“Kakek ! Jangan marah lagi kepadaku, aku juga bisa mati jika kakek terus-menerus memarahiku!” ujar Olivia mulai terisak.Kakek Chen pun merasa sudah menyerah, zaman kini memang sudah bukan dominan orang tua yang membuat sebuah perjodohan berhasil. Karena bagaimana pun juga keputusan ada di tangan anak-anak mereka. Merasa jika waktu telah berubah banyak, maka Kakek Chen pun berkata. “Mulai hari ini Kakek tidak akan mencampuri urusan percintaan kalian lagi!”“Aku hanya ingin menikmati masa tuaku dengan tenang, melihat kalian menikah dan memberikan aku cucu-cucu yang lucu menggemaskan!”“Kakek!” imbuh Olivia sambil menatap Kakek Chen dengan binar terharu.“Bangunlah, kakek ingin istirahat sebentar!” ujar Kakek Chen kepada Olivia yang masih saja berlutut.Nyonya Chen pun segera membantu Ayah mertuanya itu untuk pergi ke kamar utama. Claudius pun berdiri seraya berkata kepada adiknya itu. “Esok dilarang keluar, renungi kesalahanmu!”Olivia pun mengangguk lemas, tiba-tiba saja dia merinduka
Kakek Chen diam-diam memberikan tanda jepol, memuji sikap Sean Li. Kakek Chen juga berpikir, Olivia memang membutuhkan pria yang usianya lebih matang darinya untuk membimbing cucu perempuannya itu. “Ingkar janji apanya, jelas-jelas aku salah mengenali calon mempelai priaku!” imbuh Olivia seraya duduk di sisi Kakeknya.Kakek Chen langsung menyentil kening cucu perempuanya itu, “Jodoh sudah di depan mata masih mau menolak juga!”Nyonya Chen segera duduk di sisi putrinya itu, lalu sedikit mencubit tangan Olivia sambil berbisik, “Bisa tidak jangan seperti anak kecil!”“Ma…!” imbuh lirih Olivia.“Apa kau mau membuat kakek Chen mati berdiri di sini!” bisik Nyonya Chen lagi.Olivia pun terdiam, pada akhirnya lamaran diterima. Perbincangan penetapan tanggal pernikahan pun dimulai. Olivia langsung menyelak, “Aku menikah jika Kakak sudah menikah lebih dulu!”Olivia sedikit tersenyum, karena tahu Claudius harus berjuang keras membuat Edna mengiyakan ajakan berhubungan serius dengan kakaknya itu
Anthony masuk ke dalam mobil, mengeluarkan ponselnya dari saku. “Kau ada di mana sekarang!” tanyanya kepada Dixon. “Tentu saja di pabrik kopi!” jawab Dixon. “Datang ke tempatku, segera!” perintah singkat Anthony seraya menutup ponselnya. Di kediaman Chen, nampak Claudius sedang bersiap untuk pergi ke Shang hai. Dia baru saja membatalkan agenda kerjanya, karena Mamanya yang meminta seperti itu. Meminta agar dia segera menjemput Edna dan menikah. Maka dengan patuhnya dia pun akan segera melesat pergi ke Shang Hai. Nyonya Chen nampak sedang sangat serius berdoa di altar sembahyang, Olivia memperhatikan ini. Dia pun menghela napas seraya bergumam pelan. "Ya sudah, menikah ya menikah saja. Apa susahnya!" Di Grup Smith, pada saat ini Dixon dan Sean tiba bersamaan. Kedua-duanya berjalan ke resepsionis. “Tuan Smith…” ujar keduanya saling memandang ketika sama-sama mengucapkan nama yang sama. “Apa tuan-tuan sudah ada janji?” tanya si resepsionis. “Iya!” jawab Dixon dan Sean bersamaan.
“Edna…” panggil Olivia, lalu dia berkata lagi, “Aku akan menikah!”“Hah! Apa! Dengan siapa? Jangan bilang dengan Ka Le!” tanya Edna bertubi-tubi. Gerakan memotong sayuran yang tengah dilakukan Claudius pun terhenti ketika dia mendengar nama seorang pria. “Ka Le… siapa Ka Le!” pikirnya.“Tidak tentu saja tidak!” jawab tegas Olivia.“Apa Ka Le masih ada di hatimu?” tanya Edna dengan nada lembut tidak ingin membuat resah hati Olivia.“Eum… entahlah, aku tidak tahu!” jawab Olivia sedikit sendu.“Dengan pria yang baru ini, apa dia temanmu?” tanya Edna.“Eum bukan, kami baru kenal satu hari lebih beberapa jam!” jawab Olivia.“Oh astaga!” imbuh Edna terkejut.“Satu hari lebih beberapa jam, dan kau sudah memtuskan untuk menikah!” ujar Edna dengan penuh tidak percaya.“Bukan aku… tapi dia, langsung datang ke rumah melamar aku!” jelas certia Olivia kepada Edna.Edna sedikit memiringkan kepalanya, “Eum… sedikit rumit ya!”“Tapi tenang saja, selama kakak-ku belum menikah. Maka aku belum akan me
Claudius masih tahu malu, jadi dia tidur hanya sambil memeluk Edna saja. Keesokan paginya, Edna terbangun karena merasakan embusan hangat di tengkuk lehernya. Dia pun langsung membuka matanya. “Claudius!”Tubuh Edna menegang, otak pagi harinya terasa kacau teracak-acak. Bagaimanapun juga mereka bedua adalah orang dewasa. Edna merasakan desiran aneh di dalam hatinya. Dia pun perlahan bangun dari ranjang sofanya itu. Menarik napas sesaa,t lalu segera pergi ke kamar mandi. Dan, langsung membasuh wajahnya dengan air dingin sambil menepuk-nepuk pipinya yang sedang memerah.“Oh ya ampun, apa-apaan tadi itu,” gumam pelan Edna sembari menghela napas.Claudius pun sama terbangun dengan hati yang berdegup kencang juga, ketika Olivia bangkit dari ranjang sofa mereka. Dia pun melihat ke arah bagian bawahnya sambil menggigit bibirbnya sendiri. “Haish…” gumamnya sedikit kesal.Keduanya saling meredakan rasa degupan masing-masing. Sementara itu di kediaman Smith, Terlihat Sean sedang membangunkan Al
Olivia dan Sean sangat menikmati kencan ala ala atlet kuda. Sementara itu, pada akhirnya Anthony berhasil merampungkan keinginannya untuk menyanyikan lagu romantic untuk Alicia, mewujudkan hal yang terlewat kala itu, meski pengiring musik sudah bukan dengan Grup Band yang sama lagi."Bagaimana kau tahu aku suka lagu itu!" ujar Alivia sambil turun dari panggung. "Anggap saja kita satu hati!" goda Anthony sambil merangkul pinggul istrinya itu. "Ayo, kita makan dulu, setelah ini kita pergi belanja keperluan bayi kita!" ujar Anthony. Anthony memutuskan akan mengurus sendiri keperluan bayinya. Karena itu dia yang akan memilih yang terbaik untuk barang-barang yang diperlukan. "Eum... bagaimana jika kita hubungi Lionel, meminta bantuannya untuk memilihkan keperluan adiknya!"Alicia mengangguk dan segera menghubungi putranya itu. "Mama!" sapa senang Lionel. "Oh ya ampun... ini siapa!" balas sapa Alicia sedikit menggoda. "Mama lupa aku?" imbuh Lionel sembari menaikan satu alisnya. "Oh ya
Di dalam dunia virtual itu, mereka berempat berada sedang di sebuah pabrik tua lengkap dengan pakaian tempur ala militer. Mendengar perkataan pria itu kepada Olivia. Dengan cepat Sean langsung menodongkan senjatanya kepada Ka Le. Ka Le pun melakukan hal yang sama, menodongkan senjatanya juga kepada Sean. Mi Ka dan Olivia saling melihat. Kecanggungan dan ketegangan pun terpecahkan ketika banyak tikus-tikus berdatangan ke arah mereka yang sedang ada di pabrik Virtual Reality itu. Olivia pun langsung menginjak-injak tikus itu dengan kakinya. Melihat itu yang lain pun ikut melakukan hal yang sama seperti Olivia. “Misi kita adalah mencari jalan keluar menuju ke bungker. Jika bertemu dengan zombie langsung tembak saja. Jika menemukan peluru atau senjata lainnya ambil saja, itu akan berguna!” “Apa paham?” tanya Olivia. Ketiga orang pun langsung mengangguk. “Ok, kita mulai!” ujar Olivia. Mereka berempat pun mulai menembaki zombie-zombie yang mereka temui di sepanjang koridor-koridor pa
Olivia mengikuti langkah Sean, “Silakan Tuan!” ujar pria yang sedari tadi menunggu di pintu masuk rumah sakit.Sebuah mobil pun berhenti di depan Olivia dan Sean, mereka pun langsung masuk. Mobil sudah melaju, tapi keduanya tetap terhening. Mereka pun tiba di sebuah Villa, Pintu gerbang yang tinggi terbuka. Olivia memperhatikan jalan di sebelah kanan dan kirinya, berpkir kiranya akan menuju ke mana jalan yang hanya bisa di lalui satu mobil ini.“Ini tempat siapa?” tanya Olivia.“Punyaku yang akan segera menjadi milikmu!” jawab Sean yang terdengar sudah sedikit tenang.“Aku tidak pernah bilang akan membeli Villa ini darimu!” imbuh Olivia.“Hartaku, harta istriku!” imbuh singkat Sean.“Punyaku!” gumam pelan Olivia sambil memandangi sebuah villa yang besar berdesign tradisional yang didominasi warna merah. Di depannya terdapat teras yang luas, dan ada beberapa kursi taman dengan meja bundarnya. Sementara di depannya lagi terhampar rumput hijau yang luas dan pohon yang rindang.“Wah ini s
Charles dan Jean Smith sudah dipastikan akan mendekam lama di penjara, Sementara, Anthony dan Alicia sudah bersiap untuk pulang keesokan harinya. Sebelum pulang Alicia mengajak Lionel untuk tidak satu kamar dengannya dan juga Anthony. Alicia merasa rindu masa masa ketika membacakan dongeng untuk putranya itu. "Kali ini mau baca dongeng apa?" tanya Anthony seraya meletakan buku kisah 1001 dongen di atas ranjang. "Biarkan Lionel yang memilihnya?" imbuh Alicia sembari menyodorkan buku itu kepada putranya. "Ini saja, Bocah dan penyihir!" ujar Lionel menunjuk kepada salah satu judul cerita. Anthony pun mulai membacakan ceritu itu. "seorang anak tersesat di dalam hutan dan menemukan rumah 'kue' milik penyihir jahat. tak disangka si bocah itu malah dijadikan budak yang setiap hari diberi makan yang banyak agar tubunya menjadi gemuk berisi, Dengan tujuan untuk disantap oleh penyihir itu. Si bocah yang tadi berbadan kurus pun telah berubah menjadi bocah gendut yang terlihat gempal
"ini pasti salah, ini adalah sebuah kesalahnan. kalian tidak bisa membawanya pergi. Apa kalian tidak tahu kami ini keluarga apa?" imbuh Maya Li panjang lebar, Di sana ada Sean Li, tentu saja para polisi itu mengabaikan kata-kata Maya Li. Dan, terus membawa Patrick Li dengan tangan terborgol, Merasa tidak bisa menahan penangkapan Papanya, Maya Li langsung menghampiri Sean yang sedang bersandar berdiri di meja kerja Papapnya itu. "Kau... apa kau sengaja melakukan ini? Karena marah, karena keluarga kita mendesak agar kita segera menikah?" sangka marah Maya Li. "Siapa yang menabur maka dia harus menuai!" jawab Sean seraya melangkah pergi, "Tunggu dulu apa maksudmu itu, katakan kepadaku membunuh, siapa yang dibunuh!" imbuh Maya Li lagi dengan nada yang semakin kacau. Sean tidak mau menjawab, membiarkan Maya Li dengan kegalauan dan kemarahannya. Dixon yang sedari tadi mengikuti hanya terdiam saja. Barulah ketika masuk ke dalam mobil dia besuara, "Apa kau benar-benar sudah mengambi
"Ini demi kebaikannya!" jawab Sean. Olivia menaikan satu alisnya seraya berpikir, "Pria ini pernuh dengan teka-teki!" "Apa ada hal yang membahayakan?" tanya Olivia penasaran. "Bisa ya bisa juga tidak!" jawab Sean berteka teki lagi. "Ish!" ujar Olivia seraya merengut dan pergi ke dapur untuk membantu Nenek Han memasak. Sean hanya tersenyum saja, entah mengapa semakin Olivia kesal, hatinya semakin terasa manis, seperti permen tanghulu buah apel yang ditambah siram gula. Ponsel Sean berdering lagi, "Foto-foto sudah ada, apakah mau hari ini?" tanya Dixon. Sean mengintip ke dapur lalu berkata, "Ya, hari ini saja!" Sean menutup sambungan ponselnya, sekali lagi dia menatapi Olivia yang sepertinya sedang merajuk. Melihat wajah merajuk Olivia, hati Sean pun merasa semakin gemas. "Sebentar lagi, sebentar lagi kau tidak akan bisa lari dari pelukanku!" imbuh pelan Sean sambil tertawa kecil dan membiarkan 'kejutan indahnya' itu bersibuk bersama dengan Nenek Han di dapur. Pada saat ini Di
"Aku baik-baik saja!" imbuh Alicia. Flavia melihat wajah Nyonya Smith memucat, dia langsung saja mengambil tangan Alicia dan mulai mengecek denyut nadinya. Wajahnya terlihat serius, namuan beberapa detik kemudian berubah menjadi tenang. Flavia menatap wajah Alicia dan berkata, "Sebaikanya Nyonya duduk dulu, sebentar lagi polisi akan datang!" Alicia mengaguk, Lionel pun ikut duduk di sisi Alicia. Sementara si agen menelpon kantor pusatnya, mencari informasi tentang apa yang baru saja terjadi. "Maksudmu, itu Tuan Hamilton?" tanya staff kantor pusat si agen itu. "Mana aku tahu!" jawba si agen itu. "Yang aku dengar dia memang gila, dia selalu mengancam jika area peternakan yang ada di sekitar rumah itu dihidupkan lagi, maka dia akan mengusir si pemiliki baru. Tidak aku sangka dia benar-benar melakukannya!" jelas si staff penjualan yang ada di kantor pusat. "Apa kau ini bodoh, mengapa tidak memberitahuku tentang hal sepenting ini!" Hardik marah si agen itu sambil menutup ponse
"Wanita hamil memang sebaikanya ada yang menemani!" jawab singkat Anthony karena tidak ingin membuat Alicia khawatir. "Ma, aku lapar..." pinta tiba-tiba Anthony kepada Mama mertuanya itu. "Ah iya, harusnya makan malam sudah siap, Mama akan memeriksa ke dapur. Kalian tunggulah di ruang makan!" imbuh Nyonya Yin. Pada saat ini di ruang makan, Leticia sedang memeriksa menu makanan yang akan disediakan. "Ini terbuat dari apa? tanya Leticia. "Campuran coklat dan kacang almond!" jawab si pelayan. "Singkirkan!" imbuhnya, seraya berkata lagi, "Tuan Anthony alergi pada kacang almond!" Alicia yang baru saja masuk mendengar hal ini. Lalu dia menoleh kepada suaminya itu, "Apakah benar kau alergi kacang almond!" Anthony mengangguk seraya menarik kursi untuk istrinya itu. Mendengar jika memang Anthony alergi dengan kacang almond, maka Alicia pun tidak berkeberatan menu itu disingkirkan. "Apa kau memiliki alergi lain, sayang!" tanya Alicia kepada Anthony. "Tidak hanya itu saja!" jawab Leticia
Lionel langsung saja bersedekap tangan, "Apa Papa cemburu?" Anthony tertawa kecil, sedikit tidak percaya, baru saja sebentar berpisah, siapa sangka putranya itu malah sudah semakin fasih berbicara, menyudutkan orang. "Papa lebih tampan darimu, jadi untuk apa cemburu!" balas kata Anthony kepada Lionel. "Papa Cemburu, Karena papa bukan pria satu-satunya untuk Mama!" imbuh Lionel. "Hah! lucu sekali!" imbuh Anthony yang semakin tertawa. Alicia mencubit lengan Anthony, "Jangan halangi aku untuk memeluk cium putraku!" imbuh Alicia seraya berkata lagi, "Sayang! Mama sangat merindukanmu, apa tidak mau memeluk Mama?" Lionel melemparkan senyuman kemenangan kepada Papa-nya, melihat itu, Anthony semakin tidak percaya jika Lionel sudah pandai memprovokasi orang. "Sejak kapan bocah itu menjadi pandai berargumentasi.." Melihat Alicia ingin menggendong Lionel, lagi=lagi Anthony menghalangi. "Sayang ingat kau sedang hamil!" Alicia pun tertawa, "Aku terlalu senang bertemu dengan putraku yang i
Asisten Li langsung memberikan daftar riwayat hidup Nenek Han kepada Sean. pria itu, membuka dan membacanya sekilas, lalu memberikan berkas itu kepada Dixon. "Orangnya ada di dalam!" imbuhnya seraya membawa kedua tamunya ke atas. Dixon membaca berkas-berkas itu dengan cermat tapi cepat. Begitu pintu lift terbuka dia memasukan berkas itu ke dalam amplopnya. "Apa sudah dapat benang merahnya?" tanya Sean. Dixon mengangguk, seraya ikut masuk ke dalam unit apartemen Sean. Pada saat ini Nenek Han dan Olivia sedang duduk di sofa, Olivia langsung berdiri mendekati Sean. "Ada apa ini?" tanyanya sambil berbisik. "Kami perlu bicara dengan Nenek Han!" jawab Sean. Dixon pun mulai duduk di depan Nenek Han dan mulai mengajak wanita tua itu berkenalan. Setelah sedikit berbasa-basi, Dixon pun langsung bertanya, "Apa dulu pernah bekerja di Grup Smith?" "Eum.... Grup Smith. Ya tentu saja pernah!" jawab Nenek Han. "Pada saat itu mengapa berhenti?" tanya Dixon lagi. "Seingatku setelah kematian Tuan
"Dasar jalang!" hardik Meng Qi lagi yang langsung ingin menampar wajah Olivia. Tapi, terhenti karena Sean menahan tangan wanita itu. Sean menghempaskan tangan Meng Qi, lalu menarik Olivia ke sisinya dan merangkulnya. "Tanganmu terlalu kotor untuk menyentuh wanitaku!" "Hah! bukankah kau adalah calon tunangan Maya Li!" imbuh Meng Qi. Sean tersenyum sarkas, "Seingatku... aku tidak pernah bilang 'iya' kepadanya," ujarnya sembari membawa Olivia keluar dari hotel. "Kau mau ke mana? Aku antar!" imbuh Sean dengan nada sedikit tercekat berbalut emosi marah. Olivia menangkap perubahan suasana hati Sean yang tadinya senang, sekarang malah nampak menjadi murung. "Apa kau baik-baik saja?" Sean tidak menjawab, dia langsung membukakan pintu mobilnya untuk Olivia, lalu masuk duduk ke kursi kemudi dan mulai melajukannya, Penghinaan yang Meng Qi lakukan tadi mengingatkan dia pada sosok ibunya yang sering di hardik seperti itu, semua karena ibu adalah selir dari Tuan Li. Olivia melirik kepada
Sean terbatuk mendengar pertanyaan Olivia, "Dicium mendadak siapa yang tidak terkejut!" imbuhnya seraya menarik pinggul ramping Olivia, "Apa ingin meneruskannya di dalam?" goda Sean pada gadis itu. "Sembarangan, apa mau dipecut oleh kakek Li!" Jawab Olivia sembari memukul dada Sean. Olivia melepaskan pelukan Sean seraya menoleh ke kamar yang tadi baru dimasuki oleh Meng Qi dan Direktur Fang, "Apa mereka berselingkuh!" gumam pelan Olivia. "Siapa?" tanya Sean. Olivia menoleh kepada Sean, ingin bercerita namun urung. "Bukan urusanmu!" ujar ketusnya. "Apa mau mencari tahu?" tanya Sean seraya berkata lagi, "Aku bisa membantumu!" "Benarkah?" tanya Olivia sembari memicingkan mata. "Pria sejati tidak pernah ingkar janji!" imbuh Sean lagi. "Hish..." imbuh olivia seraya berkata lagi. "Ada ada cara?" "Apa ada hadiahnya?" imbuh Sean."Hah! Benar-benar pria yang perhitungan," kata Olivia. "Sepakat tidak?" tanya Sean. "Ok!" jawab Olivia pada akhirnya. "Besok kita sarapan bersama di sin