ISTRI KEDUA AYAHKU 30"Mama Laksmi sepertinya belum akan segera bangun El. Peluru itu menyerempet organ vitalnya. Ayah sudah ke kantor setelah memberi keterangan pada polisi. Kau istirahatlah. Selain Huda, polisi juga berjaga di sana."Ayah memberi penjelasan melalui sambungan telepon. Sejak pulang tadi, aku masih belum tidur juga. Usai menemani Eyang menghabiskan susu jahenya, aku malah berjalan ke kamar Huda, mencari jejak gadis yang katanya adik Angela itu. Tapi tak ada apa apa. Tak ada jejak siapapun di sana selain buku diary Saskia. Huda tak menyimpan kenangan akan gadis lain karena baginya mereka tak berarti apa apa. Sementara bagi para gadis itu, ketika keperawanan mereka direnggut, maka seumur hidup mereka akan terus hidup dalam bayangan lelaki itu."Dan bagaimana Huda Ayah?""Dia bersikeras menunggu di sana. Tak apa. Ayah yakin dia tidak akan melakukan hal yang mengkhawatirkan El. Dan Sakha juga berjanji akan kembali ke rumah sakit setelah tidur sebentar katanya.""Sakha?""
ISTRI KEDUA AYAHKU 31Huda langsung berdiri melihatku datang bersama Sakha. Dia tampak khawatir dan juga heran. Tentu saja karena sejarah buruk kami dengan keluarga Saskia"Kakak kenapa? Apa yang terjadi?" Cecarnya begitu melihat setitik darah di ujung jilbabku. Rupanya darah lelaki itu memercik sedikit.Aku menghela nafas. Saat ini, barulah aku merasa lelah karena ketegangan yang baru kualami. Aku duduk di kursi tunggu, dengan sepasang mata Huda yang menunggu penjelasan."Orang suruhan Angela mencegat Kakak. Mereka meminta dirimu."Huda ternganga, tak menyangka akan sampai sejauh ini."Lalu?""Aku sudah melaporkan kejadian tadi pada Polisi dan mengirim plat nomor mobil mereka. Tapi rupanya itu plat mobil palsu."Huda meremas remas rambutnya dengan gelisah. Sementara dari sudut mata dapat kulihat Sakha memperhatikannya."Kau harus hati-hati Huda. Mereka bisa saja muncul lagi dan langsung menculikmu."Huda duduk dengan lemas di sampingku. "Kalau aku mati, mungkin semua ini selesai."Ak
ISTRI KEDUA AYAHKU 32PoV ELISAMalam yang mengharukan. Aku tak lagi bisa mengendalikan air mata melihat pemandangan itu. Eyang menangis tersedu sedu sambil memeluk Bunda. Dan Bunda yang luruh dalam pelukan mertuanya. Tak perlu ada kata maaf berhamburan, karena semua air mata dan sentuhan itu sudah lebih dari cukup membasuh luka dan meruntuhkan benteng yang menjulang demikian tinggi selama dua puluh enam tahun lamanya."Ibu sehat kan? Kenapa wajah Ibu pucat?" Tanya Bunda sambil menatap wajah Eyang, usai melepaskan pelukannya.Eyang menggeleng. Dengan jilbab lebar berwarna putih yang kini membalut kepalanya, Eyang bahkan terlihat lebih cantik. Tapi ya benar kata Bunda, Eyang terlihat sedikit agak pucat."Nyonya besar seharian ini nggak istirahat. Bolak balik melihat keluar menunggu Nyonya datang."Bik Ros yang melapor. Kebetulan sekali beliau mendengar pertanyaan Bunda saat mengantarkan minuman untuk kami.Eyang tertawa kecil. Sementara aku memeluk Amira, yang meski diam saja, raut waj
ISTRI KEDUA AYAHKU 33Aku dan Ayah nyaris berlari menyusuri lorong rumah sakit, yang entah mengapa kali ini terasa amat panjang. Ayah bahkan gemetar sehingga kami meminta sopir yang menyetir mobil karena aku sibuk menenangkan Ayah. Aku tak mau kami malah berakhir di rumah sakit. Bagaimanapun, Huda adalah anaknya, anak kandungnya. Sepanjang jalan, Ayah terdiam, tak mampu berkata apa apa. Aku sendiri kehilangan kata kata."Apa yang terjadi Huda?"Di atas brankar, jenazah Mama telah ditutupi kain putih. Beberapa petugas rumah sakit dan dua orang polisi tengah melakukan pemeriksaan. Huda sendiri sudah diborgol dan kini, persis seperti yang kubayangkan, dia duduk di pojok kamar sambil memandang jenazah Mama."Huda? Kenapa?" Suara Ayah gemetar. Beliau mengulurkan tangannya menyentuh bahu Huda. Tapi seakan berada di dunia lain, Huda bergeming. Tatapannya kosong meski pandangannya tertuju pada jenazah Mama."Huda!"Plak!Tak sabar, aku menampar wajahnya hingga dia berpaling padaku. Wajahnya y
ISTRI KEDUA AYAHKU 34Dua minggu sudah sejak kematian Mama. Semua kembali pada kebiasaan semula. Aku ke kantor utama, dan juga meng-handle kantor cabang yang selama ini dipimpin Huda. Tak banyak yang berubah karena selama ini Huda hanya menampakkan diri disana, bukan benar-benar bekerja. Bu Astri sang sekretaris yang selama ini mengerjakan semua yang harusnya dikerjakan Huda, kini duduk di hadapanku."Saya turut berdukacita Mbak Elisa. Mas Huda, di luar kebiasaannya main perempuan, dia sebetulnya anak yang baik. Sayang sekali. Seandainya Nyonya Laksmi mendidiknya seperti Nyonya Anindya, dia tentu akan sehebat Mbak El."Bu Astri, tidak seperti karyawan lain yang memanggilku Ibu, hanya memanggilku Mbak karena aku yang meminta. Dia tangan kananku yang sangat bisa kuandalkan. Track record nya bersih tanpa cela dan kinerjanya luar biasa.Aku tersenyum, meski kurasakan sendiri bahwa senyumku pasti terlihat sendu. Membayangkan adikku di dalam penjara. Adikku yang terbiasa hidup enak dan apa
ISTRI KEDUA AYAHKU 35Aku meletakkan ponsel di atas meja. Semua percakapan kami tadi, berikut pengakuan mengejutkan dari Huda memang sengaja ku rekam. Aku tidak bisa mengabaikan firasatku. Firasat bahwa adikku tak bersalah. Huda, diluar kebiasaannya main perempuan, adalah anak yang baik. Usianya baru akan dua puluh empat tahun, lima bulan yang akan datang. Terpaut enam bulan dengan Amira. Dulu sebelum Mama menjauhkannya dari kami, kami bertiga nyaris tak terpisahkan. Benar, kucing jalanan saja dia pungut dan rawat. Aku bahkan ingat bagaimana gegernya rumah kami dulu ketika dia pulang bermain membawa seekor anak anjing kurus kering dan hampir mati kelaparan. Ada luka terbuka di punggungnya. Menjijikkan sekali."Astaga Huda! Buang anjing itu. Kotor, dekil banyak kuman!" Seru Mama."Tapi kasihan anjing ini Ma. Dia dikeroyok anjing anjing besar.""Biarkan saja! Memang seperti itulah anjing. Kau tak boleh sembarangan membawa hewan ke rumah. Apa lagi yang kotor seperti itu." Tambah Mama mu
ISTRI KEDUA AYAHKU 36Makan pagi yang kesiangan. Sejak tadi, sepertinya tak ada yang bernafsu sarapan. Semua menunggu Huda datang. Dan kini, adikku itu duduk terpekur menghadapi piringnya, makan dengan perlahan. Dia tak mengambil hidangan yang ada di meja sendirian, hanya menunggu Bunda atau Eyang atau aku menyendokkannya ke piring, seakan dia tak punya hak. Dan yang membuatku sedih, dia bersikap seolah olah dirinya adalah orang lain di rumah ini."Makan yang banyak Nak, kau kurus sekali." Bunda yang duduk di hadapan Huda menegurnya, sambil menyodorkan lagi sepiring kepiting saus padang kesukaannya.Huda hanya mengangguk. Kami makan dalam diam, namun sama sepertiku, diam diam kami memperhatikan Huda. Disamping Huda, Amira makan dalam diam, tertib pada table manner meski aku tahu pikirannya melayang. Kata kata Huda tadi pastilah berarti sesuatu baginya."Jadi, siapa yang memaksamu mengakui bahwa kau membunuh Mama?" Tanyaku pelan. Kami hanya berdua, duduk di perpustakaan keluarga, usai
ISTRI KEDUA AYAHKU 37PoV ELISA"Kalian gila! Kenapa harus Elisa! Dia tak tahu apa apa!""Dia keluarganya. Dan jangan lupa, dia adalah penghubung keluarga Wijaya.""Elisa selalu menawarkan yang terbaik. Sementara yang memaksa kalian adalah Nyonya Laksmi. Dan dia sudah mati. Huda di penjara. Apa lagi yang kalian inginkan? Lepaskan Elisa!"Diam sejenak."Apakah kau belum tahu kalau Huda sudah dibebaskan kemarin?""Apa?!""Memangnya kau pikir orang kaya seperti mereka akan membiarkan saja anaknya dipenjara."Hening sejenak. Masing masing dari mereka sepertinya tengah menimbang-nimbang. Aku mengerjap, berusaha menyesuaikan diri dengan kegelapan di dalam sini. Tanganku terikat ke kursi kayu yang ku duduki dengan posisi ke belakang. Pegal sekali rasanya. Sementara dua kakiku juga terikat. Tapi bukan itu yang kupikirkan. Salah satu dari suara tadi kukenal. "Kenapa katanya Huda bebas?""Mana kutahu? Kakaknya tak mau memberi tahu."Dua suara yang kukenal! Bukan hanya satu. Dadaku berdebar ken
ISTRI KEDUA AYAHKU (Ekstra part)PoV HUDASatu tahun kemudianRumah terasa demikian sepi setelah Kak Elisa menikah dan tinggal terpisah. Meski hanya Kak Elisa yang pergi, pengaruhnya ternyata begitu besar. Tak ada lagi yang sibuk membangunkanku dan Amira. Tak ada yang melotot memarahiku jika aku terlambat pulang hingga larut malam. Dan tak ada yang memeluk setiap kali aku murung karena rasa ingin tahu ku pada keluarga kandung yang tak terbendung.Aku kehilangan Kak Elisa, seperti aku kehilangan jejak pada orang tua kandung yang entah dimana. Sekian lama kucoba ikhlas dan melupakan, tetap saja, ada rasa tak nyaman di dalam hati. Seharusnya, aku bukan bagian dari keluarga terhormat ini. Bagaimana jika ternyata, aku adalah anak seorang pelacur? Seorang penjahat? Atau pembunuh?"Setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci Huda. Tak peduli siapa orang tua kandungmu, kau tetap anak Ayah, dan adikku."Kak Elisa telah benar-benar melupakan diriku yang dulu kerap membuat onar. Padahal aku tak pe
ISTRI KEDUA AYAHKU 50 (ENDING)PoV ELISAAdakah hari yang lebih dinantikan setiap wanita selain hari ini? "Kamu cantik banget pakai jilbab El. Auramu makin bersinar."Bunda menangkup wajahku dengan lembut. Aku tersenyum ketika beliau menghela tubuhku ke depan cermin sementara sang make up artist yang baru saja selesai memoles wajahku menunggu dengan wajah sedikit tegang. Dia dulu pernah merias kami sekeluarga saat Huda wisuda dan protes dari Mama yang mau ini dan itu terus bertubi-tubi.Ah, Mama. Rasanya masa itu telah jauh tertinggal. Apapun kesalahanmu dimasa lalu, kami semua telah memaafkanmu dan berdamai dengan takdir. Semoga dirimu tenang setelah mendapat pengampunan dari orang-orang yang pernah kau sakiti.Dan aku tetap saja takjub melihat diriku sendiri. Make up flawless yang membuat wajahku tetap tampak seperti diriku. Dengan kebaya putih panjang hingga menyentuh lantai dan jilbab putih terbuat dari sutera, aku tak bisa memungkiri bahwa benar kata orang-orang bahwa aku cantik
ISTRI KEDUA AYAHKU 49PoV HUDAAku melangkah dengan cepat keluar dari kamar super VIP, dimana mereka semua berkumpul. Sungguh, mendengar penjelasan Eyang tadi, meski gemetar dan tak menyangka, sebagai sisi hatiku tak menyangkalnya. Sejak dulu aku merasa begitu berbeda. Mungkin secara fisik, aku mirip mereka. Tapi banyak orang berkata, sedikitpun aku tak punya aura bangsawan. Tapi, bagaimana aku bisa mirip Ayah dan Akak Elisa? Tapi ah, Bukankah seorang anak angkat saja bisa menjadi mirip orang tua angkat yang mengasuhnya penuh cinta. Apa lagi aku, yang lebih banyak menghabiskan masa kecil di rumah Bunda.Di salah satu sudut halaman parkir, aku berhenti. Kakiku yang lelah membuatku tak mampu lagi melangkah. Aku duduk di salah satu bangku semen yang teduh oleh pohon akasia. Bangku ini tampaknya memang sengaja dibuat sebagai tempat istirahat.Selama ini, aku menghabiskan begitu banyak uang, menciptakan begitu banyak masalah di keluarga ini. Padahal aku sama sekali bukan bagian dari merek
ISTRI KEDUA AYAHKU 48Elisa, begitu banyak dosa yang telah Eyang lakukan pada keluarga ini. Eyang takut, jika Eyang mati sebelum memberi tahumu semua yang sebenarnya terjadi. Satu dosa besar, yang kerap membuat Eyang gemetar setiap malam. Elisa, apakah benar Dia maha pengampun?Aku tercenung sambil memegang kertas berisi tulisan tangan Eyang yang rapi. Dalam sebuah buku novel cetakan lama, di samping kacamata bacanya, kertas ini kutemukan. Eyang sendiri telah berada di rumah sakit, koma tanpa diagnosa. Sungguh aneh. Dirinya seakan hanya tertidur. Tidur yang sangat lama karena hingga seminggu kemudian, Eyang tak juga bangun. Dokter yang heran karena tak menemukan penyebabnya, hanya memintaku menunggu.Apa yang sebenarnya Eyang sembunyikan? Apa yang membuat jiwamu berkelana hingga tak juga kembali? Aku bersandar di bangku ruang tunggu dengan perasaan lelah. Rumah sakit seakan menjadi tempat yang begitu akrab denganku. Orang-orang yang kucintai masuk dan keluar, silih berganti."Tita su
ISTRI KEDUA AYAHKU 47Aku menatap Bunda dengan raut terkejut yang tak dapat kusembunyikan. Sakha bergerak cepat. Kemarin, ketika, lagi lagi aku luruh dalam genggaman tangannya, dia memang berkata akan segera melamarku apapun yang terjadi. Dia tak peduli jika harus ditolak atau bahkan dihina. Dia akan berjuang keras dengan satu keyakinan, bahwa cintaku cukup baginya mampu melakukan itu semua."Lalu, Ayah dan Bunda? Emm… maksudku, Ayah menerimanya?""Oh, apa kau ingin Ayahmu menolaknya saja?"Suara Bunda jelas menggoda. Aku tersipu. Bagaimana mungkin aku ingin Ayah menolak, jika hatiku begitu ingin bersamanya. Tiba-tiba saja, kemungkinan bahwa Eyang tidak menyukainya, atau Tita yang cemburu tak lagi kupikirkan. Jatuh cinta membuatku menjadi sedikit egois."Kau tahu apa yang dikatakan calon mertuamu?"Bunda bahkan langsung menyebut Ibunya dengan calon mertua."Sakha mencintai Elisa dengan tulus. Demi Allah, dendam itu telah lama hilang melihat anak gadis kalian yang begitu tulus dan baik
ISTRI KEDUA AYAHKU 46"Tumor otak stadium dua."Satu kalimat itu nyatanya mampu membuat suasana dalam ruangan Dokter Annisa mencekam. Dapat ku rasakan jemari Tante Dayana mencengkram lenganku dengan kencang. Aku memegang lengannya, menepuknya perlahan agar dia bisa sedikit lebih tenang."Beruntung kita segera menemukannya. Peluang keberhasilan operasi pada jenis Tumor ini sangat besar. Ibu tidak perlu terlalu cemas." Ujar dokter Annisa sambil menatapku dan Tante Dayana bergantian."Saya minta rujukan tindakan apa yang terbaik untuk Tita dan rumah sakit mana yang paling banyak tingkat keberhasilannya dokter."Dokter Annisa mengangguk."Saya merekomendasikan Saint Mary Mayo Clinic. Rochester, Amerika Serikat."Aku menatap Tante Dayana, meminta persetujuannya. Sepertinya dia sendiri kebingungan. "Bagaimana baiknya menurutmu El." Ujarnya pasrah.Aku kembali menatap dokter Annisa."Tolong siapkan rujukannya dokter. Saya akan membawa Tita kesana."***"El… Tante takut. Takut sekali."Aku m
ISTRI KEDUA AYAHKU 45Tentu saja, saat yang paling menguras emosi adalah saat Eyang masuk ke dalam kamar dan berlutut memohon maaf dari Tante Dayana dan Tita. Tita yang nekad mencabut jarum infus dengan paksa, tak peduli setitik darahnya muncrat. Dia terhuyung huyung dan nyaris jatuh seandainya Tante Dayana tidak segera memeluknya. Aku urung keluar meski pintu telah terbuka. Karena itu jugalah, Eyang yang ternyata telah berdiri di depan pintu melihat semua kejadian itu."Anakku, cucuku…"Eyang, yang selama dua puluh lima tahun aku mengenalnya adalah wanita paling angkuh di dunia, yang di dadanya, hanya ada harta dan kehormatan keluarga yang patut dijaga, tiba tiba saja berlutut di hadapan anak dan cucunya."Ini semua salah Eyang. Katakan apa yang harus Eyang lakukan untuk menebus dosa pada kalian."Dalam pelukan Tante Dayana, Tita gemetar. Dapat kulihat bagaimana Tante Dayana mulai luluh oleh ketulusan hati Eyang. Tapi Tita, gejolak darah mudanya melarang dia memaafkan begitu saja."
ISTRI KEDUA AYAHKU 44PoV TITAAku menggeraikan rambut ke depan menutupi wajah. Untung saja, aku belum memakai baju tahanan. Kalau tidak, tentu gerakku akan sulit. Berjalan kaki kembali ke rumah, aku tak punya pilihan lain. Aku hanya ingin memastikan Ibu baik-baik saja sebelum meninggalkannya. Air mataku menetes. Masih dapat kuingat bagaimana kemiskinan kami kerap menjadi hinaan tetangga. Bukan, bukan karena Bapak tak berusaha. Beliau bahkan berusaha terlalu keras hingga akhirnya sungai merengggut nyawanya ketika aku masih kecil. Ibuku yang cacat, memutuskan untuk sendirian merawatku. meski dia adalah Ibu terbaik didunia, fisik tetaplah yang utama.Ibu, maafkan aku, aku hampir saja berhasil membalas dendam untukmu. Tapi aku terlalu gegabah. Aku… aku bahkan nyaris menjadi pembunuh. Mengingat hal itu, hatiku gentar. Aku tak boleh masuk penjara, bagaimana dengan Ibu? Tapi semua sudah terlanjur. Satu satunya yang bisa kulakukan adalah pergi dari sini.Perutku perih karena lapar. Sudah s
ISTRI KEDUA AYAHKU 43Di luar, malam telah semakin pekat oleh mendung yang menggelayut. Sesekali, suara gemuruh petir terdengar dan cahaya kilat membelah langit. Seakan tak cukup gerimis dalam hati ini, langit telah pula siap menumpahkan tangis."Tante…" Aku memegang lengannya, menatap matanya yang penuh luka itu. Membayangkan diriku berada di posisinya saja sudah sangat menyedihkan, apalagi dia yang selama empat puluh delapan tahun mengalami, menyaksikan putri satu satunya hidup dalam derita.Tante Dayana balas menatapku."Aku tahu kau anak yang baik, El. Sayang, kau harus lahir dari keluarga ini." Desis nya."Aku mohon jangan pergi. Semua harus terang benderang. Ini rumah Tante. Biarkan Eyang tahu.""Tidak." Tante Dayana masih bersikukuh. Dia bahkan telah mulai membuka pintu rumah."Aku telah bersumpah untuk tidak akan kembali. Rasa sakit dalam dadaku ini tak akan pernah ada obatnya. Yang kuinginkan hanya satu, kembalikan Tita.""Aku akan mengusahakannya Tante. Tapi tolong, tinggal