"Mas. Lama juga, ya? Kita tidak menghabiskan waktu berdua seperti ini?" sindir Sita, menyandarkan dirinya pada dada bidang Arjun. Sita menikmati waktu berdua dengan Arjun sambil melihat pemandangan air terjun yang luar biasa indah. Suara gemericik air yang jatuh dengan lembut, hembusan angin yang sejuk, dan keindahan alam sekitarnya memberikan kedamaian dalam hati Sita. Setiap detik yang dihabiskannya di sana membuatnya merasa begitu tenang dan bahagia. Namun, di sisi lain, Arjun merasa gelisah. Meskipun raganya berada di samping Sita, tapi pikirannya saat ini melambung jauh ke tempat pernikahannya dengan Mayang. Pikirannya terus menerus dipenuhi dengan penyesalan karena akad nikahnya dengan Mayang yang harus dibatalkan. Dia merasa sangat kasihan pada Mayang, selingkuhannya. Mayang pasti sedang menunggu dengan penuh harap di tempat yang telah mereka sepakati. Arjun tahu betapa sulitnya bagi Mayang untuk menunggu dengan ketidakpastian ini. Hatinya terasa berat karena dia tidak bisa
Raut kecewa terlihat sekali pada wajah Arjun. Sita melihatnya dan dia bergumam dalam hati, "Jangan berharap kau bisa bercocok tanam denganku setelah kau bercocok tanam dengan wanita lain." Sita tersenyum miring, ketika Arjun memilih untuk menarik selimut dan tidur tanpa berkata-kata lagi. Sita dan Arjun saat itu sedang berada dalam posisi saling membelakangi. Di tengah keheningan malam Sita berusaha untuk menyembunyikan suara isak tangisnya. Bantal tempat kepala Sita berbaring, basah oleh air matanya yang tak terbendung. Sita merasakan penyesalan yang mendalam atas pernikahannya dengan Arjun yang harus berakhir seperti ini. Ia tidak pernah menyangka bahwa ia akan terjebak dalam ikatan yang begitu menyakitkan dan membuat hatinya hancur. Namun, Sita tidak tahu berapa lama lagi ia dapat bertahan dalam situasi yang semakin menjalar ke dalam keputusasaan ini. Ia terpaksa berpura-pura buta terhadap perselingkuhan yang dilakukan oleh Arjun, seolah-olah tidak menyadari kebenaran yang begitu
Dengan hati yang berdebar, Sita memasuki restoran yang tenang dan mewah. Dia merasakan adrenalin mengalir di tubuhnya, menambah semangatnya untuk melaksanakan rencana jahatnya. Sambil duduk di sudut yang strategis, dia mengawasi setiap gerakan dan tatapan yang masuk ke dalam restoran. Di waktu yang sama, tepatnya di tempat parkir restoran tersebut, Mayang bergelayut manja pada Arjun. "Mayang, kenapa harus restoran ini?" tanya Arjun kepada Mayang dengan wajah penuh kekhawatiran. "Karena aku pingin sekali makan, makanan paling mahal di restoran ini," jawab Mayang dengan nada yang sangat manja. "Kita pergi saj ke restoran yang lebih bagus ya? Jangan restoran ini? Karena restoran ini letaknya sangat dekat dengan hotel tempatku menginap, aku takut... ." "Takut, Kak Sita melihat keberadaan kita?" potong Mayang menatap kesal ke arah Arjun. "Mas, kau pilih takut pada Kak Sita, atau kau takut anakmu nanti ngeces?" lanjut Mayang menakuti-nakuti Arjun. Arjun akhirnya tidak berkutik dengan a
"Sudahlah, Mas. Jangan salingz menyalahkan, kita harus mencari jalan keluar dari masalah kita. Aku tidak mau berita itu terus menyebar," sanggah Mayang mencoba untuk menyadarkan Arjun yang selalu menyalahkannya. Arjun tampak sangat frustasi dan memukul setir mobilnya. Akhirnya mereka berdua memilih untuk mengucilkan diri dari banyaknya mata yang memandang rendah mereka berdua. Di sisi lain, Sita merasa hancur mengingat pengkhianatan Arjun. Arjun lebih memilih pergi dengan Mayang. Azkia dan Yuni duduk berdua di ruang tamu, wajah mereka penuh dengan keputusasaan. Mereka merasa sangat terluka oleh pengkhianatan Arjun dan Mayang yang telah melukai hati mereka tidak hanya sekali, tetapi dua kali. Arjun dan Mayang telah mempermainkan perasaan Azkia dan Yuni dengan cara yang sangat kejam. "Sita, kau yang tegar ya, Nak. Kau harus kuat, jangan kalah dengan keadaan," ucap Yuni mencoba untuk menguatkan putrinya. Yuni sungguh tidak menduga jika nasib buruknya di masa lalu juga menimpa putrin
Dengan hati yang berdebar, Sita memasuki restoran yang tenang dan mewah. Suara langkah kakinya terdengar samar-samar di lantai marmer yang mengkilap. Cahaya lampu kristal yang bergantung di atasnya membuat suasana semakin elegan dan misterius. Sita merasakan darahnya mengalir deras di tubuhnya, menambah semangatnya untuk melaksanakan rencana jahatnya terhadap suami serta adik angkatnya itu. Anand duduk di sebelahnya, wajahnya penuh keraguan saat melihat ekspresi tegang pada wajah Sita. Ia tak bisa menyembunyikan kekhawatiran dalam suaranya ketika ia bertanya ragu-ragu kepada Sita, "Bu, apakah nanti hal ini tidak akan memperumit hubungan anda dengan suami anda?" Sita tersenyum tipis mendengar pertanyaan Anand tersebut. Dia sudah memikirkan semua kemungkinan konsekuensi dari perbuatannya ini. Namun dia yakin bahwa apa yang sedang dia lakukan adalah untuk kebaikan dirinya sendiri dan kelangsungan hidupnya. "Saya ingin tau, apakah Arjun masih mencintaiku atau tidak," jawab Sita pelan sa
Arjun merasa tertekan oleh pertanyaan tersebut. Ia meraba-raba kata-kata untuk menjelaskan situasi ini tanpa membuat semakin rumit segala hal. Namun, ia sadar bahwa dia harus memberikan jawaban yang jujur dan transparan kepada istrinya. "Sita, aku datang ke sini untuk menemui clien dan membahas pembebasan lahan," ujar Arjun dengan ragu-ragu namun tetap mencoba menjawab pertanyaan istrinya secara jujur. "Apakah kau lupa jika Mayang adalah Sekretarisku?" Sita merasa kebingungan mendengar penjelasan Arjun. Ia tidak menyangka jika Mayang masih bekerja di kantornya. "Kenapa kamu tidak memecat Mayang? Apakah ada sesuatu yang kau sembunyikan dariku?" tanya Sita dengan nada sedikit menuduh. Arjun terdiam sejenak, mencoba mengumpulkan pikirannya. "Ayolah, Sita. Kita tidak bisa memecat Mayang begitu saja, hanya karena masalah pribadi kita. Kita harus tetap profesional," bujuk Arjun. "Baiklah, sekarang kau harus minta maaf kepada Anand. Dia adalah teman kuliahku dulu, dan kami tidak sengaja
"Mas Arjun, kenapa kau tidak bilang kepadaku jika kau berada di kota ini bersama dengan Mayang?" tanya Sita ketika dia menemani Arjun makan malam. Wajahnya terlihat sedikit tegang dan penuh pertanyaan. Arjun merasa gugup saat ditanya seperti itu oleh Sita. Dia memandangi wajah cantik Sita dengan tatapan yang penuh penyesalan. "Maafkan aku, Sayang," ucapnya pelan sambil menggenggam tangan Sita lembut. "Sebenarnya aku ingin mengatakan kepadamu sejak awal tentang keberadaanku di kota ini bersama Mayang. Namun, sejak malam itu, aku takut kau cemburu dan marah padaku." Sita mendengarkan penjelasan Arjun dengan hati yang berdebar-debar. Air mata hampir saja jatuh dari matanya namun ia berhasil menahan tangisannya. Ia mencoba untuk tetap tenang meskipun hatinya sedih dan terluka. "Percayalah kepadaku, Sayang," lanjut Arjun dengan suara serak karena rasa khawatirnya akan reaksi Sita. "Aku tidak ada lagi hubungan dengan Mayang. Aku sudah memilihmu sebagai satu-satunya wanitaku, dan akan sela
"Baiklah, aku rasa diskusi ini sudah selesai, aku akan pergi ke kantor," tutur Sita mengakhiri perdebatan yang ada di meja makan tersebut. Sita duduk di meja makan, menatap kosong ke arah jendela. Dia tidak ingin berlama-lama melihat wajah suami serta adik angkatnya yang sudah bermain belakang dengannya. Setelah apa yang mereka lakukan padanya, Sita merasa sangat terluka dan kecewa. Hatinya penuh dengan amarah dan ketidakpercayaan. Jika saja bukan karena sebuah rencana menghancurkan keduanya, Sita ogah sekali menerima kembali mereka berdua tinggal satu atap dengannya. Dia tahu bahwa jika dia memberikan kesempatan kedua kepada mereka, maka dia hanya akan membuka pintu bagi lebih banyak pengkhianatan dan sakit hati. Saat ini rumah tangga mereka seperti reruntuhan yang hancur berantakan setelah badai besar melanda. Semua harapan dan impian indah tentang masa depan bersama telah hancur berkeping-keping. Sita merasa seperti dia telah kehilangan segalanya. "Bolehkah aku ikut denganmu?"
Pagi itu Dika dan Arsy tampak sangat bahagia karena Amel.tak pernah mengganggu hubungan mereka. Hingga pagi itu semua siswa berkumpul pada Mading sekolah bukan hanya itu, tatapan semua siswa yang ada disekolah itu memandang Arsy DNA Dika dengan tatapan penuh ejekan dan cemoohan.Arsy sadar jika ada sesuatu yang tidak beres."Dika, sepertinya ada yang aneh deh dengan siswa sekolah ini," ucap Arsy merasa risih dengan pandangan yang dilontarkan kepadanya saat dirinya dan Dika melewati lorong sekolah.Dika tersenyum manis, dia merangkulkan lengannya pada leher Arsy, "Kau ini selalu saja curiga. Bisa jadi mereka merasa heran karena si jomblo sejati kini sudah memiliki pacar, ditambah lagi pacarnya sangat tampan sepertiku."Arsy menatap Dika gemas, dan berkilah, "Narsis amat sih jadi orang. Seandainya saja bukan karena dijodohkan, mungkin aku tidak akan menerima kamu.""Halah, sudah jadian masih saja gengsi," sindir Dika melirik gemas kearah Arsy."Ah sudahlah. Ayo coba kita lihat ada apa d
Sejak jadian di Villa, Arsy dan Dika tak segan memperlihatkan keromantisan mereka. Bahkan di sekolahpun, Arsy dan Dika bak Romeo dan Juliet yang tak bisa dipisahkan. Setiap hari mereka terlihat mesra, saling berpegangan tangan saat berjalan menuju kelas, dan sering kali duduk bersama di bawah pohon rindang di halaman sekolah.Suatu hari, ketika sedang asyik mengobrol dengan teman-temannya di depan kantin sekolah, tiba-tiba Amel datang dengan wajah cemberut. Ia langsung mendekati Dika yang sedang duduk sendirian sambil menatap ke arah langit biru."Dika, kamu ini kenapa sih? Aku telepon tidak pernah diangkat?" tanya Amel dengan nada kesal. Ia duduk di sebelah Dika dan melingkarkan tangannya pada lengan Dika.Dalam hati, Dika merasa gugup karena ia tidak ingin Arsy melihat adegan ini. Mereka berdua memang sudah menjadi pasangan yang sangat harmonis sejak jadian di Villa tersebut. Namun begitu masalah muncul ketika ada orang lain yang mencoba mendekati salah satu dari mereka."Maaf Amel,
Dengan senyum hangatnya, Dika menjelaskan lebih lanjut kepada Arsy tentang rencananya untuk masa depan mereka berdua. Dia bercerita tentang bagaimana ia telah mempersiapkan segalanya secara matang agar dapat memberikan kehidupan yang nyaman bagi mereka berdua kelak."Sebenarnya ada satu hal yang tampaknya belum kau ketahui, Arsy," ungkap Dika perlahan-lahan. "Mereka mendukung sepenuh hati hubungan kita dan ingin melihat kita bahagia bersama. Dengan kata lain, kita telah dijodohkan sejak kita baru saja dilahirkan."Arsy kaget mendengar pengakuan tersebut. Ia tidak pernah membayangkan bahwa orang tuanya dan orang tua Dika telah menjodohkan dirinya dan Dika. Namun, di balik kejutan itu, ada rasa lega yang mulai menyelimuti hatinya.Arsy merasakan detak jantungnya berdegup kencang saat mendengar kata-kata Dika. Pikirannya melayang-layang mencoba memahami semua ini. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa orang tuanya mengatur semuany
Dika dengan penuh kelembutan menggendong Arsy menuju tepi pantai. Pasir putih nan bersih terlihat begitu menawan ditambah dengan sinar matahari yang hampir tenggelam. Dika berjalan pelan-pelan, sambil merasakan angin sepoi-sepoi menyentuh wajah mereka.Kedua orang tua mereka, sedang duduk santai di tepi pantai tersebut. Mereka tampak begitu bahagia melihat kedatangan Dika dan Arsy. Namun tiba-tiba saja, wajah Sita berubah menjadi khawatir saat melihat Arsy digendong oleh Dika."Arsy, kamu kenapa?" tanya Sita dengan suara cemas sambil bangkit dari duduknya. Ia segera mendekati Arsy yang kini diturunkan oleh Dika dan duduk dengan kaki diluruskan ke depan.Arjun juga merasa cemas melihat kondisi anak mereka yang terlihat lemas itu. Ia segera bergabung dengan Sita untuk mendekati Arsy.Anand, sahabat baik mereka yang juga ikut dalam perjalanan ini bersama istrinya, turut merasa khawatir melihat keadaan Arsy. Mereka pun ikut mendekati keluarga ters
"Sayang, apakah semuanya sudah siap?" tanya Arjun kepada Sita yang baru selesai memasukkan semua barang bawaannya ke dalam bagasi mobil expander miliknya. Setelah persiapan dan packing, mereka akhirnya siap untuk pergi liburan bersama keluarga."Sudah, Pa," jawab Sita dengan senyum kelegaan duduk disamping pengemudi. Dia merasa lega bahwa semua barang telah tertata rapi di dalam bagasi mobil.Sita menoleh kebelakang untuk mengecek ibu serta putrinya. Namun wajahnya berubah cemas saat melihat wajah sang putri yang terlihat murung. Ada sesuatu yang mengganggu pikiran Arsy dan itu membuat hati ibunya menjadi khawatir."Arsy, kenapa wajah kamu terlihat murung gitu, Nak?" tanya Sita seraya tangannya sibuk memasang sabuk pengaman. Ia mencoba mencari tahu apa yang sedang dipikirkan oleh anak perempuan satu-satunya itu."Tidak apa-apa, Ma. Arsy hanya kepikiran pertandingan basket besok Ma
Dika menatap Arsy dengan ekspresi kecewa yang jelas terlihat di wajahnya. Ia tahu bahwa Minggu ini tidak ada pertandingan apapun di sekolahnya. Dalam hatinya, Dika memahami jika Arsy ingin menghindarinya, tapi ia tidak tahu pasti masalah apa yang sedang dialami oleh Arsy. Sejak kemarahan Arsy terhadap dirinya beberapa waktu lalu, Dika semakin yakin bahwa kemarahan itu bukan hanya karena janji yang tak bisa dia tepati, melainkan ada masalah lain yang sedang mengganggu pikiran dan perasaan Arsy."Sungguh sayang sekali," ucap istri Anand dengan suara sedih. "Kita sudah merencanakan ini sejak lama."Semua yang duduk di meja makan saling menatap satu sama lain dengan perasaan campur aduk. Suasana hening pun tercipta di antara mereka sejenak.Dika mencoba untuk membuka pembicaraan lagi agar suasana menjadi lebih nyaman dan hangat. "Arsy," panggilnya lembut sambil memandang tajam gadis itu. Ia merasa kesal dengan kebohongan yang telah dilakukan oleh Arsy. Ia tidak bisa menahan diri untuk men
"Arsy, Andi. Kalian sudah saling kenal?" tanya Sita dengan ekspresi heran yang terlihat jelas di wajahnya. Dia tidak bisa menyembunyikan keheranan saat melihat putrinya, Arsy, dan putra Anand saling menunjuk satu sama lain dengan raut muka yang penuh kejutan.Sita sebenarnya tidak pernah menduga bahwa Dika adalah putra Anand. Namun kenyataannya memang begitu. Nama lengkapnya adalah Andika Pradana, tetapi keluarganya biasa memanggilnya dengan sebutan Andi. Meskipun begitu, Dika lebih suka dipanggil dengan nama Dika oleh teman-temannya di sekolah maupun lingkungan sekitar."Iya Tante. Arsy adalah teman sekelas Andi," jawab Andi dengan senyum canggungnya.Tidak ingin membuat suasana semakin canggung, Sita mencoba untuk tersenyum ramah kepada Anand dan berkata, "Anda memiliki anak laki-laki yang tampan dan cerdas seperti Dika." Anand pun tersenyum malu-malu sambil menjawab, "Terima kasih atas pujian Anda."Sementara itu, Dika juga merasa terkejut karena tidak pernah menyangka bahwa Arsy
"Arsy tunggu!" seru Dika dengan suara lantang, mencoba menarik perhatian Arsy yang sepertinya sengaja mengabaikannya sejak kemarin hingga pulang sekolah. Namun, Arsy terus melangkah tanpa memperdulikan Dika yang terus mengejarnya dan berusaha keras untuk berbicara kepadanya.Dengan raut wajah penuh penyesalan, Dika akhirnya berhasil mendekati Arsy. "Arsy, maafkan aku. Aku benar-benar lupa bahwa kita akan pergi mencari bahan untuk proyek sekolah, kemarin," ujar Dika dengan nada rendah.Namun, jawaban dari Arsy tidak seperti yang diharapkan oleh Dika. "Sudahlah lupakan saja. Aku sudah membeli semua bahan yang dibutuhkan untuk proyek kita," kata Arsy tegas sambil menghentikan langkahnya dan menatap Dika dengan tatapan ketus.Dalam hati, Dika merasa sedih dan kesal atas sikap dingin yang ditunjukkan oleh sahabatnya itu. Ia tidak ingin hubungan mereka menjadi renggang hanya karena sebuah kesalahan kecil ini. Maka dengan suara memelasnya, ia mencoba membujuk Arsy agar mau memaafkannya."Ars
"Arsy, ke kantin yuk!" ajak Dika sambil melingkarkan tangannya ke leher Arsy. Dia mengajaknya dengan penuh semangat, berharap bisa menghabiskan waktu istirahat bersama sahabatnya.Namun, Arsy menolak dengan wajah yang di tekuk. "Kau pergi saja, ajak saja Amel!" ucapnya singkat dan tegas. Ada sesuatu yang terlihat dalam ekspresi wajahnya, seolah-olah dia sedang menyembunyikan sesuatu.Dika tidak bisa menahan tawa saat mendengar penolakan itu. "Jangan bilang kau cemburu!" tebaknya dengan nada bercanda. Dia merasa ada rasa cemburu yang terselip di balik kata-kata penolakan Arsy.Arsy memalingkan wajahnya dan mencoba untuk menyembunyikan senyum kecil yang muncul di bibirnya. Dia tidak ingin Dika tahu bahwa dia benar-benar merasa cemburu melihat Dika bersama dengan Amel saat pagi tadi.Sebenarnya, Arsy sudah lama memiliki perasaan khusus terhadap Dika. Walaupun mereka baru saja berteman tapi mereka sering melakukan segala hal bersama-sama. Namun belakangan ini, hati Arsy mulai berbunga-bun