Dari beberapa pilihan antara dijemput di rumah, diantar ke rumah tuan Anmar, atau datang ke kantornya, ternyata Alea pilih datang sendiri ke kantornya.
Entah apa alsan Alea, tapi dalam bayangannya bertemu dengan seseorang dalam suasana kantor sepertinya tidak akan terlalu menakutkan walau ternyata anggapannya tidak selalu benar.
Alea sudah menjadi pusat perhatian sejak dirinya mulai masuk dari pintu lobi. Alea baru sadar jika dirinya sudah salah kostum karena datang ke gedung perkantoran semewah itu hanya dengan memakai celana jeans dan sweater rajut. Alea terus berjalan mengabaikan pandangan sebagian orang, dia langsung masuk ke dalam lift menuju lantai yang tadi sudah diberitahukan oleh resepsionis.
Selama di dalam lift Alea terus berusaha mengabaikan semua ketakutannya dan berpura-pura seolah dirinya cuma datang untuk sebuah wawancara kerja, karena setiap kali teringat kembali apa tujuannya datang ke tempat tersebut seluruh konsentrasinya akan segera kembali buyar. Alea harus kembali membangun tekat dan keberaniannya. Jemari tangannya gelisah, berpegang pada tali srempang tas kecilnya yang melintasi punggung, ujung sol sepatunya mengetuk-ngetuk di atas lantai lift agar tidak panik.
Begitu keluar dari pintu lift di lantai dua puluh lima, ternyata di sana sudah ada seorang wanita bersetelan rapi yang sudah menunggunya. Alea langsung diantar sampai di depan pintu ruangan tuan Anmar dan dipersilahkan masuk.
Alea masuk sendiri karena wanita yang mengantarkannya tadi langsung berpamitan pergi.
Ini adalah kali pertama Alea bertemu langsung dengan tuan Anmar. Meskipun sudah pernah beberapa kali melihatnya di media tapi memang sangat berbeda ketika berhadapan dengan orangnya langsung. Dari penampilan dan postur tubuhnya tuan Anmar memang bisa dibilang terlihat lebih muda dari pria berumur empat puluh tahun pada umumnya. Orang kaya wajar jika lebih terawat dan sangat menjaga penampilan.
Tuan Anmar yang tadinya sedang duduk segera berdiri menyambut Alea, dan tersenyum untuk menyapa.
Pria tinggi tegap itu juga langsung berjalan menghampiri Alea yang masih berdiri kikuk di depan pintu. Gadis muda itu benar-benar seperti anak ayam yang kehilangan induknya ketika dihadapkan pada pria seperti tuan Anmar.
Alea bukan tipe anak penakut dan tidak terlalu pendiam, tapi jika dibandingkan tuan Anmar, Alea benar-benar merasa kecil. Bukan hanya secara fisik tapi juga karisma dari pria itu yang bisa membuat nyali siapapun yang berada di hadapannya seketika menyusut. Selain masih sangat fashionable, tuan Anmar juga memiliki tubuh yang terlihat sekali sangat terjaga staminanya. Semuanya sangat rapi dan berkelas, menunjukkan jika pria itu memang bukan orang sembarangan.
"Terima kasih sudah datang." Suaranya terdengar berat layaknya pria dewasa yang tegas dan berwibawa.
Alea langsung diajak duduk karena dari tadi ternyata dia hanya berdiri canggung seperti anak tersesat.
Ruangan itu sangat Luas bernuansa biru gelap dan hitam. Pencahayaannya agak remang meskipun di siang hari. Ada sofa abu-abu di dekat dinding kaca berbingkai baja, Alea duduk di sana dan tuan Anmar ikut menyusul duduk di depannya.
Sofa tersebut sebenarnya cukup besar dan nyaman tapi tetap saja Alea merasa sangat canggung dan tidak tenang dengan posisi duduknya. Alea berusaha merapatkan pahanya karena tidak biasa duduk begitu dekat dengan seorang pria dewasa di sebuah ruangan yang agak remang dan hanya berdua.
Tuan Anmar justru malah beringsut lebih dekat sehingga kedua ujung lutut Alea berada di antara kedua pahanya. Tuan Anmar memang duduk dengan posisi paha agak terbuka layaknya cara duduk seorang pria. Tuan Anmar sebenarnya hampir sama seperti rata-rata dosennya di kampus dan Alea coba memposisikan konsentrasinya seperti itu agar tidak terlalu panik. Cuma bedanya, pria yang kali ini sedang memperhatikannya itu terlihat jauh lebih mahal dan tidak ada dosen di kampusnya yang bisa membuat jantung Alea berdegup sekencang ini.
Berulang kali, sebenarnya Alea bukan anak yang terlalu pendiam atau pemalu tapi pria yang sedang dihadapinya kali ini memang jauh melampaui kapasitas mentalnya.
Karena Alea belum juga bicara akhirnya tuan Anmar yang yang bicara lebih dulu.
"Kudengar usiamu sudah sembilan belas tahun?"
"Ya," jawab Alea dengan sangat singkat.
"Jangan takut padaku."
Bahkan ketika sedang menuduh seperti itu pun tuan Anmar tetap terlihat sangat tenang. Benar-benar mencerminkan sikap dari seorang pria yang sudah sangat berpengalaman menangani berbagai situasi, termasuk ketika harus menghadapi gadis muda yang sedang merasa seperti terhimpit di celah dinding.
Untuk lebih santai pria itu sengaja meletakkan lengannya di atas punggung sofa, menjulur sampai ke sisi tubuh Alea karena posisi mereka memang sedang duduk saling berhadapan dan sangat dekat.
Alea mulai memberanikan diri untuk menatap pria di depannya, walaupun masih belum berani memikirkan apa-apa. Otaknya kosong sepeti loading jaringan internet yang terjeda.
"Kau cantik Alea," tuan Anmar malah bicara seperti itu.
Sontak dada Alea jadi berdentam-dentam menjijikkan, dia takut luar biasa tapi tidak mau ketahuan dengan ketakutannya.
Tuan Anmar juga membelai surai lembut di sisi wajah Alea mengunakan tangannya yang lain, menyelipkannya kebelakang telinga kemudian kembali memperhatikan gadis muda itu baik-baik.
"Paman dan bibimu pasti sudah menceritakan semuanya."
Alea cuma mengangguk karena entah pita suaranya sedang hilang ke mana. Alea masih kesulitan untuk sekedar berkonsentrasi, tapi dia tetap memperhatikan bagai mana bibir pria itu ketika bergerak untuk bicara. Setiap ucapannya selalu diselingi dengan sedikit kombinasi senyum yang seharusnya membuat siapapun yang menatapnya merasa nyaman.
"Aku ingin memiliki seorang anak, satu orang anak saja sudah cukup." Tuan Amar kembali menghela napas sebelum kemudian kembali bicara. "Kau tidak perlu selalu melayaniku jika kau tidak mau."
Alea masih tidak sanggup bicara tapi udara yang dia hirup rasanya jadi lebih sesak dan menghimpit hingga ke pangkal paru-paru. Alea sedang membahas tentang anak dengan seorang pria dewasa yang akan membuatnya hamil. Entah caranya bagaimana Alea belum berani membayangkan.
"Aku tahu sudah terlalu tua untukmu. Tapi kembali lagi kukatakan, aku ingin menikah dengan wanita yang lebih muda karena aku benar-benar hanya ingin istriku masih bisa memberiku keturunan."
"Paman dan bibi sudah menjelaskannya," ucap Alea ketika mulai mau ikut bicara.
"Kau juga tidak harus memberitahu semua orang jika kau tidak mau, aku bisa merahasiakannya. Jika nanti kau sudah memberiku seorang keturunan aku juga berserah padamu dan aku akan melepaskanmu jika itu yang kau inginkan."
Tuan Anmar sengaja mengambil jeda sejenak untuk melihat reaksi Alea sampai kemudian gadis itu mengangguk pelan. Entah artinya cuma sekedar mengerti atau sudah setuju.
"Aku tetap akan menjamin semua kehidupanmu dan memberikan semua hakmu," lanjut tuan Anmar. " Aku hanya ingin menikahimu dulu secara hukum agar anak itu nanti ikut memiliki hak atas semua milikku."
Alea kembali mengangguk dan tuan Anmar merasa lega.
"Apa aku akan tinggal bersama Anda?" tanya Alea dengan sangat canggung bahkan untuk sekedar memilih kata ganti yang tepat untuk pria di depannya.
"Aku akan meberikan rumah untukmu, kau bisa membawa ibumu dan akan kusiapkan perawat untuknya."
"Terimakasih."
"Kau tidak perlu berterima kasih."
Tapi menurut Alea dirinya tetap perlu mengucapkan terima kasih atas keperdulian tuan Anmar terhadap ibunya.
"Alea, bolehkah aku bertanya sesuatu?"
Dari tadi Alea lebih banyak mengangguk dan kali ini gadis itu juga cuma kembali mengangguk.
"Apa kau masih perawan?"
Alea masih terkejut dan lidahnya seketika kelu untuk dapat ia gunakan menjawab pertanyaan macam itu.
"Maaf jika kau merasa tidak nyaman dengan pertanyaanku, aku hanya ingin tahu dan aku juga tidak menuntutmu harus perawan."
"Aku belum pernah," jujur Alea.
Tuan Anmar langsung berhenti untuk bertanya dan memperhatikan gadis itu lagi sampai beberapa lama.
"Kudengar kau juga teman putraku?"
Alea kembali mengangguk.
"Apa kau tidak apa-apa?"
Alea menatap pria di depannya mengenai pertanyaan itu.
"Kami tidak kenal terlalu dekat."
Napas tuan Anmar sedikit bergetar karena tiba-tiba teringat putranya. "Aku tahu wanita-wanita seperti apa yang bergaul dengan putraku."
Alea kurang paham dengan apa yang membuat seorang orangtua seolah bisa memaklumi kelakuan putranya layaknya lelucon. Memang sudah bukan rahasia jika putra tuan Amar yang terkenal tampan itu paling banyak dikelilingi wanita-wanita cantik. Tapi jika diperhatikan menurut Alea mereka sebenarnya mirip tapi dalam rentan usia berbeda dan 'mungkinkah saat masih muda tuan Amar juga memiliki kelakuan seperti putranya?' Alea buru-buru mengerjapkan pikirannya, dia tidak mau berpikir macam-macam dan tidak pantas.
"Apa tadi kau kesini sendiri?" tuan Anmar kembali bertanya.
Alea mengangguk lagi.
"Nanti akan kuantar kau pulang."
"Tidak usah, aku tidak mau merepotkan Anda," jawab Alea yang masih kaget dan belum sempat berpikir.
"Tidak apa-apa, kau tidak perlu merasa seperti itu padaku, karena nanti kau juga harus terbiasa."
"Sebenarnya aku masih ingin mampir ke rumah teman," bohong Alea ketika buru-buru mencari alasan.
"Oh, baiklah mungkin lain kali."
Untung tuan Anmar masih cukup santai menanggapinya dan Alea merasa lega. Alea segera beranjak berdiri untuk berpamitan dengan sopan.
"Terima kasih atas waktu Anda Tuan."
Tuan Amar yang kebetulan masih duduk langsung mendongak dan mengerutkan dahi.
"Jangan memangilku seperti itu." Tuan Anmar mengatakannya sambil sudah kembali tersenyum karena ternyata dia sendiri juga bingung bagaimana nanti gadis semuda Alea harus memangilnya.
"Mungkin kita bisa membahas perkara ini di pertemuan selanjutnya."
Alea mengangguk setuju seolah cuma menyetujui janji interview.
"Bilang kepada paman dan bibimu aku akan datang ke rumah kalian segera."
Berulang-ulang kali Alea cuma kembali mengangguk layaknya anak gadis yang patuh.
"Akan saya sampaikan."
Paman Alea juga bekerja di salah satu perusahan milik tuan Anmar dan karena itu lah kemarin tuan Anmar mendengar tentang Alea dan langsung menawarkan pernikahan pada pamannya.
"Hati-hatilah di jalan."
Alea mengangguk tapi kali ini sambil tersenyum karena ingat bahkan ayahnya sendiri pun tidak pernah berpesan seperti itu ketika Alea keluar rumah. Dulu biasanya cuma ibunya yang mengingatkan agar Alea pulang tepat waktu supaya ayahnya tidak marah.
Alea baru mau keluar dari pintu Lobi ketika mendengar suara seseorang memanggilnya. "Alea!" Gadis itu langsung berpaling ke asal suara yang memanggilnya dengan sangat familiar meskipun dari nadanya kelihatan sekali jika Troy terkejut melihatnya Alea di tempat itu. "Kau dari mana?" tanya Troy ketika menghampiri Alea. "Aku mau pulang," jawab Alea buru-buru. Padahal Troy bertanya Alea 'dari mana' bukan dia 'mau ke mana'. Troy jadi meneliti penampilan Alea yang terlihat santai hanya dengan celana Jeans dan sama sekali tidak terlihat seperti seseorang yang sedang baru melakukan wawancara kerja. "Aku sedang mencari informasi pekerjaan." "Ini perusahaan keluargaku, kenapa kau tidak tanya padaku?" "Oh, aku tidak tahu." Alea pura-pura terkejut dengan manik mata kecoklatannya yang membulat. "Aku bisa membantumu." "Oh, tidak sepertinya aku akan mencari yang lebih sesuai dengan dasar pendidikanku." T
DUA MINGGU SEBELUMNYA"Alea Marisa Herlambang."Tuan Anmar langsung kembali mendongak dari berkas yang baru dibacanya untuk bertanya pada kepala cabang personalianya. "Herlambang?" tanya pria karismatik itu hingga dahinya berkerut."Ya, Tuan Anmar, itu putri dari adik saya." Awalnya Kamir masih takut-takut untuk mengajukan berkas lamaran pekerjaan keponakanya itu karena kasus korupsi dari adik laki-lakinya yang sedang panas di perbincangkan."Keponakanku sangat membutuh pekerjaan untuk bisa mengurus ibunya yang sedang terkena serangan struk. Dia juga sudah terpaksa berhenti dari kuliah karena sudah tidak ada lagi yang bisa membiayainya. Jadi saya mohon kemurahan hati Anda agar keponakan saya bisa bekerja di sini."Tuan Anmar te
Meskipun akhirnya Alea setuju mengenai pernikahannya, tapi sebenarnya mereka semua tidak ada yang tahu mengenai apa yang sudah dibahas Alea bersama tuan Anmar ketika mereka bertemu di kantornya kemarin. Bahkan Alea juga tidak berani memberi tahu ibunya jika dirinya sudah menerima lamaran dari seorang duda berumur empat puluh tahun. Malam ini kedua paman Alea berkumpul di rumah paman Kamir untuk menyambut kedatangan tuan Anmar yang akan bertamu ke rumah mereka. Dari sore bibi Rosita dan bibi Mala sudah sibuk merapikan rumah dan mengganti taplak meja agar rumah mereka terlihat rapi. Akan kedatangan tamu seperti tuan Anmar ternyata membuat mereka semua panik. Belum apa-apa Alea juga seperti ikut gugup dan takut. Alea tahu dirinya sudah tidak bisa mundur lagi karena akan membuat malu keluarganya. Sebentar lagi Tuan Anmar akan datang untuk membicarakan perihal pernikahan mereka, sesuatu yang sama sekali belum berani Alea bayangkan. "Kak Alea mau menikah?" tanya sa
Alea sedang membatu kedua sepupu kembarnya untuk mengerjakan tugas sekolah ketika bibi Rosita ikut menengok ke dalam kamar untuk memangilnya. "Alea, ada temanmu." "Siapa Bibi?" tanya Alea yang baru mendongak dari lembar buku paket yang sedang dia baca. "Anak laki-laki tuan Anmar." Seketika Alea langsung menutup buku di pangkuannya dan bergegas berdiri untuk keluar mengikuti bibinya. "Kak Troy," sapa Alea ketika melihat Troy masih berdiri di ambang pintu dan Alea tetap saja terkejut dengan kedatangan tiba-tibanya. "Maaf aku tidak memberitahu jika akan ke mari." "Tidak, apa-ap
"Alea kau jangan ke mana-mana, hari ini tuan Anmar akan ke mari."Bibi Rosita baru kembali dari arisan keluarga ketika membawa berita itu untuk Alea."Tuan Anmar ingin mengajakmu ke luar," lanjut bibi Rosita.Alea belum selesai dari keterkejutannya yang pertama dan sekarang sudah terkejut lagi karena akan di bawa keluar oleh tuan Anmar."Mau ke mana, Bibi?" tidak tahu kenapa tiba-tiba Alea panik meskipun tidak berani menunjukkan kecemasannya."Aku juga tidak tahu, pamanmu juga cuma berpesan seperti itu."Bibi Rosita sudah kembali pergi dan masuk ke dalam kamarnya untuk berganti pakaian.
Tuan Anmar sudah kembali memegang kemudi dan mulai menjalankan mobilnya. Mobil mahal berbodi kokoh itu mulai berjalan meninugalkan gang komplek menuju jalan utaman sehingga tidak terlalu terlihat mencolok lagi. Alea sempat menyibukkan otaknya dengan berpikir jika mobil tersebut mungkin dilapisi baja anti peluru karena bodinya sangat tidak biasa, gelap tapi tetap elegan dengan nuansa yang sulit untuk dijelaskan. Tak mengherankan jika Troy juga memiliki selera yang tinggi mengenai kendaraannya, ibarat buah yang jatuh tidak jauh dari pohonnya. Untuk sekian kalinya Alea menyimpulkan jika mereka mirip, bukan cuma secara fisik tapi juga gaya.Tiba-tiba ponsel tuan Anmar yang terletak di atas dashboard menyala dan Alea langsung memperhatikan tampilan wallpaper. Sepertinya itu foto tuan Anmar dan putranya beberapa tahun lalu ketika Troy mungkin masih berumur belasan tahun. Mereka sedang tersenyu
Karena semalam Alea tidak juga membuka pesannya, pagi harinya Troy kembali mengirim pesan ke pada Alea yang isinya masih sama saja. [Alea] cuma seperti itu lagi. Seolah Troy hanya sekedar ingin memanggil Alea agar gadis itu mau menoleh dan menghiraukan pesannya, tapi ternyata tidak sama sekali. Alea tetap tidak membuka pesan darinya meskipun Troy melihat jaringannya aktif. Kemarin bibi Rosita juga mengatakan kepada Troy jika Alea pergi dengan teman laki-laki, jadi mau tidak mau Troy mulai berpikir mungkin ia sedang mengganggu Alea. Troy kesal merasa seperti itu, Troy tidak pernah ingin mendekati seorang gadis seperti dirinya ingin mendekati Alea. Tapi jika benar Alea sudah memiliki seseorang, Troy juga tidak ingin menjadi pemuda brengsek yang tiba-tiba mengganggu hubungan mere
"Alea, maaf aku kemari." Alea masih kaget karena melihat Troy sudah berdiri di depan pintu. "Kuharap aku tidak mengganggumu." "Kenapa, Kak?" Alea bertanya pada Troy yang terlihat gugup dan risau. "Besok aku akan pergi dan aku hanya ingin melihatmu." Troy belum bicara lagi kecuali hanya menatap Alea yang juga jadi kelu menyaksikan kegugupannya. "Aku, menyukaimu Alea. " Akhirnya kata-kata itu terucap juga dari bibir Troy. Alea sudah hendak bicara ketika Troy lebih dulu mencegahnya. "Kau tidak perlu mengatakan apa-apa." Troy
"Aku tidak percaya akan melihat hari seperti ini," tuntut Mike ketika harus menelan kekecewaan pada wanita yang ingin dia genggam hatinya. "Kau pilih menikah dengannya pria yang bahkan baru kau kenal setelah lima tahun kita menjalani komitmen." "Ini bukan pilihan tapi keputusanku." "Kau membuat keputusanmu sendiri, kau sangat tidak masuk akal Alea!" tegas Mike "Aku hampir sinting mencarimu, aku tidak menemukanmu di partemen atau di rumah sakit, tidak ada yang memberitahuku dan ponselmu juga tidak pernah bisa dihubungi. Kemudian lihat apa yang kutemukan sekarang!" Mike mulai mengeraskan suaranya dan Troy sudah tidak tahan untuk berdiri menghampiri mereka. "Biarkan Alea meny
Keluarga Alea di panti asuhan benar-benar sangat luar biasa hingga Tuan Herlambang juga tidak bisa berhenti untuk terus bersyukur karena tahu putrinya dikelilingi oleh orang-orang yang mencintainya. Berulang kali manusian tidak akan pernah tahu bagaimana cara Tuhan akan membalas amal dan dosa. Mungkin karena kebaikan nyonya serta tuan Herlambang yang juga sangat dermawan maka di manapun putrinya berada dia tetap terjaga dengan baik, dikelilingi orang-orang baik yang selalu menolongnya, dan dipertemukan dengan jodoh yang baik. Kadang buah dari keikhlasan yang ditabur orang tua juga bisa mengalir sebagai rizki untuk anak-anaknya kelak, karena mereka juga termasuk kebahagiaan dan ladang amal orang tuanya yang tidak akan terputus. Bagi Tuan Herlambang menyaksikan dua anak perempuannya yang tiba-tiba sudah tumbuh dewasa dan saling menyayangi adalah berkah yang luar biasa. Mereka juga a
Anmar menarik Alea lebih merapat untuk dia cium dengan intens dan dia raba perutnya. Dunianya sedang sangat bahagia, Anmar sudah tidak sabar untuk menunggu kehadiran buah cinta mereka. Miliknya yang sedang tumbuh di dalam tubuh Alea, wanita yang rasanya memang sudah dia tunggu untuk kembali menjadi miliknya. Wanita yang selalu ada dalam setiap doa-doanya dan wanita yang telah berjuang menjaga diri untuknya. Kadang rasanya memang seperti ujung dari perjuangan dan perjalanan panjang, perjuangan dari kesabaran dan doa. "Sungguh aku tidak pernah berpikir jika akan ada hari seperti ini." "Jangan gugup, aku yakin mereka juga akan sangat menyukaimu sepertiku." Anmar kembali menciumi Alea, walaupun alasannya untuk menenangkan Alea tapi sebenarnya Anmar memang suka melakukannya, dia suka menciumi Alea seperti itu jika sedang tidak
Kondisi Nyonya Camila sudah jauh membaik dan mulai beraktifitas normal paska serangan terakhirnya kemarin tapi kali ini nyonya Camila mulai rewel untuk makan. Nyonya Camila masih ingat seperti apa rasanya ketika mengira dirinya telah kehilangan seorang putra. Meski sekarang Nyonya Camila menyesal dengan semua sikapnya kemarin tapi sepertinya tidak akan mudah untuk membuat anak-anak kembali terutama Anmar dan keteguhannya. Hidup kesepian di hari tua sepertinya memang akan menjadi hukuman yang layak baginya. Celina akan datang setiap siang untuk mengontrol obatnya yang harus diminum rutin dan membujuk Nyonya Camila agar mau makan. Memiliki dua anak laki-laki ternyata membuatnya kesepian, Troy yang suka bepergian sesuka hati dan Anmar yang pilih menjaga jarak membuatnya semakin sedih sebagai seorang ibu. Walaupun sudah terlalu tua untuk merajuk dan mencari perhatian dari putra-putranya tap
Dokter Alea langsung menunjukkan foto yang kemarin dia ambil bersama saudarinya. "Sepertinya Papa dan Mama memiliki putri yang lain." "Apa maksudmu?" tanya Tuan Herlambang masih bingung ketika memperhatikan foto di layar ponsel putrinya. "Sepertinya ada yang menukar kami saat masih bayi itulah kenapa aku dan Lisa tidak pernah mirip dan justru ada Alea yang lain di luar sana." "Alea!" kutip Nyonya Herlambang dengan manik mata membulat. "Ya, nama panjang kami juga sama persis." "Mustahil." Kali ini kedua orang tua Dokter Alea sama-sama terkejut. "Dia istri dari kakak laki-laki
"Seorang kekasih?" tanya Troy. "Ya, kami sudah bersama selama lima tahun." "Aku bisa melamarmu dan memberi cincin yang lebih pas untuk jari manismu." Dokter Alea langsung berjengit mendengar ucapan Troy yang bisa begitu enteng membicarakan lamaran seperti lelucon. "Kau tidak bia seperti itu." "Aku bisa, aku bisa menikahimu!" "Aku sudah lima tahun menjalin hubungan yang stabil." Dokter Alea ingin Troy berhenti mengajaknya bercanda. "Masih ada banyak tahun lagi ke depan, lima tahun tidak akan ada apa-apanya!" keras Troy. "Aku tidak bisa seperti itu!" tegas Dokter Alea begitu s
"Mustahil!" Anmar juga terkejut ketika mengetahui Alea benar-benar ada dua. Walaupun Anmar langsung bisa membedakan yang mana istrinya tapi memang tetap sangat aneh bisa ada dua orang yang sangat mirip bukan hanya fisiknya tapi juga namanya. "Sepertinya kita memang harus menemui bunda Yuli!" Anmar menoleh pada Alea. "Semoga mereka punya jawaban masuk akal untuk semua ini, karena mustahil jika kalian tidak memiliki kekerabatan sama sekali." Apa lagi Anmar juga ingat jika istrinya sedang mengandung anak kembar. Anmar juga sepakat dengan Troy jika kedua Alea yang ada di hadapan mereka kali ini adalah saudara meskipun tanpa harus melakukan tes DNA sekalipun. Sudah sejak lama Alea ingin mengetahui siapa orang tuanya, sesuatu yang selama ini Alea pikir mustahil dan seperti jalan buntu. Ta
"Sumpah aku baik-baik saja, kau boleh menanyakan tanggal lahirku dan aku bisa menjawab dengan benar!" Troy terus berusaha meyakinkan jika tidak ada masalah di kepalanya. "Keluargaku kenal baik dengan ibumu, ayahku bisa ikut malu jika aku sampai salah diagnosa menanganimu." "Kau masih Dokter muda?" tebak Troy. "Ya." "Tapi kau putri dari pemilik rumah sakit ini?" "Ya, kau pati langsung tahu dari nama belakangku." Dokter Alea terlihat pasrah saat identitasnya bisa begitu mudah untuk ditebak oleh pemuda itu padahal dia sengaja tidak pernah memakai nama panjang di jasnya selama ikut program kerja di rumah sakit milik keluarganya sendiri agar tidak ketahuan.
Jika melihat kondisi mobil yang dikendarai Troy nampaknya memang mustahil siapapun bisa selamat. Nyonya Camila langsung jatuh pingsan begitu mendengar berita kecelakaan yang menimpa putra keduanya. Tadi Troy sudah dia peringatkan agar tidak pergi tapi anak itu tetap bersikeras dan mengabaikan semua peringatan ibunya. Nyonya Camila juga sempat sangat sedih karena kedua putranya jadi tidak ada yang mau perduli mendengarkannya hanya karena seorang wanita. Tidak ada yang bisa dia salahkan selain Alea untuk semua bencana ini. Ketakutan seorang ibu ketika hanya memiliki anak laki-laki adalah saat kelak anak laki-lakinya akan pergi meninggalkannya demi seorang wanita. Walaupun tidak selalu seperti itu tapi nyatanya Anak perempuan tetap lebih dianggap mampu untuk mengurus dan menjaga ibunya. Semuanya sangat kacau karena kondisi nyonya Camila