Namun langkah gadis itu terhenti saat merasakan ada lengan kekar yang melingkar pada perutnya.Zahra memejamkan mata sembari menahan degup jantung yang mulai berdetak lebih kencang.“Tolong, lepaskan aku!” pinta Zahra dengan lembut. Berada dalam dekapan sang suami, mampu sedikit memudarkan amarah dalam dada. Rasa hangat menjalar hingga terasa ke seluruh aliran darah.“Tidak. Aku ingin kau tahu tentang perasaanku. Aku mencintaimu dengan sepenuh hati.”Zahra berusaha melepaskan diri dari dekapan sang suami. Lalu membalikkan badan hingga berhadapan dengan Elang. Zahra mencoba mencari kejujuran pada mata suaminya. Tapi otaknya yang masih dipenuhi oleh emosi tak mampu melihat kejujuran di sana.“Kau pikir aku masih mempercayai bualanmu? Kau sama saja dengan papahmu yang pandai menutupi isi hatimu yang sebenarnya!” Zahra mengetuk dada Elang dengan jarinya.“Kau boleh tak percaya padaku. Itu hakmu. Tapi cinta ini tumbuh dari hati. Dan organ tubuh yang tak bisa berbohong adalah hati. Mungkin
BAB 1O1 ZAHRA PERGI DARI RUMAHElang terus mengejar wanita yang sangat dicintai. Dia akan terus berjuang demi cinta yang begitu mendalam. Walau kemungkinan sang istri tak lagi percaya kepada setiap ucapan yang keluar dari mulutnya. Elang akan terus berusaha dan tak mengenal putus asa.Pria tampan itu mempercepat langkahnya ketika melihat sebuah mobil berhenti di hadapan istrinya. Sebelum Zahra masuk ke dalam mobil, Elang harus bisa menggagalkan kepergian wanita cantik itu.“Zahra tunggu!” seru Elang sembari berlari kencang.Zahra mengurungkan niatnya untuk membuka mobil taxi on line yang sudah dipesan.“Ada apa lagi? Aku sudah bilang jangan menggangguku! Biarkan aku pergi!” ucapannya begitu tegas. Namun terasa ada yang berdenyut dari dalam dada. Gadis itu mengakui jika dalam hati kecil tak ingin pergi meninggalkan pria yang sudah menemaninya di saat fase tersulit dalam hidupnya.Namun jika teringat apa yang sudah dilakukan oleh papahnya, hati wanita berhijab itu kembali meradang. Wala
“Turunlah!” jawab Elang singkat.“Dasar menyebalkan!” Zahra menggerutu dengan kesal.“Pak! Tolong turunkan koper saya! Saya mau ganti taxi lain. Gak usah khawatir, nanti saya bayar full!” ucap Zahra dengan penuh penekanan. Dia sengaja melakukan untuk menyindir suaminya.“Gak usah! Aku gak mau kamu yang bayar. Uangku masih lebih banyak darimu!” jawab Elang sengaja membuat istrinya kesal.“Dasar pria sombong!”Zahra segera turun dari mobil dan membuka aplikasi untuk mencari taxi on line kembali.Tak perlu menunggu lama sebuah mobil berwarna putih datang. Tanpa membuang waktu Zahra masuk ke dalamnya.“Ikuti mobil itu, Pak!” perintah Elang kepada sopir taxi.“Baik, Pak!”Mobil segera meluncur membelah jalanan.***Mobil yang ditumpangi oleh Zahra tiba dikediamannya. Gadis itu turun dengan tergesa menuju rumahnya.Pada saat hendak memencet bel, Zahra dikejutkan oleh suara pria yang membuatnya kesal.“Syukurlah kau sudah sampai rumah dengan selamat!”Gadis itu meradang dan membalikkan badan
BAB 1O3 MENCARI SOLUSI“Ayo, masuk dulu, Bas!” Mustafa mempersilahkan besannya untuk masuk ke dalam rumah.“Tidak usah. Kita bicara di sini saja!”“Baiklah! Duduk!” Mustafa mempersilakan besannya untuk duduk di kursi kayu yang berada di teras.“Bisa kau jelaskan kenapa putriku pulang dengan membawa barang-barangnya sembari menangis?” Mustafa tak berbasa-basi. Dia langsung menembak pada pokok permasalahan.“Begini, Mus. Kau masih ingat’kan perjanjian awal pernikahan antara Elang dan putrimu?”“Iya. Aku ingat. Apa sudah waktunya mereka berpisah? Bukankah ini baru dua bulan. Itu artinya masih ada waktu satu bulan lagi? Benar’kan?” Mustafa bertanya dengan penuh selidik. Sebagai seorang ayah dia sangat menghawatirkan keadaan putrinya.Awalnya memang tak ada rasa cinta. Namun tinggal bersama dalam satu atap bisa saja merubah perasaan menjadi cinta.“Bukan karena itu. Tadi pada saat aku dengan Elang bercerita tentang awal proses perjanjianku dengan putrimu, tak kusangka dia mendengar semuany
“Mustafa. Kau orang yang sangat bijak. Tentunya keputusanmu pasti untuk kebaikan bersama. Kami menanti keputusanmu dan berjanji untuk menerima dengan lapang dada apapun itu!”“Ini sudah bukan lagi keputusanku lagi, Bas! Keputusan ini ada pada tangan Elang sebagai suami dari putriku! Bagaimana menurutmu, Elang?!” tanya Mustafa kepada menantunya. Matanya menatap tajam ke arah menantunya untuk menanti jawaban.“Saya ... Saya ....” Elang tak meneruskan ucapannya. Tiba-tiba saja degup jantungnya berdetak kencang. Keringat dingin membanjiri wajahnya. Dia merasa sedang menjadi terdakwa yang menanti hakim mengetuk palu.Elang merasa malu karena sudah tidak bisa menjadi suami yang baik dan tak bisa menjaga istrinya.“Katakan saja apa yang ada dalam hatimu, Nak,” ucap Baskoro sembari menepuk-nepuk punggung putranya untuk menguatkan. Baskoro sangat mengerti kalau putranya sedang kehilangan rasa percaya diri.“Katakan saja, Elang. Jangan ragu. Keputusan yang akan diambil, sesuai dengan apa keingi
BAB 1O5 CURAHAN HATI ZAHRAMustafa menatap wajah sang putri dengan tersenyum. Dia tahu betul bagaimana dengan sifatnya. Putri kesayangannya itu takkan berhenti mencecar dengan pertanyaan kalau apa yang diinginkannya belum terpenuhi.Mustafa mendekati putrinya dan mengambil tempat duduk di hadapan. Pria paruh baya itu mengamati wajah sang bidadari yang terlihat mendung. Ada yang perih dalam dada ketika melihat putrinya yang terbiasa ceria kini berwajah sembab.Sekuat apapun hati seorang wanita pastilah akan hancur jika mengalami hal ini.“Sayang. Malaikat kecil Ayah kini sudah dewasa. Kau pasti tahu jika ayah bukan tak adil kepadamu.” Mustafa membelai kepala sang putri.“Lalu kenapa Ayah tak mau mendengarkanku? Apa Ayah tak peduli denganku dan lebih percaya kepada mereka?”“Bukan begitu, Nak. Saat ini kau sedang emosi. Percuma saja kalau kita berbicara. Kau pasti akan merasa benar sendiri dan tak bisa melihat sedikit saja celah kebenaran pada diri suami dan ayah mertuamu!”Zahra menari
Zahra terlihat gugup. “Tolong jangan memojokkan Aku, ayah. Pokoknya aku hanya ingin segera bercerai dengan Elang, titik. Aku ingin segera terbebas dari mereka!” jawab Zahra dengan tegas.Walau jawaban itu terdengar tegas, tapi tidak bagi Mustafa. Dia paham betul bagaimana putrinya jika menyembunyikan sesuatu. Mustafa yakin apa yang dikatakan oleh putrinya tak sesuai dengan hatinya.“Oke. Ayah hormati keputusan kamu. Lalu, bagaimana dengan perasaanmu terhadap suamimu? Apa kau sudah siap untuk kehilangan dia?” Mustafa benar-benar ingin mengorek isi hati putrinya hingga ke akarnya.“Kenapa ayah bertanya seperti itu?” jawab Zahra dengan gugup. Wajahnya bersemu merah.Walau berusaha menyembunyikan wajahnya yang terlihat gugup, tapi Mustafa mampu menangkap sedikit titik terang tentang perasaan putrinya. Namun dia berusaha menyembunyikannya dengan rapi.“Ayah hanya tidak ingin kau akan menyesal jika ternyata ada benih cinta yang tanpa kau sadari tumbuh dan bersembunyi dalam dadamu. Jangan ce
“Hallo! Apa ada kabar baik, Mus?” tanya Baskoro tanpa berbasa-basi. Dia sangat menunggu kabar tentang menantunya.“Zahra masih agak kesal dan sulit untuk diajak berbicara. Keputusannya masih tetap sama! Tapi aku menangkap sinyal baik dari putriku!”“Apa itu?”“Sepertinya putriku mulai tertarik kepada putramu. Hanya saja dia tak berani mengakuinya.”“Benarkah?” Baskoro tersenyum sembari menatap putranya penuh arti.“Sepertinya begitu. Namun biarkan mereka berpikir dengan tenang. Terutama Zahra. Jadi katakan saja kepada Elang, suruh dia bersabar dan terus berusaha untuk menarik simpati dari putriku.”“Kau dengar sendiri’kan, Nak?” tanya Baskoro kepada Elang.“Apa kau masih bersama Elang?” tanya Mustafa kembali.“Iya. Aku bahkan masih di depan rumahmu. Putraku tidak mau pulang. Dia ingin menunggu istrinya walau tak tahu sampai kapan.”“Astaga! Bisa aku bicara dengan menantuku?”Mustafa memijit keningnya. Dia tak menyangka kalau menantunya ternyata pria yang setia.“Bisa!” Baskoro memberik
“Lia?! Apa kabar?”“Alhamdulillah baik, Mbak!”Keduanya berpelukan dengan erat. Terpancar sinar kebahagiaan dari wajah wanita berhijab itu.“Silakan duduk.” Zahra menarik bangku untuk tamu specialnya.“Terimakasih, Mbak.”“Iya. Sama-sama.”Kemudian Zahra mengambil tempat duduk di seberang. Kini keduanya saling berhadapan.“Oh, ya. Kamu mau pesan apa?” Zahra memberikan buku menu kepada Lia.“Avocado juice sama manggo and banana smoothies.” Jawab Lia sembari mendorong perlahan buku menu tanpa membacanya.“Oke. Untuk makan siangnya kamu mau pesan apa?”“Itu saja sudah cukup, Mbak. Bagiku itu sudah menjadi menu untuk makan siangku.”“Apa kau tidak makan nasi?’ Zahra bertanya penuh selidik sembari menatap tubuh Lia dari ujung kepala hingga ujung kaki. Body yang sangat sempurna dan ideal. Wajahnya juga terlihat bersih dan cerah.“Aku lagi mengurangi karbo, Mbak. Sudah lama tidak makan nasi. Semenjak Mas Budi ketahuan ada benjolan di kepala dan juga riwayat diabetes dan hipertensi dari almar
Elang terperanjat. Pria itu tak mengira jika akan mendapat pertanyaan yang begitu menohok. Sesaat hanya bisa terdiam. Mengenang masa itu hanya akan membuat luka lama yang sudah terkubur, kembali terbuka.“Kenapa diam?!” pertanyaan sang istri membuyarkan lamunan.“Tidak ada apa-apa di antara kami. Yang aku tahu dia itu adiknya Budi. Betul’kan?” Elang berkilah. Dia berusaha untuk menghindar dari pertanyaan.“Itu benar. Yang aku tanyakan hubungan di antara kalian!” Zahra mempertegas pertanyannya.Elang menarik napas dalam. Dadanya terasa sesak seolah tak ada oksigen yang masuk ke dalam organ pernafasannya.“Sudahlah. Aku mau mandi dulu!” Elang menepuk pipi sang istri dengan lembut dan senyum yang sedikit dipaksakan.“Elang! Jangan menghindar! Jujurlah dan jawab pertanyaanku!” Zahra mencekal pergelangan tangan suaminya dengan sedikit meninggikan ucapan.“Aku sudah menjawabnya! Apa lagi yang harus dijawab!” Elang mengibaskan tangannya dengan kasar hingga terlepas dari genggaman tangan sang
Gadis berparas ayu nan anggun itu menghentikan langkah saat mendengar seseorang yang memanggil namanya. Kini tatapan matanya tertuju ke arah suara yang memanggilnya. Sejenak mengamati wajah Zahra yang kini semakin pucat dan tirus. “Mbak Zahra?!”“Iya. Kau masih mengenaliku, Lia?” tanya Zahra dengan wajah berbinar.“Tentu saja. Apa kabar, Mbak?”“Kabar baik. Kamu sendiri bagaimana?”“Alhamdulillah, aku baik-baik saja. Mmm ... sepertinya Mbak terlihat lebih langsing. Dan membuatku hampir saja tak mengenali Mbak.” Gadis cantik itu ternyata bukan hanya cantik pada parasnya saja. Melainkan juga mempunyai sopan santun dan etika yang baik. Walau dari melihat fisiknya saja dia tahu jika wanita di hadapannya sedang tidak baik-baik saja. Namun ucapannya tidak menyinggung perasaan.“Bilang saja kurus kering, karena tubuhku ini sedang digerogoti oleh penyakit yang berbahaya,” jawab Zahra dengan tersenyum kecut. Ada rasa nyeri yang berarang di dada.Zahra tahu jika Lia tak ingin menyakiti perasaan
“Seharusnya aku yang bertanya seperti itu kepadamu, Elang! Aku yang sekarang bukan lagi istri yang bisa kau banggakan. Aku kini penyakitan dan tidak cantik lagi. Bahkan nanti setelah kemoterapy, rambutku akan mengalami kerontokan. Aku takkan cantik lagi. Dan aku yakin kau akan jijik denganku dan pasti meninggalkanku. Setidaknya jika kau menikah sekarang, aku takkan lebih sakit hati jika masa itu datang. Aku tak mau kau meninggalkanku di saat aku terpuruk.” Zahra menangis terisak. Dia tak sanggup lagi membayangkan jika lelaki yang dicinta akan pergi meninggalkannya.Elang mendekap sang istri dan mengecup puncak kepalanya.“Sayang, aku berjanji kepadamu kalau aku takkan pernah meninggalkanmu dalam keadaan apapun. Hanya maut yang dapat memisahkan kita. Aku mohon percayalah padaku, Sayang.”Zahra semakin terisak. Dalam pelukan lelakinya dia menumpahkan segala kesedihan dan rasa takut. “Aku takut kalau aku akan meninggal, Lang!”“Istighfar. Semua makhluk bernyawa pasti akan pergi meninggal
Zahra dan suami selesai menunaikan ibadah sholat tahajud. Keduanya memanjatkan do’a kepada sang pencipta.Elang berdo’a untuk kesembuhan sang istri tercinta. Hanya itu harapan terbesar satu-satunya untuk saat ini. Tak ada keinginan lain selain kesembuhan sang bidadari.Zahra pun sama khusyuknya dalam berdo’a. Do’a yang dipanjatkan tak hanya untuk dirinya sendiri. Tak lupa pula dia memohon kepada sang pencipta untuk kebahagiaan suaminya. Terutama dengan syarat yang akan diajukan olehnya untuk sang suami.Zahra sudah memikirkan matang tentang rencananya. Setelah melalui pemikiran panjang, keputusan terberat harus di ambil demi sang suami. Semoga saja ini yang terbaik untuk semuanya.“Sayang. Apa kau sudah selesai berdo’a?” pertanyaan Elang membuat Zahra terkejut.“Sudah,” jawab Zahra dengan gugup sembari mengecup punggung tangan suaminya.“Apa kau akan membicarakan syarat yang kau ajukan sekarang atau nanti?’ Elang menembak langsung dengan pertanyaan. Dia memang tak bisa berbasa-basi da
Elang berdo’a dengan begitu khusyuk. Dia sangat berharap jika Tuhan mengabulkan do’a untuk kesembuhan istrinya. Di setiap rintihan do’a tiada henti menyebut nama istri tercinta.Dalam jarak yang tak terlalu jauh, sayup terdengar suara seorang pria yang cukup familiar di telinga Elang. Do’a yang dipanjatkan begitu tulus dan menggugah jiwa.Elang menajamkan telinga untuk mendengar do’a yang membuatnya larut dalam kesedihan. Do’a seorang ayah yang berharap untuk kesembuhan putrinya.“Ya. Alloh. Hamba mohon berikanlah kesembuhan untuk putri hamba. Dia adalah separuh dari nyawa yang ada dalam raga ini. Hamba tak sanggup melihat putri hamba menderita. Jika Engkau berkenan, Hamba bersedia menukar nyawa hamba demi kesembuhannya. Hamba ikhlas Ya Alloh. Hamba ikhlas.” Suara pria itu bergetar dalam isak tangis. Dia pun bersujud dan menumpahkan kesedihan di atas sajadah yang membentang.Elang terkejut mendengar do’a dari insan yang penuh harap. Dia menyadari jika suara itu milik ayah mertuanya. K
Zahra sudah menjalani serangkaian tes sebelum operasi. Dia berusaha untuk tegar dan tak terlihat sedih di mata suaminya. Namun pandangan kosong tak mampu menyembunyikan rasa sedih yang tergambar jelas pada mata sayunya.Gadis cantik itu bersandar pada dinding pembatas balkon yang berada di depan kamarnya. Udara pagi yang begitu bersih mampu menyegarkan pikiran.Biasanya di pagi hari, dia selalu berolahraga bersama suami. Namun semenjak mengetahui ada kista dalam tubuhnya, membuat semangatnya untuk beraktifitas menurun. Bahkan semangat hidupnya ikut menurun hingga sangat mempengaruhi kualitas sexualitasnya.Untuk sementara, Zahra mengambil cuti dari pekerjaan. Dia akan fokus untuk pengobatan penyakitnya.“Sayang, kamu sedang apa?” Elang memeluk pinggang mungil sang istri dari arah belakang. Pria itu tetap romantis walaupun tubuh istrinya tak seindah dulu.“Elang. Aku hanya ingin menghirup udara pagi dan berjemur di sini. Kamu tidak olah raga?” Zahra membalikkan badan. Kini keduanya sal
Zahra mendatangi dr. Arumi untuk memeriksakan diri. Tentunya ditemani oleh suami yang sangat setia.“Bagaimana, Dok? Apa saya hamil?” tanya Zahra saat baru saja selesai diperiksa oleh dr. Arumi.“Tidak. Anda tidak hamil.”“Lalu, kenapa Saya tidak menstruasi?”“Sudah berapa lama Anda tidak menstruasi?” tanya dr. Arumi.“Tiga bulan, Dok.” Jawab Zahra dengan singkat.Dr. Arumi menarik napas panjang sepertinya ada sesuatu yang menyesakkan dada.“Seharusnya Anda bisa datang ke sini lebih awal. Minimal setelah tahu bahwa Anda terlambat datang bulan di bulan pertama.”“Memangnya kenapa, Dok?” Zahra bertanya dengan cemas. Walau dia sudah bisa menebak ke mana arah pembicaraan dokter pribadinya.“Begini, dr. Zahra. Saya harus menyampaikan hal ini walau kurang mengenakkan.”“Bagaimana, dok? Tolong katakan dengan jelas!” Zahra terlihat mulai gelisah. Dia menatap ke arah suaminya.Elang hanya bisa tersenyum dan menggenggam erat jemari sang istri. Pria itu berusaha menguatkan istrinya. Walau sesun
“Bagaimana dengan kondisi rahim saya, Dok? Apa kecelakaan yang menimpa saya beberapa waktu lalu berpengaruh terhadap rahim saya?” dan apa Saya bisa hamil lagi dengan segera?” tanya Zahra kepada dr. Arumi setelah selesai menjalani pemeriksaan.“Sabar, Sayang. Nanya’nya satu-satu.” Elang berkata lirih kepada sang istri.“Iya. Maaf.”“Silakan duduk.’” Dr. Arumi mempersilakan Zahra dan suaminya duduk.“Begini, dr. Zahra. secara keseluruhan kondisi rahim Anda cukup baik. Namun karena Anda baru saja melahirkan secara operasi, ada baiknya Anda menunda hingga tiga atau empat tahun ke depan. Saya rasa sebagai dokter, Anda tahu resikonya.”“Iya. Sebenarnya saya tahu, Dok. Hanya saja, saya ingin sekali segera punya anak lagi.”“Saran saya, lebih baik dokter menikmati masa-masa indah dulu bersama suami. Dan jangan terlalu memikirkan hal ini, hingga bisa membuat anda tertekan. Saya tahu kehilangan seorang anak tidaklah mudah. Namun Anda harus bisa segera bangkit dan membuang semua beban yang ada d