ISTRI KEDUA AYAHKU 5
Saskia Kusuma Dewi. Dua puluh dua tahun. Putri bungsu dari tiga bersaudara. Dua kakaknya adalah lelaki yang masing-masing bekerja sebagai buruh di dua pabrik berbeda. Orang tuanya guru honorer di sebuah sekolah Dasar. Saskia bekerja demi membahagiakan orang tuanya yang miskin, namun terjebak rayuan gombal Huda. Di bawah ancaman, dia akhirnya menyertakan keperawanannya hingga akhirnya hamil.Aku menyeka peluh yang mengembun di dahi. Jika korban Huda sebelumnya kebanyakan para gadis yang memang nakal dan haus harta, Saskia berbeda. Aku telah jatuh hati padanya saat pertama kali melihatnya tempo hari. Meski beban berat menggunung di dadanya, aku melihat betapa dia berusaha untuk tegar. Dapat kubayangkan bagaimana rasanya menjadi dia, harus mengecewakan keluarganya.Aku mampir ke kantor Huda, sebuah anak cabang perusahaan Papa yang dia pimpin. Kukatakan pada Bunda agar menahan mereka sebentar. Aku yakin Saskia dan keluarganya orang yang baik. Aku harus membawa Huda saat ini juga menemui mereka.Petugas resepsionis mengangguk begitu aku lewat menuju ruangan Huda. Bisik bisik menggema di meja meja karyawan begitu melihatku melintas.Aku membuka pintu tanpa mengetuk lebih dulu, dan mendapati pemandangan menjijikkan itu di depan mataku. Seorang gadis dengan setelan blazer mini tengah duduk dipangkuan adikku, membiarkan dadanya yang terekspose menjadi santapan."Kak Elisa…" Huda bangkit, mendorong si gadis hingga dia terhuyung-huyung."Siapa dia?""Saya admin yang baru. Anda siapa? Seenaknya saja masuk kesini." Si gadis mendahului Huda menjawab pertanyaanku."Tutup mulutmu! Dia kakakku!" Sentak Huda pada gadis itu. Si gadis tampak terkejut dan kini menatapku dengan ekspresi takut."Aku kemari menjemputmu." Ujarku pada Huda, lalu menoleh pada gadis itu. "Temui personalia dan minta gajimu. Mulai besok kau tak perlu bekerja.""A… apa? Saya dipecat?"Aku mengangguk. "Ya. Aku tak butuh karyawan murahan yang suka mengobral tubuhnya. Huda adikku sebentar lagi akan menikah. Lupakan mimpimu menggaetnya."Wajah gadis itu merah padam. Dia membenahi bajunya yang terbuka di bagian dada dan keluar ruangan sambil menghentak hentakan kaki. Huda diam saja. Dia tahu bahwa wajahku yang serius tak ingin dibantah. Aku memberinya isyarat untuk ikut."Tapi ada apa Kak?"Aku berbalik dan menatapnya. "Kau akan tahu. Tolong jangan menolak. Aku lelah jika harus menghajarmu lagi."Kami berjalan beriringan. Kutinggalkan pesan pada sekretaris di depan agar meng-handle semua pekerjaan. Sekretaris Huda adalah seorang wanita berusia empat puluhan dengan kinerja luar biasa. Dia sudah bergabung dengan Wijaya group lebih dari lima belas tahun lamanya. Dan yang jelas, Huda tak berminat menggodanya.Huda naik ke mobilku, mengambil alih stir. Dalam keadaan normal, diluar kebiasaannya main perempuan, dia sebenarnya adik yang menyenangkan. Dulu kala remaja, Huda selalu pasang badan membela aku dan Amira yang kerap di bully sebagai anak orang kaya tanpa prestasi dan mengandalkan uang orang tua. Entah sejak kapan dia berubah menjauh. Kurasa peran Mama membentuk karakternya sangat kuat.Di halaman rumah, hanya ada sebuah mobil kijang tua yang parkir. Huda mendesah melihatnya. Dia mungkin mengenali mobil itu."Kakak menjebakku." Desisnya.Aku menoleh, menatap wajahnya yang tampan. Sungguh dia mewarisi garis garis wajah Ayah, sama sepertiku. Dulu semua orang heran bagaimana kami begitu mirip padahal lahir dari dua Ibu yang berbeda."Huda, kau sudah dewasa. Bisakah kita bicara secara orang dewasa tanpa memakai kekerasan lagi?"Dia diam saja, balas menatapku."Bisa kau bayangkan jika itu terjadi padaku atau Amira? Jika ada seorang lelaki menghamili lalu mencampakkan kami?""Kakak dan Amira wanita terhormat. Tak akan ada yang berani melakukan itu."Aku tersenyum."Siapa bilang? Kau ingat berapa banyak gadis yang kau sakiti? Bagaimana jika salah satu dari mereka sakit hati dan melampiaskan pada kami? Aku mungkin bisa membela diriku sendiri. Tapi bagaimana dengan Amira? Dia gadis yang lembut. Belum lagi dosa yang harus kau tanggung karena membunuh bayi bayi tak berdosa itu. Huda, sebagai Kakakmu, aku minta hentikan petualanganmu. Jadilah lelaki bertanggung jawab."Huda mendesah. Dia menunduk menatap stir mobil di hadapannya. Hatiku riuh melangitkan doa. Bagaimanapun Mama mencoba mempengaruhinya, aku yakin masih ada setitik kebaikan dalam diri adikku."Ayo turun."Aku mendahului Huda turun. Beberapa mata memindai kami dari dalam rumah, aku yakin sekali itu. Meski jarak antara halaman tempat Huda memarkir mobil dengan ruang tamu utama rumah Bunda cukup jauh.Begitu menjejakkan kaki di ruang tamu, seorang lelaki melompat dan langsung menarik kerah baju Huda. Dia nyaris saja menghajar adikku kalau aku tak menangkap kepalan tangannya dengan sigap."Tolong jangan buat keributan disini." Ujarku sambil menarik Huda sedikit menjauh."Suruh lelaki bajingan ini menikahi adikku!""Kita akan bicarakan baik-baik. Tapi jika ada yang main tangan, saya pastikan kalian akan berakhir di penjara."Semua orang terkesima mendengar kata-kataku. Di sofa, duduk di sebelah Bunda adalah Saskia, yang memegang tangan Bunda sambil menangis. Lalu sepasang orang tua setengah baya yang kuyakini sebagai Ayah dan Ibunya. Seorang pemuda lain berdiri di sudut ruangan dengan tangan terlipat di dada. Dapat kubayangkan hati Bunda gelisah menghadapi mereka semua sendirian saja."Jadi bagaimana? Apakah adikmu mau menikahi adikku?"Aku menatap Huda, yang berdiri diam. Dalam hati aku berharap apa yang kukatakan dalam mobil tadi merasuki benaknya.Huda menatap Saskia sebentar, lalu menatapku."Baiklah, saya akan menikahi Saskia."***Lagi-lagi, aku harus menghadapi murka Mama dan Eyang. Kesediaan Huda menikahi Saskia ditentang habis-habisan."Kau akan menyesal karena telah ikut campur urusanku Mbak." Tukas Mama pada Bunda."Laksmi, yang mengambil keputusan ini Huda sendiri. Tanyalah padanya." Tutur Bunda dengan ketenangan yang mengagumkan."Ya. Tapi dibawah intimidasi Elisa. Aku tak percaya anakku lebih menurut pada Elisa daripada aku Ibunya.""Mungkin Huda sudah menyadari kekeliruannya selama ini. Seharusnya Mama senang karena sebentar lagi akan punya cucu.' ujarku.Mama melangkah mendekat, memangkas jarak di antara kami. Ruang tamu hanya ada kami bertiga. Eyang dibawa Ayah dan Huda ke ruang kerjanya. Kuharap Eyang melunak jika Huda sendiri yang meminta. Dan kini, mata tajam berwarna kecoklatan milik Mama menatapku tajam."Pernikahan ini tidak akan terjadi Elisa. Kita lihat saja nanti."Aku tersenyum. "Kuharap Mama tidak berpikir untuk melakukan tindak kriminal. Ingat, Ayah akan menghapus nama Mama dari daftar ahli waris jika sampai melakukannya.""Sialan! Dasar anak kurang ajar!""Astaga Mama. Aku heran bagaimana wanita keturunan bangsawan sepertimu bisa bicara seperti itu."Mama mendelik."Tunggu saja Elisa. Mungkin sudah saatnya menyingkirkan duri dalam hidupku.'***ISTRI KEDUA AYAHKU 6"Baiklah, sekali ini Eyang mengalah. Eyang izinkan Huda menikahi gadis itu. Tapi ingat, dia itu orang miskin. Dan jika gadis itu ternyata tak mampu menyesuaikan diri dengan keluarga kita dan membuat masalah, maka itu salahmu Elisa.""Loh, kok Kak Elisa?"Tiba-tiba suara Amira terdengar di ruang tengah yang hening. Semua kepala langsung menoleh pada adik bungsuku itu, yang duduk di samping Bunda dan langsung dipegang lengannya oleh Bunda. "Kenapa setiap ada masalah di keluarga ini, selalu Kak Elisa yang harus disalahkan dan juga menyelesaikan? Bukankah si pembuat masalah yang harus tanggung jawab?"Amira rupanya sudah tidak tahan lagi atas siapa otoriter Eyang selama ini. Aku menatap matanya, menyuruhnya agar diam. Aku tak ini Eyang kembali menarik restunya akan pernikahan Huda. Amira mendesah. Dia berpaling dari tatapan Eyang."Yah, terserahlah." Desisnya kemudian. Dia lalu berdiri dan mengangguk pamit pada semua orang. Langkahnya gegas menaiki tangga menuju kam
ISTRI KEDUA AYAHKU 7Aku berlari menyusuri halaman parkir Rumah sakit dengan hati kacau. Saskia bunuh diri! Padahal pagi tadi aku baru saja bertemu dengannya. Dia memang tampak tak baik-baik saja, tapi sungguh aku tak menyangka dia akan senekad itu. Mana tekadnya untuk menghentikan Huda? Kemana keberaniannya? Dan apa yang sebenarnya terjadi?Semua ini memang seharusnya bukan tanggung jawabku. Huda punya Ayah dan Mama. Bukankah seharusnya mereka yang diberi tahu jika ada masalah? Tapi semua orang tahu bahwa di keluarga Wijaya, Elisa Azuura Wijaya adalah pintu masuk ke dalam rumah keluarga Wijaya yang tak tersentuh.Aku tiba di ruang IGD, dimana kedua orang tua Saskia dan satu abangnya menunggu. Melihat aku yang datang, mereka kembali menundukkan kepala. Saskia tentu telah bercerita tentang diriku pada keluarga mereka."Apa yang terjadi?"Sakha, Abangnya itu menatapku sebentar."Seseorang dari keluargamu mencegat Saskia di depan rumah kami dan mengancamnya. Dia menyuruh adikku bunuh d
ISTRI KEDUA AYAHKU 8"El…"Aku menghentikan gerakan tanganku menarik handle pintu kamar. Menoleh ke belakang, kudapati Ayah berdiri sambil tersenyum."Ayah tahu kau lelah sekali Nak. Tapi bisa Ayah bicara sebentar?"Aku membalas senyum Ayah, dan mengikuti langkahnya duduk di sofa ruang tengah lantai atas. Otakku yang kebas karena lelah sampai tak mendengar langkah kaki Ayah mengikuti hingga ke atas. Untuk sementara, anganku untuk segera berbaring di bawah selimut terpaksa kutunda."Kau sudah melakukan banyak hal yang seharusnya Ayah yang lakukan. Kau menjaga nama baik Ayah sedemikian rupa Nak. Sungguh, kau anak sulung Ayah yang bisa diandalkan."Aku tertegun sejenak, tak menyangka Ayah akan mengatakan hal itu. Hubunganku dengan Ayah biasa saja, tidak terlalu dekat seperti Amira yang kerap masih bermanja meski di bawah tatapan tak suka mata Eyang. Tapi juga tidak terlalu jauh. Dan benar, selama ini Ayah memang mengandalkan ku untuk banyak hal."Aku belajar dari Bunda." Jawabku. Dan itu
ISTRI KEDUA AYAHKU 9"Kak Elisa! Saskia… meninggal dunia."Suaranya yang terbata-bata membuatku nyaris sesak nafas. Apa maksudnya Saskia meninggal? Bukankah semalam dia baik-baik saja?"Apa maksudmu?""Aku tidak tahu Kak." Suara Huda mencicit, seperti orang yang terkena serangan jantung. Kubayangkan adikku di sana, shock dan ketakutan. "Tolong datang segera Kak!""Oke. Tunggu aku. Jangan lakukan apapun, jangan kemana mana." Ujarku sambil menghirup udara dalam-dalam. Tak kudengar lagi sahutan Huda. Aku menelan ludah, menatap Bunda dan Amira yang memandangku penuh tanya, pada Mama dan Eyang yang tengah bicara entah apa. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah ini semua ada campur tangan kalian? Bukan rahasia lagi jika Mama rela melakukan apa saja untuk mencapai tujuannya."Ada apa?" Suara Bunda mengembalikan kesadaranku. Sungguh, ini adalah beban berat bagiku. Aku telah berusaha sekuat tenaga mengembalikan adikku ke jalan yang seharusnya. Aku berjanji dalam hati akan memantau dan menjaga
ISTRI KEDUA AYAHKU 10Aku berusaha menulikan telinga dari kasak kusuk warga. Bagaimana Saskia yang baru saja menikah kemarin siang, meninggal dunia membawa serta janin dalam kandungannya, calon keponakanku. Warga sekitar menatap kami dari kejauhan, menjaga jarak dan tentunya bergunjing. Keluarga Sastra Wijaya yang kaya raya dan terhormat, telah mengambil menantu orang miskin dan tiba-tiba saja si menantu meninggal dunia. Berita tentang Saskia yang minum racun serangga memang berhasil ditutupi, tapi gosip lainnya menyebar seumpama serbuk bunga dandelion tertiup angin.Huda duduk terpekur di sisi jenazah. Sebagai suami, dia sama sekali belum sempat melakukan apa-apa untuk membuat istrinya bahagia. Mereka bahkan belum melalui malam pertama. Usia pernikahan yang baru satu hari membuat Huda merasa tak berhak atas diri istrinya. "Ayah sudah menyuruh petugas menyiapkan makam di pemakaman keluarga kita." Ujar Ayah ketika Huda bergabung.Mama yang ikut berkumpul bersama kami, duduk di bangku
ISTRI KEDUA AYAHKU 11"Jelaskan padanya Eyang. Siapa diriku sebenarnya."Aku menatap gadis itu, tersenyum."Siapapun dirimu, aku tak peduli. Yang jelas aku meminta dirimu untuk tidak mengacau dalam rumahku. Huda adikku sedang berduka. Dia baru saja kehilangannya istri yang dicintainya. Apakah kau tak punya malu sedikit saja untuk menunda keinginanmu masuk ke keluarga ini?"Skak. Kata kataku jelas menampar nyalinya. Gadis itu merah padam. Sementara Eyang, termangu mangu menatapku. Entah mengapa kali ini tatapan matanya tampak berbeda. Bukan sorot meremehkan dan merendahkan seperti biasa. Ya. Eyang kerap merendahkan aku dan Amira karena kami terlahir dari rahim wanita biasa."Eyang, jangan diam saja. Mana janji Eyang hendak menjadikan aku cucu menantu. Eyang kan…"Kepala Eyang berputar, menatap Angela lekat. Dan entah bagaimana wanita setua itu memiliki sorot mata yang sangat tajam dan terasa menguliti. Angela langsung menutup mulut, tanpa sadar melepaskan tangannya dari lengan Eyang."
ISTRI KEDUA AYAHKU 12Makan malam tanpa Ayah. Hanya ada empat wanita dan Huda yang menunduk sambil memainkan sendok di tangannya. Aku sendiri, larut dalam peperangan batin, antara memberi tahu semua orang tentang batalnya pertunanganku dengan William, atau memilih menyelesaikannya sendiri. Bayangan foto William dan gadis itu, dan pesannya yang tak pernah kubuka kini menggedor gedor kesadaran. William mestinya tahu tak ada wanita yang mau dikhianati. Kapal kami belum lagi berlayar, namun telah diserang badai."Aku minta izin pergi beberapa hari."Suara Huda membuatku mengangkat kepala. Malam ini dia bahkan tak kembali ke rumah Mama. Entah apa yang dia pikirkan, mungkinkah sama denganku? Bahwa Mama, adalah orang yang berada di balik kematian Saskia. Meski aku tak tahu dengan cara apa dia melakukannya. Semua celah tertutup begitu tanah merah menimbulkan jasadnya. Tak ada yang bisa diselidiki karena keluarganya menolak otopsi. Mungkin suatu saat Tuhan lah yang akan menunjukkan pada kami
ISTRI KEDUA AYAHKU 13PoV ELISA.Aku memasukkan lagi pistol milik Ayah ke dalam brankas. Pistol itu memiliki izin resmi dan Ayah berpesan hanya boleh aku gunakan di saat sangat terdesak. Sejauh ini, aku tak pernah menggunakannya. Tapi melihat Huda babak belur ditendangi orang lain hatiku benar-benar hancur.Setelah mengunci kembali brankas, aku keluar dari ruang kerja Ayah, tempat dimana brankas itu berada. Hanya Ayah dan aku yang tahu angka kombinasinya. Aku kembali ke kamar Huda. Dia terbaring tak sadarkan diri, sementara Bunda duduk di sisi ranjang, membersihkan luka lukanya."Besok akan kupanggil Dokter Sonya Bun. Aku takut lukanya infeksi. Dan terutama aku takut ada luka dalam."Bunda mengangguk. Wajahnya memerah bekas menangis. Ya, sejak dulu, Bunda sudah menganggap Huda anak kandungnya.Bibir Huda pecah dan bengkak. Hidungnya telah berhenti mengalirkan darah. Selain itu, tak ada luka luar. Tapi melihat bagaimana kaki bersepatu itu menendangi adikku membuatku merinding. Bagaiman
ISTRI KEDUA AYAHKU (Ekstra part)PoV HUDASatu tahun kemudianRumah terasa demikian sepi setelah Kak Elisa menikah dan tinggal terpisah. Meski hanya Kak Elisa yang pergi, pengaruhnya ternyata begitu besar. Tak ada lagi yang sibuk membangunkanku dan Amira. Tak ada yang melotot memarahiku jika aku terlambat pulang hingga larut malam. Dan tak ada yang memeluk setiap kali aku murung karena rasa ingin tahu ku pada keluarga kandung yang tak terbendung.Aku kehilangan Kak Elisa, seperti aku kehilangan jejak pada orang tua kandung yang entah dimana. Sekian lama kucoba ikhlas dan melupakan, tetap saja, ada rasa tak nyaman di dalam hati. Seharusnya, aku bukan bagian dari keluarga terhormat ini. Bagaimana jika ternyata, aku adalah anak seorang pelacur? Seorang penjahat? Atau pembunuh?"Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci Huda. Tak peduli siapa orang tua kandungmu, kau tetap anak Ayah, dan adikku."Kak Elisa telah benar-benar melupakan diriku yang dulu kerap membuat onar. Padahal aku tak pe
ISTRI KEDUA AYAHKU 50 (ENDING)PoV ELISAAdakah hari yang lebih dinantikan setiap wanita selain hari ini? "Kamu cantik banget pakai jilbab El. Auramu makin bersinar."Bunda menangkup wajahku dengan lembut. Aku tersenyum ketika beliau menghela tubuhku ke depan cermin sementara sang make up artist yang baru saja selesai memoles wajahku menunggu dengan wajah sedikit tegang. Dia dulu pernah merias kami sekeluarga saat Huda wisuda dan protes dari Mama yang mau ini dan itu terus bertubi-tubi.Ah, Mama. Rasanya masa itu telah jauh tertinggal. Apapun kesalahanmu dimasa lalu, kami semua telah memaafkanmu dan berdamai dengan takdir. Semoga dirimu tenang setelah mendapat pengampunan dari orang-orang yang pernah kau sakiti.Dan aku tetap saja takjub melihat diriku sendiri. Make up flawless yang membuat wajahku tetap tampak seperti diriku. Dengan kebaya putih panjang hingga menyentuh lantai dan jilbab putih terbuat dari sutera, aku tak bisa memungkiri bahwa benar kata orang-orang bahwa aku cantik
ISTRI KEDUA AYAHKU 49PoV HUDAAku melangkah dengan cepat keluar dari kamar super VIP, dimana mereka semua berkumpul. Sungguh, mendengar penjelasan Eyang tadi, meski gemetar dan tak menyangka, sebagai sisi hatiku tak menyangkalnya. Sejak dulu aku merasa begitu berbeda. Mungkin secara fisik, aku mirip mereka. Tapi banyak orang berkata, sedikitpun aku tak punya aura bangsawan. Tapi, bagaimana aku bisa mirip Ayah dan Akak Elisa? Tapi ah, Bukankah seorang anak angkat saja bisa menjadi mirip orang tua angkat yang mengasuhnya penuh cinta. Apa lagi aku, yang lebih banyak menghabiskan masa kecil di rumah Bunda.Di salah satu sudut halaman parkir, aku berhenti. Kakiku yang lelah membuatku tak mampu lagi melangkah. Aku duduk di salah satu bangku semen yang teduh oleh pohon akasia. Bangku ini tampaknya memang sengaja dibuat sebagai tempat istirahat.Selama ini, aku menghabiskan begitu banyak uang, menciptakan begitu banyak masalah di keluarga ini. Padahal aku sama sekali bukan bagian dari merek
ISTRI KEDUA AYAHKU 48Elisa, begitu banyak dosa yang telah Eyang lakukan pada keluarga ini. Eyang takut, jika Eyang mati sebelum memberi tahumu semua yang sebenarnya terjadi. Satu dosa besar, yang kerap membuat Eyang gemetar setiap malam. Elisa, apakah benar Dia maha pengampun?Aku tercenung sambil memegang kertas berisi tulisan tangan Eyang yang rapi. Dalam sebuah buku novel cetakan lama, di samping kacamata bacanya, kertas ini kutemukan. Eyang sendiri telah berada di rumah sakit, koma tanpa diagnosa. Sungguh aneh. Dirinya seakan hanya tertidur. Tidur yang sangat lama karena hingga seminggu kemudian, Eyang tak juga bangun. Dokter yang heran karena tak menemukan penyebabnya, hanya memintaku menunggu.Apa yang sebenarnya Eyang sembunyikan? Apa yang membuat jiwamu berkelana hingga tak juga kembali? Aku bersandar di bangku ruang tunggu dengan perasaan lelah. Rumah sakit seakan menjadi tempat yang begitu akrab denganku. Orang-orang yang kucintai masuk dan keluar, silih berganti."Tita su
ISTRI KEDUA AYAHKU 47Aku menatap Bunda dengan raut terkejut yang tak dapat kusembunyikan. Sakha bergerak cepat. Kemarin, ketika, lagi lagi aku luruh dalam genggaman tangannya, dia memang berkata akan segera melamarku apapun yang terjadi. Dia tak peduli jika harus ditolak atau bahkan dihina. Dia akan berjuang keras dengan satu keyakinan, bahwa cintaku cukup baginya mampu melakukan itu semua."Lalu, Ayah dan Bunda? Emm… maksudku, Ayah menerimanya?""Oh, apa kau ingin Ayahmu menolaknya saja?"Suara Bunda jelas menggoda. Aku tersipu. Bagaimana mungkin aku ingin Ayah menolak, jika hatiku begitu ingin bersamanya. Tiba-tiba saja, kemungkinan bahwa Eyang tidak menyukainya, atau Tita yang cemburu tak lagi kupikirkan. Jatuh cinta membuatku menjadi sedikit egois."Kau tahu apa yang dikatakan calon mertuamu?"Bunda bahkan langsung menyebut Ibunya dengan calon mertua."Sakha mencintai Elisa dengan tulus. Demi Allah, dendam itu telah lama hilang melihat anak gadis kalian yang begitu tulus dan baik
ISTRI KEDUA AYAHKU 46"Tumor otak stadium dua."Satu kalimat itu nyatanya mampu membuat suasana dalam ruangan Dokter Annisa mencekam. Dapat ku rasakan jemari Tante Dayana mencengkram lenganku dengan kencang. Aku memegang lengannya, menepuknya perlahan agar dia bisa sedikit lebih tenang."Beruntung kita segera menemukannya. Peluang keberhasilan operasi pada jenis Tumor ini sangat besar. Ibu tidak perlu terlalu cemas." Ujar dokter Annisa sambil menatapku dan Tante Dayana bergantian."Saya minta rujukan tindakan apa yang terbaik untuk Tita dan rumah sakit mana yang paling banyak tingkat keberhasilannya dokter."Dokter Annisa mengangguk."Saya merekomendasikan Saint Mary Mayo Clinic. Rochester, Amerika Serikat."Aku menatap Tante Dayana, meminta persetujuannya. Sepertinya dia sendiri kebingungan. "Bagaimana baiknya menurutmu El." Ujarnya pasrah.Aku kembali menatap dokter Annisa."Tolong siapkan rujukannya dokter. Saya akan membawa Tita kesana."***"El… Tante takut. Takut sekali."Aku m
ISTRI KEDUA AYAHKU 45Tentu saja, saat yang paling menguras emosi adalah saat Eyang masuk ke dalam kamar dan berlutut memohon maaf dari Tante Dayana dan Tita. Tita yang nekad mencabut jarum infus dengan paksa, tak peduli setitik darahnya muncrat. Dia terhuyung huyung dan nyaris jatuh seandainya Tante Dayana tidak segera memeluknya. Aku urung keluar meski pintu telah terbuka. Karena itu jugalah, Eyang yang ternyata telah berdiri di depan pintu melihat semua kejadian itu."Anakku, cucuku…"Eyang, yang selama dua puluh lima tahun aku mengenalnya adalah wanita paling angkuh di dunia, yang di dadanya, hanya ada harta dan kehormatan keluarga yang patut dijaga, tiba tiba saja berlutut di hadapan anak dan cucunya."Ini semua salah Eyang. Katakan apa yang harus Eyang lakukan untuk menebus dosa pada kalian."Dalam pelukan Tante Dayana, Tita gemetar. Dapat kulihat bagaimana Tante Dayana mulai luluh oleh ketulusan hati Eyang. Tapi Tita, gejolak darah mudanya melarang dia memaafkan begitu saja."
ISTRI KEDUA AYAHKU 44PoV TITAAku menggeraikan rambut ke depan menutupi wajah. Untung saja, aku belum memakai baju tahanan. Kalau tidak, tentu gerakku akan sulit. Berjalan kaki kembali ke rumah, aku tak punya pilihan lain. Aku hanya ingin memastikan Ibu baik-baik saja sebelum meninggalkannya. Air mataku menetes. Masih dapat kuingat bagaimana kemiskinan kami kerap menjadi hinaan tetangga. Bukan, bukan karena Bapak tak berusaha. Beliau bahkan berusaha terlalu keras hingga akhirnya sungai merengggut nyawanya ketika aku masih kecil. Ibuku yang cacat, memutuskan untuk sendirian merawatku. meski dia adalah Ibu terbaik didunia, fisik tetaplah yang utama.Ibu, maafkan aku, aku hampir saja berhasil membalas dendam untukmu. Tapi aku terlalu gegabah. Aku… aku bahkan nyaris menjadi pembunuh. Mengingat hal itu, hatiku gentar. Aku tak boleh masuk penjara, bagaimana dengan Ibu? Tapi semua sudah terlanjur. Satu satunya yang bisa kulakukan adalah pergi dari sini.Perutku perih karena lapar. Sudah s
ISTRI KEDUA AYAHKU 43Di luar, malam telah semakin pekat oleh mendung yang menggelayut. Sesekali, suara gemuruh petir terdengar dan cahaya kilat membelah langit. Seakan tak cukup gerimis dalam hati ini, langit telah pula siap menumpahkan tangis."Tante…" Aku memegang lengannya, menatap matanya yang penuh luka itu. Membayangkan diriku berada di posisinya saja sudah sangat menyedihkan, apalagi dia yang selama empat puluh delapan tahun mengalami, menyaksikan putri satu satunya hidup dalam derita.Tante Dayana balas menatapku."Aku tahu kau anak yang baik, El. Sayang, kau harus lahir dari keluarga ini." Desis nya."Aku mohon jangan pergi. Semua harus terang benderang. Ini rumah Tante. Biarkan Eyang tahu.""Tidak." Tante Dayana masih bersikukuh. Dia bahkan telah mulai membuka pintu rumah."Aku telah bersumpah untuk tidak akan kembali. Rasa sakit dalam dadaku ini tak akan pernah ada obatnya. Yang kuinginkan hanya satu, kembalikan Tita.""Aku akan mengusahakannya Tante. Tapi tolong, tinggal