Aku langsung berlari ke arah Henry yang tumbang dan tergeletak di tempat itu, aku tak bisa berpikir jernih dan kepalaku rasanya tak mendengar apa pun selain suaraku sendiri yang menangis terisak di sampingnya. Hingga putraku berlari ke arahku dan memanggilku lalu mengguncangkan tubuhku, baru aku bisa sadar bahwa saat itu Henry harus dibawa ke rumah sakit secepatnya."Mom ... Mommy!" Aku tersentak dan aku berpaling ke arah putraku. Aku menatapnya dengan tatapan nanar dan mata yang sepenuhnya basah, lalu kupeluk erat tubuh mungil Andrew."Aku akan mengangkat tubuhnya," kata Axel, dan dia menopang tubuh Henry, dengan kaki yang masih agak pincang lalu berlari ke arah mobil. Aku ikut di belakangnya, bersama Henry yang aku genggam tangannya. "Cepat hubungi medis!" Axel berteriak dengan suara yang keras. "Tapi tidak ada waktu Tuan, dia kehilangan banyak darah!" Anak buah Axel yang terlihat juga panik. "Henry! Apa dia Henry?!" Carla juga terdengar berteriak dengan suaranya yang nyaring sed
"Pamela." Aku berpikir bagaimana bisa Pamela tahu Henry ada di rumah sakit ini? Pamela hanya menatapku, aku tidak tahu apa yang dia pikirkan tapi hanya tatapan dingin yang Pamela berikan padaku. Lalu Pamela berlalu tanpa mengatakan apa-apa. Aku berbalik kepadanya lalu berkata, "Henry membutuhkan darah, aku sedang mencoba menemukan..."Dia berbalik lalu membalas ucapanku, "Kalau begitu pergilah, biar aku yang menjaga Henry," kata Pamela, itu tentu membuatku tersinggung. Aku hanya mengangguk dan berlalu pergi dari sana.Aku bahkan tidak membawa uang sepeser pun, dan tidak membawa kartuku. Saat ini aku memang hanya membawa diriku sendiri. Langkah kakiku kini berada di pinggir jalan dan menunggu taksi untuk datang, biar aku bayar setelah sampai di mansion, aku tidak pernah menyangka bahwa aku akan melewati malam yang mengerikan seperti semalam. Bahkan saat matahari terbit pun, dan siang sudah muncul tidak bisa membuatku lupa bahwa aku hampir saja kehilangan putraku. Sebelum aku mendapat
"Henry, kaukah itu?" Pamela mengangkat tangannya dan dia menyentuh wajah pria yang dianggapnya Axel, sedangkan Axel dia mencoba menghindar dengan cepat.Pamela pun akhirnya menyadari bahwa pria yang ada di hadapannya bukanlah Henry. Ah! Siapa kau?!" Dia pun membangkitkan tubuhnya dengan spontan."Maaf mengganggu tidurmu,” ucap Axel. “Aku Axel Campbell, saudara dari Henry,” Axel memperkenalkan diri.“Axel? Jadi kau adalah putra tertua dari Paman Arthur?” Pamela menatap Axel lekat. Wajah tampannya yang tak berbeda dengan Henry membuat Pamela sekilas berpikir jika Axel adalah Henry tadi, sebab bagaimana pun ini untuk yang pertama kalinya Pamela bertemu dengan Axel Campbell. “Aku mendengar cukup banyak tentangmu dari mendiang Paman Arthur,” tambah Pamela seraya tersenyum simpul. Axel tak bereaksi, ia hanya memasang ekspresi datar. “Kenapa kau sampai tertidur di sini?” tanya Axel cukup dingin.“Aku menunggu Henry pulang. Dia baru saja keluar dari rumah sakit. Aku sendiri yang membantunya
Plak! Pamela menamparku begitu saja, astaga! Apa yang dia lakukan?! Wajahku kini memandang ke arah lantai sedangkan Pamela tajam menatap ke arahku. Saat itu juga aku langsung mengangkat wajahku menatap tajam Pamela. Aku mengernyit bertanya-tanya, apa alasan wanita itu tiba-tiba menamparku? "Itu adalah hukuman karena menggoda Henry dan membuatnya terluka!" Dia berucap seperti tanpa rasa bersalah telah mencuri perhatian dari Axel.Aku menggeram kesal, sedetik kemudian aku membalas tamparannya padaku beberapa saat yang lalu. Plak!“Ahh!” Pamela memekik kaget saat itu juga.“Dan ini adalah hukuman karena telah berani menamparku!” balasku dengan tatapan berapi-api.“Kau-...?!!” Pamela memegang pipinya yang memerah seketika, ia tak sempat melanjutkan kalimatnya karena tentu saja pasti dia kehilangan kata-kata untuk membalasku.Tak merasa takut sedikit pun aku menghunuskan tatapan tajam padanya, kemudian aku berlalu pergi meninggalkannya begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata."Apa ya
“Ini semua gara-gara kau, Angelina!” Pamela berseru marah padaku dengan berderai air mata.Aku hanya diam tertunduk lemah di kursi, merasa rapuh dan tanpa tenaga. “Kalau saja kau berhenti memberikan harapan pada Henry, mungkin dia akan berhenti mengejarmu!” Pamela kembali berteriak di hadapanku.“Kendalikan dirimu, Pamela! Semua bukan sepenuhnya kesalahan Angelina. Menyalahkan orang lain tidak akan membuat Henry sembuh!” tegur Axel.“Katakan pada istrimu ini untuk menjaga jarak dengan Henry!” Pamela kemudian menghunuskan tatapan tajam padaku dan berseru keras. “Jika sudah seperti ini, apa kau mau bertanggung jawab pada hidup pria yang telah berkorban untukmu?!” Setelah mengucapkan kalimat pedas itu Pamela berlalu pergi. Sedangkan Axel sempat menatapku dalam sebelum ia pergi meninggalkanku tanpa sepatah kata. Kini yang tersisa dariku hanya kesunyian dan rasa bersalah. Apa yang harus aku katakan pada putraku nanti jika Andrew menanyakan keadaan Henry? Apakah aku harus berbohong atau b
Aku segera bergegas ke rumah sakit saat pihak rumah sakit memberitahuku jika Henry sadar dan bangun dari komanya. Mendengar kabar itu, bagaimana tidak aku merasa terkejut sekaligus merasa bahagia. Dengan langkah terburuku aku segera menuju ruang perawatan tempat Henry selama hampir tiga minggu terbaring koma. “Bagaimana keadaan pasien bernama Henry Bastian Campbell, Suster?” tanyaku pada seorang suster penjaga di ruangan tersebut.“Dokter tadi baru saja memeriksanya. Tuan Campbell mulai membuka matanya sejak dari dua jam yang lalu, dan kata yang diucapkan pertama kali adalah ‘Angelina.’ Oleh sebab itu kami menghubungi Nyonya pertama kali untuk memberikan kabar baik ini,” terang suster tersebut.Mendengar penjelasan dari suster penjaga itu, tentu saja membuatku seperti kehilangan kata-kata. Ada rasa haru yang terbersit di antara rasa bahagia. Kemudian, setelah mengumpulkan kekuatanku dan juga hatiku, aku mulai melangkah masuk ke dalam ruangan di mana Henry ada di dalam sana. Dan bena
“Bagaimana keadaan istriku, Bob? Apa yang sebenarnya terjadi?!” Axel yang saat itu baru saja tiba setelah mendengar ada yang tak beres terjadi pada Angelina langsung segera terbang kembali ke kota kelahirannya tanpa memikirkan apa pun.“Nyonya sekarang ada di kamarnya ditemani oleh Tuan muda Andrew, Tuan. Dokter baru saja memeriksanya,” jelas Bob.“Lalu apa kata dokter itu?”“Dokter mengatakan kalau Nyonya mengalami hipertensi karena kelelahan.”“Apa, hipertensi?! Bagaimana bisa tekanan darahnya tinggi, apa dia kelelahan selama aku tak ada?!” Axel berkata cukup keras.“Tenang Tuan Axel, karena ada kabar baik di antara kabar buruk ini,” ucap Bob dengan senyum simpul.Axel mengerutkan kening menatap pelayan setia paruh baya ayahnya dengan tatapan penuh tanda tanya. “Maksudmu, Bob?” “Dokter mengatakan Nyonya mengalami hipertensi karena saat ini Nyonya tengah hamil muda, Tuan Axel.” Terang Bob mengulum senyuman cerahnya.“A-apa kau bilang? Angelina hamil? Dia sedang hamil sekarang?” Axel
“Selamat datang di rumah kembali, Henry.” Hari itu aku mengantarkan Henry untuk pulang kembali ke mansion utama untuk pertama kalinya setelah hampir dua bulan Henry berada di rumah sakit.“Paman Henry!! Kau akhirnya kembali!” Andrew berlari menghampiri Henry yang duduk di kursi roda di ambang pintu mansion bersama denganku juga Pamela yang menjemputnya dari rumah sakit.“Bagaimana kabarmu, jagoan?” Henry menyambut pelukan Andrew dengan senyum cerahnya.“Baik! Aku senang akhirnya kau pulang, Paman,” Andrew berkata penuh semangat.“Aku juga senang bisa pulang kembali dan berkumpul kembali bersama denganmu, Andrew,” ujar Henry menatap penuh cinta Andrew yang bergelayut manja padanya.“Ayo, kita antarkan Paman ke kamarnya, Andrew. Paman masih perlu istirahat,” perintahku lembut.“Ya, benar. Paman Henry baru pulang dari rumah sakit. Dia masih butuh istirahat, Andrew,” sambung Pamela.“Aku baik-baik saja, aku sudah sehat. Kalian jangan terlalu berlebihan padaku,” tolak Henry.“T-tapi Henry..
Siang itu aku dalam perjalanan menuju ke sekolah Andrew, setelah wali kelasnya, Mrs. Nancy Brown menghubungiku beberapa jam yang lalu dan memberitahuku jika Andrew terlibat masalah dengan sesama teman di sekolahnya. Apa yang terjadi di sekolah, aku belum terlalu jelas mengetahuinya, Hanya saja sebagai ibu, hal itu tetap saja membuatku sedikit merasa panik. Andrew adalah anak yang tak pernah membuat masalah, dia cenderung penurut dan bukanlah anak yang hiperaktif, lalu masalah apa yang ditimbulkan Andrew hingga ia bisa terlibat masalah dengan teman di sekolahnya. Tak ada penjelasan secara rinci, Mrs. Nancy Brown hanya memintaku untuk datang ke sekolah untuk bertemu dengan wali murid dari teman yang bermasalah dengan Andrew. Setelah sampai di sekolah Andrew, aku langsung berjalan menuju ke ruangan guru di sekolah dasar favorit tempat Andrew menempuh pendidikan di sini. Namun, belum sampai di tempat yang dituju di koridor sekolah aku berpapasan dengan seseorang, tepatnya seorang guru lak
Empat hari telah berlalu sejak aku mendapatkan kiriman buket bunga tanpa nama. Selama itu pun aku selalu mendapatkan buket bunga yang sama dengan tanpa nama. Entah siapa yang sengaja mengirimkannya padaku aku belum menemukan petunjuk apa pun. Hingga hari ketiga aku pernah memerintahkan Bob untuk menolak tak menerima dan mengembalikannya pada sang pengirim, akan tetapi sang kurir menolak keras dengan alasan buket bunga itu memang dipesan seseorang lewat on line. Tentu saja mengembalikannya hanyalah usaha yang sia-sia. Oleh sebab itulah mau tak mau aku harus menerima buket bunga tersebut, meskipun sebenarnya aku sudah mulai merasa semakin penasaran dengan siapa sebenarnya sang pengirim tanpa nama itu. Selama itu pun Axel tak terlihat lagi datang berkunjung. Dia seolah menghilang tanpa jejak. Aku sudah merasa tak heran karena sejak dulu itulah keahlian dari seorang Axel Campbell, yang selalu datang dan pergi dengan tiba-tiba. Saat itu aku sempat berpikir apa mungkin sang pengirim misteri
Mansion utama Campbell“Nyonya ada kiriman buket bunga dari seseorang.” Pelayan setia bernama Bob memberitahu ketika aku tengah mengawasi Damian dan Andrew berenang bersama di mansion. Aku mengerutkan alis menatap lekat buket bunga mawar merah cantik yang ada di tangan Bob. “Buket bunga? Dari siapa?” tanyaku penasaran. “Tidak ada nama pengirim, Nyonya tetapi ada pesan di buket bunga ini. Mungkin Anda bisa mengetahui jika sudah membacanya.” Bob menyerahkan buket berukuran cukup besar itu padaku, "Jika tidak ada yang diperlukan lagi, saya permisi, Nyonya.” Bob menunduk kemudian berlalu pergi sedangkan aku masih menatap penuh tanya buket bunga cantik yang kini berada di tanganku. Harus aku akui buket bunga ini begitu cantik. Entah kebetulan atau tidak sepertinya sang pengirim mengetahui jika memang aku sangat menyukai bunga mawar merah seperti ini. Tapi siapa yang mengirimnya? Apakah Axel, mungkinkah dia? Tetapi selama kami menikah dia jarang sekali bersikap romantis apalagi sampai men
“Mom!!!” Suara dari panggilan yang sangat aku kenal itu membuatku membuka mata. Benar saja, aku yang masih terbungkus selimut tebal dan baru saja terbangun sontak dibuat terkejut ketika dua putraku berhamburan masuk ke kamar lalu memelukku erat seolah sudah lama tak berjumpa. “Andrew! Damian!” Aku menyahut membalas pelukan mereka padaku masih dalam satu ranjang. “Kenapa Mom pulang lama sekali semalam? Aku semalam tidur bersama dengan Kak Andrew karena Mom tak ada. Mom tidak takut ‘kan tidur sendirian?” Damian kecil bertanya polos padaku. Deg! Saat itu juga aku baru mengingat jika semalam untuk pertama kalinya setelah ‘kematian’ Axel, kami berdua tidur bersama dalam satu ranjang dan menghabiskan malam bersama. Tubuhku terasa memanas jika mengingatnya. Bagaimana Axel menyentuhku semalam masih aku ingat dengan jelas, setiap sentuhannya padaku seakan adalah pengobat rindu setelah perpisahan kami yang cukup lama. Jujur aku masih belum siap sepenuhnya semalam tetapi aku tak bisa menol
“Bermimpilah terus Jeremy! Yang pasti ucapanmu tak akan mengubah apa pun di antara kita berdua!” tegasku cukup lantang. Pria berpomade itu tetap tersenyum penuh percaya diri. “Oya? Kita lihat saja nanti, sweety heart.” Kedua tangan Jeremy saling bertumpu pada meja, mengukir senyuman samar lalu melanjutkan kembali ucapannya. “Kau boleh menolakku sekarang, Angelina. Tapi aku pastikan kau akan kembali padaku. Karena sejak dulu di antara kita memang tak pernah ada kata perpisahan, itu yang pasti.” Kali ini aku terdiam, tak bereaksi menatap sosok pria di hadapanku yang begitu berbeda dari yang pernah aku kenal dulu, Jeremy Ollands. Aku memang sudah mengenal sosok Jeremy yang tak pantang menyerah, namun sekarang entah bagaimana setelah bertemu dengannya seperti ini sosok Jeremy kini berubah menjadi semakin berbeda. Seolah dia adalah pria yang begitu terobsesi denganku. Selama delapan tahun ini bukannya melupakanku seperti aku yang telah melupakannya, tetapi dia justru mengejarku hingga s
Malam berikutnya sesuai dengan apa yang Jeremy Ollands minta, aku pun akhirnya memutuskan untuk menemuinya di salah satu restoran besar yang ada di New York City, dengan hanya membawa serta supir pribadiku. Sedangkan Andrew dan Damian aman bersama dengan pelayan pribadi yang ada di mansion utama Campbell. Pria itu, Jeremy Ollands aku tak tahu apa yang sebenarnya dia inginkan, untuk itu aku harus tahu dengan terpaksa menemuinya seperti ini. Aku mengedarkan pandanganku ke deretan kursi restoran yang cukup banyak pengunjung, hingga akhirnya aku melihat sosok pria berjas navy duduk seorang diri menatapku dengan senyuman lebarnya. Pria itu tak banyak berubah setelah delapan tahun lamanya. Hanya saja kini aku lihat tubuhnya lebih berisi, tidak jangkung seperti dulu. Memasang ekspresi datar aku melangkah mendekatinya dengan menggunakan setelan celana berwarna putih berpotongan elegan. “Hallo, Angelina Louis. Oh, maaf maksudku Mrs. Campbell. Yeah, sepertinya aku belum terbiasa memanggil kek
Mansion utama CampbellAku tak bisa tidur malam ini, pikiranku melayang membayangkan pertemuanku dengan Axel siang tadi. Setelah menidurkan Andrew dan Damian beberapa jam yang lalu, kini aku masih duduk di balkon kamarku sendiri tanpa beranjak sedikit pun. Pikiranku gelisah, aku tak tahu apa yang harus aku lakukan? Harusnya aku senang Axel kembali ke padaku dalam keadaan baik-baik saja. Tetapi kenapa aku justru merasakan gelisah? Apakah ini hanya karena perasaan kecewa saja atau karena ada hal lain yang membuatku ragu aku bisa menerimanya sebagai suami seperti dulu? Bagaimana perjuangan dan pengorbanan Axel selama dalam kematiannya karena hanya ingin bertujuan melindungiku dan anak-anak, serta untuk mengungkap siapa pembunuh sebenarnya Sean Louis juga ibunya selama ini, yaitu yang tak lain adalah istri pertama dari Arthur Campbell. Namun, semuanya itu masih membuatku belum bisa menerima sepenuh hati Axel kembali seperti dulu.Ya, siang tadi Axel telah memberitahuku segalanya apa yang
“Axel?! Bagaimana bisa kau ada di sini?!” Aku terkejut bukan main saat mendapati pria yang masih menjadi suamiku itu kini sudah ada bersama satu mobil bersamaku. “Tidak penting bagaimana aku bisa ada di sini, karena sekarang yang terpenting kita harus bicara Angelina.” Axel menyahut datar dengan pandangan tetap ke depan kemudian mulai menyalakan mesin mobil. Sedangkan aku hanya bisa terpaku diam di tempat, cukup terkejut dengan situasi yang terjadi saat ini. Seperti orang bodoh aku hanya terdiam di kursi belakang mobil selama dalam perjalanan, dengan pandangan menerawang tanpa fokus yang jelas. Entah berapa lama kami berdua, yaitu aku dan Axel berada dalam satu mobil bersama dalam suasana yang diliputi keheningan. Sungguh situasi yang terlihat kaku. Hingga akhirnya Axel menghentikan mobil di suatu tempat yang jauh dari keramaian kota. Lebih tepatnya Axel menghentikan mobilnya di sebuah jalanan setapak yang seperti menuju ke arah jalanan perbukitan. “Kau membawaku ke mana, Axel? Ini
Netraku berkaca-kaca menatap Henry. Sorot mata biru tajamnya kini terlihat teduh menatapku. Lidahku terasa kelu, aku merasa ucapan Henry seakan seperti kalimat perpisahan yang membuat hatiku bergetar.“Kenapa kau bicara seperti itu, Henry? Aku benar-benar tak tahu apa maksudmu?” tanyaku dengan suara yang mungkin terdengar sedikit gemetar karena perasaan emosional.“Seperti yang kau tahu Axel sudah kembali, dia telah kembali untukmu, Angelina. Sekarang tugasku sudah selesai. Saat ini aku hanya mempersiapkan hatiku untuk itu, hal itulah yang sedang aku lakukan sekarang,” ujar Henry.Aku menatap dalam Henry, berharap menemukan jawaban di dalam sorot matanya tetapi yang aku lihat justru kehampaan. Hingga membuatku berpikir, sedalam itukah perasaan Henry padaku? Tetapi aku harus bagaimana, aku benar-benar merasakan delima. Bagaimanapun Axel masih menjadi suamiku, namun meskipun begitu aku tak bisa mengabaikan perasaan Henry begitu saja. Selama Axel tak ada, Henry lah yang selama ini menjaga