Kejutan juga, soalnya 4 bab. Ga boleh minta yg sama besok :))
Wolf tahu Zoe akan mengagumkan, tapi yang dilihatnya sekarang lebih dari apa yang dibayangkannya. Pilihannya tidak salah, Wolf memang lebih menyukai penyanyi yang memiliki penampilan live yang menghanyutkan. Hampir semua penyanyi pilihannya seperti itu—bahkan Iris. Tidak semua penyanyi bisa melakukannya. Kebanyakan orang akan sangat sempurna saat berada di ruang rekamanan, tapi akan melempem saat penampilan live. Tidak ada emosi, kurangnya penguasaan panggung, dan biasanya terlalu peduli pada penonton. Komunikasi dengan penonton—dengan mempertahankan kontak mata, tapi seharusnya tidak sampai mempengaruhi emosi. Keseimbangan itu yang sulit di dapat.Tapi Zoe bisa melakukannya. Zoe menerapkan apa yang didapatnya dari Wolf dengan sempurna. Menggabungkan bakat dan pengetahuan yang di dapatkannya. Suara yang indah itu, kini membaur dengan senyum, lirikan mata, ayunan tangan dan emosi dalam setiap kata yang tertutur dalam nada itu. Keindahan itulah yang sejauh ini membuat posisi Zoe san
[Aku harus pergi. Ada urusan mendadak. Kau pylamg dsja dulu. Naik taksi]Pesan itu tidak lucu. Bukan hanya karena typonya sedikit, tapi pesan itu menyebalkan untuk Zoe.Zoe kecewa karena mereka tidak pulang bersama sesuai rencana, dan ia harus bersusah payah naik taksi. Tapi kekecewaan itu tidak terlalu penting, Zoe masih bisa menahannya.Kekecewaan terbesar Zoe saat ini adalah tidak adanya keterangan apapun dari pesan itu yang menyebut kemana tujuan Wolf. Padahal Zoe memerlukannya.Ia ingin tahu apakah Wolf akan bekerja atau melakukan hal lain. Zoe jelas curiga ia akan melakukan hal yang lain, karena pekerjaan Wolf biasanya terjadwal. Dan hal lain yang bisa berupa apa saja. Zoe menghela napas panjang sambil menatap ponselnya. Sejak tadi ia menimbang apakah perlu bertanya Wolf pergi kemana atau tidak. Tapi belum mendapat keputusan yang menyenangkan. Ia tidak ingin terkesan ribut dan mengganggu Wolf, tapi sulit sekali menenangkan hatinya dan percaya kalau Wolf tidak tengah melakukan
Wolf mendecak dan menjauhkan kepalanya dari rambut berwarna brunette itu. Wolf tentu saja juga mendorong tubuhnya menjauh, tapi Emily menempel seperti lintah.“Lepaskan!” Wolf akhirnya menggeram, baru kemudian pelukan itu terlepas.“Kenapa kau diam saja? Seharusnya kau mengabariku sebelum datang. Kau kejam sekali. Sudah berapa lama kau tidak pernah menghubungiku? Tapi aku gembira kau datang memberiku kejutan!”Emily kembali berusaha memeluk, tapi Wolf mendorong kepalanya menjauh.“Apa kau sinting? Lihat dulu apa yang ada di sekitarmu! Pakai mata dan otakmu dengan benar! Apa keduanya sudah rusak permanen karena alkohol?!”Emily menyibak rambutnya yang berantakan menutupi wajah dan memandang sekitar. Matanya masih terlihat menyipit karena terlalu mabuk dan kepalanya pusing, tapi ia mengenali jeruji penjara.“Eh? Bagaimana aku bisa ada di sini? Apa yang aku lakukan? Apa yang terjadi?” Emily menyentuh jeruji besi untuk meyakinkan kalau benda itu nyata.“Yang terjadi adalah hal normal, kar
Wolf memasuki rumahnya dengan langkah terseret. Ia lelah—sangat amat lelah. Malam kemarin mungkin ia ‘bekerja terlalu keras’ bersama Zoe, dan bekerja di kantor saat siang. Malam ia langsung pergi stasiun televisi, dan baru saja ia menyetir jarak jauh, pulang pergi. Wolf sudah merasa beruntung tidak menabrak tiang manapun tadi, dan bisa sampai di rumah dengan selamat. Wolf menjatuhkan kaos yang baru saja dilepaskannya, saat melihat onggokan kain berwarna biru putih, dan berpaling memandang ranjang. Mengira tidak akan ada hal istimewa apapun, Wolf mengabaikan bagian itu sejak tadi, tapi kini ia melihat gundukan tertutup selimut yang tidak perlu lagi bertanya siapa yang ada di baliknya. Dan begitu saja sudah membuatnya tersenyum. Lelah dan segala kejengkelan yang menghinggapi Wolf terlupa dengan begitu cepat, saat menyadari kalau Zoe berada di atas ranjang. Tentu saja Wolf mengira Zoe pulang ke apartemennya. Wolf menggelengkan kepala. Tidak mengerti bagaimana mungkin suasana hatinya
Wolf terbangun dengan kebingungan. Sangat yakin tidak seharusnya ia terbangun saat matahari sudah hampir tenggelam.Wolf memandang sekitar dan menemukan ruang yang kosong, sama seperti pikirannya saat ini. Wolf macet karena tidur terlalu lama. Tapi Wolf yakin Zoe ada di rumah.Tapi keadaannya aneh. Kamarnya tetap rapi. Zoe biasanya akan meninggalkan jejak saat dia ada.Wolf turun dari ranjang—ingin ke bawah untuk melihat apakah Zoe ada di sana, tapi kemudian ingatan Wolf kembali. Ia tidak seharusnya bangun saat matahari tenggelam.“FUCK!”Wolf memaki lalu memandang sekitar. Mencari ponsel, tapi ia hanya menemukan kaos yang dipakainya tadi malam di lantai.Wolf kembali memaki sambil memukul keningnya beberapa kali dengan tangan. Ingin mengingat dimana keberadaan ponselnya, kemudian ia mendengar dering pelan dari arah kamar mandi.“What the fuck?”Wolf semakin heran saat menemukan ponselnya berada di wastafel. Menyala memperlihatkan panggilan dari Becca. Ada puluhan panggilan tidak terj
“Kau bersama dengan Zo… Loria?” tanya Wolf lagi.“Well, of course. Ada apa sebenarnya?” Jacob kebingungan.“Di mana dia sekarang? Apa yang terjadi saat syuting itu?” desis Wolf. Semakin sadar kalau ada sesuatu yang salah.“Ha? Bagaimana?” Jacob sama sekali tidak mengerti.“Bangun dan katakan padaku apa yang terjadi saat syuting itu. Sekarang juga!” Wolf mengulang dalam bentakan lebih keras.“Chill, Bro!” Jacob tentu saja terkejut atas pemaksaan yang tidak terduga itu.“Cepat katakan!”“Oke… oke.” Mesti bingung setengah mati, Jacob akhirnya mulai menyebut kejadian apa yang diingatnya selama syuting.“Loria datang, kami berlatih, tapi karena lagunya sedikit sulit ia tidak bisa mencapai nada yang diinginkan. Lalu selesai dan kami akan melanjutkan syuting besok. Ekstra karena Loria harus menguasai nada itu.”“Itu saja tidak ada hal yang terjadi lagi?” Terlalu biasa. Wolf tidak puas.“Ya, ini syuting… Oh, dia tadi meminta izin untuk memakai studio setelah syuting. Ia ingin berlatih sendiri
“Zoe! Buka pintu!” Wolf mengetuk—menggedor pintu apartemen Zoe yang tentu saja tertutup rapat sejak tadi. Sudah sekitar lima menit Wolf berdiri di depan pintu itu, dan terus mengetuk. Wolf akhirnya mengikuti Zoe pulang dari studio Jacob, meski tidak dalam waktu yang sama. Zoe langsung naik taksi saat keluar dari studio itu. Tapi Wolf berhasil mengikuti sampai ke apartemen Zoe. Tapi sayangnya Wolf kalah, karena Zoe terlebih dulu masuk sebelum wolf bisa menghadangnya. “Zoe! Aku perlu penjelasan! Kau tidak bisa melakukan hal ini padaku! Aku tidak mengerti apa maksudmu!” seru Wolf, dengan tangan terus mengetuk. Wolf sangat sadar kalau Zoe marah, dan mungkin salah paham tentang sesuatu. Tapi ia tidak mengerti apa yang salah. Wolf tidak merasa melakukan kesalahan yang parah sampai harus dihitung sebagai mengingkari janji. Ia tidak mengingkari janji apapun. “Zoe! Aku butuh…” “HEI! YOU!” Wolf berpaling dan melihat seseorang menjulurkan kepala dari pintu unit apartemen yang ada di s
Wolf bisa senekat ini karena tentu saja ia sangat kesulitan menemui Zoe saat berada di apartemennya saat jam normal—agar tidak ada orang yang memanggil polisi.Saat Wolf datang ke sana pagi, Zoe sudah pergi, dan akan kembali saat sangat malam.Belum lagi jadwal keduanya yang sama-sama gila. Wolf harus menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda, sementara Zoe harus berlatih dengan lebih sering untuk babak berikutnya dimulai. Tentu saja dilengkapi fakta kalau Zoe memblokir nomor Wolf. Ia sama sekali tidak bisa menghubungi Zoe selama beberapa hari ini.Setelah mencoba beberapa kali bertemu dan gagal, Wolf tahu ini saatnya ia berlaku sedikit nekat, dan inilah hasilnya. Mendatangi Zoe saat melakukan syuting footage latihan terakhir sebelum live besok.“Apa boleh aku menunggu di sini? Aku tidak ingin mondar-mandir lagi.”Wolf meminta izin kepada produser itu, sambil menunjuk ke arah belakang kru. Ia ingin menunggu bersama kru film, sampai syutingnya selesai. Dengan begitu Zoe tidak akan bisa
“LORIA MOREAU!”Zoe diam. Ia mendengar namanya, tapi tidak percaya kalau nama itu miliknya.“Wake up, Baby. And smile. It’s your’s.” (Bangun dan tersenyumlah. Piala itu milikmu)Bisikan Wolf itu akhirnya memunculkan emosi. Zoe memerah karena haru, baru bisa berdiri saat Wolf membantunya. Sayang Wolf tidak bisa mengantarnya ke panggung.Untungnya ada tangan Syanne yang membantunya, lalu Jacob yang ada paling dekat dengan panggung, membantunya meniti tangga agar sampai di atas.Zoe beberapa kali mengucapkan terima kasih pada orang yang mengulurka piala miliknya, sebelum akhirnya berdiri di hadapan mic untuk menyampaikan sambutan.Zoe menghela napas beberapa kali, menghapus air mata dan akhirnya bisa menatap ke arah kamera dan penonton—yang menunggunya dengan sabar.“Ini hal yang tidak pernah saya impikan, berdiri di sini dan menerima ini.” Zoe menatap piala yang ada di tangannya sekali lagi dan tersenyum.“Saya… sempat mengubur impian ini. Tidak lagi berharap untuk bisa bernyanyi—apalagi
“Zoe, tunggu. Apa hanya seperti ini?” Max terlihat kembali akan menyentuh tangan Zoe, tapi ditepis. “Zoe, kita punya masa lalu, dan…” “Exactly! Masa lalu yang sudah tidak signifikan lagi karena aku sudah menemukan masa depan yang indah. Tidak lagi menjadi kacung yang kau anggap seperti kain kotor!” Bentakan yang membuat Max terdiam dan kembali menunduk meremas tangannya. Zoe tidak lagi peduli apakah orang lain mendengarnya atau tidak. Ia ingin Max mengerti agar tidak lagi berusaha. “Kembalilah ke liang dimana kau berada, dan silahkan mengingat kenapa kau dulu memilih untuk membiarkanku mati. Agar kau sadar kenapa aku tidak akan pernah berkelas kasihan padamu!” Zoe menyambar kacamata hitam yang ada di meja lalu memakainya dan berjalan keluar. Urusannya berakhir. Ia kemarin juga sudah menolak permintaan Iris yang berusaha menghubunginya dari penjara. Zoe tidak ingin merusak harinya dengan mendengar omong kosong. Sedangkan Billy—ia tidak mencoba sama sekali. Diantara mereka bertiga
Zoe melakukan sesuatu yang tidak akan disukai oleh Wolf. Ia tidak akan berbohong, tapi akan mengatakannya nanti setelah selesai. Zoe ingin menyelesaikan ini sendiri tanpa campur tangan orang lain.Tentu saja tidak mudah. Ia melangkah dengan hati gelisah. Zoe beberapa kali menggeser kacamata hitam yang ada di atas hidung, sementara tangan yang lain menenteng bunga dan box hadiah berwarna pink yang cantik.Zoe gelisah karena tahu ia akan dikenali saat masuk nanti. Tapi sudah pasrah. Tidak mungkin juga menyembunyikan identitasnya sekarang—mengingat orang yang akan ditemuinya.Zoe menghampiri loket setelah ia menuliskan nama dan nomor tahanan di selembar formulir, dan menyerahkannya.“Silahkan tunggu di sana. Nanti akan kami panggil,” kata sipir penjara yang ada di belakang loket.Ia menatap Zoe beberapa kali saat ada sipir lain yang memeriksa bawaan Zoe—memastikan tidak ada benda terlarang diselundupkan, melirik untuk memastikan—bahkan membaca namanya yang ada di formulir, tapi tidak ber
“Ini.” Wolf menyerahkan cangkir pada Zoe. Zoe ingin menerima tapi tangannya masih sibuk membalas pesan yang masuk ke ponselnya. “Cliff benar-benar belum punya kekasih bukan?” tanya Zoe. “Hm? Untuk apa kau bertanya?” Wolf mengernyit curiga tentu.“Untuk Sara. Ia ingin meyakinkan karena tidak percaya pria seperti Cliff masih single.” Zoe mendecak sambil menunjukkan pesan yang dikirim oleh Sara untuknya. Menunjukkan kalau ia tidak berbohong. Ia memang bertanya untuk Sara bukan untuk dirinya. “Belum. Kata Clay ia sempat punya—wartawan atau MC, aku lupa. Tapi putus saat Cliff akan pindah dan ke sini. Entah dia pindah lalu mereka putus, atau putus dan baru pindah.” Wolf hanya mengulang kata-kata Clay tentu. Dan kini Zoe mengulangnya dalam bentuk pesan untuk Sara, dan mengirimnya agar tenang. “Bagaimana kau bisa tahu detail ini?” Setelah mengirim pesan dan mengambil cangkir bagiannya Zoe bertanya dengan heran. Pengetahuan itu terlalu mendetail—terutama saat berasal dari Wolf yang bias
“Tapi seharusnya dia ada di penjara…”Max mengingkari kenyataan sekali lagi. Baginya Loria masih tidak mungkin Zoe karena seharusnya ia ada di dalam penjara.“Tololmu tidak ada habisnya!” Billy menggebrak meja dan mengamuk. Mencekik leher Max dengan tangannya yang terborgol. Tentu saja segera terjadi keributan dan teriakan saat polisi yang berjaga menerjang Billy melumpuhkannya ke lantai.Tapi rupanya Billy benar-benar marah pada Max, karena ia masih memberontak dan memaki pada Max, meski ia sudah ada dalam posisi menelungkup.“DASAR OTAK UDANG! KEPALAMU ITU…”“SILENCE!”Bentakan Billy kalah dari hakim yang berseru menggelegar. Tidak hanya Billy yang terdiam, wartawan dan penonton yang ribut pun diam. “Sekali lagi ada yang mengganggu aku akan menjadwalkan ulang sidang ini! PAHAM?!”Sunyinya ruangan itu, hanya berarti mereka semua mengerti. “Bawa keluar. Mr. Dacosta, saya akan memastikan tindakan ini akan masuk dalam dakwaan Anda. Penyerangan, tindak tidak sopan dan mengganggu keter
Jaksa itu memulai dengan pertanyaan standar, tentang latar belakang Sara—pendidikan, berapa lama ia telah menjadi psikiater dan lain sebagainya. Baru setelah itu ia menyebut tentang Zoe. “Sejak kapan Ms. Zoe Anderson menjadi pasien Anda?” tanya Jaksa. “Lebih dari setahun.” Sara menjawab dengan jelas. Tidak terlihat lagi mode ceria yang biasa dipakainya saat berhadapan dengan pasien. “Bisa Anda jelaskan bagaimana keadaan Ms. Anderson saat itu?” “Zoe datang dengan keinginan untuk sembuh, karena ia menderita trauma berat yang sangat terlihat dan membuatnya tidak bisa menjalani kehidupan yang normal.” “Bisa tolong jelaskan lebih lanjut tentang trauma itu?” Sara mengangguk. Tenang karena semua sesuai dengan perkiraan yang diberikan Cliff. “Zoe datang dalam keadaan tidak bisa bicara, tapi hasil pemeriksaan dokter memperlihatkan kalau Zoe tidak menderita luka fisik lagi. Semua syarafnya normal tanpa gangguan, maka bisa dipastikan kalau keadaan tidak bisa bicara itu adalah hasil lain da
“Itu… Aneh. Kau jangan bercanda!” Iris menggeleng keras sambil menatap Zoe dari ujung kepala sampai ujung kaki. Berusaha mengenali sosoknya sebagai orang yang sama—dengan yang dilihatnya dulu saat bersama dengan Max.“Apa aku pernah bercanda saat bicara denganmu?”Wolf membalas dengan datar sambil menarik kursi untuk Zoe. Kursi yang paling jauh dari Iris. Ia masih kehilangan kata-kata dan terus memandang Zoe.“Kau benar-benar Zoe Anderson?” Iris masih melotot ke arah Zoe.“Ya, sebelum mengubah nama menjadi Loria Moreau, itu adalah namaku juga.” Zoe membalas dengan tenang. Kegugupan yang tadi menghantui tidak lagi ada.Pertemuan dengan Iris itu mungkin tidak terduga dan nyaris menyebalkan, tapi Zoe merasa mendapat kekuatan, karena sangat sadar kalau ia saat ini berada di atas.Melihat Iris yang terkejut, Zoe merasakan kepuasan. Kemenangan karena berhasil menunjukkan dirinya yang baru kepada Iria. Bukan lagi perempuan kumal yang dulu ditemuinya—dan diabaikan karena dianggap tidak setara
Zoe mengusap rock dan blazernya yang berwarna cream netral. Pilihan dari Darcy agar Zoe tidak tampak mengintimidasi maupun muram. Ia tengah merasa gugup karena dari kejauhan bisa melihat bagaimana wartawan berkerumun di depan pengadilan. Mreka tentu saja menunggu sosok Zoe Anderson yang sama sekali misterius. Tidak ada yang memuat gambar Zoe dalam berita, karena memang tidak ada dokumentasi apapun dari kasus Zoe. Dulu Zoe terluka dan ada di rumah sakit, jadi sama sekali tidak menghadiri pengadilan sebagai tersangka. Tidak ada yang merekam wajahnya maupun tertarik untuk mencari tahu di rumah sakit karena kasus itu sangat jelas membuatnya menjadi tersangka. Zoe juga mengusap rambutnya yang berwarna kembali pirang. Ia tidak memakai wig hari ini. Pertama kalinya ia akan muncul tanpa rambut hitam—dan sejujurnya membuat Zoe lebih gugup lagi. Seolah melepaskan topeng yang selama ini melindunginya. Zoe akan menjadi Zoe di hadapan orang banyak, bukan lagi Loria. “Mereka akan terpesona pada
“Dia ingin menyelamatkan diri! Licik sekali!” Wolf mendesis kesal.Sudah jelas dari pernyataan Iris itu terlihat kalau ia memang hanya ingin menyelamatkan dirinya sendiri dengan menyalahkan Max dan juga Billy.“Ia membuat mereka terkesan menekan dirinya untuk menyembunyikan kenyataan tentang Zoe. Iris lalu memakai alasan tekanan itu dan menjadikannya terlihat sebagai alasan semua perbuatan anehnya kemarin. Ia bersembunyi dari kesalahan dengan memakai alasan kesehatan mental.” Sara menggeleng dan tampak jengkel. Tentulah ia kesal saat ada orang yang menjadikan kesehatan mental sebagai kebohongan.“Dia berhasil keluar memakai sekoci sebelum kapalnya benar-benar karam.” Cliff memandang Iris yang terus terisak dan menangis diantara kata-katanya.“Tidak masalah. Biarkan saja,” kata Zoe sambil bersedekap dan menatap ke arah televiisi tanpa berkedip.“Apa maksudmu biarkan saja? Dia berbohong lagi!” Wolf juga menunjuk ke arah televisi dengan wajah tidak terima.“Setidaknya dia telah jujur, ba