Malam ini Evan, Anin dan Albanna pergi ke rumah orang tua Evan untuk makan malam bersama sekaligus membicarakan tentang pernikahan kembali Anin dan Evan.
Albanna sangat senang dan antusias begitu tahu akan di ajak bertemu dengan kakek dan neneknya. Selama ini, anak itu tahunya hanya memiliki seorang bunda dan Abi. Bahkan dia tidak tahu artinya papa, dan saat bertemu dengan orang yang lebih tua dari bundanya kemudian mengenakan diri sebagai kakek dan nenek, Albanna sangat senang. Dia memiliki eyang seperti temannya di pesantren dulu.
"Kita akan mengadakan private party untuk mengumumkan pernikahan kalian. Kita undang kolega-kolega papa dan juga Evan," ucap Adiguna memberitahu pada calon mantu dan anaknya.
"Tapi pa ...." Anin menggantung kalimatnya.
"Tenang saja, kita akan bilang kalau itu acara ulang tahun pernikahan kalian yang ke empat," terang Adiguna.
Dia bisa mengerti kekhawatiran calon menantunya itu.
"Acara aqad nikah
Anin terbangun saat merasakan tangan besar memeluk perutnya. Biasanya yang memeluknya adalah tangan mungil milik Albanna. Seingatnya tadi dia memang tidur bertiga dengan anak dan suaminya dengan Albanna berada diantara mereka. Tapi kenapa tangan putranya mendadak berubah menjadi berat.Wanita itu membuka matanya dan menatap lurus ke depan, yang dilihatnya bukan Albanna tapi suaminya yang tertidur dengan pulas, wajahnya nampak damai dan tenang. Anin mengangkat tangan suaminya dan memindahkan dari perutnya.Albanna terlihat tidur bawah kaki mereka dengan posisi terbalik. Anak kecil itu jika tidur memang tidak pernah anteng. Anin hendak memindahkan Albanna pada posisi yang tepat tapi akhirnya memilih untuk tidak melakukannya karena takut menganggu tidur Evan.Anin merebahkan dirinya lagi menghadap sang suami. Ditatapnya wajah itu, wajah yang sejak dulu tak pernah dia perhatian dengan seksama. Bagaimana bisa mem
"Pihak pengelola perumahan milenium garden meminta bapak untuk segera mengirim design pusat perbelanjaan yang akan dibangun didekat perumahan tersebut. Mereka bilang harus segera diselesaikan mengingat perumahan tersebut sudah mulai dihuni," ucap Veronica yang sesaat lalu masuk ke ruang kerja Evan."Iya nanti akan segera dikirim," jawab Evan sambil memegang kepalanya yang terus berdenyut sejak dia masuk ke ruangan itu."Bapak sakit?" tanya sekertarisnya."Enggak, cuma kepalaku saja yang pusing. Bisa kau carikan aku obat pereda sakit kepala?" Evan memberikan perintah."Baik pak," sahut Veronica sambil berlalu keluar dari ruangan atasannya.Tak berselang lama, dia kembali dan membawa obat yang diminta oleh Evan. Evan segera menerimanya dan meminumnya."Apa yang membuatmu jatuh cinta pada suamimu?" tanya Evan pada sekertarisnya.
Evan menarik pinggang Anin hingga tubuh mereka tak berjarak, dia hendak mencium kembali istrinya tapi langsung teringat kejadian pagi tadi. Mereka sudah begitu 'panas' dan hampir melakukannya tapi akhirnya Evan harus mendinginkan badannya sendiri di bawah kucuran shower.Evan melepaskan pelukannya dan berpura-pura sibuk dengan sesuatu di meja dapur. Dia tidak ingin hanyut lagi dalam permainan yang dia buat sendiri seperti tadi pagi."Apa kamu kecewa menikah denganku mas?" tanya Anin.Wanita itu memeluknya dari belakang, menyandarkan kepalanya pada punggung Evan."Kau mulai lagi Anin, apa maumu sebenarnya?" batin Evan.Dielusnya tangan Anin yang melingkar di perutnya."Apa yang kamu katakan? aku bahagia bisa menikah lagi denganmu. Ayo cepat selesaikan masaknya, aku sudah lapa
Anin terbangun saat mendengar suara azan subuh berkumandang dari smartphone milik suaminya. Biasanya dia bangun lebih awal dari itu, tapi entah kenapa malah sekarang bangun sedikit lebih terlambat dari biasanya. "Mas, bangun ...." ucap Anin sambil menyentuh pipi suaminya. Evan tidak merespon, sepertinya dia tertidur dengan sangat pulas. "Bangun mas!" kali ini Anin menepuk-nepuk pipi Evan. Evan masih bergeming, sedikitpun tidak terganggu dengan cara Anin membangunkannya. "Sepertinya dia terlalu lelah, lebih baik aku salat dulu saja," gumam Anin. Anin pergi ke kamar dimana Albanna tengah tidur, ke kamar mandi dan membersihkan diri kemudian berganti pakaian. Baju-baju miliknya memang masih tersusun rapi di lemari pakaian yang ada di kamarnya sendiri. Kamar dia dan Al
Lina keluar kamar Evan dengan memikirkan sebuah ide. Ide yang harus di laksanakan dirumahnya agar dia bisa memastikan jika itu berhasil."Anin, mama ingin mengajak Albanna menginap di rumah boleh? sekalian kamu dan juga Evan. Di rumah ada adiknya Evan yang baru pulang dari luar negeri, Albanna belum kenal dengan om nya juga kan." Lina memulai aksinya membujuk sang menantu."Kevin sudah selesai study nya dan akan membantu papanya di kantor, kamu belum pernah ketemu juga kan," lanjut Lina."Saya tanya mas Evan dulu ya ma," jawab Anin."Nggak perlu, nanti mama yang bilang biar dia langsung ke rumah menyusul kalian. Cepat ayo berkemas," ajak mertua Anin itu sambil menarik tangan Anin dan mengajaknya bangkit dari duduknya.Anin mengalah, sepertinya mertuanya ini tipe pemaksaan. Anin ikut ke kamar dan mengemasi beberapa potong baju Albanna dan juga dirinya untuk dibawa, me
Anin merasakan sesuatu yang tidak biasa dalam dirinya. Dia merasa suhu di sekelilingnya menjadi panas padahal kamar mereka memakai pendingin ruangan. Nafasnya memburu dan terasa berat, dia juga merasakan sesuatu yang berbeda di bagian intinya. Dia ingin membuka bajunya saat itu juga.Wanita itu duduk di sisi ranjang dengan gelisah, matanya menatap kearah suaminya yang tengah memejamkan mata, dia mengepalkan tangan untuk meredam gejolak dalam dirinya. Evan yang memang belum sepenuhnya tidur membuka matanya dan menatap ke arah Anin dengan pandangan bertanya-tanya."Ada apa?" tanya Evan sambil bangkit dari posisinya."Sepertinya mama menaruh sesuatu pada jus tadi mas," desis Anin dengan suara berat menahan hasrat."Mama mencampurkan apa dalam minumanmu?" tanya Evan panik.Segera dihampiri istrinya yang duduk di sisi ranjang mereka. Evan yang melihat tingkah Anin seperti mengetahui apa yang terjadi. Pipi Anin memerah, tangannya meremas sepr
"Bunda mana?" tanya si kecil Albanna saat mereka tengah asyik sarapan bersama.Sarapan pagi itu hanya ada Albanna, Evan, kakek dan nenek Albanna. Kevin yang pulang menjelang pagi tidak ikut sarapan juga."Bunda masih istirahat. Bunda capek sayang," jawab Evan."Sepertinya mama berhasil," sahut Lina sambil tersenyum simpul."Mama tega sekali memberikan obat begitu sama Anin," ucap Evan."Itu hanya cara yang bisa mama pikirkan saat melihat kalian seperti tidak hidup sebagaimana mestinya suami istri. Anin harus melawan rasa khawatirnya. Lihat saja kamu akan berterima kasih pada mama setelah ini," jawab Lina santai sambil menyuapkan makanan dalam mulutnya."Dia tidak kenapa-napa kan?" lanjut Lina bertanya."Tidak apa-apa, mungkin dia lelah. Tadi setelah subuh tidur lagi.""Mama cuma memberikan dosis paling mi
Evan segera membukakan pintu apartemennya karena bel berbunyi tanpa henti."Astaga Tuhan ... Apa yang terjadi di tempat ini? apa sudah terjadi gempa disini?" tanya Lina sambil memindai ruang tamu itu.Bantal sofa bertebaran dimana-mana, makanan ringan tumpah di karpet, air mengalir membasahi seluruh meja. Untung saja Evan sudah menyemprotkan pengharum ruangan untuk menghilangkan aroma bekas pertempurannya dengan istrinya."Iya, habis ada gempa lokal!" jawab Evan asal.Lina memunguti bantal yang bertebaran dan meletakkannya pada tempatnya lalu duduk begitu saja tanpa peduli dengan situasi kacau ditempat itu. Sepertinya dia tahu apa yang barusan terjadi."Mama datang kok gak bilang dulu?" tanya Evan."Apa mama harus membuat janji dulu sebelum datang kesini?" Lina balik bertanya."Bukan begitu mam, tapi ...." ucapan Evan menggan
"Kenapa kita harus merayakan hari itu mas, kenapa kamu melakukan hal yang membuatmu bersedih?" tanya Anin sambil menyisir rambut Evan dengan jari-jari tangannya. "Aku melakukannya untuk menghargai apa yang aku miliki sekarang," jawab Evan. "Aku harus selalu mengingat apa yang aku lakukan dulu kepadamu membuat penderita untukku sendiri, sehingga dimasa depan aku harus selalu berhati-hati dalam bertindak.""Kamu tahu, saat aku tahu kejadian yang sebenarnya menyimpan hatiku sangat hancur dan merasa bersalah. Ditambah lagi aku tahu jika kamu hamil dan pergi bersama calon bayi kita, kamu tidak mencariku dan meminta aku bertanggung jawab atas anak itu, tapi malah pergi tanpa jejak. Bertahun-tahun lamanya aku tidak bisa menemukanmu. Malah kita tidak sengaja bertemu saat Fajar memintaku membangun gedung di desa itu."Mata Evan menerawang mengenang masa itu, masa terberat dalam hidupnya. "Apa kamu mencari kami?" tanya Anin. Tangannya masih terus membelai rambut suaminya. "Tentu, dan saat a
"Tanggal berapa ini mas? mana ada kita menikah tanggal ini?" tanya Anin. "Sudah pokoknya kita makan saja dahulu, nanti baru kita bahas masalah itu." Evan berkata sambil membimbing istrinya duduk di kursi dan mengajaknya menikmati makanan. Anin mendesah panjang dan mengikuti perkataan suaminya, toh dia juga sudah lapar. "Eh tapi kita belum mandi loh mas," ucap Anin. Dia ingat kalau mereka baru saja pulang dan bahkan belum membersihkan diri. "Mau mandi bersama dulu?" tanya Evan menggoda. "Isshh kamu ini! aku mau mandi dulu baru makan biar segar dan makannya enak." Tanpa menunggu persetujuan dari suaminya, Anin bangkit dari kursi dan berjalan ke arah kamarnya untuk mandi dulu. Anin berpikir jika acara perayaan pernikahan itu hanya akal-akalan suaminya saja. Melihat istrinya pergi, akhirnya Evan juga memilih untuk mandi terlebih dahulu. Sepertinya makan setelah mandi lebih baik daripada seperti ini. Evan menunggui istrinya mandi sambil melihat-lihat layar ponselnya, kali ini dia ti
Di ruangannya, Evan sedang memberikan instruksi kepada sekertarisnya, Veronica. Dia ingin wanita itu melakukan sesuatu yang pribadi untuknya. Terakhir kali dia meminta untuk melakukan hal itu dan sukses, itu saat dirinya menyuruh Veronica menjemput Anin ke rumah dan mengatakan bahwa dirinya sakit dan dirawat di hotel. Semua berjalan dengan lancar, dan Anin datang begitu saja ke hotel tersebut."Pastikan semua berjalan lancar dan sempurna ya," pesan Evan sebelum sekretarisnya tersebut keluar ruangannya."Siap pak!" jawab Veronica. Setelah memastikan atasannya tidak memberikan instruksi lagi, wanita itu berpamitan ke luar dari ruangan bosnya. Evan tersenyum puas melihat segala sesuatu yang di persiapkan untuk memberikan kejutan kepada istrinya sudah hampir sempurna. Laki-laki itu meraih smartphone miliknya yang tergeletak di atas meja kerjanya. Segera dia menghubungi istrinya. "Sayang, hari ini pulang seperti biasa kan?" tanya Evan kepada Anin yang berada di ujung telpon."Iya mas, k
"Kopinya mas," ucap Meysha sambil meletakkan secangkir kopi dan sepiring gorengan di atas meja tempat dimana suaminya duduk.Fajar sedang duduk di ruang tamu sambil sibuk di depan laptopnya, pekerjaan sebagai dosen sebuah universitas membuatnya kadang harus menyelesaikan beberapa hal dirumahnya. "Terimakasih, Fattah sudah tidur?" tanya Fajar. "Sudah mas, gak lama masuk ke kamar langsung tidur dia," jawab Meysha. Wanita itu duduk disamping suaminya dan ikutan menatap ke arah layar datar yang tengah menyala menampilkan tampilan Microsoft powerpoint. Mungkin itu materi yang akan digunakan untuk mengajar besok."Sibuk mas, apa aku menganggumu jika aku duduk disini?" tanya Meysha. "Enggak kok, ini sudah selesai." Fajar berkata sambil menyandarkan tubuhnya ke sofa dan merenggangkan otot-ototnya. "Lelah? sini aku pijitin."Tanpa menunggu persetujuan dari suaminya, Meysha langsung memijit pundak Fajar. Laki-laki itu diam dan menikmati pijatan lembut dari istrinya. "Kamu tidak menyesal m
Mobil Evan memasuki pekarangan rumah baru Kevin dan Aaira dan berpapasan dengan sebuah mobil yang juga hendak keluar dari tempat itu. Tak lama berselang, mobil Fajar dan Meysha juga masuk ke halaman rumah yang cukup luas tersebut. "Itu tadi sepertinya mobil kakak," ucap Evan."Apa kita terlambat?" tanya Anin. "Harusnya tidak, kita datang di jam yang seperti di katakan oleh Kevin kok."Mereka berdua keluar dari mobil, Anin mengendong putrinya. Lalu kemudian memberikannya kepada Evan dan dia sendiri menuntun Albanna, lalu mereka berjalan beriringan masuk ke dalam rumah yang diikuti oleh Fajar dan Meysha. Aaira langsung menyambut kedatangan mereka dan membawanya ke dalam, melewati ruang tamu yang cukup luas dan nyaman. Hingga akhirnya mereka sampai di bagian belakang rumah tersebut. Bagian belakang yang sangat luas, ada meja makan panjang berisi berbagai makanan yang menghadap langsung ke arah kolam renang. Ruangan semi outdoor tersebut, sangat nyaman dan luas. Di bagian pinggir-pingg
Anin segera membukakan pintu untuk tamunya. Didepan pintu nampak dua orang dewasa dengan satu anak kecil di antara mereka."Maaf menganggu waktunya," ucap Tania."Ah enggak kok mam, silahkan masuk," sahut Anin sopan kemudian mempersilahkan tamunya masuk. Papa Kaira, atau suami Tania ikut masuk dengan membawa tentengan goodie bag di kedua tangannya. Anin sampai memandang tak percaya karena kedua tangan tamunya penuh dengan bawaan. Anin dan Evan mempersilahkan kedua tamunya duduk, sedangkan Kaira langsung akrab dengan Albanna dan bermain bersama dengan adiknya juga, meraka bermain di atas karpet yang sengaja di gelar untuk Albanna dan adiknya bermain. "Maaf kami menganggu waktu bersantai bunda," ucap Tania."Kami datang untuk berterima kasih dan berpamitan, berterima kasih karena bunda sudah menjaga putri kami dengan baik selama ini," lanjutnya."Itu sudah tugas kami mam," sahut Anin. "Lalu kami kesini juga mau berpamitan karena seperti yang bunda tahu jika kami akan berpindah ke lu
Evan menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuh mereka yang terbuka. Dia tidak menyangka jika istrinya akan menggodanya terlebih dahulu. Ditatapnya wajah Anin yang memejamkan mata sambil memeluknya, menggunakan lengannya sebagai bantalnya. Evan tahu jika Anin belum tertidur, tapi dia enggan untuk membuat percakapan dengan istrinya. "Tadi Bella menemuiku di daycare," ucap Anin membuka suara. "Lalu?" tanya Evan. "Dia memperingatkan diriku untuk menjagamu, memperhatikanmu agar kamu tidak berpindah tangan ke wanita lain. Mungkin yang dia maksud wanita lain itu dirinya," ucap Anin menjelaskan. "Oh jadi karena hal ini kamu begitu manis hari ini?" ucap Evan dalam hati. Awalnya tadi dia ingin memberitahu jika Bella sudah menikah, dan pertemuannya tadi di pusat perbelanjaan untuk memperkenalkan suaminya sekaligus berpamitan dengannya. Bella bilang akan tinggal bersama suaminya di luar negeri. Tapi karena Anin begitu berubah karena kedatangan Bella, akhirnya Evan memutuskan untuk tidak
Anin segera membuka pintu apartemennya dan bergegas masuk kedalam. Saat hendak menuju kamarnya, Anin melihat pembantu rumah tangganya sedang merapikan kulkas. Nampak olehnya terdapat beberapa kantong belanjaan. Sepertinya suaminya sudah kembali dari berbelanja seperti perkiraannya. "Mas Evan dimana bik?" tanya Anin."Tadi setelah menemani nak Albanna tidur siang, bapak masuk kamar sepertinya."Anin segera masuk ke kamarnya, terlihat Evan tengah tertidur pulas di atas ranjang. Melihat suaminya masih tertidur, wanita itu pergi ke kamar mandi. Mencuci muka, membersihkan dirinya lalu berganti pakaian dengan baju rumahan. Setelah itu menyusul suaminya naik ke atas tempat tidur. Evan yang tertidur dengan posisi miring, membuat Anin memeluk tubuh suaminya dari belakang. Evan terbangun dan mengeliat merasakan ada seseorang memeluknya."Kamu sudah pulang?" tanya Evan saat menyadari tubuhnya dipeluk oleh istrinya. Lantas dia berbalik menghadap ke arah Anin."Sudah," jawab Anin singkat."Daycar
"Wooww ... Seorang Nevan Adiguna berbelanja kebutuhan rumah tangga sendirian? sungguh pemandangan yang tidak biasa," sapa seorang wanita dari arah belakang Evan. Secara refleks Evan membalikkan badannya menghadap ke arah suara yang menyapanya barusan. "Bella ...." gumamnya."Apa kamu sudah beralih profesi menjadi bapak rumah tangga?" ejek Bella lagi. "Tidak sopan!" sahut Evan. Bella tertawa melihat Evan tidak suka di ejek olehnya. "Hai jagoan? apa dia papamu?" tanya Bella pada Albanna yang sedang berdiri di samping Evan. "Iya Tante," jawab Albanna sambil tersenyum. "Siapa namamu?" tanya Bella lagi. "Albanna," sahut Albanna."Anak yang manis," ucap Bella sambil mencubit pipi Albanna dengan gemas. "Jangan cubit-cubit tante, Albanna sudah besar!" seru Albanna tidak suka."Wow ... Kamu galak seperti papamu," goda Bella lagi. Kali ini tangannya mengacak-acak rambut bocah itu.Ini adalah kali pertama Bella bertemu dengan putra pertama Evan, jadi wajar saja jika dia bahkan tidak tah