Mayang terus menatap kebersamaan Arjun dan Sita dengan perasaan campur aduk. Hatinya berdesir ingin sekali menghentikan mereka, tapi dia tahu bahwa itu tidak mungkin. Dia merasa cemburu melihat kedekatan mereka, padahal sebenarnya dia tidak memiliki hak untuk merasa seperti itu. Akhirnya, Mayang memutuskan untuk mengambil langkah berani dengan menelepon Arjun. Dia mencoba mengabaikan rasa takut yang melanda dirinya saat menekan tombol panggil di ponselnya. Namun sayangnya, Arjun memilih untuk mengabaikannya karena takut Sita curiga tentang hubungan mereka. Berbeda dengan reaksi dingin dari Arjun, Sita justru tersenyum simpul ketika membaca nama Mayang yang terpampang di layar ponsel Arjun. Dirinya merasa bahagia karena membayangkan betapa jengkelnya Mayang saat itu ketika panggilannya di abaikan oleh Arjun. "Mas, ponsel kamu dari tadi berisik, kenapa nggak kamu angkat saja sih?" protes Sita sambil menatap kesal ke arah Arjun. Tatapan kesal itu membuat Arjun sedikit terkejut dan ia m
"Baiklah, setelah kita kembali ke Jakarta, aku akan mengenalkanmu kepada teman-temanku. Aku ingin kamu menjadi istri pria mapan dan tentunya yang masih bujang serta mapan," tutup Sita sambil tersenyum manis. Dia segera menutup ponselnya dan melihat Arjun yang tampak gusar. Arjun merasa cemas karena Mayang begitu saja setuju dengan tawaran Sita untuk dijodohkan dengan teman-temannya. Dia tidak bisa membiarkan Mayang menikahi lelaki lain karena dia sangat mencintainya dan tidak ingin kehilangan anak yang dikandung oleh Mayang. Hatinya berdegup kencang saat menyadari bahwa hubungan mereka mungkin berada di ujung tanduk. "Sayang, aku permisi ke kamar mandi dulu, ya?" ujar Arjun dengan suara gemetar ketika ia meminta izin kepada Sita. Ia berusaha menjaga ketenangan meskipun hatinya sedang dilanda kegelisahan. Sita merasakan ada sesuatu yang aneh pada sikap suaminya. Ada raut wajah gelisah yang terpancar dari matanya. Tanpa diduga-duga, dia diam-diam mengikuti langkah-langkah Arjun menuju
Di sisi lain, Sita mendapatkan notifikasi di ponselnya. Dia sangat kesal dengan foto yang dikirim oleh anak buah Anand. Foto itu menunjukkan Mayang dan Arjun sedang berpelukan mesra di sebuah pusat perbelanjaan yang terkenal di kota Bogor. Wajah mereka berdua tampak begitu bahagia, seolah-olah tidak peduli dengan perasaan Sita. Saat melihat foto tersebut, amarah memuncak dalam diri Sita. Hatinya terbakar oleh rasa sakit dan pengkhianatan. Ia merasakan keinginan kuat untuk melabrak Mayang dan Arjun, mengungkapkan semua kemarahan dan kekecewaannya pada mereka berdua. Namun, sekilas kata-kata ibunya kembali terngiang di kepalanya. "Jika saat ini kau bertindak gegabah tidak akan mendapatkan hasil yang menggembirakan melainkan dirimu sendiri yang akan rugi." Kata-kata bijaksana itu membuat Sita sadar bahwa tindakan emosional hanya akan membawa kerugian baginya sendiri. Sita merenung sejenak tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya. Ia menyadari bahwa ia harus tetap tenang dan cerdas
Sita menatap tajam Arjun, matanya penuh dengan kekecewaan dan amarah yang sulit disembunyikan. Dia merasa terluka oleh pengkhianatan Arjun, namun dia juga ingin memberikan kesempatan kepada Arjun untuk menjelaskan dirinya. Arjun mendekati Sita dengan langkah ragu-ragu. Hatinya berdebar kencang karena tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Namun, sebelum dia bisa mengucapkan sepatah kata pun, Sita mengarahkan tangannya ke depan sebagai isyarat agar Arjun tetap diam di tempat. "S-Sita kau kenapa datang ke sini? Bukankah aku bilang kepadamu jika kau tidak perlu hadir ke sini?" tanya Arjun heran dan terlihat sangat gugup. Sita mencoba menenangkan dirinya sendiri, mengingatkan bahwa dia harus tetap tenang dan tidak memperlihatkan rasa sakitnya kepada orang lain. Meskipun begitu, sulit baginya untuk menyembunyikan perasaan sedih yang melanda hatinya saat ini. "Ya, aku datang ke sini," ucap Sita dengan suara serak. "Namun, bukan untuk menemanimu, Mas." Kata-kata itu terdengar pahi
"Sita, apakah kau yakin tidak mau aku menemanimu?" tanya Anand masih ragu untuk melepaskan Sita pergi seorang diri menuju kamar hotelnya. Tatapan cemas terpancar dari matanya saat ia melihat Sita yang tampak lelah dan terbebani oleh masalah keluarganya. Namun, meskipun hatinya ingin sekali membantu, Anand juga mengerti bahwa ada batasan dalam campur tangan orang lain dalam urusan pribadi. "Ya, aku yakin. Ini adalah masalah intern keluargaku," jawab Sita dengan suara lemah. Sita menatap Anand tertunduk, segera dia meminta maaf agar Anand tidak salah paham dengan ucapannya, "Anand. Maaf, bukan maksudku untuk... ." Sita merasa bersalah karena harus menolak tawaran bantuan dari Anand yang sudah begitu banyak membantunya selama ini. Namun, dia sadar bahwa dia harus belajar mandiri dan menghadapi masalahnya sendiri. Melihat ekspresi sedih di wajah Sita, Anand memutuskan untuk memberikan dukungan tanpa syarat padanya. Dia mendekati Sita dengan langkah pelan dan meletakkan tangannya di pun
"Sita, terimakasih. Akhirnya kau mengerti akan keinginanku, aku janji akan berlaku adil kepada kalian berdua," janji Arjun dengan senyum kelegaan dalam wajahnya. Dia memegang erat tangan Sita sebagai bentuk kebahagiaannya. "Kak Sita, tak kusangka kau akan menyerah segampang ini," ejek Mayang melirik dengan tatapan sinis ke arah Sita, mencoba merendahkan dan mengejeknya atas apa yang baru saja terjadi. Namun, kali ini Sita tidak lagi merespon ucapan wanita yang tidak punya hati tersebut. Sita ingin melepaskan semua beban perasaan yang ada dalam dirinya. Dengan langkah gontai, dia bergegas menuju kamar dan menutup pintu rapat-rapat. Di dalam kamar yang sunyi itu, tangisnya pecah tanpa bisa ditahan lagi. Dia meringkuk di lantai dengan penuh kesedihan dan putus asa, bersandarkan diri pada tempat tidurnya seperti mencari sedikit kenyamanan dalam situasi yang sulit baginya. Saat itu pikiran-pikiran negatif mulai menyelimuti benak Sita. Rasa sakit karena pengkhianatan dari orang-orang te
Arjun melihat ekspresi wajah Mayang yang tampak begitu tidak nyaman. Hatinya pun luluh saat melihat wanita itu sedemikian rapuh dalam kondisi hamil seperti ini. Ia merasa bertanggung jawab untuk menjaga kesejahteraan ibu dan anak yang ada di dalam rahim Mayang. "Mayang, kamu kenapa?" tanya Arjun dengan nada lembut sambil mendekati Mayang untuk memberikan dukungan fisik pada wanita itu. "Kamu harus istirahat sejenak." Sementara itu, Sita mulai menyadari bahwa dirinya dan Arjun tengah dipermainkan oleh ulah licik Mayang. Ia terus memandang tajam ke arah Mayang yang terlihat tersenyum tipis. "Jangan-jangan kamu hanya berpura-pura," desis Sita memandang ketus kearah Mayang. Arjun tersentak kaget dengan tuduhan Sita, tapi kemudian dia kembali fokus pada keselamatan Mayang dan calon anak mereka. Ia membawa Mayang menuju tempat tidur dan membantunya untuk beristirahat. Sita mengikuti mereka dengan menggeret kopernya ke dalam kamarnya. "Mas, Mayang tidak bisa tidur di ranjang kita!" prot
Mayang berdiri di depan kaca berputar-putar, merasa takjub pada kecantikannya sendiri. Hari ini adalah hari yang istimewa baginya, hari di mana dirinya sejak lama menantikan momen seperti ini. Mayang telah menyiapkan dirinya dengan sangat teliti. Dia memakai kebaya akad yang indah dan make up yang cantik.Dengan penuh ejekan, Mayang bertanya kepada kakak angkatnya, "Kak, bagaimana penampilanku?"Sita hanya memandang sinis ke arah Mayang. Hatinya terasa sangat sakit ketika melihat adiknya begitu percaya diri dan bahagia dengan penampilannya saat ini. Bagaimanapun juga, Sita tidak bisa menerima Mayang sebagai madunya begitu saja."Aku datang ke kamar ini hanya ingin bilang kalau kau harus ke altar pernikahan sekarang!" ucap Sita dengan nada agak dingin.Tanpa berkata apa-apa lagi, Sita berbalik hendak meninggalkan Mayang sendirian di kamarnya. Hati Mayang tampak sangat bahagia melihat Sita menahan rasa sakit di ulu hatinya.Dua pengiring Mayang, yaitu teman-teman kantornya, berjalan men
Pagi itu Dika dan Arsy tampak sangat bahagia karena Amel.tak pernah mengganggu hubungan mereka. Hingga pagi itu semua siswa berkumpul pada Mading sekolah bukan hanya itu, tatapan semua siswa yang ada disekolah itu memandang Arsy DNA Dika dengan tatapan penuh ejekan dan cemoohan.Arsy sadar jika ada sesuatu yang tidak beres."Dika, sepertinya ada yang aneh deh dengan siswa sekolah ini," ucap Arsy merasa risih dengan pandangan yang dilontarkan kepadanya saat dirinya dan Dika melewati lorong sekolah.Dika tersenyum manis, dia merangkulkan lengannya pada leher Arsy, "Kau ini selalu saja curiga. Bisa jadi mereka merasa heran karena si jomblo sejati kini sudah memiliki pacar, ditambah lagi pacarnya sangat tampan sepertiku."Arsy menatap Dika gemas, dan berkilah, "Narsis amat sih jadi orang. Seandainya saja bukan karena dijodohkan, mungkin aku tidak akan menerima kamu.""Halah, sudah jadian masih saja gengsi," sindir Dika melirik gemas kearah Arsy."Ah sudahlah. Ayo coba kita lihat ada apa d
Sejak jadian di Villa, Arsy dan Dika tak segan memperlihatkan keromantisan mereka. Bahkan di sekolahpun, Arsy dan Dika bak Romeo dan Juliet yang tak bisa dipisahkan. Setiap hari mereka terlihat mesra, saling berpegangan tangan saat berjalan menuju kelas, dan sering kali duduk bersama di bawah pohon rindang di halaman sekolah.Suatu hari, ketika sedang asyik mengobrol dengan teman-temannya di depan kantin sekolah, tiba-tiba Amel datang dengan wajah cemberut. Ia langsung mendekati Dika yang sedang duduk sendirian sambil menatap ke arah langit biru."Dika, kamu ini kenapa sih? Aku telepon tidak pernah diangkat?" tanya Amel dengan nada kesal. Ia duduk di sebelah Dika dan melingkarkan tangannya pada lengan Dika.Dalam hati, Dika merasa gugup karena ia tidak ingin Arsy melihat adegan ini. Mereka berdua memang sudah menjadi pasangan yang sangat harmonis sejak jadian di Villa tersebut. Namun begitu masalah muncul ketika ada orang lain yang mencoba mendekati salah satu dari mereka."Maaf Amel,
Dengan senyum hangatnya, Dika menjelaskan lebih lanjut kepada Arsy tentang rencananya untuk masa depan mereka berdua. Dia bercerita tentang bagaimana ia telah mempersiapkan segalanya secara matang agar dapat memberikan kehidupan yang nyaman bagi mereka berdua kelak."Sebenarnya ada satu hal yang tampaknya belum kau ketahui, Arsy," ungkap Dika perlahan-lahan. "Mereka mendukung sepenuh hati hubungan kita dan ingin melihat kita bahagia bersama. Dengan kata lain, kita telah dijodohkan sejak kita baru saja dilahirkan."Arsy kaget mendengar pengakuan tersebut. Ia tidak pernah membayangkan bahwa orang tuanya dan orang tua Dika telah menjodohkan dirinya dan Dika. Namun, di balik kejutan itu, ada rasa lega yang mulai menyelimuti hatinya.Arsy merasakan detak jantungnya berdegup kencang saat mendengar kata-kata Dika. Pikirannya melayang-layang mencoba memahami semua ini. Bagaimana bisa? Bagaimana bisa orang tuanya mengatur semuany
Dika dengan penuh kelembutan menggendong Arsy menuju tepi pantai. Pasir putih nan bersih terlihat begitu menawan ditambah dengan sinar matahari yang hampir tenggelam. Dika berjalan pelan-pelan, sambil merasakan angin sepoi-sepoi menyentuh wajah mereka.Kedua orang tua mereka, sedang duduk santai di tepi pantai tersebut. Mereka tampak begitu bahagia melihat kedatangan Dika dan Arsy. Namun tiba-tiba saja, wajah Sita berubah menjadi khawatir saat melihat Arsy digendong oleh Dika."Arsy, kamu kenapa?" tanya Sita dengan suara cemas sambil bangkit dari duduknya. Ia segera mendekati Arsy yang kini diturunkan oleh Dika dan duduk dengan kaki diluruskan ke depan.Arjun juga merasa cemas melihat kondisi anak mereka yang terlihat lemas itu. Ia segera bergabung dengan Sita untuk mendekati Arsy.Anand, sahabat baik mereka yang juga ikut dalam perjalanan ini bersama istrinya, turut merasa khawatir melihat keadaan Arsy. Mereka pun ikut mendekati keluarga ters
"Sayang, apakah semuanya sudah siap?" tanya Arjun kepada Sita yang baru selesai memasukkan semua barang bawaannya ke dalam bagasi mobil expander miliknya. Setelah persiapan dan packing, mereka akhirnya siap untuk pergi liburan bersama keluarga."Sudah, Pa," jawab Sita dengan senyum kelegaan duduk disamping pengemudi. Dia merasa lega bahwa semua barang telah tertata rapi di dalam bagasi mobil.Sita menoleh kebelakang untuk mengecek ibu serta putrinya. Namun wajahnya berubah cemas saat melihat wajah sang putri yang terlihat murung. Ada sesuatu yang mengganggu pikiran Arsy dan itu membuat hati ibunya menjadi khawatir."Arsy, kenapa wajah kamu terlihat murung gitu, Nak?" tanya Sita seraya tangannya sibuk memasang sabuk pengaman. Ia mencoba mencari tahu apa yang sedang dipikirkan oleh anak perempuan satu-satunya itu."Tidak apa-apa, Ma. Arsy hanya kepikiran pertandingan basket besok Ma
Dika menatap Arsy dengan ekspresi kecewa yang jelas terlihat di wajahnya. Ia tahu bahwa Minggu ini tidak ada pertandingan apapun di sekolahnya. Dalam hatinya, Dika memahami jika Arsy ingin menghindarinya, tapi ia tidak tahu pasti masalah apa yang sedang dialami oleh Arsy. Sejak kemarahan Arsy terhadap dirinya beberapa waktu lalu, Dika semakin yakin bahwa kemarahan itu bukan hanya karena janji yang tak bisa dia tepati, melainkan ada masalah lain yang sedang mengganggu pikiran dan perasaan Arsy."Sungguh sayang sekali," ucap istri Anand dengan suara sedih. "Kita sudah merencanakan ini sejak lama."Semua yang duduk di meja makan saling menatap satu sama lain dengan perasaan campur aduk. Suasana hening pun tercipta di antara mereka sejenak.Dika mencoba untuk membuka pembicaraan lagi agar suasana menjadi lebih nyaman dan hangat. "Arsy," panggilnya lembut sambil memandang tajam gadis itu. Ia merasa kesal dengan kebohongan yang telah dilakukan oleh Arsy. Ia tidak bisa menahan diri untuk men
"Arsy, Andi. Kalian sudah saling kenal?" tanya Sita dengan ekspresi heran yang terlihat jelas di wajahnya. Dia tidak bisa menyembunyikan keheranan saat melihat putrinya, Arsy, dan putra Anand saling menunjuk satu sama lain dengan raut muka yang penuh kejutan.Sita sebenarnya tidak pernah menduga bahwa Dika adalah putra Anand. Namun kenyataannya memang begitu. Nama lengkapnya adalah Andika Pradana, tetapi keluarganya biasa memanggilnya dengan sebutan Andi. Meskipun begitu, Dika lebih suka dipanggil dengan nama Dika oleh teman-temannya di sekolah maupun lingkungan sekitar."Iya Tante. Arsy adalah teman sekelas Andi," jawab Andi dengan senyum canggungnya.Tidak ingin membuat suasana semakin canggung, Sita mencoba untuk tersenyum ramah kepada Anand dan berkata, "Anda memiliki anak laki-laki yang tampan dan cerdas seperti Dika." Anand pun tersenyum malu-malu sambil menjawab, "Terima kasih atas pujian Anda."Sementara itu, Dika juga merasa terkejut karena tidak pernah menyangka bahwa Arsy
"Arsy tunggu!" seru Dika dengan suara lantang, mencoba menarik perhatian Arsy yang sepertinya sengaja mengabaikannya sejak kemarin hingga pulang sekolah. Namun, Arsy terus melangkah tanpa memperdulikan Dika yang terus mengejarnya dan berusaha keras untuk berbicara kepadanya.Dengan raut wajah penuh penyesalan, Dika akhirnya berhasil mendekati Arsy. "Arsy, maafkan aku. Aku benar-benar lupa bahwa kita akan pergi mencari bahan untuk proyek sekolah, kemarin," ujar Dika dengan nada rendah.Namun, jawaban dari Arsy tidak seperti yang diharapkan oleh Dika. "Sudahlah lupakan saja. Aku sudah membeli semua bahan yang dibutuhkan untuk proyek kita," kata Arsy tegas sambil menghentikan langkahnya dan menatap Dika dengan tatapan ketus.Dalam hati, Dika merasa sedih dan kesal atas sikap dingin yang ditunjukkan oleh sahabatnya itu. Ia tidak ingin hubungan mereka menjadi renggang hanya karena sebuah kesalahan kecil ini. Maka dengan suara memelasnya, ia mencoba membujuk Arsy agar mau memaafkannya."Ars
"Arsy, ke kantin yuk!" ajak Dika sambil melingkarkan tangannya ke leher Arsy. Dia mengajaknya dengan penuh semangat, berharap bisa menghabiskan waktu istirahat bersama sahabatnya.Namun, Arsy menolak dengan wajah yang di tekuk. "Kau pergi saja, ajak saja Amel!" ucapnya singkat dan tegas. Ada sesuatu yang terlihat dalam ekspresi wajahnya, seolah-olah dia sedang menyembunyikan sesuatu.Dika tidak bisa menahan tawa saat mendengar penolakan itu. "Jangan bilang kau cemburu!" tebaknya dengan nada bercanda. Dia merasa ada rasa cemburu yang terselip di balik kata-kata penolakan Arsy.Arsy memalingkan wajahnya dan mencoba untuk menyembunyikan senyum kecil yang muncul di bibirnya. Dia tidak ingin Dika tahu bahwa dia benar-benar merasa cemburu melihat Dika bersama dengan Amel saat pagi tadi.Sebenarnya, Arsy sudah lama memiliki perasaan khusus terhadap Dika. Walaupun mereka baru saja berteman tapi mereka sering melakukan segala hal bersama-sama. Namun belakangan ini, hati Arsy mulai berbunga-bun