Adit terus memperhatikan Rama, dia memandang dari atas ke bawah beberapa kali. Sepertinya Adit pernah melihat pria yang ada di hadapannya ini, tapi entah di mana dia terus memandangi Rama dengan tajam. “Hanya atasan atau lebih dari atasan Kak Elsa?” Adit menyipitkan matanya. “Saya atasan sekaligus juga temannya Elsa,” jawab Rama tenang walaupun dalam hatinya dia sedikit geli dengan tingkah pemuda di hadapannya ini. “Teman dekat atau lebih dari dekat?” tanya Adit. “Teman dekat, juga lebih dari dekat,” Jawab Rama. “Maksudnya, Bapak sedang pedekate begitu sama Kak Elsa?” Adit mencondongkan tubuhnya, “Memang usia Bapak ini berapa?” “39 tahun.” “Sudah menikah?” “Belum.” “Bercerai?” “Belum pernah bercerai, karena belum menikah,” Rama tersenyum kecil. “Oh iya betul,” Adit menganggukkan kepalanya, “Sudah punya pacar?” “Belum.” “Kenapa belum?” “Saya tidak tahu.” “Kenapa bisa tidak tahu, secara Bapak ini sudah bisa di sebut lebih dari sekedar pria dengan usia yang matang?” cecar
Wajah Rama langsung berubah masam saat melihat siapa orang yang sudah berdiri di hadapan mereka.Elsa yang masih bingung, melihat pada Rama dan juga orang yang berdiri di hadapannya itu secara bergantian. “Ibu, Bapak kok ada di sini juga?” tanya Rama berdiri menyambut pasangan tua itu.“Ini kan pernikahan anak teman Ibu juga Rama,” sahut Ibu Tri yang kemudian melihat pada gadis bersama Rama, “Siapa ini Rama? Pacar kamu ya cantik banget.”Elsa dan Rama langsung salah tingkah mendengar perkataan Ibu Tri itu, tapi gadis itu langsung bangkit dan menyalami kedua orang tua Rama dengan mencium tangan mereka.“Bu kenalkan ini Elsa, teman...” Rama tak melanjutkan perkataannya ketika melihat Ibunya langsung memeluk Elsa dan mencium kedua pipi gadis itu.“Ibu senang akhirnya bisa ketemu sama kamu, Rama ngak pernah mau kenalkan pacarnya sama kami mungkin dia malu untuk memperkenalkannya sama kami,” kata ibu Tri yang terlihat sedih.“Bu ...ini...” belum selesai Rama bicara Ibunya kembali
Rama terlihat tersenyum kaku melihat lima pasang mata memperhatikan dirinya, seolah sedang memberikan penilaian untuk dirinya.Apalagi Elsa pergi meninggalkannya ke kamar untuk pergi berganti pakaian.“Jadi kamu teman satu kantor dengan Elsa ya,” tanya Ibu Sumi.“Iya Bu benar,” Rama menganggukkan kepalanya.“Sudah lama kenal dan dekat sama Elsa ya?” Sumi lanjut bertanya.“Sudah lama Bu,” Rama menganggukkan kepalanya.“Berapa lama?” kali ini Bandi yang bertanya.“Sudah delapan tahun,” jawab Rama“Lama juga ya, kok Elsa ngak pernah kenalin sih?” tanya Sumi heran.“Mungkin karena belum ada kesempatan saja Bu,” Rama mulai merasa canggung. “Jadi dekatnya sudah lama atau baru saja?” tanya Bandi.“Dari kenal kita sudah dekat pak,” sahut Rama.“Berapa umur sekarang?” tanya ibu Sumi.“39 tahun Bu,” jawab Rama menarik napas pelan.“Menurutmu Elsa gadis seperti apa?” Sumi terus bertanya.“Dia gadis yang baik.” “Hanya baik?” tanya ayah Bandi.“Dia juga cantik dan pintar.”“Tap
Danu merasa seperti pesakitan ketika pandangan Rama tak pernah lepas dari menatap tajam padanya.“Aku benar-benar terpaksa, bude Tri..”“Terlalu banyak alasan.” “Dia yang menyuruh...”“Hem ..”“Ibumu yang merancang semuanya.”“Begitu?”“Aku hanya melaksanakan perintah dari Bude Tri.”“Dia mengancam kalau aku tidak mau ikut, maka Ibumu akan membuat aku di talak oleh istriku.”“Berapa usiamu Danu?”“Kita seumur, apa kamu lupa?”“Berapa kali kau menikah.” “Dua kali, apa kau juga lupa?”Rama menggelengkan kepalanya, “Tidak, aku tidak lupa.”“Lalu kenapa kamu bertanya?”“Dimana-mana suami yang menjatuhkan talak, bukan Istri.”Danu menjadi tersenyum kecut, “Aku lupa, semua gara-gara Ibumu.”“Bagus, ini kesempatan terakhir yang aku berikan padamu kalau kau berani ikut campur maka aku benar-benar akan memintamu turun dari jabatan yang sekarang,” ancam Rama.Saat Rama akan pergi keluar ruang kerja Danu, sahabat sekaligus partner kerjanya itu memanggil.“Ram, kenapa kau tak
Lukman berjalan memasuki private room restoran dan di sana beberapa orang yang sedang duduk di meja melihat kedatangannya.“Lukman.”“Tante, sorry telat.”“Tidak apa-apa, Tante dan Om Ferry juga Jasmine juga baru datang.”Lukman melihat pada orang yang di tunjuk, seorang pria yang usianya separuh baya tapi masih tampan dengan tubuh yang masih terlihat bugar.“Om Ferry, apa kabar?” Lukman menyalami pria itu.“Baik, Om senang akhirnya bisa bertemu denganmu tidak hanya lewat cerita dari Amara saja.”“Iya Om, Lukman juga senang akhirnya bisa bertemu langsung.”Lukman menoleh pada gadis cantik dengan wajah blasteran Eropa yang pernah dia lihat di perusahaan Amara waktu itu, terlihat gadis itu menatap tajam penuh selidik pada Lukman.“Lukman kenalkan ini Jasmine, putri angkat kami,” Amara memberi kode pada Jasmine untuk berkenalan dengan Lukman.“Jasmine.”“Lukman.”“Ayo Lukman duduklah di sebelah om Ferry, Tante sudah pesan makanan kesukaanmu.”Lukman duduk di sebelah Ferry, s
Danu terus melirik Rama yang terlihat serius membaca surat penawaran kerja yang akan mereka ajukan pada rapat yang seharusnya sudah mereka lakukan dari satu jam yang lalu.“Kenapa mereka lama sekali?” Danu mulai tidak sabar, “Seharusnya mereka memberi kabar sebelumnya kalau rapat ini di undur.”“Ini sudah hampir satu jam kita menunggu,” keluh Danu, “Mereka benar-benar tidak profesional.”“Sabarlah, mungkin sebentar lagi,” sahut Rama.“Kalau bukan karena proyek besar yang mereka tawarkan, mungkin lebih kita pergi saja dari sini,” sungut Danu.“Apa kau tahu kenapa rapat ini bisa tertunda?” tanya Danu, Rama hanya menggelengkan kepalanya.“Sekretarisnya itu ternyata lupa untuk mencatat ulang tentang pertemuan ini, akan aku beritahu pada Pak Alex agar dia memarahi dan memberi sanksi pada atas kecerobohan sekretarisnya itu nanti,” Danu terdengar kesal.Pintu ruang rapat itu terbuka, Danu juga Rama langsung melihat kedatangan beberapa orang yang memasuki ruangan itu.“maaf Pak Danu,
Walaupun rasa lapar sudah melanda, Elsa dengan sabar berada dalam barisan untuk antri memesan makanan.“Sa,” seseorang menepuk bahu Elsa.Gadis itu segera menoleh dan melihat seorang pria dengan wajah oriental yang berdiri di sampingnya.“Mas Lukman,” Elsa langsung tersenyum pada pria itu.“Lagi antri juga,Sa?”Elsa mengangguk, “Mas Lukman kok bisa di sini?”“Aku kebetulan ada pekerjaan di dekat sini, jadi aku mampir buat makan siang,” “Sendirian saja Mas?’“Iya Sa, kamu juga sendirian?”“Iya Mas.”“Ngak sama Abang Madan?”“Ngak.”“Memang dia kemana?”“Aku kurang tahu Mas.”Lukman ingin kembali bertanya tapi urung karena giliran mereka untuk pesan makanan sudah tiba.Elsa dan Lukman segera mencari tempat duduk saat selesai memesan makanan.“Terima kasih Mas, Elsa jadi ngak enak di traktir terus sama Mas Lukman.”“Biasa saja kali Sa.”Obrolan mereka terhenti saat makanan pesanan mereka datang.“Jadi kamu sama Abang Madan itu sudah bersahabat dekat sejak lama?” tany
Ferry melihat kembali kertas yang ada di tangannya, ini alamat yang di berikan oleh detektif yang ia sewa untuk mencari keberadaan Elsa setelah dia tahu kalau putrinya itu ada di kota yang sama dengannya.Rumah dengan desain minimalis juga halaman yang luas membuat rumah itu terlihat nyaman, menjadi tempat bertahun-tahun putrinya tinggal di sini.Entah kenapa dia tak pernah berpikir setelah kematian Ratih bahwa Frans lah tempat Elsa akan berlindung.Ferry menekan bel pintu dan terdengar suara pria dari interkom. “Iya, siapa?”Ferry terdiam sesaat saat mendengar suara itu, karena dia sangat mengenalinya.“Halo, siapa di depan?”“Halo Frans,” ada jeda dalam sahutan Ferry, “Ini aku Ferry.”Setelah beberapa menit, Ferry sudah berada di dalam rumah berkeliling melihat ruang keluarga yang terlihat nyaman.Dia memperhatikan beberapa foto di ruangan itu, foto yang membuatnya merasa sangat sedih juga bangga.“Itu foto Elsa waktu di wisuda,” terdengar suara dari belakang Ferry, “Dia l
“Kita jalan-jalan yuk,” ajak Rama pada Elsa. “Mau jalan ke mana?” tanya Elsa. “Ngak tahu,” jawab Rama. “Ya sudah, kita pergi sekarang nanti kalau sudah di jalan baru kita putuskan mau ke mana,” ucap Elsa, “Abang tunggu di sini Elsa ganti baju dulu.” Elsa sangat senang akhirnya setelah berminggu-minggu tidak pergi ke mana pun, dia bisa menikmati untuk bisa pergi keluar. Rama mengajaknya pergi ke sebuah pameran yang ada di kota ini. “Kita jalan-jalan di sini,” ajak Rama sambil mengulurkan tangannya. Elsa menerima uluran tangan Rama dan pria itu menautkan jari-jari mereka seperti sepasang kekasih. Stand kuliner adalah yang banyak mereka datangi, apalagi Elsa sudah lama tidak memakan beberapa jajanan yang dia suka. “Coba ini Bang,” Elsa mengulurkan sendok yang berisi potongan kue ke dekat mulut Rama. Pria itu sedikit ragu untuk menerimanya, tapi akhirnya dia membuka mulut dan menerima suapan dari Elsa. Setelahnya Elsa pun menyuapkan potongan kue lain ke mulutnya dengan memakai
Rama melambaikan tangan ketika sudah berada di dalam mobil yang di kendarai oleh Bapaknya.“Kok kamu ngak bilang kalau mau pulang hari ini Ram?” tanya Ibu Tri melihat pada Rama yang duduk di kursi belakang.“Rencana sih dua hari lagi Bu, tapi begitu kerjanya selesai hari ini Rama langsung ke pikiran langsung mau pulang,” sahut Rama menjelaskan.“Mungkin feeling sama situasi di sini ya Ram?” tanya Ibu Tri lagi.“Ya,” sahut Rama singkat.“Untung tadi Elsa ngak marah, kamu itu hampir bikin ibu kehilangan calon mantu kesayangan,” sungut ibunya.“Ya kalau ngak Elsa ngak jadi, kan masih ada calon satunya,” ucap Bapaknya.“Calon yang mana maksud Bapak?” tanya Ibu Tri.“Itu cewek yang foto bareng Rama,” sahut Bapak Rama.“CK, cewek yang suka pakai baju seksi itu?” sahut Ibu Tri.Bapak Rama menganggukkan kepalanya,” Iya.”“Ngak mau, cewek ngak sopan begitu ngak pantes jadi calon mantuku,” sahut Ibu Tri ketus.“Ram, Ibu mau tanya...” perkataan Ibu Tri terhenti saat melihat Rama y
Rama berkali-kali melirik bergantian, pada Elsa yang duduk tak jauh darinya dan pada enam pasang mata yang ada di belakangnya.Rama tak berhenti mengusap wajah juga lehernya.Rasa kebas masih terasa di kaki juga badannya karena pekerjaan dan penerbangan yang dia lakukan dalam satu hari ini.Sementara Elsa yang duduk cukup jauh dari Rama hanya melirik pria itu dari sudut matanya sambil menundukkan wajah dengan jari yang terpilin di pangkuan.“kamu sudah sehat Sa?” Rama membuka pembicaraan.Elsa hanya menganggukkan kepalanya masih dengan menunduk.“Maaf tadi Abang ngak bermaksud...” ucapan Rama terhenti karena batuk yang coba di tahannya.Rama mengeluarkan sapu tangan dari arah kantong celananya.Elsa mengangkat wajahnya dan melihat kalau sapu tangan itu terlihat agak kotor.Gadis itu baru menyadari saat melihat wajah Rama secara dekat seperti ini.Wajahnya sangat terlihat kusam, lelah dan juga lingkar yang jelas tanda hitam di sekitar matanya.“Mau ke mana Sa?” tanya Rama s
Kemarahan Sumi dan juga Ibu Tri kepada Lukman juga Ikbal gara-gara membuat Elsa pingsan, membuat kedua pria itu diusir dan dilarang untuk datang.Elsa segera di bawa ke rumah sakit, takut sesuatu yang buruk terjadi karena gadis itu cukup lama pingsan.“Mas Ikbal lebih dulu yang memukul,” ucap Elsa lirih dengan wajah sedikit bengkak, saat dia sudah sadar.“Tapi tetap saja seharusnya mereka tidak berkelahi di dekatmu, keterlaluan!” omel Sumi, “Tuh Mba ajari keponakannya, kok bikin rusuh di rumah orang!”“Ck, tenang saja nanti Mbak bakal marahin dia nanti,” sahut Ibu Tri sambil mengambil telepon genggamnya dan tidak lama terdengar omelan panjang lebar darinya.“Bu, Elsa mau pulang saja ngak usah nginap di sini,” ujar Elsa pada Sumi.“Tapi Sa..”“Elsa takut tinggal di rumah sakit lagi,” sela Elsa.“Tunggu Daddymu dan Ayah datang ya, baru kita pulang,” sahut Sumi yang mengerti ketakutan Elsa.“Abang susah banget sih di hubungi,” Adit masuk dengan bersungut.“Mungkin Abang masih s
Ibu Tri merenggut saat mendengar tuduhan Sumi pada Rama. “Jangan asal bicara ya, cah gantengku itu tidak mungkin selingkuh,” bantah Ibu Tri sambil menatap Sumi tajam. “Lho Mbak ngak percaya, coba Adit mana foto Rama sama cewek seksi kemarin,” Sumi mengulurkan tangannya meminta agar Adit memberikan hape miliknya. Adit hanya mengaruk kepalanya, ini kalau sudah berurusan dengan Ibu-ibu yang suka ikut campur urusan anaknya. “Mana!” Sumi terlihat tak sabar. “Iya sebentar Bu,” ucap Adit sambil mengeluarkan hapenya dan memberikan pada ibunya. “Nah ini buktinya,” ujar Sumi sambil memperlihatkan hape adit pada Ibu Tri. Segera Ibu Tri melihat pada gambar yang ada di sana dan langsung mencebikan bibirnya. “Hanya gambar seperti itu tidak membuktikan kalau cah gantengku pacaran sama perempuan itu,” cibir Ibu Tri. “Lho ini kan jelas kalau Rama di sana sama perempuan lain, mereka pacaran,” tegas Sumi tak mau kalah. “Sumi coba perhatikan baik-baik,” Ibu Tri menunjuk gambar pada gawai itu, “
Elsa merenung, untuk apa dia begitu marah pada Rama tadi sampai harus menangis dan mengatakan pria itu jahat dan pembohong, sangat kekanak-kanakan.“Huf, Abang pasti marah sama aku,” pikir Elsa, “Aku marah-marah ngak jelas seperti tadi.”Dia memandang telepon genggamnya, melihat beberapa notifikasi pesan masuk.(“Sa, Abang minta maaf kalau ada salah sama kamu ya.”)(“Abang sibuk banget sampai sering lupa menghubungi kamu.”)(“Abang usahakan untuk segera menyelesaikan semua kerjaan di sini, biar bisa cepat pulang.”) (“Jangan marah ya Sa, Abang mohon sekali lagi minta maaf🙏🙏 kalau memang Abang ada salah.”)Elsa membaca pesan itu, sungguh hati gadis itu menjadi tidak nyaman dengan pesan yang di kirim Rama padanya.Permohonan maaf dari Rama untuk kesalahan yang sebenarnya tidak di lakukan pria itu.Padahal sah-sah saja kalau Rama berselfi atau swafoto dengan orang lain sekalipun itu dengan perempuan cantik seksi menggoda seperti Nindya.Untuk apa marah? Hak apa marah? Elsa
Baiklah! Baiklah! obrolan berlangsung panas, apalagi kalau para pria membicarakan soal wanita seksi.“Ck...ck...” terdengar decak kagum dari mulut Adit dan membuat Elsa kesal melihatnya.Adit yang baru datang ikut bergabung dengan Elsa, Alfa juga Steven.“Bodinya memang seksi abis,” Adit terus memandangi gambar dari ponsel Alfa, “Aku mau follow dia.”“Wuih, yang follow dia banyak sampai satu juta lebih,” Steven ikut membuka tautan media sosial.“Dia sudah follow back aku!” Adit terlihat kegirangan karena begitu cepat mendapat tanggapan.“Sama Dit!” seru Steven dan kembali tos para pria di lakukan.“Kerja di mana di Mas?” tanya Adit.“Oh itu, perusahaan besar,” sahut Alfa menyebutkan nama perusahaan itu.“Dia ini termasuk orang kepercayaan Pak Bram, waktu aku ikut rapat dengan bos waktu itu,” lanjut Alfa bercerita sambil mengunyah makanan.“Orangnya memegang asli cantik dan bodinya, beuh,” Alfa terus berceloteh mengacungkan dua jempol jarinya, “Semolohoy.”Tangan Alfa memben
Bunyi mesin EKG terdengar pelan, pria tua yang berbaring itu terlihat seperti tidur dengan tenang.Mesin bantu pernapasan terpasang dengan beberapa selang yang menempel di tubuhnya.“Bagaimana keadaan tuan Haris?” pria dengan berjas hitam itu memperhatikan Haris yang berbaring tanpa daya.“Kondisinya masih kritis, tapi sepertinya dia berusaha untuk bertahan,” ujar pria dengan menggunakan baju OK putih.“Aku rasa tuan Haris punya alasan untuk bertahan.”“Apa Anda tak menghubungi keluarganya, siapa tahu...”“Tidak, karena justru itu akan membuat nyawa tuan Haris dalam bahaya lagi.”“Tapi...”“Dia sudah memberi amanat, kecuali kalau dia sudah mati baru dia ingin ada keluarga yang berada di sampingnya.” “Itu aneh.”“Ya, tuan Haris memang aneh.”“Tapi saya akui, dia pria tua yang kuat walaupun nyaris saja suntikan itu mengenai jantung dan pembuluh darahnya.”“Itu benar.”“Apakah rekaman cctv yang saya berikan sudah ada titik terangnya?”“Belum, karena sepertinya orang ini p
Cafe itu masih sunyi, hanya beberapa pengunjung yang terlihat. Dua orang saling duduk berhadapan di pojok ruangan, sambil sesekali memperhatikan orang yang keluar masuk di cafe itu dan terlihat sedang terlibat pembicaraan serius. “Sebaiknya kau hentikan dulu rencanamu itu.” “Apa hentikan?” “Ya hentikan saja.” “Kau pikir aku akan hidup tenang selama keturunan Ratih masih hidup?” Terdengar helaan nafas panjang, “Kau bisa menundanya dulu.” “Aku sudah menyusun semuanya dan dalam waktu kami akan menjalankannya.” “Jangan sekarang, apa kau tahu polisi sudah melakukan penyelidikan dan beberapa orang sudah di curiga.” “Mungkin saja beberapa orang itu tidak termasuk aku.” “Jangan terlalu percaya diri, mungkin sekarang kau tidak termasuk yang di curiga tapi tidak mungkin semakin lama arahnya akan ke sana.” “Ha...ha...ha..! “Apa yang membuatmu tertawa? Apa kau pikir semua ini lucu?” terdengar nada tersinggung dari lawan bicaranya. “Lucu, sangat lucu.” “Bagian mana yang kau anggap lu