“Cukup, Elang! Jangan menyakiti dirimu sendiri! Kau seorang lelaki. Jangan menjadi lemah hanya gara-gara seorang wanita!” Zahra memegangi tangan suaminya yang terus meronta. Zahra terus saja berusaha semampunya untuk menenangkan suaminya.Hingga pada saat Zahra tak kuat lagi menahan tangan suaminya yang begitu kuat, tiba-tiba saja Elang memeluknya begitu erat.Zahra yang tak mengira akan hal itu tidak siap dan hampir saja terjatuh jika tak bisa menguasai diri.“Zahra. Aku memang lemah jika berhubungan dengan hati. Tolong jangan pernah meninggalkan aku.” Elang semakin erat memeluk istrinya. Tentu saja hal itu membuat debaran jantung wanita berkulit putih itu semakin kencang. Namun gadis itu berusaha menguasai hatinya.“Mmm, sebaiknya kita segera pergi dari sini. Tempat ini sangat sepi. Takutnya tidak aman. Apa lagi ini sudah hampir jam dua malam,” ujar Zahra. Dia sangat takut berada di tempat yang tentunya sangat rawan dengan kejahatan.“Baiklah!”Zahra berusaha membantu suaminya untu
“Sayang. Apa kau baik-baik saja? Mamah tidak percaya kalau Jessica tega menghianatimu. Kau pasti sangat terluka, Sayang!” Widya meneteskan air mata. Dia sangat sedih melihat putra tercintanya dihianati oleh wanita yang sangat dicintai.Elang menarik napas panjang. Dia berusaha untuk menguatkan diri. Bahkan satu tangannya tetap mengandeng sang istri tercinta sebagai penguat dan penyemangat.“Mah! Aku baik-baik saja dan tak terpengaruh oleh penghianatan Jessica!” jawab Elang dengan suara bergetar. Walau berusaha sekuat apapun, tetap saja ada rasa nyeri yang menusuk hatinya.Baskoro juga hanya bisa menarik napas dalam. Dia tahu putranya pasti sangat bersedih. Namun berusaha tak menunjukkan kesedihan kepada mamahnya.Baskoro menatap ke arah menantu tersayangnya sembari berucap dalam hati. “Semua pasti berkat bantuan dari Zahra. Ternyata, Aku tak salah pilih menantu. Dia bisa menjadi apa saja saat Elang membutuhkannya.”“Widya. Kau tak perlu khawatir. Saat ini kau masih punya menantu yang
“Dasar penjahat! Beraninya kau menghianati anakku! Awas kau!” Widya sangat marah saat melihat Jessica berani datang ke rumahnya. Dia hendak menyerang gadis itu. Untung saja Baskoro menahan dengan memeluk istrinya.“Tenang, Mah! Jangan mengotori tanganmu hanya demi wanita murahan itu!” seru Baskoro dengan kesal.“Murahan? Kau salah Papah Mertua! Anak kesayanganmu membayar tubuhku dengan mahal. Kau tanya saja padanya!” ucap Jessica sambil menaikkan dagunya.“Diam kamu wanita sialan!” seru Elang dengan kesal.“Wanita sialan, penjahat, tak tahu malu dan apalagi? Tak peduli kalian mau ngomong apa tentang aku. Tapi yang jelas, aku ke sini untuk memberi kabar gembira kepada kalian!”‘Cuih! Kabar darimu sudah pasti membuatku jijik! Sekarang pergilah dari rumahku!” Elang menunjuk ke arah pintu gerbang.“Tunggu dulu. Aku sekarang sedang mengandung cucu kalian dan juga anakmu, Elang!” Jessica membusungkan dada sembari tersenyum sinis dan menatap orang-orang di hadapannya secara bergantian.“Apah
Tiba-tiba saja, Elang mencekik leher Jessica dengan sangat kencang, hingga gadis itu sulit berbicara.“Kau tahu kalau aku tak pernah menyentuhmu! Sekarang katakan pada istriku bahwa kau hanya berpura-pura hamil!” ucap Elang dengan tegas. Matanya memerah laksana api yang siap melahap musuhnya.“Akku.... aahh ....” Jessica kesakitan dan memegangi tangan Elang.“Cukup Elang! Aku tidak suka kau berbuat kasar. Apalagi kepada seorang wanita!” Zahra mencoba menarik tangan suaminya.Dengan terpaksa Elang melepas tangannya dari leher Jessica.“Bukankah kau tadi berjanji hanya akan membuktikan kehamilannya, bukan untuk menyerangnya!”“Aku hanya ingin si penghianat itu menghentikan sandiwaranya!”“Uhuk ...uhuk ....” Jessica memegangi lehernya. “Tapi aku tidak bersandiwara. Aku benar-benar hamil! Kalau tak percaya kita bisa memeriksanya bersam-sama!”“Apa peduliku! kalaupun kau hamil sudah jelas itu bukan anakku!” jawab Elang dengan lantang.“Berapa uang yang kau minta, akan aku berikan! Setelah
BAB 93.Zahra duduk di tepi ranjang dengan bantal yang diletakkan di atas pangkuan sebagai tumpuan kedua tangan. Pandangannya kosong dan tanpa asa. Gadis itu tengah merenung tentang semua yang terjadi. Tentang pernikahan kekasihnya dan juga perselingkuhan istri suaminya. Semua terjadi dalam waktu yang bersamaan hingga membuat pikirannya kacau.Zahra tahu semua yang terjadi sudah menjadi kehendak Sang Pencipta. Walau sulit untuk memahaminya.Belum lagi dengan pengakuan kehamilan Jessica yang juga membuat dada gadis berhijab itu bagai dihantam batu yang begitu besar. Terasa begitu menyakitkan.Dan yang lebih menyakitkan, suaminya tak mengakui kalau dia adalah ayah biologis dari bayi yang dikandung oleh istri keduanya. Jeals saja hal ini membuat Zahra kesal karena menganggap suaminya pembohong.“Astahgfirulloh hal ‘adzim. Ya Tuhan, kuatkan aku dalam menghadapi semua masalah ini.” Zahra berminajat sembari menangkup wajah dengan kedua tangan.Elang masuk ke dalam kamar dan mendapati sang i
“Sayang, mau ke mana? Aku hanya bercanda, kok!” Elang menyusul istrinya. Dan pada saat Zahra hampir menyentuh gagang pintu, Dia dibuat kesal oleh Elang yang mengunci pintu dan menyimpannya pada saku celana panjangnya.“Elang! Tolong, buka pintunya sekarang!” perintah Zahra dengan ketus. Dia sangat kesal kepada suaminya yang tengah mempermainkan dirinya.“Kamu ambil saja kuncinya di sini!” ucap Elang sembari menunjuk ke arah saku celana panjangnya. Pria itu sengaja ingin menggoda istrinya. Dia menanti reaksi dari bidadari cantiknya.“Elang! Jangan membuatku kesal! Mana mungkin aku mengambilnya di situ!” wajah Zahra merona. Kemudian memalingkan wajah dengan gugup.“Kenapa? Takut nyentuh yang itu, ya. Iih nakal ya pikiran kamu,” Elang mencubit hidung istrinya dengan gemas.“Apa-apa an sih! becandanya keterlaluan. aku gak suka tahu!” jawab Zahra dengan ketus.‘Tapi aku suka. Dan kalau sampai nyentuh dikit juga gak apa-apa. Aku masih perjaka, loh!” goda Elang sembari mencolek dagu istrinya
BAB 95“Elang! Lepaskan aku!” Zahra berusaha untuk melepaskan diri. Namun tak semudah itu. Elang semakin erat memeluknya.“jawab dulu pertanyaanku, baru aku lepaskan!” jawab Elang sembari meletakkan dagu di bahu sang istri.“Pertanyaan yang mana?” tanya Zahra dengan gugup.“Perlu aku ulangi, Istriku?” jawab Elang sembari mengelus pipi lembut istrinya.“Elang. Aku butuh istirahat. Jadi tolong, lepaskan aku dan berikan kuncinya sekarang juga!”“Hmm, jilbab kamu saja harum sekali, apalagi rambut kamu!” Elang tak peduli dengan ucapan sang istri. Dia memejamkan mata dan mengagumi harumnya sang istri.Tentu saja hal itu membuat dada Zahra bergemuruh. Kemudian gadis itu melepaskan diri dengan paksa.“Elang! Aku tidak suka dengan apa yang baru kau lakukan!”‘Kenapa? Kau’kan istriku. Dan boleh dong kalau aku ingin melihat rambut indahmu tergerai. Hmm?” Elang hendak menyentuh pipi sang istri, tapi ditepis olehnya.“Tolong, jangan tambah membuatku kesal!”‘Sayang, apa melihat rambut istri itu ha
Baskoro melihat anak dan menantunya seperti sedang berciuman, hingga membuatnya gugup. Apalagi menantunya tak menggunakan hijab.“Papah?! Ada apa?” Elang melihat ke arah papahnya. Kemudian membetulkan resleting celana yang dipakainya.“Maaf. Papah mengganggu. Nanti saja Papah ke sini lagi!”“Tunggu, Pak! Semua tidak seperti apa yang Pak Baskoro bayangkan!” Zahra terlihat gugup. Wajahnya memucat. Gadis itu mengambil jilbab dan memakainya kembali.“Papah. Ganggu aja. Katanya mau minta cucu. Udah mau dibikinin malah gangguin!” masih saja Elang tak henti menggodanya. Dia sangat senang melihat istrinya kesal. Di matanya semakin terlihat cantik.“Elang! Jelaskan apa yang terjadi!” hardik Zahra. Namun suaminya tetap terlihat santai hingga membuatnya semakin kesal.“Kalau begitu, papah minta maaf. Nanti Papah kembali lagi. Permisi!” Baskoro tersipu malu. Namun terselip rasa bahagia dalam dadanya. Dia tak menyangka hubungan keduanya mengalami kemajuan dengan cepat. Semua ujian yang menimpa mer
“Lia?! Apa kabar?”“Alhamdulillah baik, Mbak!”Keduanya berpelukan dengan erat. Terpancar sinar kebahagiaan dari wajah wanita berhijab itu.“Silakan duduk.” Zahra menarik bangku untuk tamu specialnya.“Terimakasih, Mbak.”“Iya. Sama-sama.”Kemudian Zahra mengambil tempat duduk di seberang. Kini keduanya saling berhadapan.“Oh, ya. Kamu mau pesan apa?” Zahra memberikan buku menu kepada Lia.“Avocado juice sama manggo and banana smoothies.” Jawab Lia sembari mendorong perlahan buku menu tanpa membacanya.“Oke. Untuk makan siangnya kamu mau pesan apa?”“Itu saja sudah cukup, Mbak. Bagiku itu sudah menjadi menu untuk makan siangku.”“Apa kau tidak makan nasi?’ Zahra bertanya penuh selidik sembari menatap tubuh Lia dari ujung kepala hingga ujung kaki. Body yang sangat sempurna dan ideal. Wajahnya juga terlihat bersih dan cerah.“Aku lagi mengurangi karbo, Mbak. Sudah lama tidak makan nasi. Semenjak Mas Budi ketahuan ada benjolan di kepala dan juga riwayat diabetes dan hipertensi dari almar
Elang terperanjat. Pria itu tak mengira jika akan mendapat pertanyaan yang begitu menohok. Sesaat hanya bisa terdiam. Mengenang masa itu hanya akan membuat luka lama yang sudah terkubur, kembali terbuka.“Kenapa diam?!” pertanyaan sang istri membuyarkan lamunan.“Tidak ada apa-apa di antara kami. Yang aku tahu dia itu adiknya Budi. Betul’kan?” Elang berkilah. Dia berusaha untuk menghindar dari pertanyaan.“Itu benar. Yang aku tanyakan hubungan di antara kalian!” Zahra mempertegas pertanyannya.Elang menarik napas dalam. Dadanya terasa sesak seolah tak ada oksigen yang masuk ke dalam organ pernafasannya.“Sudahlah. Aku mau mandi dulu!” Elang menepuk pipi sang istri dengan lembut dan senyum yang sedikit dipaksakan.“Elang! Jangan menghindar! Jujurlah dan jawab pertanyaanku!” Zahra mencekal pergelangan tangan suaminya dengan sedikit meninggikan ucapan.“Aku sudah menjawabnya! Apa lagi yang harus dijawab!” Elang mengibaskan tangannya dengan kasar hingga terlepas dari genggaman tangan sang
Gadis berparas ayu nan anggun itu menghentikan langkah saat mendengar seseorang yang memanggil namanya. Kini tatapan matanya tertuju ke arah suara yang memanggilnya. Sejenak mengamati wajah Zahra yang kini semakin pucat dan tirus. “Mbak Zahra?!”“Iya. Kau masih mengenaliku, Lia?” tanya Zahra dengan wajah berbinar.“Tentu saja. Apa kabar, Mbak?”“Kabar baik. Kamu sendiri bagaimana?”“Alhamdulillah, aku baik-baik saja. Mmm ... sepertinya Mbak terlihat lebih langsing. Dan membuatku hampir saja tak mengenali Mbak.” Gadis cantik itu ternyata bukan hanya cantik pada parasnya saja. Melainkan juga mempunyai sopan santun dan etika yang baik. Walau dari melihat fisiknya saja dia tahu jika wanita di hadapannya sedang tidak baik-baik saja. Namun ucapannya tidak menyinggung perasaan.“Bilang saja kurus kering, karena tubuhku ini sedang digerogoti oleh penyakit yang berbahaya,” jawab Zahra dengan tersenyum kecut. Ada rasa nyeri yang berarang di dada.Zahra tahu jika Lia tak ingin menyakiti perasaan
“Seharusnya aku yang bertanya seperti itu kepadamu, Elang! Aku yang sekarang bukan lagi istri yang bisa kau banggakan. Aku kini penyakitan dan tidak cantik lagi. Bahkan nanti setelah kemoterapy, rambutku akan mengalami kerontokan. Aku takkan cantik lagi. Dan aku yakin kau akan jijik denganku dan pasti meninggalkanku. Setidaknya jika kau menikah sekarang, aku takkan lebih sakit hati jika masa itu datang. Aku tak mau kau meninggalkanku di saat aku terpuruk.” Zahra menangis terisak. Dia tak sanggup lagi membayangkan jika lelaki yang dicinta akan pergi meninggalkannya.Elang mendekap sang istri dan mengecup puncak kepalanya.“Sayang, aku berjanji kepadamu kalau aku takkan pernah meninggalkanmu dalam keadaan apapun. Hanya maut yang dapat memisahkan kita. Aku mohon percayalah padaku, Sayang.”Zahra semakin terisak. Dalam pelukan lelakinya dia menumpahkan segala kesedihan dan rasa takut. “Aku takut kalau aku akan meninggal, Lang!”“Istighfar. Semua makhluk bernyawa pasti akan pergi meninggal
Zahra dan suami selesai menunaikan ibadah sholat tahajud. Keduanya memanjatkan do’a kepada sang pencipta.Elang berdo’a untuk kesembuhan sang istri tercinta. Hanya itu harapan terbesar satu-satunya untuk saat ini. Tak ada keinginan lain selain kesembuhan sang bidadari.Zahra pun sama khusyuknya dalam berdo’a. Do’a yang dipanjatkan tak hanya untuk dirinya sendiri. Tak lupa pula dia memohon kepada sang pencipta untuk kebahagiaan suaminya. Terutama dengan syarat yang akan diajukan olehnya untuk sang suami.Zahra sudah memikirkan matang tentang rencananya. Setelah melalui pemikiran panjang, keputusan terberat harus di ambil demi sang suami. Semoga saja ini yang terbaik untuk semuanya.“Sayang. Apa kau sudah selesai berdo’a?” pertanyaan Elang membuat Zahra terkejut.“Sudah,” jawab Zahra dengan gugup sembari mengecup punggung tangan suaminya.“Apa kau akan membicarakan syarat yang kau ajukan sekarang atau nanti?’ Elang menembak langsung dengan pertanyaan. Dia memang tak bisa berbasa-basi da
Elang berdo’a dengan begitu khusyuk. Dia sangat berharap jika Tuhan mengabulkan do’a untuk kesembuhan istrinya. Di setiap rintihan do’a tiada henti menyebut nama istri tercinta.Dalam jarak yang tak terlalu jauh, sayup terdengar suara seorang pria yang cukup familiar di telinga Elang. Do’a yang dipanjatkan begitu tulus dan menggugah jiwa.Elang menajamkan telinga untuk mendengar do’a yang membuatnya larut dalam kesedihan. Do’a seorang ayah yang berharap untuk kesembuhan putrinya.“Ya. Alloh. Hamba mohon berikanlah kesembuhan untuk putri hamba. Dia adalah separuh dari nyawa yang ada dalam raga ini. Hamba tak sanggup melihat putri hamba menderita. Jika Engkau berkenan, Hamba bersedia menukar nyawa hamba demi kesembuhannya. Hamba ikhlas Ya Alloh. Hamba ikhlas.” Suara pria itu bergetar dalam isak tangis. Dia pun bersujud dan menumpahkan kesedihan di atas sajadah yang membentang.Elang terkejut mendengar do’a dari insan yang penuh harap. Dia menyadari jika suara itu milik ayah mertuanya. K
Zahra sudah menjalani serangkaian tes sebelum operasi. Dia berusaha untuk tegar dan tak terlihat sedih di mata suaminya. Namun pandangan kosong tak mampu menyembunyikan rasa sedih yang tergambar jelas pada mata sayunya.Gadis cantik itu bersandar pada dinding pembatas balkon yang berada di depan kamarnya. Udara pagi yang begitu bersih mampu menyegarkan pikiran.Biasanya di pagi hari, dia selalu berolahraga bersama suami. Namun semenjak mengetahui ada kista dalam tubuhnya, membuat semangatnya untuk beraktifitas menurun. Bahkan semangat hidupnya ikut menurun hingga sangat mempengaruhi kualitas sexualitasnya.Untuk sementara, Zahra mengambil cuti dari pekerjaan. Dia akan fokus untuk pengobatan penyakitnya.“Sayang, kamu sedang apa?” Elang memeluk pinggang mungil sang istri dari arah belakang. Pria itu tetap romantis walaupun tubuh istrinya tak seindah dulu.“Elang. Aku hanya ingin menghirup udara pagi dan berjemur di sini. Kamu tidak olah raga?” Zahra membalikkan badan. Kini keduanya sal
Zahra mendatangi dr. Arumi untuk memeriksakan diri. Tentunya ditemani oleh suami yang sangat setia.“Bagaimana, Dok? Apa saya hamil?” tanya Zahra saat baru saja selesai diperiksa oleh dr. Arumi.“Tidak. Anda tidak hamil.”“Lalu, kenapa Saya tidak menstruasi?”“Sudah berapa lama Anda tidak menstruasi?” tanya dr. Arumi.“Tiga bulan, Dok.” Jawab Zahra dengan singkat.Dr. Arumi menarik napas panjang sepertinya ada sesuatu yang menyesakkan dada.“Seharusnya Anda bisa datang ke sini lebih awal. Minimal setelah tahu bahwa Anda terlambat datang bulan di bulan pertama.”“Memangnya kenapa, Dok?” Zahra bertanya dengan cemas. Walau dia sudah bisa menebak ke mana arah pembicaraan dokter pribadinya.“Begini, dr. Zahra. Saya harus menyampaikan hal ini walau kurang mengenakkan.”“Bagaimana, dok? Tolong katakan dengan jelas!” Zahra terlihat mulai gelisah. Dia menatap ke arah suaminya.Elang hanya bisa tersenyum dan menggenggam erat jemari sang istri. Pria itu berusaha menguatkan istrinya. Walau sesun
“Bagaimana dengan kondisi rahim saya, Dok? Apa kecelakaan yang menimpa saya beberapa waktu lalu berpengaruh terhadap rahim saya?” dan apa Saya bisa hamil lagi dengan segera?” tanya Zahra kepada dr. Arumi setelah selesai menjalani pemeriksaan.“Sabar, Sayang. Nanya’nya satu-satu.” Elang berkata lirih kepada sang istri.“Iya. Maaf.”“Silakan duduk.’” Dr. Arumi mempersilakan Zahra dan suaminya duduk.“Begini, dr. Zahra. secara keseluruhan kondisi rahim Anda cukup baik. Namun karena Anda baru saja melahirkan secara operasi, ada baiknya Anda menunda hingga tiga atau empat tahun ke depan. Saya rasa sebagai dokter, Anda tahu resikonya.”“Iya. Sebenarnya saya tahu, Dok. Hanya saja, saya ingin sekali segera punya anak lagi.”“Saran saya, lebih baik dokter menikmati masa-masa indah dulu bersama suami. Dan jangan terlalu memikirkan hal ini, hingga bisa membuat anda tertekan. Saya tahu kehilangan seorang anak tidaklah mudah. Namun Anda harus bisa segera bangkit dan membuang semua beban yang ada d