“Mas, please! Aku harus menyiapkan data meeting dengan Pak Arshaka hari ini ‘kan?”“Dengan mobil online saja atau taxi, bisa?” “Dari tadi gak dapet-dapet, Mas! Jam sibuk!” Jordhy berpikir sejenak. Benar, dia ada meeting dengan Arshaka. Lalu, rengekkan Lisa membuatnya dilemma. Namun, bukannya dia sudah berjanji mengantarkan Arumi. “Mas, please! Meetingnya pagi masalahnya! Langsung ke sini, ya! Sarapan bareng nanti!” “Baiklah!” Jordhy kalah. Hatinya yang memang masih gamang memutuskan dengan cepat. Dia pun turun dan membawa tas kerja menyusul Arumi ke meja makan. Tampak sang istri tengah menyiapkan sarapan untuknya. “Hari ini aku siapkan grilled tuna mozzarella! Makanan kesukaan abi! Kata Bi Armah, kamu suka juga,” tutur Arumi seraya meletakkan cappuccino panas kesukaan Jordhy.“Enak tahu, Mas! Aku baru tahu Mbak Rumi pintar masak!” Shelma yang sudah menduduki kursi di samping kursi Arumi berkomentar. Shelma bukan orang berhati busuk, tetapi memang karakternya saja yang blak-blak
Perlahan Jordhy berusaha melupakan kecurigaannya terkait Arumi. Sisi logisnya sibuk menepis. Tak mungkin jika owner Sabia collection yang butiknya sampai di manca negara itu, seorang perempuan dengan muka buruk. Dia berusaha mencari beragam informasi dari internet, tetapi tak satupun yang menampilkan wajah owner Sabia collection tersebut. Di beberapa kesempatan ada potret ketika perempuan itu menerima penghargaan, tetapi memang wajahnya selalu menggunakan masker. [Owner Sabia Collection merupakan seorang fashion desainer lulusan universitas Ecole superieure des arts et techniques de la mode atau yang lebih dikenal dengan kependekkan ESMOD yang berada di Paris, Prancis. Dia berhasil menyelesaikan S1 nya di sekolah mode tertua dan bergengsi di dunia tersebut dan sukses mengembangkan bisnisnya di tanah air. Owner Sabia Collection memiliki kurang lebih dua puluh cabang butik yang berada di kota-kota besar di nusantara. Pusat butiknya berada di Surabaya, sedangkan cabangnya berada di ber
“Enggak kok, Bi! Abi tenang saja! Mas Jordhy baik dan pengertian, kok, Bi! Cuma dia memang workaholic, ya maklum, abi tahu sendiri sebesar apa tanggung jawab Mas Jordhy di perusahaan!” Arumi berbicara panjang lebar. Dia berusaha meyakinkan sang ayah jika rumah tangganya dengan Jordhy baik-baik saja. Meskipun, kenyataannya tak seindah yang Arumi katakan. Bahkan, seminggu saja belum usia pernikahan mereka, Arumi sudah mengetahui fakta ada wanita lain di hati suaminya. Sementara itu, Arumi tak sadar jika sejak tadi Jordhy sudah berdiri tak jauh dari dirinya yang membelakangi kamar. “Apa katanya tadi, aku orang baik dan pengertian? Apa seperti itu ya, aku di matanya? Jangan-jangan dia sudah jatuh cinta dan mulai kagum padaku? Ck, memang pesonaku gak ada yang bisa menolaknya,” Jordhy tersenyum sambil mengusap bulu halus yang tumbuh sekitar pelipis dan dagu. Entah kenapa hatinya menghangat ketika mendengar Arumi memujinya. Jordhy berjalan dan kembali masuk ke dalam kamar. Dia pu
“Kalau kita tak pergi, apa papa akan marah? Kebetulan aku baru mau minta izin pulang ke Surabaya. Abi mau operasi.”Jordhy bergeming. Dia kira, akan mendapat respon kegirangan. Bukankah Arumi hanya anak seorang pengusaha kecil saja? Bukankah pernikahan mereka pun atas perjanjian kedua pihak, orang tua mereka? Jordhy mengira, Arumi akan jingkrak-jingkrak senang karena akan diajak ke kota yang cukup terkenal. Eh, ternyata responnya diluar dugaan.“Kalau elo yang nolak, kayaknya gak marah dia. Asal jangan nyuruh gue bilang ke papanya.” “Oke, Mas! Nanti aku bilang papa.” Arumi mengangguk dan meletakkan lagi voucher liburan itu ke tempat semula. Lalu dia beranjak ke kamar mandi dan mengambil wudhu. Setelahnya, dia melaksanakan shalat isya dan terlihat berdoa dengan khusuk. Usai shalat, dia kembali berbaring pada sofa setelah berganti dengan piyama. “Perempuan aneh, diajak ke luar negeri, malah nolak!” batin Jordhy sambil merebahkan tubuh dan memejamkan mata. Hatinya mulai mendefinisikan
“Ah, persetan! Ngapain mikirin mereka! Bukannya justru malah bagus kalau mereka makin akrab! Jadi, setelah enam bulan ini! Aku bisa menceraikan Arumi tanpa takut disalahkan papa! Nanti tinggal kubilang saja, aku terganggu dengan kedekatan Rumi dan Kevandra.” Jordhy tersenyum sendiri. Meski dia pun tak sadar, ketika hatinya mulai tak sejalan dengan rencana yang dia susun berdasarkan logika. Hanya saja, dia masih bertahan. ****** Sore harinya, usai meeting dengan klien. Jordhy bersiap-siap pulang. Hatinya mengajaknya untuk pergi. Apalagi teringat percakapan Arumi dan Kevandra tadi pagi. Sore ini, Arumi akan memasakkan tuna grilled steak untuk makan malam. “Mas, kita jadi ‘kan?” Suara Lisa membuat Jordhy yang tengah mematikan laptop mendongak. Tampak Lisa dengan wajah yang sudah di touch up dengan make up dan terlihat segar berdiri di depannya. Pakaiannya, tentunya memang style Lisa selalu membuat betah orang yang memandang. “Ke mana, Lis?” Jordhy menautkan alis. Seharian ini begitu
“Wah masakan kamu enak banget, Rum! Gagal diet nih, Mama!” Reska meletakkan sendok dan garpu pada piring kosongnya. Ide Kevandra untuk makan bersama di gazebo belakang, rupanya tak buruk juga.Dia bahkan sibuk membantu dua ART menyiapkan alat panggang untuk steak ikan tuna yang sudah Arumi siapkan bumbunya. Kevandra, selalu rindu kebersamaan dengan keluarga. Terlalu lama di negeri orang, membuatnya memaksimalkan waktu yang ada untuk bersama dengan Reska, sang mama. “Iya loh, Mbak! Masakan kamu enak. Kamu gak seburuk yang dulu aku pikirkan. Pas awal-awal, aku underestimate banget sama kamu, Mbak! Sorry ya, Mbak! Habisnya kata Mas Jordhy kamu itu kampungan, mukanya jelek ada tompel dan kayaknya manja sampai-sampai nyari suami saja dicariin sama keluarga.” Shelma masih bicara sambil menyuap. Wajah judesnya masih sama, hanya saja dia sudah mulai menyukai Arumi karena masakan-masakan enaknya. Cuma tetap saja, kalimatnya yang blak-blakkan membuat Arumi mengelus dada.“Ini, nih! Kalau ngomo
“Dah pulang elo, Mas? Yok, makan!” tutur Kevandra yang sudah melepas tangannya yang tadi menyangga tubuh Arumi. “Gak selera! Masakan amatiran kek gitu, paling gak enak!” oceh Jordhy sambil melirik sebal ke arah piring Kevandra yang sudah hampir kosong. Terbayang dalam benaknya, apa saja yang sudah dua orang itu lakukan.“Ya elah, gitu amat, Mas!” decih Kevandra sambil kembali duduk dan bersila. Sementara itu, Arumi menoleh pada Jordhy sekilas. Awalnya hendak menawari makan. Namun, kalimat barusan membuat Arumi mengurungkan niat. Jordhy bilang masakannya amatiran, tidak enak. Akhirnya Arumi mengambil piring bekas makan dan berjalan meninggalkan Jordhy dan Kevandra berduaan. Lalu dia ke dapur dan meletakkan piring bekas itu ke wastafel. “Eh, sudah pada selesai makannya, Non? Biar bibi bereskan!” Bi Armah yang baru selesai menyetrika menoleh pada Arumi.“Masih ada Kevan sama Shelma, Bi! Cuma Shelmanya masih di kamar mandi.” “Oh, baik, Non!” Arumi lekas mengambil buah potong dari lem
Usai makan malam, Kevandra mengecek beberapa pesan pada emailnya sebentar. Dia memeriksa laporan dari manager property. Semua investasi yang dibangun almarhum Suryadinata---sang ayah sebelum meninggal, mau tak mau harus dia teruskan. Beruntung, Kevandra dikelilingi orang-orang baik. Juga Atmaja---sang ayah sambung yang cukup amanah dan totalitas mendukungnya.Selama dia belum bisa mengelola bisnis property peninggalan sang ayah sendiri, Atmaja dengan telaten mengurus dan menjaganya, sehingga ketika Kevandra dewasa dia bisa menyerahkan semua asset itu tanpa berkurang satu apapun. Meskipun bisnisnya tak sebanyak perusahaan yang dikelola Atmaja, tetapi dua unit apartemen dan satu buah hotel yang sudah berdiri lama itu, cukup untuk membiayai kehidupan Kevandra sendiri. Hanya saja, sayang sekali, Kevandra tak terlalu menyukai bidang itu. Saat ini, dia hanya mengelola yang sudah ada dan mempercayakan pada orang-orang di bawahnya. Sementara itu, dia sendiri malah mengambil kuliah jurusan s
“Mana ada, itu lukisan pesanan teman.” Kevandra menjawab untuk menghindarkan spekulasi. Bisa-bisa kisruh kalau Shelma sudah bersuara. Dia pun lekas mengeluarkan uang pecahan lima ribuan.“Ini duitnya! Sana pergi jajan!” tutur Kevandra sambil menyodorkan uang itu pada Shelma. “Dih, goceng! Kayak zaman penjajahan, ish! Maratus, Mas! COD besok pagiiiii!” Shelma nyengir kuda sambil menengadahkan tangan.Kevandra menggeleng pelan. Tak banyak pecahan ratusan ribu di dalam dompetnya. Dia lebih banyak menyimpan uang-uang kecil. Karena memang cash yang dia pegang, biasanya untuk berbagi pada pedagang-pedagang kecil yang kebetulan ia temui, tukang sapu jalanan, pengamen, pemulung atau entah siapa saja. “Nih, besok balikin!” tutur Kevandra sambil menyodorkan uang sejumlah yang Shelma minta.“Thanks a lot! Aku doain biar Mas Kev cepet dapet jodoh!” kekehnya sambil mencium lembaran uang serratus ribuan itu, lekas dia beranjak begitu saja meninggalkan Kevandra yang mematung menatap sepasang mata
Usai makan malam, Kevandra mengecek beberapa pesan pada emailnya sebentar. Dia memeriksa laporan dari manager property. Semua investasi yang dibangun almarhum Suryadinata---sang ayah sebelum meninggal, mau tak mau harus dia teruskan. Beruntung, Kevandra dikelilingi orang-orang baik. Juga Atmaja---sang ayah sambung yang cukup amanah dan totalitas mendukungnya.Selama dia belum bisa mengelola bisnis property peninggalan sang ayah sendiri, Atmaja dengan telaten mengurus dan menjaganya, sehingga ketika Kevandra dewasa dia bisa menyerahkan semua asset itu tanpa berkurang satu apapun. Meskipun bisnisnya tak sebanyak perusahaan yang dikelola Atmaja, tetapi dua unit apartemen dan satu buah hotel yang sudah berdiri lama itu, cukup untuk membiayai kehidupan Kevandra sendiri. Hanya saja, sayang sekali, Kevandra tak terlalu menyukai bidang itu. Saat ini, dia hanya mengelola yang sudah ada dan mempercayakan pada orang-orang di bawahnya. Sementara itu, dia sendiri malah mengambil kuliah jurusan s
“Dah pulang elo, Mas? Yok, makan!” tutur Kevandra yang sudah melepas tangannya yang tadi menyangga tubuh Arumi. “Gak selera! Masakan amatiran kek gitu, paling gak enak!” oceh Jordhy sambil melirik sebal ke arah piring Kevandra yang sudah hampir kosong. Terbayang dalam benaknya, apa saja yang sudah dua orang itu lakukan.“Ya elah, gitu amat, Mas!” decih Kevandra sambil kembali duduk dan bersila. Sementara itu, Arumi menoleh pada Jordhy sekilas. Awalnya hendak menawari makan. Namun, kalimat barusan membuat Arumi mengurungkan niat. Jordhy bilang masakannya amatiran, tidak enak. Akhirnya Arumi mengambil piring bekas makan dan berjalan meninggalkan Jordhy dan Kevandra berduaan. Lalu dia ke dapur dan meletakkan piring bekas itu ke wastafel. “Eh, sudah pada selesai makannya, Non? Biar bibi bereskan!” Bi Armah yang baru selesai menyetrika menoleh pada Arumi.“Masih ada Kevan sama Shelma, Bi! Cuma Shelmanya masih di kamar mandi.” “Oh, baik, Non!” Arumi lekas mengambil buah potong dari lem
“Wah masakan kamu enak banget, Rum! Gagal diet nih, Mama!” Reska meletakkan sendok dan garpu pada piring kosongnya. Ide Kevandra untuk makan bersama di gazebo belakang, rupanya tak buruk juga.Dia bahkan sibuk membantu dua ART menyiapkan alat panggang untuk steak ikan tuna yang sudah Arumi siapkan bumbunya. Kevandra, selalu rindu kebersamaan dengan keluarga. Terlalu lama di negeri orang, membuatnya memaksimalkan waktu yang ada untuk bersama dengan Reska, sang mama. “Iya loh, Mbak! Masakan kamu enak. Kamu gak seburuk yang dulu aku pikirkan. Pas awal-awal, aku underestimate banget sama kamu, Mbak! Sorry ya, Mbak! Habisnya kata Mas Jordhy kamu itu kampungan, mukanya jelek ada tompel dan kayaknya manja sampai-sampai nyari suami saja dicariin sama keluarga.” Shelma masih bicara sambil menyuap. Wajah judesnya masih sama, hanya saja dia sudah mulai menyukai Arumi karena masakan-masakan enaknya. Cuma tetap saja, kalimatnya yang blak-blakkan membuat Arumi mengelus dada.“Ini, nih! Kalau ngomo
“Ah, persetan! Ngapain mikirin mereka! Bukannya justru malah bagus kalau mereka makin akrab! Jadi, setelah enam bulan ini! Aku bisa menceraikan Arumi tanpa takut disalahkan papa! Nanti tinggal kubilang saja, aku terganggu dengan kedekatan Rumi dan Kevandra.” Jordhy tersenyum sendiri. Meski dia pun tak sadar, ketika hatinya mulai tak sejalan dengan rencana yang dia susun berdasarkan logika. Hanya saja, dia masih bertahan. ****** Sore harinya, usai meeting dengan klien. Jordhy bersiap-siap pulang. Hatinya mengajaknya untuk pergi. Apalagi teringat percakapan Arumi dan Kevandra tadi pagi. Sore ini, Arumi akan memasakkan tuna grilled steak untuk makan malam. “Mas, kita jadi ‘kan?” Suara Lisa membuat Jordhy yang tengah mematikan laptop mendongak. Tampak Lisa dengan wajah yang sudah di touch up dengan make up dan terlihat segar berdiri di depannya. Pakaiannya, tentunya memang style Lisa selalu membuat betah orang yang memandang. “Ke mana, Lis?” Jordhy menautkan alis. Seharian ini begitu
“Kalau kita tak pergi, apa papa akan marah? Kebetulan aku baru mau minta izin pulang ke Surabaya. Abi mau operasi.”Jordhy bergeming. Dia kira, akan mendapat respon kegirangan. Bukankah Arumi hanya anak seorang pengusaha kecil saja? Bukankah pernikahan mereka pun atas perjanjian kedua pihak, orang tua mereka? Jordhy mengira, Arumi akan jingkrak-jingkrak senang karena akan diajak ke kota yang cukup terkenal. Eh, ternyata responnya diluar dugaan.“Kalau elo yang nolak, kayaknya gak marah dia. Asal jangan nyuruh gue bilang ke papanya.” “Oke, Mas! Nanti aku bilang papa.” Arumi mengangguk dan meletakkan lagi voucher liburan itu ke tempat semula. Lalu dia beranjak ke kamar mandi dan mengambil wudhu. Setelahnya, dia melaksanakan shalat isya dan terlihat berdoa dengan khusuk. Usai shalat, dia kembali berbaring pada sofa setelah berganti dengan piyama. “Perempuan aneh, diajak ke luar negeri, malah nolak!” batin Jordhy sambil merebahkan tubuh dan memejamkan mata. Hatinya mulai mendefinisikan
“Enggak kok, Bi! Abi tenang saja! Mas Jordhy baik dan pengertian, kok, Bi! Cuma dia memang workaholic, ya maklum, abi tahu sendiri sebesar apa tanggung jawab Mas Jordhy di perusahaan!” Arumi berbicara panjang lebar. Dia berusaha meyakinkan sang ayah jika rumah tangganya dengan Jordhy baik-baik saja. Meskipun, kenyataannya tak seindah yang Arumi katakan. Bahkan, seminggu saja belum usia pernikahan mereka, Arumi sudah mengetahui fakta ada wanita lain di hati suaminya. Sementara itu, Arumi tak sadar jika sejak tadi Jordhy sudah berdiri tak jauh dari dirinya yang membelakangi kamar. “Apa katanya tadi, aku orang baik dan pengertian? Apa seperti itu ya, aku di matanya? Jangan-jangan dia sudah jatuh cinta dan mulai kagum padaku? Ck, memang pesonaku gak ada yang bisa menolaknya,” Jordhy tersenyum sambil mengusap bulu halus yang tumbuh sekitar pelipis dan dagu. Entah kenapa hatinya menghangat ketika mendengar Arumi memujinya. Jordhy berjalan dan kembali masuk ke dalam kamar. Dia pu
Perlahan Jordhy berusaha melupakan kecurigaannya terkait Arumi. Sisi logisnya sibuk menepis. Tak mungkin jika owner Sabia collection yang butiknya sampai di manca negara itu, seorang perempuan dengan muka buruk. Dia berusaha mencari beragam informasi dari internet, tetapi tak satupun yang menampilkan wajah owner Sabia collection tersebut. Di beberapa kesempatan ada potret ketika perempuan itu menerima penghargaan, tetapi memang wajahnya selalu menggunakan masker. [Owner Sabia Collection merupakan seorang fashion desainer lulusan universitas Ecole superieure des arts et techniques de la mode atau yang lebih dikenal dengan kependekkan ESMOD yang berada di Paris, Prancis. Dia berhasil menyelesaikan S1 nya di sekolah mode tertua dan bergengsi di dunia tersebut dan sukses mengembangkan bisnisnya di tanah air. Owner Sabia Collection memiliki kurang lebih dua puluh cabang butik yang berada di kota-kota besar di nusantara. Pusat butiknya berada di Surabaya, sedangkan cabangnya berada di ber
“Mas, please! Aku harus menyiapkan data meeting dengan Pak Arshaka hari ini ‘kan?”“Dengan mobil online saja atau taxi, bisa?” “Dari tadi gak dapet-dapet, Mas! Jam sibuk!” Jordhy berpikir sejenak. Benar, dia ada meeting dengan Arshaka. Lalu, rengekkan Lisa membuatnya dilemma. Namun, bukannya dia sudah berjanji mengantarkan Arumi. “Mas, please! Meetingnya pagi masalahnya! Langsung ke sini, ya! Sarapan bareng nanti!” “Baiklah!” Jordhy kalah. Hatinya yang memang masih gamang memutuskan dengan cepat. Dia pun turun dan membawa tas kerja menyusul Arumi ke meja makan. Tampak sang istri tengah menyiapkan sarapan untuknya. “Hari ini aku siapkan grilled tuna mozzarella! Makanan kesukaan abi! Kata Bi Armah, kamu suka juga,” tutur Arumi seraya meletakkan cappuccino panas kesukaan Jordhy.“Enak tahu, Mas! Aku baru tahu Mbak Rumi pintar masak!” Shelma yang sudah menduduki kursi di samping kursi Arumi berkomentar. Shelma bukan orang berhati busuk, tetapi memang karakternya saja yang blak-blak