Beranda / Romansa / ISTRI BISU SANG CEO / 177. Akhir Darimu Disini

Share

177. Akhir Darimu Disini

Penulis: aisakurachan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sekali lagi kemunculan Wolf mengejutkan, termasuk Zoe.

Ia tidak terlalu memerlukan bantuan Wolf, tapi karena ada maka akan memakainya untuk menyempurnakan sandiwara itu.

Begitu Wolf memandangnya, Zoe yang masih terisak langsung berpaling ke balik punggung security yang ada di sampingnya. Berpura-pura malu dan menyembunyikan wajah dan tubuhnya yang berantakan, ciri-ciri korban yang sangat tertindas.

“Apa yang kau lakukan padanya?!” Wolf dengan otomatis berpaling dan memandang Iris dengan tajam.

Wolf bisa menilai dari keadaan Zoe yang basah kuyup dan menangis, kalau baru saja ada kejadian besar yang disebabkan oleh Iris.

“Ini bukan salahku! Aku hanya membela diri karena wanita murahan itu mencoba untuk merebut kekasihku!”

Iris kembali dengan keras menyebutkan hal yang sekiranya membuat Zoe terlihat menjadi buruk dengan keras, karena memang masih banyak yang merekam kejadian itu, Padahal security banyak yang telah keluar dan mengusir orang yang berkumpul itu agar menjauh.

“Loria melakuka
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (3)
goodnovel comment avatar
wit rimah
zoe sudah seperti bintang telenovela profesional
goodnovel comment avatar
Rati Saloe
duh ada odgj baru.. temen nya Emily
goodnovel comment avatar
Dvbyw505
Akhirnya didepak juga sama Wolf. Tambah gila aja deh Iris
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • ISTRI BISU SANG CEO   178. Aku Meyakinkanmu?

    “Kau! Suruh Loria menemuiku setelah dia selesai membersihkan diri!” Wolf meminta pada salah satu orang staf—entah bagian apa, sambil berjalan tergesa menuju lift. Wanita itu mengangguk dan mengikuti Wolf untuk naik.Wolf dengan sengaja mengucapkan hal itu dengan keras, untuk memberi kesan kalau ia akan menegur Zoe juga, bukan hanya Iris—karena telah membuat masalah.Wolf sebenarnya ingin menyusul Zoe ke studionya, tapi hal itu akan mencolok. Wolf yakin lantai delapan saat ini pasti sudah ribut—karena penuh orang. Pastinya sudah banyak orang yang menyebarkan berita tentang apa yang terjadi. Jadi Wolf tidak bisa mengambil resiko mendekati Zoe secara langsung dengan masuk ke studionya.Wolf juga bisa saja memanggil Zoe lewat pesan—memintanya untuk ke atas, tapi akan aneh juga kalau Zoe menemuinya tanpa perintah jelas. Wolf meminta dengan keras untuk menghapus semua curiga itu—agar orang-orang melihat dan tidak ada pertanyaan lain yang timbul.Setelah pegawai yang disuruhnya itu keluar

  • ISTRI BISU SANG CEO   179. Aku Tanpamu Tidak Ada

    "Kau baik-baik saja bukan? Kau masih bisa bicara? Apa aku perlu memanggil Sara?" Setelah puas memeluk, Wolf lalu memeriksa tubuh Zoe. Hal yang ingin dilakukannya sejak tadi. Ia ingin tahu apakah Iris melukai Zoe. "Wolf, aku hanya tersiram air. Tidak terluka." Zoe menjelaskan dengan heran, bingung kenapa Wolf terlihat panik. "Tunggu! Apa kau benar-benar mengira aku tadi menangis dan tersiksa?" tanya Zoe, sambil menahan tawa. Wolf yang tengah memeriksa lengan Zoe langsung berhenti bergerak dan memandang Zoe. "Kau tidak benar-benar menangis?" Menurut Wolf, Zoe terlihat begitu meyakinkan tadi. Terutama saat ia menyembunyikan wajahnya di balik punggung itu, tampak sangat memelas. “Aktingku bisa menipumu? Aku tidak menangis.” Zoe jelas takjub dengan itu. Ia lalu melebarkan matanya dengan jari. Memperlihatkan matanya yang tampak jernih. Tidak ada warna merah maupun sembab di sana, hanya warnanya berbeda karena Zoe belum memakai soft lens. Karenanya Zoe sedikit kesulitan saat akan

  • ISTRI BISU SANG CEO   180. Gangguanmu yang Menyebalkan

    Zoe mengangkat kepalanya yang berantakan. Lalu dengan matanya yang masih setengah terpejam, tangannya meraba, mencoba untuk meraih ponselnya yang berbunyi di dekat kepalanya. “Siapa yang mau hubungimu pagi-pagi?” Wolf yang tengah memeluk tubuh Zoe tentu saja juga ikut terbangun, meski tidak membuka mata. “Mungkin Tiana,” guman Zoe. Teringat kalau tadi malam Tiana memang menghubunginya, tapi Zoe yang telah melihat misscall itu, belum sempat menghubungi balik, karena Wolf terus membuatnya ‘sibuk’, bahkan setelah mereka sampai di rumah. Zoe tentu saja tidur nyenyak setelahnya. “Ya? Ada apa?” tanya Zoe, sambil menempelkan ponsel itu di telinganya dan kembali memejamkan mata. “Loria? Apa kau baik-baik saja? Maafkan. Aku benar-benar tidak menduga kalau Iris akan melakukannya.” Zoe membuka mata, menyadari kalau yang menghubunginya sudah pasti bukan Tiana. Zoe memaki dalam hati saat melihat nama Max pada layar ponselnya. Tahu begitu ia tidak akan menjawab panggilan itu dan membiarkannya

  • ISTRI BISU SANG CEO   181. Nasibmu Di Tanganku

    “Kau datang!” Iris berseru lega saat melihat Max berjalan masuk ke rumah yang mereka tinggal bersama itu.“Aku menunggu semalaman.” Iris berdiri dengan langkah gontai—karena mabuk, dan menghampiri Max, memeluknya.“Apa kau tahu apa yang terjadi? Ini tidak adil! Wolf tiba-tiba saja mengusirku padahal gadis itu yang salah.”Iris mengadu sambil menangis terisak, tidak peduli meski sejak tadi tangan Max tidak balas memeluk maupun mengelus untuk menghiburnya.“Iris, kau yang menyiramnya dengan air terlebih dulu.”Balasan itu tentu saja akhirnya menyadarkan Irish kalau ada perubahan dalam sikap Max. Pria itu biasanya dalam situasi apapun akan tetap membalas keluhannya dengan manis.Mendengar detailnya sampai selesai, dan akan tetap menyebutkan hal-hal yang membuatnya lebih gembira. Meski tidak menyebut solusi apapun, paling tidak Max akan menghiburnya.“Max, apa kau baru saja membela gadis jalang itu?”Iris mundur, memandang wajah Max yang tanpa senyum itu dengan lebih baik.“Ya, aku membel

  • ISTRI BISU SANG CEO   182. Masalahmu Selesai

    “Selamat siang.” Setelah menyapa dengan sopan, Wolf duduk menghadap ke arah dua orang yang tampak masam—marah. Mereka adalah Brown dan Maynard. Datang sebagai perwakilan pemegang saham, karena merekalah pemegang saham terbesar dari Wolf. Mereka berdua yang bisa ‘menegur’ Wolf. “Berita macam apa ini?!” Pertanyaan kasar diajukan Maynard—lebih tua, rambutnya bergelombang dan sudah putih sempurna—sambil melemparkan koran khusus bagian hiburan, dengan headline teratasnya adalah tentang Iris yang tidak lagi menjadi bagian dari Wolf. Bukan tulisan Sanchez, tapi kurang lebih isinya mirip dengan apa yang diminta Sanchez, meski tidak detail. “Berita yang benar. Saya mengakhiri kontrak Iris tadi malam. Tapi jangan khawatir, saya sendiri yang akan membayar ganti rugi atas kontrak itu. Memakai uang saya pribadi,” jawab Wolf. Menyebut uang karena ingin menenangkan mereka. Pembatalan kontrak itu tidak akan mengganggu pemasukan perusahaan. “Bukan masalah ganti rugi, Mr. Wolf! Ini masalah pemas

  • ISTRI BISU SANG CEO   183. Masalahmu yang Dibawanya

    PLAK! Max memegang pipinya dengan terkejut. Tamparan itu tidak terduga karena ia tidak merasa melakukan kesalahan. “Kenapa…” Max sampai kehilangan kata-kata dan memandang Billy dengan mata marah. Masih tidak terima kenapa Ia mendapat pukulan itu. “Itu untuk mengembalikan otakmu pada tempatnya! Bagaimana mungkin kau tiba-tiba dengan Iris?! Dan kau tidak mengatakan apapun padaku sebelumnya?!” Billy kembali membentak. “Karena menurutku sudah sangat jelas! Apa yang dilakukan Iris kemarin sudah keterlaluan! Dan tidakkah kau melihat apa akibatnya sekarang? Aku tidak mungkin bersamanya lagi! Aku akan ikut terseret jatuh bersamanya kalau kami masih bersama!” Max melawan dengan keras karena kali ini ia merasa benar. Ia tidak mungkin mengorbankan diri dan ikut jatuh bersama dengan Iris. Max malah bersyukur karena langsung mengumumkan kalau hubungannya dengan Iris berakhir satu hari setelah kejadian itu. Dan Billy yang saat itu sedang ada di luar negeri, sama sekali tidak menyadarinya. Ba

  • ISTRI BISU SANG CEO   184. Masa Lalumu yang Aku Sebut

    Polisi itu segera saja membawa Iris duduk lalu memanggil rekannya—yang polisi wanita agar mendekatinya dan berbisik tentang apa yang ingin dilakukan oleh Iris.Temannya itu mengangguk lalu duduk di samping Iris dan mengambil tangannya dengan sikap simpatik. Menggenggamnya.“Apapun itu kami akan mendengarnya. Silahkan kau ingin melaporkan tentang apa? Tidak perlu terburu-buru, tenang saja.” Polisi wanita itu membujuk dengan lembut sesuai prosedur.“Kejadiannya sudah beberapa tahun yang lalu. Dan aku selama ini diam karena dibutakan oleh perasaan, tapi aku seharusnya mengatakannya sejak dulu. Aku menyesal sekali…. Aku saat itu takut…”Iris kembali menutup wajahnya dan menangis.“Tidak masalah, tenang dulu. Tidak perlu takut lagi sekarang. Semua orang melakukan kesalahan, dan tidak mengapa. Setiap orang berhak mendapat waktu ketika mengumpulkan kekuatan untuk mengatakan sesuatu yang sulit.”Polisi itu kembali menepuk paha Iris dengan lembut.“Beberapa tahun yang lalu… Itu pria yang aku c

  • ISTRI BISU SANG CEO   185. Pertemuan Denganmu yang Tidak Indah

    “Ah… iya. Aku lupa kau masih harus bekerja ya. Oke, kapan-kapan kalau begitu.” Sara mengira Zoe keberatan hanya karena ia tidak punya waktu bukan karena merasa tidak perlu mendengar keluhan itu. Sara masih dengan ceria memeluk Zoe lalu melambai dan meninggalkannya ke arah jalan raya. Sara perlu mencari taksi, karena tidak membawa mobil seperti Zoe. “Aku tidak tahu kau mengenal dokter Sara.” Zoe berpaling dan melihat Darcy berjalan menghampiri. Darcy tadi memang keluar terlebih dulu karena harus membawa perlengkapan yang dipakai oleh Zoe ke mobil, dan rupanya sempat melihat Sara. “Pikiranku pernah berada dalam keadaan yang tidak terlalu sehat,” kata Zoe. Sama sekali tidak malu mengakuinya. Darcy pun maklum dan menepuk lengan Zoe. “Syukurlah keadaanmu baik-baik saja sekarang. Aku harap Iris juga berani mengambil langkah sepertimu jadi sampai seburuk ini,” kata Darcy sambil menggelengkan kepala. Semua orang kini menganggap Iris memang seharusnya menjadi pasien Sara. “Yang jelas

Bab terbaru

  • ISTRI BISU SANG CEO   Extra 3 ~ Dunia Kita

    “LORIA MOREAU!”Zoe diam. Ia mendengar namanya, tapi tidak percaya kalau nama itu miliknya.“Wake up, Baby. And smile. It’s your’s.” (Bangun dan tersenyumlah. Piala itu milikmu)Bisikan Wolf itu akhirnya memunculkan emosi. Zoe memerah karena haru, baru bisa berdiri saat Wolf membantunya. Sayang Wolf tidak bisa mengantarnya ke panggung.Untungnya ada tangan Syanne yang membantunya, lalu Jacob yang ada paling dekat dengan panggung, membantunya meniti tangga agar sampai di atas.Zoe beberapa kali mengucapkan terima kasih pada orang yang mengulurka piala miliknya, sebelum akhirnya berdiri di hadapan mic untuk menyampaikan sambutan.Zoe menghela napas beberapa kali, menghapus air mata dan akhirnya bisa menatap ke arah kamera dan penonton—yang menunggunya dengan sabar.“Ini hal yang tidak pernah saya impikan, berdiri di sini dan menerima ini.” Zoe menatap piala yang ada di tangannya sekali lagi dan tersenyum.“Saya… sempat mengubur impian ini. Tidak lagi berharap untuk bisa bernyanyi—apalagi

  • ISTRI BISU SANG CEO   Extra 2 ~ Usai dan Selesai

    “Zoe, tunggu. Apa hanya seperti ini?” Max terlihat kembali akan menyentuh tangan Zoe, tapi ditepis. “Zoe, kita punya masa lalu, dan…” “Exactly! Masa lalu yang sudah tidak signifikan lagi karena aku sudah menemukan masa depan yang indah. Tidak lagi menjadi kacung yang kau anggap seperti kain kotor!” Bentakan yang membuat Max terdiam dan kembali menunduk meremas tangannya. Zoe tidak lagi peduli apakah orang lain mendengarnya atau tidak. Ia ingin Max mengerti agar tidak lagi berusaha. “Kembalilah ke liang dimana kau berada, dan silahkan mengingat kenapa kau dulu memilih untuk membiarkanku mati. Agar kau sadar kenapa aku tidak akan pernah berkelas kasihan padamu!” Zoe menyambar kacamata hitam yang ada di meja lalu memakainya dan berjalan keluar. Urusannya berakhir. Ia kemarin juga sudah menolak permintaan Iris yang berusaha menghubunginya dari penjara. Zoe tidak ingin merusak harinya dengan mendengar omong kosong. Sedangkan Billy—ia tidak mencoba sama sekali. Diantara mereka bertiga

  • ISTRI BISU SANG CEO   Extra 1 ~ Tidak Ada Maaf

    Zoe melakukan sesuatu yang tidak akan disukai oleh Wolf. Ia tidak akan berbohong, tapi akan mengatakannya nanti setelah selesai. Zoe ingin menyelesaikan ini sendiri tanpa campur tangan orang lain.Tentu saja tidak mudah. Ia melangkah dengan hati gelisah. Zoe beberapa kali menggeser kacamata hitam yang ada di atas hidung, sementara tangan yang lain menenteng bunga dan box hadiah berwarna pink yang cantik.Zoe gelisah karena tahu ia akan dikenali saat masuk nanti. Tapi sudah pasrah. Tidak mungkin juga menyembunyikan identitasnya sekarang—mengingat orang yang akan ditemuinya.Zoe menghampiri loket setelah ia menuliskan nama dan nomor tahanan di selembar formulir, dan menyerahkannya.“Silahkan tunggu di sana. Nanti akan kami panggil,” kata sipir penjara yang ada di belakang loket.Ia menatap Zoe beberapa kali saat ada sipir lain yang memeriksa bawaan Zoe—memastikan tidak ada benda terlarang diselundupkan, melirik untuk memastikan—bahkan membaca namanya yang ada di formulir, tapi tidak ber

  • ISTRI BISU SANG CEO   224. Bersamamu

    “Ini.” Wolf menyerahkan cangkir pada Zoe. Zoe ingin menerima tapi tangannya masih sibuk membalas pesan yang masuk ke ponselnya. “Cliff benar-benar belum punya kekasih bukan?” tanya Zoe. “Hm? Untuk apa kau bertanya?” Wolf mengernyit curiga tentu.“Untuk Sara. Ia ingin meyakinkan karena tidak percaya pria seperti Cliff masih single.” Zoe mendecak sambil menunjukkan pesan yang dikirim oleh Sara untuknya. Menunjukkan kalau ia tidak berbohong. Ia memang bertanya untuk Sara bukan untuk dirinya. “Belum. Kata Clay ia sempat punya—wartawan atau MC, aku lupa. Tapi putus saat Cliff akan pindah dan ke sini. Entah dia pindah lalu mereka putus, atau putus dan baru pindah.” Wolf hanya mengulang kata-kata Clay tentu. Dan kini Zoe mengulangnya dalam bentuk pesan untuk Sara, dan mengirimnya agar tenang. “Bagaimana kau bisa tahu detail ini?” Setelah mengirim pesan dan mengambil cangkir bagiannya Zoe bertanya dengan heran. Pengetahuan itu terlalu mendetail—terutama saat berasal dari Wolf yang bias

  • ISTRI BISU SANG CEO   223. Kesalahanmu yang Tersimpan

    “Tapi seharusnya dia ada di penjara…”Max mengingkari kenyataan sekali lagi. Baginya Loria masih tidak mungkin Zoe karena seharusnya ia ada di dalam penjara.“Tololmu tidak ada habisnya!” Billy menggebrak meja dan mengamuk. Mencekik leher Max dengan tangannya yang terborgol. Tentu saja segera terjadi keributan dan teriakan saat polisi yang berjaga menerjang Billy melumpuhkannya ke lantai.Tapi rupanya Billy benar-benar marah pada Max, karena ia masih memberontak dan memaki pada Max, meski ia sudah ada dalam posisi menelungkup.“DASAR OTAK UDANG! KEPALAMU ITU…”“SILENCE!”Bentakan Billy kalah dari hakim yang berseru menggelegar. Tidak hanya Billy yang terdiam, wartawan dan penonton yang ribut pun diam. “Sekali lagi ada yang mengganggu aku akan menjadwalkan ulang sidang ini! PAHAM?!”Sunyinya ruangan itu, hanya berarti mereka semua mengerti. “Bawa keluar. Mr. Dacosta, saya akan memastikan tindakan ini akan masuk dalam dakwaan Anda. Penyerangan, tindak tidak sopan dan mengganggu keter

  • ISTRI BISU SANG CEO   222. Masa Lalumu yang Berbeda

    Jaksa itu memulai dengan pertanyaan standar, tentang latar belakang Sara—pendidikan, berapa lama ia telah menjadi psikiater dan lain sebagainya. Baru setelah itu ia menyebut tentang Zoe. “Sejak kapan Ms. Zoe Anderson menjadi pasien Anda?” tanya Jaksa. “Lebih dari setahun.” Sara menjawab dengan jelas. Tidak terlihat lagi mode ceria yang biasa dipakainya saat berhadapan dengan pasien. “Bisa Anda jelaskan bagaimana keadaan Ms. Anderson saat itu?” “Zoe datang dengan keinginan untuk sembuh, karena ia menderita trauma berat yang sangat terlihat dan membuatnya tidak bisa menjalani kehidupan yang normal.” “Bisa tolong jelaskan lebih lanjut tentang trauma itu?” Sara mengangguk. Tenang karena semua sesuai dengan perkiraan yang diberikan Cliff. “Zoe datang dalam keadaan tidak bisa bicara, tapi hasil pemeriksaan dokter memperlihatkan kalau Zoe tidak menderita luka fisik lagi. Semua syarafnya normal tanpa gangguan, maka bisa dipastikan kalau keadaan tidak bisa bicara itu adalah hasil lain da

  • ISTRI BISU SANG CEO   221. Perlindungan Untukmu

    “Itu… Aneh. Kau jangan bercanda!” Iris menggeleng keras sambil menatap Zoe dari ujung kepala sampai ujung kaki. Berusaha mengenali sosoknya sebagai orang yang sama—dengan yang dilihatnya dulu saat bersama dengan Max.“Apa aku pernah bercanda saat bicara denganmu?”Wolf membalas dengan datar sambil menarik kursi untuk Zoe. Kursi yang paling jauh dari Iris. Ia masih kehilangan kata-kata dan terus memandang Zoe.“Kau benar-benar Zoe Anderson?” Iris masih melotot ke arah Zoe.“Ya, sebelum mengubah nama menjadi Loria Moreau, itu adalah namaku juga.” Zoe membalas dengan tenang. Kegugupan yang tadi menghantui tidak lagi ada.Pertemuan dengan Iris itu mungkin tidak terduga dan nyaris menyebalkan, tapi Zoe merasa mendapat kekuatan, karena sangat sadar kalau ia saat ini berada di atas.Melihat Iris yang terkejut, Zoe merasakan kepuasan. Kemenangan karena berhasil menunjukkan dirinya yang baru kepada Iria. Bukan lagi perempuan kumal yang dulu ditemuinya—dan diabaikan karena dianggap tidak setara

  • ISTRI BISU SANG CEO   220. Masalah Masa Lalumu yang Terakhir

    Zoe mengusap rock dan blazernya yang berwarna cream netral. Pilihan dari Darcy agar Zoe tidak tampak mengintimidasi maupun muram. Ia tengah merasa gugup karena dari kejauhan bisa melihat bagaimana wartawan berkerumun di depan pengadilan. Mreka tentu saja menunggu sosok Zoe Anderson yang sama sekali misterius. Tidak ada yang memuat gambar Zoe dalam berita, karena memang tidak ada dokumentasi apapun dari kasus Zoe. Dulu Zoe terluka dan ada di rumah sakit, jadi sama sekali tidak menghadiri pengadilan sebagai tersangka. Tidak ada yang merekam wajahnya maupun tertarik untuk mencari tahu di rumah sakit karena kasus itu sangat jelas membuatnya menjadi tersangka. Zoe juga mengusap rambutnya yang berwarna kembali pirang. Ia tidak memakai wig hari ini. Pertama kalinya ia akan muncul tanpa rambut hitam—dan sejujurnya membuat Zoe lebih gugup lagi. Seolah melepaskan topeng yang selama ini melindunginya. Zoe akan menjadi Zoe di hadapan orang banyak, bukan lagi Loria. “Mereka akan terpesona pada

  • ISTRI BISU SANG CEO   219. Caramu yang Licik

    “Dia ingin menyelamatkan diri! Licik sekali!” Wolf mendesis kesal.Sudah jelas dari pernyataan Iris itu terlihat kalau ia memang hanya ingin menyelamatkan dirinya sendiri dengan menyalahkan Max dan juga Billy.“Ia membuat mereka terkesan menekan dirinya untuk menyembunyikan kenyataan tentang Zoe. Iris lalu memakai alasan tekanan itu dan menjadikannya terlihat sebagai alasan semua perbuatan anehnya kemarin. Ia bersembunyi dari kesalahan dengan memakai alasan kesehatan mental.” Sara menggeleng dan tampak jengkel. Tentulah ia kesal saat ada orang yang menjadikan kesehatan mental sebagai kebohongan.“Dia berhasil keluar memakai sekoci sebelum kapalnya benar-benar karam.” Cliff memandang Iris yang terus terisak dan menangis diantara kata-katanya.“Tidak masalah. Biarkan saja,” kata Zoe sambil bersedekap dan menatap ke arah televiisi tanpa berkedip.“Apa maksudmu biarkan saja? Dia berbohong lagi!” Wolf juga menunjuk ke arah televisi dengan wajah tidak terima.“Setidaknya dia telah jujur, ba

DMCA.com Protection Status