"Sita, malam ini saja kau ijinkan Mayang untuk tinggal di sini. Aku janji besok akan aku carikan tempat tinggal yang layak untuknya," pinta Arjun dengan penuh iba kepada Sita. Matanya memancarkan kelembutan dan rasa sayang yang mendalam saat ia berbicara.
Sita merasa terpukul oleh permohonan Arjun. Meskipun dia sangat membenci Mayang dan Arjun, hatinya tidak bisa menolak ketulusan dalam suaranya. Dia tahu bahwa meski mereka telah menyakitinya begitu banyak, cinta yang pernah ada di antara mereka masih tersimpan dalam lubuk hatinya.
Dengan ragu-ragu, Sita akhirnya menganggukkan kepala sebagai tanda persetujuannya. Ia tidak ingin melihat Mayang tidur di rumah sempit kontrakannya.
Arjun merasakan lega ketika Sita setuju dengan permohonannya. Dia tahu bahwa ini adalah kesempatan terakhir baginya untuk memperbaiki segalanya dan membuktikan bahwa dia bisa menjadi lebih baik bagi mereka berdua.
Malam itu, s
"Mas kau dari mana?" tanya Mayang dengan wajah polos, berusaha menyembunyikan kegembiraan yang meluap-luap dalam hatinya. Dia tidak ingin terlalu cepat menunjukkan betapa senangnya dia mendapatkan kesempatan untuk menghabiskan waktu bersama Arjun.Arjun tersenyum lembut pada Mayang dan menjawab, "Aku berasal dari desa kecil di pinggiran kota ini. Tapi sekarang aku tinggal di sini untuk bekerja."Mayang merasa semakin bahagia mendengar jawaban Arjun. Dia tidak bisa menahan rasa gugup dan cemas karena bertemu dengan pria yang begitu tampan seperti Arjun. Namun, dia mencoba tetap tenang agar tidak memperlihatkan perasaannya yang terlalu jelas."Mayang, sebaiknya kita istirahat. Hari sudah malam," ajak Arjun sambil mengusap lembut rambut Mayang.Mayang kemudian protes tentang kondisi kamar tersebut. "Mas, bukankah sudah aku bilang sebelumnya? Kamar ini banyak debunya! Aku tak bisa tidur nyenyak jika ada debu-debu di sekitarku."Wajah murung pun kembali menghinggapinya setelah sempat meras
"Kak, kau mau kemana dengan pakaian serapi itu?" tanya Mayang ketika mendapati Sita memakai setelan blazer coklat muda, dengan rambut kuncir kudanya duduk di meja makan dan mengolesi selai pada rotinya. Mayang terlihat bingung melihat penampilan kakaknya yang begitu formal."Aku akan menggantikanmu di perusahaan, Mayang," jawabnya singkat sambil menatap tajam ke arah Mayang. Sita terlihat sangat serius dalam menjawab pertanyaan adiknya tersebut.Arjun dan Mayang sangat terkejut dengan keputusan Sita. Mereka tidak pernah menduga bahwa Sita akan mengambil langkah sebesar ini. Sejak awal, Arjun dan Mayang mempercayai Sita sebagai saudara mereka yang baik hati dan setia. Namun, semua itu berubah ketika Sita menguasai uang mereka."Sita! Setelah kau menguasai uang kita, rumah itu apakah sekarang kau juga berpikir akan mengambil alih perusahaan kita juga?" tanya Arjun dengan wajah yang amat kesal dan penuh emosi. Rasa marahnya begitu besar sehingga ia hampir tidak bisa menahan diri untuk ti
Mayang merasa sangat gusar dengan keputusan Sita. Hatinya terasa berkecamuk dan emosinya meluap begitu hebat sehingga dia tidak bisa menahan diri untuk mengeluarkan kemarahannya. Dalam keadaan yang penuh amarah, Mayang memutuskan untuk membuat kamarnya menjadi berantakan sebagai bentuk ekspresi dari perasaannya yang kacau."Aarg!!! Kenapa jadi seperti ini sih?" pekik Mayang dengan suara yang keras dan tajam, mencerminkan betapa frustasinya dia pada situasi ini. Dia merasa bahwa segala sesuatunya telah berubah menjadi kacau balau tanpa alasan yang jelas.Tidak lama setelah itu, ibu Sita datang mendatangi kamar Mayang dengan wajahnya yang nyinyir. Ia tampak marah dan kesal atas sikap putri angkatnya tersebut. Tanpa basa-basi lagi, Yuni langsung menyampaikan pertanyaannya kepada Mayang."Kenapa? Kau pikir jika menikahi Arjun kau akan membuat Sita hancur, seperti itu?" ujar ibu Sita dengan nada sinis di dalam kalimatnya. Ia ingin tahu apa sebenarnya alasan di balik keputusan anaknya terse
"Mas besok kau datang ya? Hari ini adalah launcing kantor baruku bersama dengan Anand," kata Sita sambil tersenyum lebar saat makan malam bersama dengan keluarganya. Wajahnya berbinar-binar karena kegembiraan yang tak terbendung.Arjun, yang duduk di sebelahnya, menatap Sita dengan tatapan dingin. Ia tampak serius dan sedikit tegang. "Tidak! Aku besok mau cek lokasi pembangunan perumahan sampai malam," jawab Arjun tanpa ekspresi emosi apapun.Sita merasa kecewa mendengar jawaban Arjun. Hatinya hancur berkeping-keping karena harapannya untuk bisa menghadiri acara penting tersebut pupus begitu saja. "Oh, sayang sekali," ujar Sita dengan suara lirih, wajahnya terlihat sedih dan penuh rasa penyesalan.Malam itu, suasana di meja makan menjadi hening setelah percakapan singkat mereka tadi. Keluarga mereka saling bertatapan dalam kesedihan yang sama-sama dirasakan oleh semua orang di ruangan itu.Namun, meskipun hati Sita terluka akibat keputusan Arjun untuk tidak hadir pada acara penting te
"Sita, kamu mau kemana?" tanya Arjun kepada Sita saat mereka baru saja sampai di kantor baru Sita. Wajahnya penuh kekhawatiran karena melihat langkah terburu-buru yang dilakukan oleh Sita. Dia merasa ada sesuatu yang penting harus dikerjakan."Maaf, Mas. Ada yang harus aku kerjakan di dalam," jawab Sita dengan suara terengah-engah. Tatapan matanya penuh ketegangan dan raut wajahnya tampak gelisah.Segera setelah itu, tanpa menunggu reaksi dari Arjun, Sita langsung bergegas masuk ke dalam gedung kantor tersebut. Kakinya masih belum sepenuhnya keluar dari mobil bersama dengan Arjun dan Mayang ketika dia sudah memasuki pintu gerbang kantor.Arjun merasa heran dengan sikap buru-buru yang ditunjukkan oleh Sita. Hatinya ingin mengejar dan mencari tahu apa sebenarnya yang sedang terjadi, namun Mayang mencegahnya untuk melakukannya. Dengan lembut ia menyentuh lengan Arjun sambil berkata, "Biarkanlah dia pergi sendiri, sayang."Arjun mengernyitkan dahi dan bertanya-tanya apa maksud dari perkat
Mayang merasa hatinya berdebar-debar saat Arjun mengajaknya pergi ke meja Sita. Dia seperti ingin menjaga jarak dengan mereka, terutama ketika dia menatap sosok pria yang kini berdiri di tengah-tengah Sita dan Anand. Mayang merasa gugup dan ragu-ragu. Matanya terus memandangi sosok pria asing yang sedang asyik berbincang-bincang dengan Sita di meja tersebut. Hatinya dipenuhi oleh rasa kekhawatiran akan kemungkinan kedekatan mereka."Mas kau pergi saja sendiri, aku di sini saja," tolak Mayang dengan suara gemetar. Dia mencoba menyembunyikan rasa takutnya dari Arjun, tetapi matanya yang pucat dan wajahnya yang tegang mengungkapkan segalanya.Arjun melihat ekspresi wajah Mayang yang pucat dan khawatir tentang keadaannya. "Kau ini kenapa? Wajahmu pucat?" tanyanya dengan nada khawatir.Mayang menelan ludahnya sejenak sebelum menjawab pertanyaan Arjun. "Aku...aku hanya sedikit lelah," ucapnya pelan sambil mencoba tersenyum palsu agar bisa menenangkan dirinya sendiri.Tetapi Arjun tidak beg
Mayang terlihat tidak bisa tidur. Dia merasa gelisah dan tidak nyaman setelah menghadiri pesta malam itu. Pikirannya dipenuhi dengan sikap Sita yang seolah-olah sengaja membuatnya khawatir."Mayang kau kenapa? Sepertinya kau terlihat aneh sejak berada di pesta tadi," ucap Arjun dengan nada khawatir.Mayang menoleh ke arahnya, wajahnya tampak murung. "Mas, aku kesal dengan sikap Kak Sita. Kau sadar tidak, jika Kak Sita secara langsung telah merendahkanmu sebagai suaminya," gumam Mayang pelan.Arjun memandangi Mayang dengan tatapan bingung. Ia mencoba memahami apa yang sedang dirasakan oleh istrinya itu. "Apa maksudmu?" tanya Arjun perlahan."Lihat saja tadi, dia bahkan tertawa dengan dua orang pria tampan dan tidak peduli denganmu sedikitpun," lanjut Mayang sambil mencoba untuk meracuni pikiran Arjun agar membenci istri pertamanya.Arjun mengerutkan keningnya dalam keraguan. Ia tidak bisa mempercayai kata-kata Mayang begitu saja tanpa bukti yang jelas. "Benarkah? Tapi aku tidak merasak
Mayang melepas kepergian Arjun dan Sita dengan perasaan yang sangat dongkol. Hatinya terasa berat karena dia tidak rela jika Arjun menghabiskan waktu bersama istri pertamanya, Sita. Yuni, ibu Sita sangat bahagia dengan keadaan Mayang saat ini. Dia mendekati Mayang dan mengejeknya, "Kasihan sekali ya, pingin ikut tapi tidak di ajak."Mayang merasa hatinya semakin teriris ketika Yuni mengejeknya seperti itu. Ia merasakan cemburu yang begitu dalam melihat Arjun pergi bersama istri pertamanya tanpa membawa dirinya juga. Rasa sakit dan kesedihan memenuhi pikirannya saat ia menyaksikan mereka berdua pergi menjauh darinya."Pasti nanti, mereka akan menikmati waktu bersama tanpa ada pengganggu sepertimu," lanjut Yuni seolah tidak puas mengolok-olok Mayang yang merasakan cemburu karena Arjun pergi bersama istri pertamanya.Mendengar kata-kata sinis dari Yuni membuat Mayang semakin marah dan frustasi. Ia ingin sekali memberikan balasan tajam kepada Yuni namun ia mencoba untuk tetap tenang agar
Pagi itu Dika dan Arsy tampak sangat bahagia karena Amel.tak pernah mengganggu hubungan mereka. Hingga pagi itu semua siswa berkumpul pada Mading sekolah bukan hanya itu, tatapan semua siswa yang ada disekolah itu memandang Arsy DNA Dika dengan tatapan penuh ejekan dan cemoohan.Arsy sadar jika ada sesuatu yang tidak beres."Dika, sepertinya ada yang aneh deh dengan siswa sekolah ini," ucap Arsy merasa risih dengan pandangan yang dilontarkan kepadanya saat dirinya dan Dika melewati lorong sekolah.Dika tersenyum manis, dia merangkulkan lengannya pada leher Arsy, "Kau ini selalu saja curiga. Bisa jadi mereka merasa heran karena si jomblo sejati kini sudah memiliki pacar, ditambah lagi pacarnya sangat tampan sepertiku."Arsy menatap Dika gemas, dan berkilah, "Narsis amat sih jadi orang. Seandainya saja bukan karena dijodohkan, mungkin aku tidak akan menerima kamu.""Halah, sudah jadian masih saja gengsi," sindir Dika melirik gemas kearah Arsy."Ah sudahlah. Ayo coba kita lihat ada apa d
Sejak jadian di Villa, Arsy dan Dika tak segan memperlihatkan keromantisan mereka. Bahkan di sekolahpun, Arsy dan Dika bak Romeo dan Juliet yang tak bisa dipisahkan. Setiap hari mereka terlihat mesra, saling berpegangan tangan saat berjalan menuju kelas, dan sering kali duduk bersama di bawah pohon rindang di halaman sekolah.Suatu hari, ketika sedang asyik mengobrol dengan teman-temannya di depan kantin sekolah, tiba-tiba Amel datang dengan wajah cemberut. Ia langsung mendekati Dika yang sedang duduk sendirian sambil menatap ke arah langit biru."Dika, kamu ini kenapa sih? Aku telepon tidak pernah diangkat?" tanya Amel dengan nada kesal. Ia duduk di sebelah Dika dan melingkarkan tangannya pada lengan Dika.Dalam hati, Dika merasa gugup karena ia tidak ingin Arsy melihat adegan ini. Mereka berdua memang sudah menjadi pasangan yang sangat harmonis sejak jadian di Villa tersebut. Namun begitu masalah muncul ketika ada orang lain yang mencoba mendekati salah satu dari mereka."Maaf Amel,
Dengan senyum hangatnya, Dika menjelaskan lebih lanjut kepada Arsy tentang rencananya untuk masa depan mereka berdua. Dia bercerita tentang bagaimana ia telah mempersiapkan segalanya secara matang agar dapat memberikan kehidupan yang nyaman bagi mereka berdua kelak."Sebenarnya ada satu hal yang tampaknya belum kau ketahui, Arsy," ungkap Dika perlahan-lahan. "Mereka mendukung sepenuh hati hubungan kita dan ingin melihat kita bahagia bersama. Dengan kata lain, kita telah dijodohkan sejak kita baru saja dilahirkan."Arsy kaget mendengar pengakuan tersebut. Ia tidak pernah membayangkan bahwa orang tuanya dan orang tua Dika telah menjodohkan dirinya dan Dika. Namun, di balik kejutan itu, ada rasa lega yang mulai menyelimuti hatinya.Arsy merasakan detak jantungnya berdegup kencang saat mendengar kata-kata Dika. Pikirannya melayang-layang mencoba memahami semua ini. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa orang tuanya mengatur semuany
Dika dengan penuh kelembutan menggendong Arsy menuju tepi pantai. Pasir putih nan bersih terlihat begitu menawan ditambah dengan sinar matahari yang hampir tenggelam. Dika berjalan pelan-pelan, sambil merasakan angin sepoi-sepoi menyentuh wajah mereka.Kedua orang tua mereka, sedang duduk santai di tepi pantai tersebut. Mereka tampak begitu bahagia melihat kedatangan Dika dan Arsy. Namun tiba-tiba saja, wajah Sita berubah menjadi khawatir saat melihat Arsy digendong oleh Dika."Arsy, kamu kenapa?" tanya Sita dengan suara cemas sambil bangkit dari duduknya. Ia segera mendekati Arsy yang kini diturunkan oleh Dika dan duduk dengan kaki diluruskan ke depan.Arjun juga merasa cemas melihat kondisi anak mereka yang terlihat lemas itu. Ia segera bergabung dengan Sita untuk mendekati Arsy.Anand, sahabat baik mereka yang juga ikut dalam perjalanan ini bersama istrinya, turut merasa khawatir melihat keadaan Arsy. Mereka pun ikut mendekati keluarga ters
"Sayang, apakah semuanya sudah siap?" tanya Arjun kepada Sita yang baru selesai memasukkan semua barang bawaannya ke dalam bagasi mobil expander miliknya. Setelah persiapan dan packing, mereka akhirnya siap untuk pergi liburan bersama keluarga."Sudah, Pa," jawab Sita dengan senyum kelegaan duduk disamping pengemudi. Dia merasa lega bahwa semua barang telah tertata rapi di dalam bagasi mobil.Sita menoleh kebelakang untuk mengecek ibu serta putrinya. Namun wajahnya berubah cemas saat melihat wajah sang putri yang terlihat murung. Ada sesuatu yang mengganggu pikiran Arsy dan itu membuat hati ibunya menjadi khawatir."Arsy, kenapa wajah kamu terlihat murung gitu, Nak?" tanya Sita seraya tangannya sibuk memasang sabuk pengaman. Ia mencoba mencari tahu apa yang sedang dipikirkan oleh anak perempuan satu-satunya itu."Tidak apa-apa, Ma. Arsy hanya kepikiran pertandingan basket besok Ma
Dika menatap Arsy dengan ekspresi kecewa yang jelas terlihat di wajahnya. Ia tahu bahwa Minggu ini tidak ada pertandingan apapun di sekolahnya. Dalam hatinya, Dika memahami jika Arsy ingin menghindarinya, tapi ia tidak tahu pasti masalah apa yang sedang dialami oleh Arsy. Sejak kemarahan Arsy terhadap dirinya beberapa waktu lalu, Dika semakin yakin bahwa kemarahan itu bukan hanya karena janji yang tak bisa dia tepati, melainkan ada masalah lain yang sedang mengganggu pikiran dan perasaan Arsy."Sungguh sayang sekali," ucap istri Anand dengan suara sedih. "Kita sudah merencanakan ini sejak lama."Semua yang duduk di meja makan saling menatap satu sama lain dengan perasaan campur aduk. Suasana hening pun tercipta di antara mereka sejenak.Dika mencoba untuk membuka pembicaraan lagi agar suasana menjadi lebih nyaman dan hangat. "Arsy," panggilnya lembut sambil memandang tajam gadis itu. Ia merasa kesal dengan kebohongan yang telah dilakukan oleh Arsy. Ia tidak bisa menahan diri untuk men
"Arsy, Andi. Kalian sudah saling kenal?" tanya Sita dengan ekspresi heran yang terlihat jelas di wajahnya. Dia tidak bisa menyembunyikan keheranan saat melihat putrinya, Arsy, dan putra Anand saling menunjuk satu sama lain dengan raut muka yang penuh kejutan.Sita sebenarnya tidak pernah menduga bahwa Dika adalah putra Anand. Namun kenyataannya memang begitu. Nama lengkapnya adalah Andika Pradana, tetapi keluarganya biasa memanggilnya dengan sebutan Andi. Meskipun begitu, Dika lebih suka dipanggil dengan nama Dika oleh teman-temannya di sekolah maupun lingkungan sekitar."Iya Tante. Arsy adalah teman sekelas Andi," jawab Andi dengan senyum canggungnya.Tidak ingin membuat suasana semakin canggung, Sita mencoba untuk tersenyum ramah kepada Anand dan berkata, "Anda memiliki anak laki-laki yang tampan dan cerdas seperti Dika." Anand pun tersenyum malu-malu sambil menjawab, "Terima kasih atas pujian Anda."Sementara itu, Dika juga merasa terkejut karena tidak pernah menyangka bahwa Arsy
"Arsy tunggu!" seru Dika dengan suara lantang, mencoba menarik perhatian Arsy yang sepertinya sengaja mengabaikannya sejak kemarin hingga pulang sekolah. Namun, Arsy terus melangkah tanpa memperdulikan Dika yang terus mengejarnya dan berusaha keras untuk berbicara kepadanya.Dengan raut wajah penuh penyesalan, Dika akhirnya berhasil mendekati Arsy. "Arsy, maafkan aku. Aku benar-benar lupa bahwa kita akan pergi mencari bahan untuk proyek sekolah, kemarin," ujar Dika dengan nada rendah.Namun, jawaban dari Arsy tidak seperti yang diharapkan oleh Dika. "Sudahlah lupakan saja. Aku sudah membeli semua bahan yang dibutuhkan untuk proyek kita," kata Arsy tegas sambil menghentikan langkahnya dan menatap Dika dengan tatapan ketus.Dalam hati, Dika merasa sedih dan kesal atas sikap dingin yang ditunjukkan oleh sahabatnya itu. Ia tidak ingin hubungan mereka menjadi renggang hanya karena sebuah kesalahan kecil ini. Maka dengan suara memelasnya, ia mencoba membujuk Arsy agar mau memaafkannya."Ars
"Arsy, ke kantin yuk!" ajak Dika sambil melingkarkan tangannya ke leher Arsy. Dia mengajaknya dengan penuh semangat, berharap bisa menghabiskan waktu istirahat bersama sahabatnya.Namun, Arsy menolak dengan wajah yang di tekuk. "Kau pergi saja, ajak saja Amel!" ucapnya singkat dan tegas. Ada sesuatu yang terlihat dalam ekspresi wajahnya, seolah-olah dia sedang menyembunyikan sesuatu.Dika tidak bisa menahan tawa saat mendengar penolakan itu. "Jangan bilang kau cemburu!" tebaknya dengan nada bercanda. Dia merasa ada rasa cemburu yang terselip di balik kata-kata penolakan Arsy.Arsy memalingkan wajahnya dan mencoba untuk menyembunyikan senyum kecil yang muncul di bibirnya. Dia tidak ingin Dika tahu bahwa dia benar-benar merasa cemburu melihat Dika bersama dengan Amel saat pagi tadi.Sebenarnya, Arsy sudah lama memiliki perasaan khusus terhadap Dika. Walaupun mereka baru saja berteman tapi mereka sering melakukan segala hal bersama-sama. Namun belakangan ini, hati Arsy mulai berbunga-bun