Semuanya kaku, mereka terpaku mendengar apa yang dikatakan pria gila itu pada kami, dan aku sendiri tak bisa berbuat apa-apa. "Jaga ucapanmu bajingan pengecut!" Axel terlihat geram dan marah luar biasa. "Aku akan ikut denganmu, aku akan ikut bersamamu. Asal kau lepaskan putraku!" Aku berharap dia menuruti apa yang aku katakan. Aku maju dan berdiri di samping suamiku, Axel. "Jangan lakukan itu, Angelina," ucap Axel, berbisik di sampingku. Aku mengarahkan pasanganku padanya, menatapnya lekat-lekat. "Semuanya akan baik-baik saja, Axel. Kau tenang saja. Aku hanya ingin putraku baik-baik saja, dan aku rela berkorban untuk dirinya. Apa pun akan aku korbankan, bahkan jika perlu nyawaku, maka nyawaku akan aku berikan," yakinku padanya. Kami saling bertatapan, netraku berkaca-kaca menatapnya dengan pandangan memohon, berharap Axel mau mengerti. "Aku tidak akan membiarkan kalian berdua pergi dari sini, dan aku akan-.""Axel, tolong, putraku butuh obat dan dokter dia harus...,” potongku seb
"Tidak, aku tidak ingin berada di sini, aku harus pulang.”Henry yang saat itu terbaring di rumah sakit. Dia sadar setelah beberapa saat tertidur di atas ranjang rumah sakit. Dan ini baru jam tiga pagi, dan dia ingin pergi dari sana. Tak ada pilihan, akhirnya Henry pun meminta bantuan perawat yang menjaganya menghubungi seseorang yang mungkin bisa membantunya, Pamela Parker.Tak menunggu waktu lama Pamela pun datang dan betapa sangat terkejut melihat keadaan Henry yang sekarang.“Ya Tuhan. Apa yang terjadi padamu, Henry? Kenapa kau babak belur seperti ini?” tanyanya dengan raut wajah cemas.“Tak ada waktu untuk menjelaskan, Pamela. Aku hanya membutuhkan pertolonganmu untuk bisa mengeluarkanku dari sini,” Henry berkata.“Pulang? Secepat itu? Bagaimana bisa, Henry? Lukamu belum sepenuhnya sembuh,” Pamela tampak keberatan."Tidak! Aku harus segera pergi dari sini, dan aku mau pulang. Aku baik-baik saja, kau tak perlu cemas, luka ini akan sembuh dengan sendirinya." Henry bersikeras, dia m
Sebuah mobil di temukan di tengah-tengah gedung besar, dan mobil itu telah dihancurkan tapi salah satu orang Axel tahu betul bahwa mobil itu adalah yang mereka cari. "Katakan pada Tuan Axel Campbell bahwa kita menemukan mobil pria itu tapi tidak penumpangnya, dan sama sekali tidak ada tanda-tanda seseorang di dalamnya," kata seseorang dari mereka.Saat itu juga, Axel Campbell mendapatkan berita dari orangnya yang diperintahkan untuk mencari jejak Angelina, juga informasi dari Carla Queen Baker yang memberikan lokasi tempat persembunyian Emilio Ricardo."Tuan ada kabar dari orang kita," seorang anak buah Axel melaporkan, berdiri di belakangnya. "Aku mendengarkan," kata Axel dengan tenang. "Mobil yang membawa Nyonya dan Tuan muda ditemukan, tapi tidak dengan Nyonya Campbell dan putra Anda," katanya.Axel langsung berbalik dan menatap anak buahnya itu. Dia mengernyit menatapnya. "Apa maksudmu?" tanya Axel lagi, memberikan tatapan heran pada sang anak buah. "Maksud saya, Orang itu seng
Mata Andrew terbuka, dia sama sekali tidak melihat apa-apa dan kepalanya terasa pusing saat dia berusaha untuk mengingat-ingat kembali apa yang terjadi. Kedua tangannya masih terluka dan saat ini Andrew berusaha keras untuk melihat sesuatu karena seisi ruangan saat itu sangat gelap. Andrew memaksakan kedua tangannya untuk bergerak, lalu dia bangkit dan mencoba untuk melarikan diri dari sana. "Mommy? Mommy di mana?" Andrew memanggil, suaranya terdengar kecil.Kemudian Andrew berjalan lambat mencari Angelina tapi dia tidak menemukan Mommy nya di ruangan itu. Mengikuti insting, Andrew meraba sebuah jendela dan berusaha keras membuka jendela itu dengan susah payah. Setelah berhasil terbuka seketika masuklah cahaya malam yang kini tidak redup lagi dan dibantu dengan cahaya rembulan yang terang. Ruangan itu kini dimasuki oleh cahaya rembulan dan Andrew melihat pintu ruangan itu terkunci rapat. Langkah kaki Andrew menuju ke arah pintu dan dia berusaha untuk membukanya. "Mommy, Mommy di ma
Betapa terkejutnya aku saat melihat putraku ada di sana dan melihat momen menyedihkan yang telah aku lalui saat ini. "Andrew." Mataku berkaca-kaca menatapnya. "Oh, kita kedatangan tamu kecil di sini. Kau ingin melihat pemandangan yang indah, bocah?" Emilio langsung membuatku ketakutan dengan apa yang dia katakan. Dia baru saja mengatakan bahwa dia ingin memperlihatkan putraku sesuatu. Tolong jangan buat putraku melihat kekejiannya. "Jangan! Emilio! Jangan lakukan itu Emilio!" Aku berteriak memohon padanya, sedangkan tanganku berusaha untuk terlepas dari ikatan tambang yang begitu erat ini. "Apa yang kau lakukan pada Mommy!? Kau, kau akan mendapatkan masalah! Ayahku akan menghukummu!" Andrew dengan nada suara beraninya, membuatku bergetar saat mendengarnya. Emilio yang mendengar itu malah tertawa. "Hahaha, apa katamu? Hah! Kau mengatakan bahwa ayahmu akan menghukumku? Ayah yang mana? Ayah yang mana yang kau maksud? Axel atau, oh Henry?" Tawanya masih terdengar sangat keji di telin
Kepalanya terasa pusing, pria itu memijat leher bagian belakangannya dan kini ia merasakan bahwa tubuhnya terasa sakit. Dia mengingat apa yang terjadi sebelumnya. Emilio Ricardo, pria itu sesaat pingsan setelah menerima pukulan benda keras dari sanderanya yang bernama Angelina."Jalang dan bocah sialan itu!" Emilio mengepalkan tangannya dan dia terlihat sangat kesal dan marah dengan apa yang terjadi.Tentu saja dia tidak bisa menerima apa yang dia alami, apalagi dengan beraninya Angelina memukuli kepalanya. Sedangkan bocah bernama Andrew itu pasti akan mendapatkan ganjarannya, itulah yang dipikirkan oleh Emilio. Sekarang tubuhnya bangkit dan keluar dari ruangan tempat dirinya pingsan. Dia mencari senjatanya tapi dia tidak menemukannya. Celana miliknya yang sempat Emilio lepas, kini dia kenakan kembali dan langsung bergegas ke luar ruangan mencari sesuatu."Semuanya akan dapat bagiannya masing-masing, mereka akan menyesal telah melawanku. Angelina dan juga bocah tidak tahu diuntung itu
Aku tidak tahu harus bagaimana, Henry saat ini melindungi kami dengan tubuhnya padahal kakinya memiliki luka tembak, dia mungkin akan kehilangan banyak darah, putraku saat ini juga mengeluh berkali-kali bahwa tubuhnya kesakitan sedangkan Emilio membabi buta dan menyerang dengan senapan mesinnya. Ini tidak bisa dibiarkan dan pasti akan menghabisi banyak nyawa. "Jangan, Jangan bergerak. Berlindung dan tetap di pelukanku." Henry berbisik di telingaku dan kami masih tiarap di tanah, bersembunyi dari tembakan yang kini siap menembus tubuh kami jika kami berani bangkit sekarang ini. Dor! Dor! Dor!"Akan aku habisi kalian semua!" Suara Emilio menggila. Tidak kalah dengan suara tembakannya, aku menutup telingaku, sesekali menutup telinga putraku. Mataku berusaha menatap ke arah Axel dan kawanannya yang juga bersembunyi di balik mobil mereka. Aku cemas tentang keadaannya dan apa yang akan terjadi padanya. Saat suara tembakan itu berhenti, ketika tembakan dari sisi lainnya muncul. Dari kejau
Aku langsung berlari ke arah Henry yang tumbang dan tergeletak di tempat itu, aku tak bisa berpikir jernih dan kepalaku rasanya tak mendengar apa pun selain suaraku sendiri yang menangis terisak di sampingnya. Hingga putraku berlari ke arahku dan memanggilku lalu mengguncangkan tubuhku, baru aku bisa sadar bahwa saat itu Henry harus dibawa ke rumah sakit secepatnya."Mom ... Mommy!" Aku tersentak dan aku berpaling ke arah putraku. Aku menatapnya dengan tatapan nanar dan mata yang sepenuhnya basah, lalu kupeluk erat tubuh mungil Andrew."Aku akan mengangkat tubuhnya," kata Axel, dan dia menopang tubuh Henry, dengan kaki yang masih agak pincang lalu berlari ke arah mobil. Aku ikut di belakangnya, bersama Henry yang aku genggam tangannya. "Cepat hubungi medis!" Axel berteriak dengan suara yang keras. "Tapi tidak ada waktu Tuan, dia kehilangan banyak darah!" Anak buah Axel yang terlihat juga panik. "Henry! Apa dia Henry?!" Carla juga terdengar berteriak dengan suaranya yang nyaring sed
Siang itu aku dalam perjalanan menuju ke sekolah Andrew, setelah wali kelasnya, Mrs. Nancy Brown menghubungiku beberapa jam yang lalu dan memberitahuku jika Andrew terlibat masalah dengan sesama teman di sekolahnya. Apa yang terjadi di sekolah, aku belum terlalu jelas mengetahuinya, Hanya saja sebagai ibu, hal itu tetap saja membuatku sedikit merasa panik. Andrew adalah anak yang tak pernah membuat masalah, dia cenderung penurut dan bukanlah anak yang hiperaktif, lalu masalah apa yang ditimbulkan Andrew hingga ia bisa terlibat masalah dengan teman di sekolahnya. Tak ada penjelasan secara rinci, Mrs. Nancy Brown hanya memintaku untuk datang ke sekolah untuk bertemu dengan wali murid dari teman yang bermasalah dengan Andrew. Setelah sampai di sekolah Andrew, aku langsung berjalan menuju ke ruangan guru di sekolah dasar favorit tempat Andrew menempuh pendidikan di sini. Namun, belum sampai di tempat yang dituju di koridor sekolah aku berpapasan dengan seseorang, tepatnya seorang guru lak
Empat hari telah berlalu sejak aku mendapatkan kiriman buket bunga tanpa nama. Selama itu pun aku selalu mendapatkan buket bunga yang sama dengan tanpa nama. Entah siapa yang sengaja mengirimkannya padaku aku belum menemukan petunjuk apa pun. Hingga hari ketiga aku pernah memerintahkan Bob untuk menolak tak menerima dan mengembalikannya pada sang pengirim, akan tetapi sang kurir menolak keras dengan alasan buket bunga itu memang dipesan seseorang lewat on line. Tentu saja mengembalikannya hanyalah usaha yang sia-sia. Oleh sebab itulah mau tak mau aku harus menerima buket bunga tersebut, meskipun sebenarnya aku sudah mulai merasa semakin penasaran dengan siapa sebenarnya sang pengirim tanpa nama itu. Selama itu pun Axel tak terlihat lagi datang berkunjung. Dia seolah menghilang tanpa jejak. Aku sudah merasa tak heran karena sejak dulu itulah keahlian dari seorang Axel Campbell, yang selalu datang dan pergi dengan tiba-tiba. Saat itu aku sempat berpikir apa mungkin sang pengirim misteri
Mansion utama Campbell“Nyonya ada kiriman buket bunga dari seseorang.” Pelayan setia bernama Bob memberitahu ketika aku tengah mengawasi Damian dan Andrew berenang bersama di mansion. Aku mengerutkan alis menatap lekat buket bunga mawar merah cantik yang ada di tangan Bob. “Buket bunga? Dari siapa?” tanyaku penasaran. “Tidak ada nama pengirim, Nyonya tetapi ada pesan di buket bunga ini. Mungkin Anda bisa mengetahui jika sudah membacanya.” Bob menyerahkan buket berukuran cukup besar itu padaku, "Jika tidak ada yang diperlukan lagi, saya permisi, Nyonya.” Bob menunduk kemudian berlalu pergi sedangkan aku masih menatap penuh tanya buket bunga cantik yang kini berada di tanganku. Harus aku akui buket bunga ini begitu cantik. Entah kebetulan atau tidak sepertinya sang pengirim mengetahui jika memang aku sangat menyukai bunga mawar merah seperti ini. Tapi siapa yang mengirimnya? Apakah Axel, mungkinkah dia? Tetapi selama kami menikah dia jarang sekali bersikap romantis apalagi sampai men
“Mom!!!” Suara dari panggilan yang sangat aku kenal itu membuatku membuka mata. Benar saja, aku yang masih terbungkus selimut tebal dan baru saja terbangun sontak dibuat terkejut ketika dua putraku berhamburan masuk ke kamar lalu memelukku erat seolah sudah lama tak berjumpa. “Andrew! Damian!” Aku menyahut membalas pelukan mereka padaku masih dalam satu ranjang. “Kenapa Mom pulang lama sekali semalam? Aku semalam tidur bersama dengan Kak Andrew karena Mom tak ada. Mom tidak takut ‘kan tidur sendirian?” Damian kecil bertanya polos padaku. Deg! Saat itu juga aku baru mengingat jika semalam untuk pertama kalinya setelah ‘kematian’ Axel, kami berdua tidur bersama dalam satu ranjang dan menghabiskan malam bersama. Tubuhku terasa memanas jika mengingatnya. Bagaimana Axel menyentuhku semalam masih aku ingat dengan jelas, setiap sentuhannya padaku seakan adalah pengobat rindu setelah perpisahan kami yang cukup lama. Jujur aku masih belum siap sepenuhnya semalam tetapi aku tak bisa menol
“Bermimpilah terus Jeremy! Yang pasti ucapanmu tak akan mengubah apa pun di antara kita berdua!” tegasku cukup lantang. Pria berpomade itu tetap tersenyum penuh percaya diri. “Oya? Kita lihat saja nanti, sweety heart.” Kedua tangan Jeremy saling bertumpu pada meja, mengukir senyuman samar lalu melanjutkan kembali ucapannya. “Kau boleh menolakku sekarang, Angelina. Tapi aku pastikan kau akan kembali padaku. Karena sejak dulu di antara kita memang tak pernah ada kata perpisahan, itu yang pasti.” Kali ini aku terdiam, tak bereaksi menatap sosok pria di hadapanku yang begitu berbeda dari yang pernah aku kenal dulu, Jeremy Ollands. Aku memang sudah mengenal sosok Jeremy yang tak pantang menyerah, namun sekarang entah bagaimana setelah bertemu dengannya seperti ini sosok Jeremy kini berubah menjadi semakin berbeda. Seolah dia adalah pria yang begitu terobsesi denganku. Selama delapan tahun ini bukannya melupakanku seperti aku yang telah melupakannya, tetapi dia justru mengejarku hingga s
Malam berikutnya sesuai dengan apa yang Jeremy Ollands minta, aku pun akhirnya memutuskan untuk menemuinya di salah satu restoran besar yang ada di New York City, dengan hanya membawa serta supir pribadiku. Sedangkan Andrew dan Damian aman bersama dengan pelayan pribadi yang ada di mansion utama Campbell. Pria itu, Jeremy Ollands aku tak tahu apa yang sebenarnya dia inginkan, untuk itu aku harus tahu dengan terpaksa menemuinya seperti ini. Aku mengedarkan pandanganku ke deretan kursi restoran yang cukup banyak pengunjung, hingga akhirnya aku melihat sosok pria berjas navy duduk seorang diri menatapku dengan senyuman lebarnya. Pria itu tak banyak berubah setelah delapan tahun lamanya. Hanya saja kini aku lihat tubuhnya lebih berisi, tidak jangkung seperti dulu. Memasang ekspresi datar aku melangkah mendekatinya dengan menggunakan setelan celana berwarna putih berpotongan elegan. “Hallo, Angelina Louis. Oh, maaf maksudku Mrs. Campbell. Yeah, sepertinya aku belum terbiasa memanggil kek
Mansion utama CampbellAku tak bisa tidur malam ini, pikiranku melayang membayangkan pertemuanku dengan Axel siang tadi. Setelah menidurkan Andrew dan Damian beberapa jam yang lalu, kini aku masih duduk di balkon kamarku sendiri tanpa beranjak sedikit pun. Pikiranku gelisah, aku tak tahu apa yang harus aku lakukan? Harusnya aku senang Axel kembali ke padaku dalam keadaan baik-baik saja. Tetapi kenapa aku justru merasakan gelisah? Apakah ini hanya karena perasaan kecewa saja atau karena ada hal lain yang membuatku ragu aku bisa menerimanya sebagai suami seperti dulu? Bagaimana perjuangan dan pengorbanan Axel selama dalam kematiannya karena hanya ingin bertujuan melindungiku dan anak-anak, serta untuk mengungkap siapa pembunuh sebenarnya Sean Louis juga ibunya selama ini, yaitu yang tak lain adalah istri pertama dari Arthur Campbell. Namun, semuanya itu masih membuatku belum bisa menerima sepenuh hati Axel kembali seperti dulu.Ya, siang tadi Axel telah memberitahuku segalanya apa yang
“Axel?! Bagaimana bisa kau ada di sini?!” Aku terkejut bukan main saat mendapati pria yang masih menjadi suamiku itu kini sudah ada bersama satu mobil bersamaku. “Tidak penting bagaimana aku bisa ada di sini, karena sekarang yang terpenting kita harus bicara Angelina.” Axel menyahut datar dengan pandangan tetap ke depan kemudian mulai menyalakan mesin mobil. Sedangkan aku hanya bisa terpaku diam di tempat, cukup terkejut dengan situasi yang terjadi saat ini. Seperti orang bodoh aku hanya terdiam di kursi belakang mobil selama dalam perjalanan, dengan pandangan menerawang tanpa fokus yang jelas. Entah berapa lama kami berdua, yaitu aku dan Axel berada dalam satu mobil bersama dalam suasana yang diliputi keheningan. Sungguh situasi yang terlihat kaku. Hingga akhirnya Axel menghentikan mobil di suatu tempat yang jauh dari keramaian kota. Lebih tepatnya Axel menghentikan mobilnya di sebuah jalanan setapak yang seperti menuju ke arah jalanan perbukitan. “Kau membawaku ke mana, Axel? Ini
Netraku berkaca-kaca menatap Henry. Sorot mata biru tajamnya kini terlihat teduh menatapku. Lidahku terasa kelu, aku merasa ucapan Henry seakan seperti kalimat perpisahan yang membuat hatiku bergetar.“Kenapa kau bicara seperti itu, Henry? Aku benar-benar tak tahu apa maksudmu?” tanyaku dengan suara yang mungkin terdengar sedikit gemetar karena perasaan emosional.“Seperti yang kau tahu Axel sudah kembali, dia telah kembali untukmu, Angelina. Sekarang tugasku sudah selesai. Saat ini aku hanya mempersiapkan hatiku untuk itu, hal itulah yang sedang aku lakukan sekarang,” ujar Henry.Aku menatap dalam Henry, berharap menemukan jawaban di dalam sorot matanya tetapi yang aku lihat justru kehampaan. Hingga membuatku berpikir, sedalam itukah perasaan Henry padaku? Tetapi aku harus bagaimana, aku benar-benar merasakan delima. Bagaimanapun Axel masih menjadi suamiku, namun meskipun begitu aku tak bisa mengabaikan perasaan Henry begitu saja. Selama Axel tak ada, Henry lah yang selama ini menjaga