Zahra tengah menikmati hari libur. Seperti biasa dia gunakan untuk membantu sang ibu untuk membersihkan rumah. Pada saat sedang asik menyapu lantai, bel pintu berbunyi. Gadis itupun segera membuka pintu.Dan betapa terkejutnya saat melihat tamu yang mampu berdiri tegak dengan kaki yang sempurna di hadapannya. Bola matanya membulat dengan sempurna. Satu tangan menutup mulutnya yang terbuka lebar.Gadis itu menatap tamu seorang pria dari ujung rambut hingga ujung kaki. Benar-benar kaki pria itu menapak dengan sempurna. Sangat sulit untuk dipercaya.“Mas Budi?! Benarkah ini kamu?!” zahra masih tak percaya dengan penglihatannya sendiri. Dia mencoba mengucek matanya berkali-kali.Sementara pria dihadapannya tersenyum melihat sang mantan yang masih tak percaya dengan kedatangannya.“Iya. Ini aku. Budi! Kau tidak salah!” jawab Budi dengan tersenyum manis. Pria itu kini terlihat lebih percaya diri. Bahkan tubuhnyapun kini sudah mulai berisi. Senyum yang dulu tak pernah terlihat lagi, kini men
Tiba-tiba wajah Budi berubah. Dia terlihat gugup dan cemas. Sepertinya ada sesuatu yang tak ingin Zahra mengetahuinya.“Kau tak perlu tahu!” sanggah Budi dengan cepat.“Kenapa?”“Mmm ... orang itu tak ingin ada satu orangpun yang tahu tentang kebaikan yang sudah dilakukannya.” Jawab Budi seraya mengusap wajah dengan kasar. Dia terlihat begitu gelisah.“Ya sudah kalau begitu. Oh.ya kau mau minum apa?”“Tidak usah.” Jawab Budi singkat.Keduanyapun saling terdiam dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Entah kenapa Zahra merasakan ada sesuatu yang sengaja disembunyikan oleh Budi tentang orang baik itu. Namun Zahra juga tak bisa memaksa jika Budi tak berkenan untuk memberitahunya.Budi juga sibuk dengan berbagai pikiran. Tujuannya kemari karena ada sesuatu yang penting dan akan dibicarakan dengan Zahra. Namun untuk memulainya terasa begitu berat. Dia takut kalau akan kecewa untuk yang kedua kali.Namun Budi sudah terlanjur datang ke rumah ini. Mau tidak mau dia harus tetap membicarakan ha
194 MELAMAR ZAHRA“Oke. Aku mengerti. Maafkan aku kalau pertanyaanku membuat hatimu terluka. Tapi semua itu ada hubungannya dengan apa yang akan kubicarakan denganmu.”“Benarkah? Apa sebenarnya yang ingin kau bicarakan?” tanya Zahra dengan menatap wajah Budi. Dia penasaran dengan berita yang dibawa oleh pria yang selama setahun menghilang. Pastinya apa yang akan dibicarakan sangat penting.Budi terlihat menarik napas panjang dan membuangnya perlahan. Dia merasa tenggorokannya tiba-tiba kering. Lidah juga terasa kelu hingga sulit untuk berucap. Budi terus berdo’a supaya Tuhan memberi kekuatan kepadanya.“Zahra. kau tahu’kan aku orang yang tak pandai berbasa-basi?”“Iya!” Zahra menganggukkan kepala dengan tatapan mata yang fokus kepada Budi.“Kita berdua sudah melalui masa-masa yang sulit dengan problem yang tidak berbeda jauh. Kau ingat’kan dulu kita pernah menjalin hubungan yang begitu dekat? Bahkan kita berdua sudah merencanakan untuk menikah. Namun sayangnya semua terbentur dengan t
“Belum. Hanya saja ini terlalu cepat dan aku tak bisa langsung mengambil keputusan!”“Apa kau masih mencintai mantan suamimu?” Budi menatap wajah Zahra dengan tajam. Dia ingin mencari jawaban dari sorot mata yang begitu indah.“Tolong, jangan terus memberondongku dengan pertanyaan yang memojokkanku!” Zahra merasa jengah dengan keadaan ini. Budi seolah terus ingin mengusik tentang masa lalunya.“Memojokkan? Apa pertanyaanku membuatmu terpojok, atau memang kau tak mampu menjawabnya karena memang masih tersimpan cinta dalam hatimu untuknya?!” budi berbicara dengan nada tinggi. Dia terlihat kesal.Pria itu berdiri dan membelakangi Zahra. Rasanya ingin berteriak untuk membuang sesak dalam dada. Budi tak mengira jika gadis impiannya masih menyimpan rasa untuk mantan suaminya.Huch. Sebesar itukah kharisma Elang hingga Zahra tak mampu melupakannya. Padahal mereka sudah bercerai. Gila! Ini sungguh gila!“Mas Budi. Aku minta maaf, karena belum bisa menjawab sekarang. Tolong beri aku waktu!”B
Tak dipungkiri jauh dalam hati ada rindu yang membuncah dalam dada setelah sekian lama tak bertemu dan putus komunikasi. Setelah saling berbalas komentar pada sosial media, membuat rasa rindu semakin menggebu.Kembali memory otak Elang mengulang masa-masa indah bersama sang mantan hingga rindu tak tertahankan dan membawanya datang ke rumah sang mantan.Namun sayang, saat dia hendak turun dari mobil, Elang melihat Budi yang sudah lebih dahulu bertamu ke rumah Zahra. Elangpun memutuskan untuk kembali masuk ke dalam mobil dan terus memperhatikan keduanya.Saat melihat Zahra menerima dan mencium Bunga pemberian dari Budi, membuat hati Elang perih tak tertahankan. Rasanya bagai tertusuk ribuan pedang yang tajam. Pria itupun mrngurungkan niat untuk bertemu dengan sang mantan.Zahra. Aku tahu peristiwa ini bakal terjadi. Kau akan kembali bersama cinta sejatimu. Dan aku akan selalu menjadi mantan yang tak pernah bisa move on darimu. Aku ikhlas. Semoga kau bahagia bersama Budi.Kelopak mata El
Aku tak tahan lagi. Aku bisa gila jika terus berada di sini dan berhalusinasi tentangnya. Lebih baik aku pulang saja.Zahra membalikkan badan dan hendak berlari. Namun sayang dia menabrak seseorang yang berada di belakangnya, hingga ponsel pria itu terjatuh.Zahra limbung dan tak bisa menguasai diri. Untung saja pria yang ditabrak segera menopang tubuhnya hingga tak sampai terjatuh.Sesaat mata keduanya saling bertatapan. Dan alangkah terkejutnya saat Zahra menatap pria tampan di hadapannya. Bola mata menbulat dan mulutnya menganga lebar.“Elang?!”Pria itupun sama terkejutnya. Dia juga tak menyangka gadis yang berada dalam dekapannya adalah mantan istri yang sangat dia rindukan.“Zahra?!”Bibir Elang bergetar saat menyebut nama mantan istrinya. Dia benar-benar tak menyangka akan bertemu dengannya di sini.Sebelumnya, Elang merasakan ada dorongan entah darimana yang menuntunnya untuk datang ke tempat ini. Ternyata Tuhan punya rencana indah dengan mempertemukan mereka di tempat yang in
“Kamu itu dari dulu tak pernah berubah. Selalu membalas pertanyaan dengan pertanyaan yang sama jika sudah terpojok.” Elang tersenyum. Bunga-bunga terasa bersemi dalam dadanya.“Habis kamunya sih tanya yang aneh-aneh!” jawab Zahra dengan mencebik.“Kalau begitu kita berdua harus jujur jika memang punya tujuan yang sama. Yaitu melihat matahari terbenam. Bukan begitu?” ucap Elang sembari tersenyum manis.“Iya. Setuju!” jawab Zahra sembari menatap wajah Elang.Keduanyapun tertawa lepas bagai tanpa beban. Sejenak keduanya mampu melupakan berbagai masalah dalam hidup. Dunia terasa milik berdua.Tepat pada saat matahari akan terbenam, Elang mensejajarkan diri dengan Zahra. Dia memberanikan diri untuk menggengam jemari sang mantan sembari menatap mata bening itu dengan tersenyum.Zahrapun tak kuasa untuk menolak. Sejenak menatap ke arah jemari yang digenggam erat oleh Elang. Dan tak perlu berpikir lama diapun balas menggengam erat jemari sang pria yang masih sangat dicinta. Keduanya saling b
“Kalau kau keberatan, tidak usah dijawab.” Zahra merasa tidak enak dan merasa serba salah.“Aku tidak keberatan. Tapi apa jawabanku nantinya akan membuatmu sedih atau bahagia, itu yang membuatku berat.” Jawab Elang sembari membuang pandangan jauh. Satu sisi dia sangat bahagia bertemu dengan sang mantan yang masih sangat dicintai. Namun di sisi lain ada seorang wanita yang hatinya harus dijaga.”Sudahlah. Kalau pertanyaanku menjadi beban untukmu, lebih baik kita beralih topik saja.”“Baiklah. Sekarang aku yang akan bertanya padamu. Bagaimana hubunganmu dengan Budi?” tanya Elang tanpa basa-basi. Dia memang tak pandai dalam merangkai kata.Pertanyaan Elang membuat Zahra tersentak. Tak menyangka jika dia akan bertanya tentang hal itu.“Kenapa kau bertanya seperti itu? apa kau tahu tentang sesuatu?” Zahra balik bertanya. Dia merasa heran kenapa Elang bertanya mengenai hubungannya dengan Budi. Padahal sudah setahun mereka tak bertemu.Apakah elang masih menduga jika Budilah yang membuat kam
“Lia?! Apa kabar?”“Alhamdulillah baik, Mbak!”Keduanya berpelukan dengan erat. Terpancar sinar kebahagiaan dari wajah wanita berhijab itu.“Silakan duduk.” Zahra menarik bangku untuk tamu specialnya.“Terimakasih, Mbak.”“Iya. Sama-sama.”Kemudian Zahra mengambil tempat duduk di seberang. Kini keduanya saling berhadapan.“Oh, ya. Kamu mau pesan apa?” Zahra memberikan buku menu kepada Lia.“Avocado juice sama manggo and banana smoothies.” Jawab Lia sembari mendorong perlahan buku menu tanpa membacanya.“Oke. Untuk makan siangnya kamu mau pesan apa?”“Itu saja sudah cukup, Mbak. Bagiku itu sudah menjadi menu untuk makan siangku.”“Apa kau tidak makan nasi?’ Zahra bertanya penuh selidik sembari menatap tubuh Lia dari ujung kepala hingga ujung kaki. Body yang sangat sempurna dan ideal. Wajahnya juga terlihat bersih dan cerah.“Aku lagi mengurangi karbo, Mbak. Sudah lama tidak makan nasi. Semenjak Mas Budi ketahuan ada benjolan di kepala dan juga riwayat diabetes dan hipertensi dari almar
Elang terperanjat. Pria itu tak mengira jika akan mendapat pertanyaan yang begitu menohok. Sesaat hanya bisa terdiam. Mengenang masa itu hanya akan membuat luka lama yang sudah terkubur, kembali terbuka.“Kenapa diam?!” pertanyaan sang istri membuyarkan lamunan.“Tidak ada apa-apa di antara kami. Yang aku tahu dia itu adiknya Budi. Betul’kan?” Elang berkilah. Dia berusaha untuk menghindar dari pertanyaan.“Itu benar. Yang aku tanyakan hubungan di antara kalian!” Zahra mempertegas pertanyannya.Elang menarik napas dalam. Dadanya terasa sesak seolah tak ada oksigen yang masuk ke dalam organ pernafasannya.“Sudahlah. Aku mau mandi dulu!” Elang menepuk pipi sang istri dengan lembut dan senyum yang sedikit dipaksakan.“Elang! Jangan menghindar! Jujurlah dan jawab pertanyaanku!” Zahra mencekal pergelangan tangan suaminya dengan sedikit meninggikan ucapan.“Aku sudah menjawabnya! Apa lagi yang harus dijawab!” Elang mengibaskan tangannya dengan kasar hingga terlepas dari genggaman tangan sang
Gadis berparas ayu nan anggun itu menghentikan langkah saat mendengar seseorang yang memanggil namanya. Kini tatapan matanya tertuju ke arah suara yang memanggilnya. Sejenak mengamati wajah Zahra yang kini semakin pucat dan tirus. “Mbak Zahra?!”“Iya. Kau masih mengenaliku, Lia?” tanya Zahra dengan wajah berbinar.“Tentu saja. Apa kabar, Mbak?”“Kabar baik. Kamu sendiri bagaimana?”“Alhamdulillah, aku baik-baik saja. Mmm ... sepertinya Mbak terlihat lebih langsing. Dan membuatku hampir saja tak mengenali Mbak.” Gadis cantik itu ternyata bukan hanya cantik pada parasnya saja. Melainkan juga mempunyai sopan santun dan etika yang baik. Walau dari melihat fisiknya saja dia tahu jika wanita di hadapannya sedang tidak baik-baik saja. Namun ucapannya tidak menyinggung perasaan.“Bilang saja kurus kering, karena tubuhku ini sedang digerogoti oleh penyakit yang berbahaya,” jawab Zahra dengan tersenyum kecut. Ada rasa nyeri yang berarang di dada.Zahra tahu jika Lia tak ingin menyakiti perasaan
“Seharusnya aku yang bertanya seperti itu kepadamu, Elang! Aku yang sekarang bukan lagi istri yang bisa kau banggakan. Aku kini penyakitan dan tidak cantik lagi. Bahkan nanti setelah kemoterapy, rambutku akan mengalami kerontokan. Aku takkan cantik lagi. Dan aku yakin kau akan jijik denganku dan pasti meninggalkanku. Setidaknya jika kau menikah sekarang, aku takkan lebih sakit hati jika masa itu datang. Aku tak mau kau meninggalkanku di saat aku terpuruk.” Zahra menangis terisak. Dia tak sanggup lagi membayangkan jika lelaki yang dicinta akan pergi meninggalkannya.Elang mendekap sang istri dan mengecup puncak kepalanya.“Sayang, aku berjanji kepadamu kalau aku takkan pernah meninggalkanmu dalam keadaan apapun. Hanya maut yang dapat memisahkan kita. Aku mohon percayalah padaku, Sayang.”Zahra semakin terisak. Dalam pelukan lelakinya dia menumpahkan segala kesedihan dan rasa takut. “Aku takut kalau aku akan meninggal, Lang!”“Istighfar. Semua makhluk bernyawa pasti akan pergi meninggal
Zahra dan suami selesai menunaikan ibadah sholat tahajud. Keduanya memanjatkan do’a kepada sang pencipta.Elang berdo’a untuk kesembuhan sang istri tercinta. Hanya itu harapan terbesar satu-satunya untuk saat ini. Tak ada keinginan lain selain kesembuhan sang bidadari.Zahra pun sama khusyuknya dalam berdo’a. Do’a yang dipanjatkan tak hanya untuk dirinya sendiri. Tak lupa pula dia memohon kepada sang pencipta untuk kebahagiaan suaminya. Terutama dengan syarat yang akan diajukan olehnya untuk sang suami.Zahra sudah memikirkan matang tentang rencananya. Setelah melalui pemikiran panjang, keputusan terberat harus di ambil demi sang suami. Semoga saja ini yang terbaik untuk semuanya.“Sayang. Apa kau sudah selesai berdo’a?” pertanyaan Elang membuat Zahra terkejut.“Sudah,” jawab Zahra dengan gugup sembari mengecup punggung tangan suaminya.“Apa kau akan membicarakan syarat yang kau ajukan sekarang atau nanti?’ Elang menembak langsung dengan pertanyaan. Dia memang tak bisa berbasa-basi da
Elang berdo’a dengan begitu khusyuk. Dia sangat berharap jika Tuhan mengabulkan do’a untuk kesembuhan istrinya. Di setiap rintihan do’a tiada henti menyebut nama istri tercinta.Dalam jarak yang tak terlalu jauh, sayup terdengar suara seorang pria yang cukup familiar di telinga Elang. Do’a yang dipanjatkan begitu tulus dan menggugah jiwa.Elang menajamkan telinga untuk mendengar do’a yang membuatnya larut dalam kesedihan. Do’a seorang ayah yang berharap untuk kesembuhan putrinya.“Ya. Alloh. Hamba mohon berikanlah kesembuhan untuk putri hamba. Dia adalah separuh dari nyawa yang ada dalam raga ini. Hamba tak sanggup melihat putri hamba menderita. Jika Engkau berkenan, Hamba bersedia menukar nyawa hamba demi kesembuhannya. Hamba ikhlas Ya Alloh. Hamba ikhlas.” Suara pria itu bergetar dalam isak tangis. Dia pun bersujud dan menumpahkan kesedihan di atas sajadah yang membentang.Elang terkejut mendengar do’a dari insan yang penuh harap. Dia menyadari jika suara itu milik ayah mertuanya. K
Zahra sudah menjalani serangkaian tes sebelum operasi. Dia berusaha untuk tegar dan tak terlihat sedih di mata suaminya. Namun pandangan kosong tak mampu menyembunyikan rasa sedih yang tergambar jelas pada mata sayunya.Gadis cantik itu bersandar pada dinding pembatas balkon yang berada di depan kamarnya. Udara pagi yang begitu bersih mampu menyegarkan pikiran.Biasanya di pagi hari, dia selalu berolahraga bersama suami. Namun semenjak mengetahui ada kista dalam tubuhnya, membuat semangatnya untuk beraktifitas menurun. Bahkan semangat hidupnya ikut menurun hingga sangat mempengaruhi kualitas sexualitasnya.Untuk sementara, Zahra mengambil cuti dari pekerjaan. Dia akan fokus untuk pengobatan penyakitnya.“Sayang, kamu sedang apa?” Elang memeluk pinggang mungil sang istri dari arah belakang. Pria itu tetap romantis walaupun tubuh istrinya tak seindah dulu.“Elang. Aku hanya ingin menghirup udara pagi dan berjemur di sini. Kamu tidak olah raga?” Zahra membalikkan badan. Kini keduanya sal
Zahra mendatangi dr. Arumi untuk memeriksakan diri. Tentunya ditemani oleh suami yang sangat setia.“Bagaimana, Dok? Apa saya hamil?” tanya Zahra saat baru saja selesai diperiksa oleh dr. Arumi.“Tidak. Anda tidak hamil.”“Lalu, kenapa Saya tidak menstruasi?”“Sudah berapa lama Anda tidak menstruasi?” tanya dr. Arumi.“Tiga bulan, Dok.” Jawab Zahra dengan singkat.Dr. Arumi menarik napas panjang sepertinya ada sesuatu yang menyesakkan dada.“Seharusnya Anda bisa datang ke sini lebih awal. Minimal setelah tahu bahwa Anda terlambat datang bulan di bulan pertama.”“Memangnya kenapa, Dok?” Zahra bertanya dengan cemas. Walau dia sudah bisa menebak ke mana arah pembicaraan dokter pribadinya.“Begini, dr. Zahra. Saya harus menyampaikan hal ini walau kurang mengenakkan.”“Bagaimana, dok? Tolong katakan dengan jelas!” Zahra terlihat mulai gelisah. Dia menatap ke arah suaminya.Elang hanya bisa tersenyum dan menggenggam erat jemari sang istri. Pria itu berusaha menguatkan istrinya. Walau sesun
“Bagaimana dengan kondisi rahim saya, Dok? Apa kecelakaan yang menimpa saya beberapa waktu lalu berpengaruh terhadap rahim saya?” dan apa Saya bisa hamil lagi dengan segera?” tanya Zahra kepada dr. Arumi setelah selesai menjalani pemeriksaan.“Sabar, Sayang. Nanya’nya satu-satu.” Elang berkata lirih kepada sang istri.“Iya. Maaf.”“Silakan duduk.’” Dr. Arumi mempersilakan Zahra dan suaminya duduk.“Begini, dr. Zahra. secara keseluruhan kondisi rahim Anda cukup baik. Namun karena Anda baru saja melahirkan secara operasi, ada baiknya Anda menunda hingga tiga atau empat tahun ke depan. Saya rasa sebagai dokter, Anda tahu resikonya.”“Iya. Sebenarnya saya tahu, Dok. Hanya saja, saya ingin sekali segera punya anak lagi.”“Saran saya, lebih baik dokter menikmati masa-masa indah dulu bersama suami. Dan jangan terlalu memikirkan hal ini, hingga bisa membuat anda tertekan. Saya tahu kehilangan seorang anak tidaklah mudah. Namun Anda harus bisa segera bangkit dan membuang semua beban yang ada d