan saat melihat kalian seperti tidak hidup sebagaimana mestinya suami istri. Anin harus melawan rasa khawatirnya. Lihat saja kamu akan berterima kasih pada mama setelah ini," jawab Lina santai sambil menyuapkan makanan dalam mulutnya."Dia tidak kenapa-napa kan?" lanjut Lina bertanya."Tidak apa-apa, mungkin dia lelah. Tadi setelah subuh tidur lagi.""Mama cuma memberikan dosis paling mi
Evan segera membukakan pintu apartemennya karena bel berbunyi tanpa henti."Astaga Tuhan ... Apa yang terjadi di tempat ini? apa sudah terjadi gempa disini?" tanya Lina sambil memindai ruang tamu itu.Bantal sofa bertebaran dimana-mana, makanan ringan tumpah di karpet, air mengalir membasahi seluruh meja. Untung saja Evan sudah menyemprotkan pengharum ruangan untuk menghilangkan aroma bekas pertempurannya dengan istrinya."Iya, habis ada gempa lokal!" jawab Evan asal.Lina memunguti bantal yang bertebaran dan meletakkannya pada tempatnya lalu duduk begitu saja tanpa peduli dengan situasi kacau ditempat itu. Sepertinya dia tahu apa yang barusan terjadi."Mama datang kok gak bilang dulu?" tanya Evan."Apa mama harus membuat janji dulu sebelum datang kesini?" Lina balik bertanya."Bukan begitu mam, tapi ...." ucapan Evan menggan
Evan sedang berdiskusi dengan Veronica saat ponselnya terus bergetar dan berkedip, tertera disana kontak dengan nama Bidadariku. Itu adalah nomer milik Anin, Anin telah menyuruh Evan untuk menggantinya dengan nama lain dari sebelumnya tertulis Canduku. Kata Anin, itu yang membuat Evan tak kenal waktu meminta istrinya melayaninya karena saat Anin menelpon yang keluar nama tidak jelas begitu."Vero, kamu bisa keluar dulu!" titah Evan.Setelah Veronica keluar Evan segera mengangkat panggilan tersebut."Ada apa sayang, udah ketemunya sama Yusuf?""Udah mas, ini udah ada di apartemen lagi.""Ada apa? Albanna mampir ke tempat Meysha? dia gak ada dirumah?" tanya Evan usil."Apaan sih mas, demen banget kalau Albanna gak ada dirumah siang hari," sunggut Anin."K
Anin mengetuk pintu kamar Kevin yang ada lantai dua juga. Kamar mereka di pisahkan oleh ruang bersantai diantara didepan tangga naik."Taruh di atas meja dekat tempat tidur kak, aku lagi di kamar mandi!" terdengar teriakan Kevin dari dalam.Anin membuka perlahan pintu kamar adik iparnya, melongokkan kepalanya kedalam dan memastikan Kevin benar ada di kamar mandi.Setelah itu dia buru-buru masuk dan meletakkannya begitu saja map merah tersebut diatas meja sesuai pesan Kevin dan bergegas keluar dari kamar itu. Tapi sebelum dia berhasil meraih handle pintu tersebut, sebuah tangan menarik dirinya dan menutup lagi pintu itu dengan paksa."Apa yang kamu lakukan Kevin?" sentak Anin."Jawab dulu pertanyaanku baru kakak boleh keluar.""Apa!" sahut Anin dan menepis tangan adik ipa