Lana memang pintar.Dia mudah beradaptasi, pintar bersosialisasi, dan pintar juga berkamuflase. Karena hal tersebutnyaz dia bisa membaur dengan kondisi sosial seburuk apapun atau suasana kerja yang toxic sekalipun. Dia adalah orang yang tahan banting. Saat menginginkan sesuatu, dia ingin segera meraihnya, meskipun dengan banyak usaha dan kerja keras.Saat ini, dia menginginkan suami.Iya, dan suaminya harus seperti Vito, kalau bisa dia saja yang jadi suaminya. Sejak melihatnya berubah drastis, dia merasa ingin memiliki pria itu.Sekarang, dia sudah mengikuti jejak Elitta, semua tentangnya dia tiru. Semua itu dilakukan harapan kalau Vito akan jatuh hati padanya.Dia tidak peduli walaupun awal kisah mereka adalah perselingkuhan. Justru itu bagus, dengan begitu— Elitta akan segera menuntut cerai, lalu kesempatannya menjadi suami prianitu terbuka lebar.Tetapi, nyatanya— Vito setangguh karang di lautan. Dia sama sekali tidak goyah walaupun dia sengaja memamerkan lekuk tubuhnya, bahkan be
Vito masih bersiap-siap di kamar hotelnya. Dia ingin pulang siang ini, gak perlu menunggu sore hari. Selain urusannya di kantor sudah beres, dia juga sangat lelah— tidur di rumah lebih baik daripada di hotel. Entah kenapa, dia merasa kesepian. Apakah karena dia sudah terbiasa dengan keberadaan Elitta setiap kali tidur?Iya, dia yakin itu mungkin alasannya. Dia menjadi sangat ketergantungan dengan keberadaan sang istri. Ranjang terasa dingin kalau hanya sendirian saja.Selain itu, kamar hotel yang luas benar-benar membosankan dan sunyi. Sudah dua hari tidak bertemu istrinya, Vito menjadi sedikit sensitif. Dia merasa seperti duda saja. Padahal, dahulu dia terbiasa sendirian di kamar hotel, namun sekarang— segalanya terasa berbeda.Ketika dia hendak mengirimkan pesan untuk sang istri, mengabarkan akan pulang, tak diduga seseorang mengetuk pintu kamar hotelnya. Alhasil, dia menaruh ponsel itu di atas ranjang, lalu segera mendekat ke pintu.Dia membukanya, mengira mungkin itu pegawai hote
Elitta menjamu Dino dengan perasaan yang terpaksa. Dia harus membuka diri untuk pria itu dan ayah kandungnya. Terlepas dari pekerjaan illegal mereka, dia harus segera menerima keadaan ini.Vito sudah mulai menerima mereka, jadi dia harus segera menyusulnya."Kamu sama suamiku mau ngomongin apa?" Tanya Elitta kemudian.Dia duduk di sofa yang posisinya berseberangan meja dengan Dino. Dengan begini, dia bisa menatap langsung lawan bicaranya tersebut.Dino masih mengunyah donat. Usai menelannya, barulah dia menjawab, "bukan urusan penting bagimu, cuma bisnis aja.""Bisnis? Bisnis apa?""Sudah aku bilang nggak penting untukmu. Aku mau bicara itu sama suami kamu aja.""Jangan-jangan kamu nyeret suamiku buat ikutan bisnis illegal kalian, ya! Kalian maksa dia jadi rentenir juga? Atau bisnis prostitusi?""Yang benar aja kamu. Apa di mata kamu, aku dan papa sekriminal itu? Siapa juga yang ngajakin bisnis begituan, Elitta? Kita 'kan punya bisnis masing-masing.""Terus? Pokoknya aku harus tahu! K
Vito tidak sempat melihat ponsel, tidak tahu kalau istrinya menelpon terus. Semua itu karena tas kerja dan ponsel masih berada di mobil, sementara dirinya sudah turun— dan menunggu dibukakan pintu di rumah Pak Derry.Setelah beberapa kali bel rumah dibunyikan, akhirnya seseorang keluar, dan itu adalah sang nyonya rumah alias Vivian."Kamu lagi ... hobi banget sih datang ke sini, kangen sama aku?" tanya Vivian yang menyeringai. Hari sudah siang begini, dia masih menggunakan lingerie tipis nan seksi.Vito sampai heran, apa yang membuat ayah mertuanya menikahi wanita ini? Apa yang disukai? Apa karena puber kedua jadi terangsang dengan wanita muda?Dia tidak mau berdebat, jadi langsung bertanya, "mana papa mertua?""Nggak ada, dia lagi ke luar kota.""Masih ke luar kota? Dua hari yang lalu ke luar kota ... kamu nyekap dia di rumah, ya?""Jangan sembarangan ya kalau ngomong. Suamiku lagi sakit, dia berada di luar kota buat periksa kesehatan jantung.""Jangan bohong kamu, Vivian, jika meman
Vito memperhatikan tingkah Vivian yang makin menyebalkan. Kotak perhiasan yang ditujukan untuk sang istri kini malah dibuka oleh orang lain. Dia bingung harus berbuat apa sekarang. Beberapa kali, dia melihat perut wanita itu ... kalau saja tidak hamil, dia ingin menjambaknya.Dia mengulurkan tangan lalu meminta dengan baik, "berikan, itu hadiah untuk istriku.""Elitta? Untuk apa kamu membelikan cincin padanya? Dia sudah pakai cincin kawin 'kan?'"Terus kenapa kalau aku emang beli cincin untuknya? Itu hadiah.""Sayang banget lah, mending buat aku aja ya ..." Vivian dengan tidak sopannya malah menggunakan cincin itu di jari manisnya. Ternyata, dia sendiri juga tidak menggunakan cincin kawin dari suaminya.Vito baru sadar itu ketika melihat cincin berlian miliknya malah dipakai. "Kamu!""Eh, pas loh di aku ... berarti emang kamu beli buat aku ya?" Vivian memamerkan tangannya di hadapan Vito. "Gimana? Bagus 'kan?"Dia tersenyum tanpa rasa takut sama sekali. Dia yang paling tahu bagaimana
"Kenapa kamu nggak ngomongin masalah Alvaro?"Mendengar pertanyaan itu dari Dino membuat Elitta merasa bimbang. Wanita itu masih melihat layar ponselnya, masih kelihatan cemas. Barusan, dia sudah menelpon sang suami. Asalkan pria itu baik-baik saja, tak ada yang dibahas sebenarnya.Dia menjelaskan, "nggak masalah, Vito lagi lelah kayaknya, mending nggak usah bahas itu dulu, yang penting dia baik-baik aja."Dino sibuk menghabiskan camilan yang ada di atas meja. Dari mulai kacang panggang, kentang goreng dan sisa donat. Elitta sudah menyuguhkan banyak makanan untuknya usai makan siang tadi. Dia menyarankan, "kayaknya kamu pulang aja deh, aku nggak ngusir, tapi tolong jangan bahas bisnis dulu sama Vito, dia baru kerja, loh. Kasihan.""Bilang aja mau berduaan doang.""Emang, kalau emang kayak gitu kamu mau apa? Vito udah capek kerja, masa iya pulang langsung bahas bisnis sama kamu. Aku yang mau nyambut dia.""Terus kamu gimana? Nggak takut kalau ada orang gila itu ke sini?""Nggak bakala
Elitta mengambil sepotong brownies, lalu disodorkan ke mulut suaminya.Vito memakan suapan itu tanpa banyak bicara. Tidak mau kalah, dia berganti menyuapinya."Udah kamu nggak usah peduliin masalah mantan gila kamu itu dulu, kita have fun aja," katanya kemudian.Elitta setuju. Meski demikian dia masih khawatir. Bagaimana pun, Alvaro bukan orang yang mudah menyerah. Sampai polisi bisa menangkapnya lagi, mana bisa dia tenang sepenuhnya.Vito paham dengan rasa cemas itu. Dia menaruh sisa brownie yang tak habis digigit Elitta kembali ke atas piring.Lalu, dia memegangi kedua tangan Elitta, dan diyakinkan, "sayang—kamu nggak usah khawatir apapun. Karena kamu yang paling penting bagiku sekarang, mulai besok aku akan kerja remote aja, sampai orang gila itu ketemu, mending aku sama kamu terus.“"Kerja remote? Berarti kamu bakalan di rumah sama aku?”"Iya, tapi aku akan banyak di ruang kerja, seenggaknya masih di rumah sama kamu."Elitta memberikan kecupan di pipi Vito, menunjukkan betapa saya
Keesokan harinya ...Vito bekerja secara remote sesuai dengan ucapannya kemarin. Dia tidak bisa meninggalkan Elitta setelah tahu kalau musuh mereka masih dalam pencarian polisi.Sejak pagi, dia sudah ada di ruang kerjanya, sudah berpakaian formal nan rapi. Dia melakukan rapat bersama dengan bawahannya melalui layar laptop.Hari ini mereka membicarakan tentang masalah bulanan yang dihadapi oleh semua supermarket miliknya. Orang dari divisi pemasaran terlihat memberikan pendapatnya.Melihat orang tersebut, Vito jadi ingat kalau hari ini harusnya ada wawancara dengan Lana. Tetapi, dia sudah memberitahu HRD untuk mengurus semua. Harusnya semua baik-baik saja.Dia kembali fokus ke jalannya rapat tersebut.Sebenarnya wawancara Lana memang berjalan mulus. Dia bisa melewati semua itu tanpa ada masalah. Bahkan, pihak HRD juga senang pada kepribadiannya.Dia mendapatkan posisi yang sudah sesuai dengan permintaan Vito. Dia baru boleh bekerja seminggu kemudian.Lana pura-pura bahagia, tapi sebena
Keesokan harinya ... Elitta dan Vito berangkat pagi sekali untuk menuju ke rumah Tuan Zero. Di sana mereka direncanakan untuk bertemu dengan Pak Derry. Sudah sangat lama sejak terakhir bertemu dengan ayahnya, Elitta sudah tidak sabar. Di sepanjang perjalanan, dia menyempatkan diri untuk membeli buah melon kesukaan sang ayah. Setelah sampai di rumah megah ayah kandung Elitta itu, mereka disambut oleh oleh Dino. Elitta sesekali melihat ke sekitar, tapi tak menemukan yang dicari. Iya, selain Pak Derry, dia juga penasaran kemana sang ayah kandung? Dino bisa menebak jalan pikirannya, dan menjawab, "santai aja nanti juga ketemu papa." Karena malu, Elitta berdusta, "nggak, aku nggak nyariin dia, kok, aku cuma nyari Papa Derry.'" Dino hanya menahan tawa saat membawa mereka menuju ke lantai dua, dan kemudian memasuki salah satu ruangan. Begitu pintu dibuka, terlihatlah pemandangan meriah dengan spanduk yang bertuliskan "SELAMAT UNTUK KEHAMILANMU, ELITTA!" Banyak sekali pita warna-warni
Elitta dan Vito menenangkan diri dengan mampir ke kafe dekat rumah sakit. Emosi mereka sudah sama-sama reda. Elitta juga tidak mungkin marah terus apalagi Vito sudah mengatakan segalanya untuk minta maaf. Vito sengaja memesankan es krim coklat untuk makin menenangkan hati istrinya. Selama hampir lima menit, dia hanya memperhatikan wanita itu menikmati es krim. Karena es krim dalam mangkuknya sudah hampir habis, dia menawarkan, "mau nambah lagi nggak?" Elitta mengangguk. Vito tersenyum. Dia lega melihat Elitta sudah tidak memandangnya dengan kekecewaan lagi. Dia meminta waiter untuk membuatkan satu es krim coklat lagi. Sambil menunggu, Elitta hanya diam memandangi suaminya. Dia tidak tahu harus berkata apa sekarang. Vito bertanya, "Sayang, tadi kamu bilang kalau ada orang yang tahu lebih dahulu tentang kehamilan kamu daripada aku 'kan? Siapa itu? Jangan-jangan dia yang ngedit suratnya?" Elitta menjawab, "Lana." "Apa ..." Vito terkejut. "Dia?" "Dia yang tahu lebih dahulu, aku s
Elitta meminta sopir untuk mengantarkannya pergi ke rumah sakit. Dengan atau tanpa Vito, dia akan membukikan kalau dirinya tidak berbohong.Perkataan manja Lana sebelumnya masih terngiang di kepalanya. Kenapa wanita itu berani sekali bersikap seperti itu? Apa dia tidak melihat dia ada di sana? Dia adalah istri Vito!Elitta selama ini menyadari kalau perubahan dari Lana seperti mengikuti dirinya. Bahkan, aroma wewangiannya, tapi sebelumnya dia hanya menganggap itu hal biasa.Akan tetapi, dia jadi teringat oleh Vivian, yang teman sendiri menggoda mantan pacarnya dahulu, kemudian tunangannya, sekaligus ayahnya. Semua pria yang ada di dalam hidupnya seolah direnggut. Dia tidak menerima perselingkuhan lagi.Apa vito sungguh berselingkuh darinya? Apa pria itu mulai dekat dengan Lana di belakangnya? Apa itu alasan wanita itu diberikan pekerjaan di kantor? Elitta merasa dadanya sangat sakit. Dia tidak mau membayangkan hal buruk, tapi yang muncul di kepalanya hanya hal-hal yang jelek. Sudah b
Elitta dan Dino masih berdiam diri di halte selama setengah jam. Keduanya membahas beberapa hal, termasuk tentang kesehatan Pak Derry.Elitta lega bisa mendengar dari mulut Dino langsung kalau sang ayah baik-baik saja. Dia benar-benar sudah membuka hati untuk pria itu sekaligus ayah kandungnya.Dia berkata, "maaf ya, selama ini aku agak sinis sama kamu terus sama ..."Wanita itu masih bingung harus memanggil ayah kandungnya dengan sebutan papa atau sekedar Tuan Zero seperti julukannya?Dino paham dengan apa yang dipikirkan Elitta. Dia tersenyum, lalu mengatakan, "nggak usah minta maaf, aku yang harusnya minta maaf. Jujur aja, niatku jelek loh sama kamu sebelumnya.""Jelek?""Iya pokoknya gitu lah, tapi Papa buat aku sadar kalau kita ini sekarang keluarga."Elitta hampir tidak mengira kalau orang seperti Dino akan berkata seperti itu. Tetapi, dia tidak mengatakan apapun, takut menyinggung.Halte tersebut ada di dekat kantor.yang secara otomatis berseberangan jalan dengan restoran. Deng
Elitta sedih sampai ketiduran. Ketika dia bangun keesokan harinya, tidak ada Vito di atas ranjang. Dia semakin khawatir dengan pria itu. Dia segera pergi keluar, mencari-carinya dan ternyata memang tidak ada tanda-tanda Vito pulang sejak kemarin. Khawatir, dia menelpon ponselnya, tapi malah tidak aktif. Perasaannya jadi campur aduk. Apa pria itu sehancur itu hanya karena tulisan di kertas kemarin? Kenapa bisa langsung percaya Dia menghampiri Ibu Mugi yang ada di dapur, lalu bertanya, "Bu, mana Vito? Apa dia enggak pulang semalaman?“ "Nggak, Nyonya. Tapi, tadi telpon di telepon rumah, katanya suruh bilang ke Nyonya, Tuan lagi kerja, mungkin pulang nanti malam.” “Dia nggak pulang terus langsung kerja?“ Elitta kaget. Yang lebih mengejutkan, kenapa malah menghubungi telepon rumah? Kenapa tidak langsung menelpon ke ponselnya? Bukankah dia itu istrinya? "Iya, Nyonya.” Ibu Mugi merasa kalau ada sesuatu semalam. Hanya saja, dia tidak tahu apa yang terjadi karena saat Vito pergi dia sibuk
Lana sempat mampir ke rumah Vito. Tentu saja, dia diam-diam menuju ke dekat pintu garasi, dan membuang amplop putih di sekitar mobil yang biasa dipakai Elitta.Setelah itu, dia masuk ke dalam— lalu menyapa sang ibu, dan akhirnya ikut makan siang bersama. Tidak ada kecuriagaan sama sekali. Baik Elitta dan Vito terlihat mesra seperti biasa. Malahan lebih mesra, mereka juga saling suap, bahkan di hadapan Lana.Ibu Mugi mulai sadar kalau anaknya menyukai Vito. Tetapi, dia lega karena yakin majikannya tidak akan pernah menanggapi perasaan Lana.Situasi ini cukup rumit.Lana berpamitan pulang lebih awal. Dia terlalu mual melihat kebersamaan mereka.Sore harinya, Elitta mengalami mual-mual, jadi beristirahat di dalam kamar. Selama itu pula, Vito dengan setia memijat kakinya— memanjakannya sebisa mungkin."Kamu mau sesuatu, Sayang? Minuman hangat mungkin? Teh kesukaan kamu?“ Vito menawarkan. Dia tahu kebiasaan Elitta yang sering minum teh tiap sore.Elitta menggelengkan kepala. Dia masih mer
Sepulang kerja, Vito sangat antusias untuk mampir sebentar ke supermarket miliknya yang ada di dekat rumah. Lana ikut bersamanya. Jadi, dia ikut untuk berbelanja juga di dalam."Maaf ya kamu ikutan belanja juga jadinya," kata Vito yang masih sibuk melihat-lihat susu untuk ibu hamil."Nggak apa, kok." Lana berjalan di sebelahnya terlihat murung. Dia terlihat sangat iri, tidak bisa kalau tidak iri— Vito terlalu perhatian dengan istrinya. Pria seperti ini jarang sekali ditemui.Kenapa pria seperti ini malah sudah menikah? Sementara pria-pria miskin di luaran sana sok jadi playboy dan suka mempermainkan wanita?Lana semakin kesal. Dia tidak terima. Ada pria yang luar biasa sempurna di depannya, tapi tak bisa dia sentuh. Sudah berhari-hari, dia mencoba mendekati Vito, tapi tak berhasil juga. Padahal, setiap siang, mereka menghabiskan waktu bersama di kafetaria. Akan tetapi, Vito tidak menunjukkan ketertarikan.Pria itu memperlakukannya seperti pegawai yang lain. Tidak ada yang istimewa.I
Berita baik apa yangelibatkan sang ayah? Elitta sangat penasaran dengan hal itu. Dia masih diam, menanti sang suami untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Setelah mendengar ada berita baik tentang ayahnya itu, dia tidak mungkin bisa tidur.Vito menjelaskan, "tadi siang Dino datang ke kantorku. Dia bercerita tentang papa kamu.""Ini papa yang aku cari 'kan?""Iya, Papa Derry. Beberapa hari yang lalu, Papa kamu yang satunya itu ketemu sama Papa Derry di jalan. Karena kasihan, dia membawanya pulang ke rumah. Selama beberapa hari itu, Papa Derry nggak mau ngomong atau apapun— jadi Dino ataupun Papa Zero nggak tahu apa yang udah terjadi.“Elitta tidak tahu harus merespon apa setelah mendengar penjelasan suaminya. Dia tidak mengerti juga apa yang terjadi pada sang ayah. Tetapi, dia bisa merasakan mungkin ada sesuatu yang terjadi. Karena Elitta diam saja, Vito melanjutkan, "sampai sekarang, papa Derry nggak mau cerita apapun. Dia juga nggak mau ketemu siapapun untuk sekarang. Dino
Elitta sudah belanja banyak sekali baju yang dia sukai. Dia pulang sebelum pukul empat sore.Beruntung, Vito pulang sekitar sejam kemudian. Seperti biasa, dia terlihat lesu dan segera masuk ke dalam kamar mandi untuk mandi air hangat dahulu. Tubuhnya terasa lebih ringan setelah merasakan hangatnya air tersebut.Elitta masih menyembunyikan berita tentang kehamilannya. Dia menunggu Vito di ruang makan. Wajahnya tidak dapat berbohong kalau dia sangat bersemangat.Bahkan, Ibu Mugi jadi ikutan tersenyum saat menyajikan makan malam di atas meja. Dia bertanya, "Nyonya hari ini bahagia sekali, ada apa?"Elitta hanya berkata, "nggak apa, Bu, soalnya tadi saya beli banyak baju.""Oh." Ibu Mugi tidak percaya kalau itu alasannya. Dia jadi penasaran, tapi tida mungkin memaksa majikannya sendiri untuk memberitahu ada apa.Usai menyiapkan segalanya di atas meja makan, dia berpamitan, "iya udah, Nyonya, saya pergi ke belakang dahulu kalau nggak ada lagi yang Nyonya inginkan.""Nggak ada kok, Bu, maka