[Hai, bagaimana kabarmu? Apa kau menemui kesulitan berlatih untuk babak final?]Zoe yang baru saja menutup pintu microwave untuk menghangatkan makanan, mengeluh saat membaca pesan yang baru saja masuk ke ponselnya. Dari MaxZoe ingin mengabaikannya, tapi dari pengalaman yang didapat sebelumnya, Zoe tahu kalau Max tidak akan menyerah. Ia akan terus mengirim pesan.Bukan baru sekali ini Max mengirim pesan padanya setelah pertemuan mereka kemarin. Beberapa kali, dan saat mengabaikannya, Max mengirim pesan lain, tanpa menyerah.[Apa kau sedang syuting? Hubungi aku kalau sudah selesai]Baru saja Zoe akan membalas pesan itu, Max sudah mengirim pesan lain, sangat mengganggu.Max menganggapnya sedang syuting, karena memang Zoe selalu memakai alasan itu untuk menghindar kemarin. Saat hubungannya dengan Wolf memburuk, tentu saja Zoe tidak ingin memikirkan beban Max karena itu lebih baik menghindarinya. Sekarang Zoe lebih lega tapi Max menjadi beban barunya.[Tidak, tapi aku berlatih. Sedikit s
Zoe tentu tidak mengatakan apapun dengan detail, dan hanya menjawab kalau Wolf baik-baik saja. Jacob pun tidak mengejar lagi setelahnya. Mungkin segan, dan Zoe bersyukur karena ia tidak punya jawaban jelas.“Aku juga sangat memperhatikan penyanyiku dengan cermat,” sergah Wolf. Tidak ingin Zoe memuji Jacob.“Kau hanya memperhatikan penyanyi yang kau anggap bagus dan menghasilkan.” Zoe mengoreksi.Setelah bergaul dengan Jacob tentu saja Zoe mulai tahu bagaimana kebiasaan Wolf, tentang betapa eksklusifnya Wolf saat menerima penyanyi.“Well, of course. Aku tidak ingin membuang waktu dengan menjadi produser dari lagu maupun seseorang yang tidak pantas. Dan kau termasuk orang yang beruntung karena aku menganggapmu pantas.”Zoe hanya bisa memutar bola mata mendengar kesombongan itu. Ia harus menerima kesombongan itu karena memang Wolf adalah ahlinya.Wolf sangat ahli dalam membuat lagu maupun menjadi produser. Ia bukan menyombong tanpa bukti.“Kau yang memasak atau…” Wolf membuka microwave y
“Iris! Kau sudah sampai?!” Dengan gugup Max keluar dari mobilnya. “Aku menunggumu.” Max memasukkan ponsel yang ada di tangannya ke dalam kantong. Ini karena baru saja ada pesan dari Zoe yang masuk—entah mengatakan apa. Max fokus pada usahanya agar terlihat tenang karena Iris memandangnya curiga. “Kau menungguku? Kita tidak punya janji hari ini.” Iris bicara dengan ada heran, sementara Max beberapa kali berlirik ke arah pintu gedung Wolf. Berharap Zoe tidak keluar saat ini. “Karenanya ini menjadi kejutan. Aku tidak sabar bertemu denganmu. Aku merindukanmu.” Max mencubit kecil dagu Iris, lalu mencium bibirnya. “Aku hanya pergi sehari. Mmm… dari mana kau tahu aku akan kembali malam ini? Seharusnya aku baru kembali besok, tapi ada acara yang batal karena cuaca buruk.” Iris kembali heran. Saat masuk ke tempat parkir tadi, Iris harus menatap beberapa kali untuk memastikan kalau mobil yang dilihatnya benar-benar milik Max. Sulit percaya karena Ia tidak berencana pulang hari ini,
“Beri sedikit jeda setelah kata ‘forever’. Beri penonton sedikit contoh kalau selamanya itu sangat lama. Feel, agar mereka bisa terhubung denganmu.”Wolf mengoreksi apa yang kemarin tidak lagi dikritik oleh Jacob saat Zoe berlatih bersamanya. Tapi memang biasanya seperti itu, permintaan Wolf lebih mendetail daripada Jacob. Dan karena Zoe sudah terbiasa dengan apa yang diminta oleh Wolf—setelah sekian lama bernyanyi untuknya, ia tidak lagi heran.Zoe mengulang bagian yang tadi dinyanyikannya, memberi ruang seperti apa yang diinginkan Wolf.“Nah!” Wolf dengan puas mengangkat jempol, lalu kembali memejamkan mata untuk mendengarkan sisa lagu itu. Dengan hati-hati mendengarkan setiap detail, untuk menemukan kesalahan.“Nice. Itu sempurna. Bernyanyilah seperti itu. Kau akan menang.”Wolf berdiri lalu merentangkan tangan meminta pelukan, tapi Zoe malah menyipitkan mata.“Kau yakin? Kau tidak mengatakan ini hanya karena ingin latihan kita cepat selesai bukan?”Zoe curiga, karena bisa jadi Wo
“Aku berharap kau menyebut tujuan yang lebih menarik. Paris misalnya, atau Toronto.” Wolf mengeluh sambil memarkir mobilnya di tempat tujuan mereka yang pertama disebut oleh Zoe tadi. “Paris terlalu jauh, Wolf. Bisa-bisa aku tidak kembali pada hari final itu dimulai.” Zoe menggeleng. Terang saja ia tidak bermimpi untuk mengajak Wolf pergi ke benua lain. “Memang Paris jauh, tapi apa kau harus mengajakku ke tempat ini? Like seriously?!” Mata Wolf menyipit saat memandang patung di tengah pulau yang ada di seberang mereka. Patung Liberty. Tempat pertama yang ingin dikunjungi Joe adalah Patung Liberty yang terletak di pulau Liberty. Patung itu cukup menarik Tapi tentu saja bagi orang yang sudah lama tinggal di New York patung itu tidak lagi memiliki daya tarik apapun. “Memang kenapa? Aku belum pernah berkunjung ke sana.” Zoe tidak melihat masalah yang sama dengan Wolf, karena memang belum pernah sekalipun mengunjungi patung itu meski sudah berapa lama tinggal di New York. Terlalu si
Zoe menyesal telah memberi kesempatan dan Julio untuk mengambil urutan pertama pada babak final saat pengundian.Zoe memberi kesempatan pada Julio, karena melihat dan menilai bagaimana penampilan Julio—melihat bagaimana kekuatan yang akan dilawannya.Tapi bukannya lebih bersemangat, Zoe malah ketakutan sekarang. Julio sebagus itu. Bukan hanya vokalnya, tapi aransemen lagu itu juga diubahnya dengan total. Julio yang memang ahli memakai alat musik, mengubah lagu itu menjadi orkestra megah yang amat epic. Vokalnya tentu saja juga tidak tercela. Zoe benar-benar merasa tidak yakin akan menang setelah melihat penampilan Julio itu. Ia merasa lelah dan kalah saat melihat bagaimana penonton yang memadati theater itu, dan juga para mentor berdiri menyambut Julio yang tengah membungkuk.“Itu tadi luar biasa, Julio. Ini lah final yang ingin aku lihat.” Billy—sebagai mentor Julio, tentu saja memberinya pujian yang amat manis.“Itu tadi adalah piknik untuk telingaku. Aku seperti berada di dalam g
Zoe mengangguk lalu melangkah menuju ke panggung. Ada sedikit efek yang akan dipakai Zoe hari ini, jadi ia berdiri di balik beberapa penari yang memakai kain panjang putih di tubuh mereka. Lima orang itu akan menari mengikuti lagunya. Menampilkan kesan gelombang laut yang tenang menurut produser, sejalan dengan lampu dan special efek yang mengiringinya nanti. Zoe hanya tinggal menerima saja untuk yang ini. Tidak ikut memikirkan konsep apapun. Zoe memejamkan mata saat musik mulai terdengar. Musik yang lebih sederhana dari apa yang diperdengarkan Julio tadi, tapi Zoe akan mengisinya dengan vokal yang luar biasa, dan berlaku semenjak detik pertama. Suara Zoe yang lembut menyebut kenangan indah diawal lagu itu, lalu semakin kuat saat menyebut cinta yang tersembunyi, dan semakin kuat saat menyebut kerinduan itu. Lalu kembali memohon dengan lembut saat menyebut harapan. Lagu itu adalah semua perasaan Wolf, perasaan itu juga sangat istimewa untuk Zoe. Setiap kata dalam lirik itu adalah un
Zoe menatap Julio yang ada di depannya dan tersenyum. Mengurangi ketegangan sekaligus tatapan ramah. Mereka sedang berdiri berhadapan, menunggu MC mengumumkan siapa pemenangnya.Zoe tidak punya dendam pada Julio. Pria itu memang ‘milik’ Billy tapi tidak buruk. Malah Zoe beberapa kali Zoe melihatnya dengan simpati, karena seperti dirinya Julio terkadang amat gugup saat akan bernyanyi.Tapi semua itu sudah berlalu. Mereka tidak lagi harus melewati itu. Malam ini akhirnya.“Julio Basset. Sejak awal kemunculannya, semua orang langsung kagum dengan bakat musikal yang dimilikinya, dan semakin hari kemunculannya tidak pernah mengecewakan. Ia tetap maju dengan mengusung rasa musik klasik yang perlahan dilupakan, membuat penikmat musik sesaat melupakan keberadaan musik elektrik. Dan bukan hanya musik, suaranya juga tidak kalah memukau, dan membuai penonton dari segala usia.”MC acara menyebut tentang keunggulan Julio, dan Zoe setuju. Ia juga iri pada kemampuan Julio dalam bermusik. “Loria Mor
“LORIA MOREAU!”Zoe diam. Ia mendengar namanya, tapi tidak percaya kalau nama itu miliknya.“Wake up, Baby. And smile. It’s your’s.” (Bangun dan tersenyumlah. Piala itu milikmu)Bisikan Wolf itu akhirnya memunculkan emosi. Zoe memerah karena haru, baru bisa berdiri saat Wolf membantunya. Sayang Wolf tidak bisa mengantarnya ke panggung.Untungnya ada tangan Syanne yang membantunya, lalu Jacob yang ada paling dekat dengan panggung, membantunya meniti tangga agar sampai di atas.Zoe beberapa kali mengucapkan terima kasih pada orang yang mengulurka piala miliknya, sebelum akhirnya berdiri di hadapan mic untuk menyampaikan sambutan.Zoe menghela napas beberapa kali, menghapus air mata dan akhirnya bisa menatap ke arah kamera dan penonton—yang menunggunya dengan sabar.“Ini hal yang tidak pernah saya impikan, berdiri di sini dan menerima ini.” Zoe menatap piala yang ada di tangannya sekali lagi dan tersenyum.“Saya… sempat mengubur impian ini. Tidak lagi berharap untuk bisa bernyanyi—apalagi
“Zoe, tunggu. Apa hanya seperti ini?” Max terlihat kembali akan menyentuh tangan Zoe, tapi ditepis. “Zoe, kita punya masa lalu, dan…” “Exactly! Masa lalu yang sudah tidak signifikan lagi karena aku sudah menemukan masa depan yang indah. Tidak lagi menjadi kacung yang kau anggap seperti kain kotor!” Bentakan yang membuat Max terdiam dan kembali menunduk meremas tangannya. Zoe tidak lagi peduli apakah orang lain mendengarnya atau tidak. Ia ingin Max mengerti agar tidak lagi berusaha. “Kembalilah ke liang dimana kau berada, dan silahkan mengingat kenapa kau dulu memilih untuk membiarkanku mati. Agar kau sadar kenapa aku tidak akan pernah berkelas kasihan padamu!” Zoe menyambar kacamata hitam yang ada di meja lalu memakainya dan berjalan keluar. Urusannya berakhir. Ia kemarin juga sudah menolak permintaan Iris yang berusaha menghubunginya dari penjara. Zoe tidak ingin merusak harinya dengan mendengar omong kosong. Sedangkan Billy—ia tidak mencoba sama sekali. Diantara mereka bertiga
Zoe melakukan sesuatu yang tidak akan disukai oleh Wolf. Ia tidak akan berbohong, tapi akan mengatakannya nanti setelah selesai. Zoe ingin menyelesaikan ini sendiri tanpa campur tangan orang lain.Tentu saja tidak mudah. Ia melangkah dengan hati gelisah. Zoe beberapa kali menggeser kacamata hitam yang ada di atas hidung, sementara tangan yang lain menenteng bunga dan box hadiah berwarna pink yang cantik.Zoe gelisah karena tahu ia akan dikenali saat masuk nanti. Tapi sudah pasrah. Tidak mungkin juga menyembunyikan identitasnya sekarang—mengingat orang yang akan ditemuinya.Zoe menghampiri loket setelah ia menuliskan nama dan nomor tahanan di selembar formulir, dan menyerahkannya.“Silahkan tunggu di sana. Nanti akan kami panggil,” kata sipir penjara yang ada di belakang loket.Ia menatap Zoe beberapa kali saat ada sipir lain yang memeriksa bawaan Zoe—memastikan tidak ada benda terlarang diselundupkan, melirik untuk memastikan—bahkan membaca namanya yang ada di formulir, tapi tidak ber
“Ini.” Wolf menyerahkan cangkir pada Zoe. Zoe ingin menerima tapi tangannya masih sibuk membalas pesan yang masuk ke ponselnya. “Cliff benar-benar belum punya kekasih bukan?” tanya Zoe. “Hm? Untuk apa kau bertanya?” Wolf mengernyit curiga tentu.“Untuk Sara. Ia ingin meyakinkan karena tidak percaya pria seperti Cliff masih single.” Zoe mendecak sambil menunjukkan pesan yang dikirim oleh Sara untuknya. Menunjukkan kalau ia tidak berbohong. Ia memang bertanya untuk Sara bukan untuk dirinya. “Belum. Kata Clay ia sempat punya—wartawan atau MC, aku lupa. Tapi putus saat Cliff akan pindah dan ke sini. Entah dia pindah lalu mereka putus, atau putus dan baru pindah.” Wolf hanya mengulang kata-kata Clay tentu. Dan kini Zoe mengulangnya dalam bentuk pesan untuk Sara, dan mengirimnya agar tenang. “Bagaimana kau bisa tahu detail ini?” Setelah mengirim pesan dan mengambil cangkir bagiannya Zoe bertanya dengan heran. Pengetahuan itu terlalu mendetail—terutama saat berasal dari Wolf yang bias
“Tapi seharusnya dia ada di penjara…”Max mengingkari kenyataan sekali lagi. Baginya Loria masih tidak mungkin Zoe karena seharusnya ia ada di dalam penjara.“Tololmu tidak ada habisnya!” Billy menggebrak meja dan mengamuk. Mencekik leher Max dengan tangannya yang terborgol. Tentu saja segera terjadi keributan dan teriakan saat polisi yang berjaga menerjang Billy melumpuhkannya ke lantai.Tapi rupanya Billy benar-benar marah pada Max, karena ia masih memberontak dan memaki pada Max, meski ia sudah ada dalam posisi menelungkup.“DASAR OTAK UDANG! KEPALAMU ITU…”“SILENCE!”Bentakan Billy kalah dari hakim yang berseru menggelegar. Tidak hanya Billy yang terdiam, wartawan dan penonton yang ribut pun diam. “Sekali lagi ada yang mengganggu aku akan menjadwalkan ulang sidang ini! PAHAM?!”Sunyinya ruangan itu, hanya berarti mereka semua mengerti. “Bawa keluar. Mr. Dacosta, saya akan memastikan tindakan ini akan masuk dalam dakwaan Anda. Penyerangan, tindak tidak sopan dan mengganggu keter
Jaksa itu memulai dengan pertanyaan standar, tentang latar belakang Sara—pendidikan, berapa lama ia telah menjadi psikiater dan lain sebagainya. Baru setelah itu ia menyebut tentang Zoe. “Sejak kapan Ms. Zoe Anderson menjadi pasien Anda?” tanya Jaksa. “Lebih dari setahun.” Sara menjawab dengan jelas. Tidak terlihat lagi mode ceria yang biasa dipakainya saat berhadapan dengan pasien. “Bisa Anda jelaskan bagaimana keadaan Ms. Anderson saat itu?” “Zoe datang dengan keinginan untuk sembuh, karena ia menderita trauma berat yang sangat terlihat dan membuatnya tidak bisa menjalani kehidupan yang normal.” “Bisa tolong jelaskan lebih lanjut tentang trauma itu?” Sara mengangguk. Tenang karena semua sesuai dengan perkiraan yang diberikan Cliff. “Zoe datang dalam keadaan tidak bisa bicara, tapi hasil pemeriksaan dokter memperlihatkan kalau Zoe tidak menderita luka fisik lagi. Semua syarafnya normal tanpa gangguan, maka bisa dipastikan kalau keadaan tidak bisa bicara itu adalah hasil lain da
“Itu… Aneh. Kau jangan bercanda!” Iris menggeleng keras sambil menatap Zoe dari ujung kepala sampai ujung kaki. Berusaha mengenali sosoknya sebagai orang yang sama—dengan yang dilihatnya dulu saat bersama dengan Max.“Apa aku pernah bercanda saat bicara denganmu?”Wolf membalas dengan datar sambil menarik kursi untuk Zoe. Kursi yang paling jauh dari Iris. Ia masih kehilangan kata-kata dan terus memandang Zoe.“Kau benar-benar Zoe Anderson?” Iris masih melotot ke arah Zoe.“Ya, sebelum mengubah nama menjadi Loria Moreau, itu adalah namaku juga.” Zoe membalas dengan tenang. Kegugupan yang tadi menghantui tidak lagi ada.Pertemuan dengan Iris itu mungkin tidak terduga dan nyaris menyebalkan, tapi Zoe merasa mendapat kekuatan, karena sangat sadar kalau ia saat ini berada di atas.Melihat Iris yang terkejut, Zoe merasakan kepuasan. Kemenangan karena berhasil menunjukkan dirinya yang baru kepada Iria. Bukan lagi perempuan kumal yang dulu ditemuinya—dan diabaikan karena dianggap tidak setara
Zoe mengusap rock dan blazernya yang berwarna cream netral. Pilihan dari Darcy agar Zoe tidak tampak mengintimidasi maupun muram. Ia tengah merasa gugup karena dari kejauhan bisa melihat bagaimana wartawan berkerumun di depan pengadilan. Mreka tentu saja menunggu sosok Zoe Anderson yang sama sekali misterius. Tidak ada yang memuat gambar Zoe dalam berita, karena memang tidak ada dokumentasi apapun dari kasus Zoe. Dulu Zoe terluka dan ada di rumah sakit, jadi sama sekali tidak menghadiri pengadilan sebagai tersangka. Tidak ada yang merekam wajahnya maupun tertarik untuk mencari tahu di rumah sakit karena kasus itu sangat jelas membuatnya menjadi tersangka. Zoe juga mengusap rambutnya yang berwarna kembali pirang. Ia tidak memakai wig hari ini. Pertama kalinya ia akan muncul tanpa rambut hitam—dan sejujurnya membuat Zoe lebih gugup lagi. Seolah melepaskan topeng yang selama ini melindunginya. Zoe akan menjadi Zoe di hadapan orang banyak, bukan lagi Loria. “Mereka akan terpesona pada
“Dia ingin menyelamatkan diri! Licik sekali!” Wolf mendesis kesal.Sudah jelas dari pernyataan Iris itu terlihat kalau ia memang hanya ingin menyelamatkan dirinya sendiri dengan menyalahkan Max dan juga Billy.“Ia membuat mereka terkesan menekan dirinya untuk menyembunyikan kenyataan tentang Zoe. Iris lalu memakai alasan tekanan itu dan menjadikannya terlihat sebagai alasan semua perbuatan anehnya kemarin. Ia bersembunyi dari kesalahan dengan memakai alasan kesehatan mental.” Sara menggeleng dan tampak jengkel. Tentulah ia kesal saat ada orang yang menjadikan kesehatan mental sebagai kebohongan.“Dia berhasil keluar memakai sekoci sebelum kapalnya benar-benar karam.” Cliff memandang Iris yang terus terisak dan menangis diantara kata-katanya.“Tidak masalah. Biarkan saja,” kata Zoe sambil bersedekap dan menatap ke arah televiisi tanpa berkedip.“Apa maksudmu biarkan saja? Dia berbohong lagi!” Wolf juga menunjuk ke arah televisi dengan wajah tidak terima.“Setidaknya dia telah jujur, ba