"Huft, bagaimana pun juga mereka telah kehilangan banyak uang untuk perayaan sakral ini. Tapi masih ada yang janggal di hatiku, entah apa gerangan yang telah membuat aku resah—"Lirik mata mengarah ke sisi ranjang. Telah tergeletak rapi pakaian pengantin berwarna putih yang di persiapan Maliana.Tanpa memandangnya, segera ia membuang wajah. Rasanya malas sekali melihat baju pengantin itu.Tok tok tok!!"Aku belum siap!!" Teriak Adam, ketika mendengar suara seseorang mengetuk pintu. Yang menurutnya Maliana."Sayangku, Adam, MUA sudah datang untuk mengatur pakaian dan style rambutmu!!" teriak Maliana dari depan pintu.Seakan bibirnya di dekatkan pada dinding pintu, hingga suaranya terdengar lebih keras."Aku bisa mempersiapkan diriku sendiri, tidak perlu bertingkah seperti anak kecil!! Sudah, suruh dia pergi!!" teriaknya panjang lebar.Dengan malas, ia berjalan mendekati kamar mandi, menarik handuk yang biasa tergantung di sisi samping dinding."Sadar Adam!! Kapan kau akan bisa ingat se
Mengenakan hijab lengkap dengan cadar berwarna hijau, warna kegemarannya. Membuat wajahnya tersamarkan dari siapapun yang mengenalnya.Sementara Ryan, demi menutupi wajah, menghindari Maliana mengenalinya—sedikit membuat perubahan di beberapa bagian wajahnya. Membuat kumis palsu dan alis palsu. "Apa wajahku masih dapat dikenali??" Ryan menggoda Aisyah."Aku hampir tidak mengenalimu, Ryan."Ryan masih menggenggam tangan Aisyah, merasakan tubuh Aisyah dingin. Pasti pikirannya terlampau memikirkan mantan suaminya akan menikah lagi.Ada sedikit cemburu disana, karena wanita itu ternyata masih mencintai Adam.Disisi lain, ada perasaan senang karena Adam menikah—jadi tidak ada halangan untuk mendapatkan hati Aisyah.Ryan menepis pikiran itu, sungguh itu tidaklah benar, 'Ryan, sadar!! Kamu jangan egois.'Aisyah mempererat genggaman tangannya pada Ryan, dadanya terasa sesak, nafasnya seakan tercekat di tenggorokan.Begitu menyakitkan, saat dua netranya melihat dari kejauhan Adam berdiri deng
"Suami mana yang tega jika istri dan anaknya menderita di tangan orang kejam itu, aku memikirkan keadaan kalian ... Karena aku tidak memiliki apapun untuk menjaga kalian ..." Henri sedikit menaikkan volume suaranya, agar istrinya mengerti.Sesekali ia mengusap kasar air mata yang entah kenapa terus tergelincir itu."Ya Mas, aku mengerti, tapi, tidaknya kau juga memikirkan keadaan Aisyah yang hidupnya sudah porak poranda?" imbuhnya.Henri mendengus kesal, entahlah bisakah dia mengorbankan keluarga demi membela Aisyah?Henri akan memikirkan cara lain, agar Maliana tidak menggangu istri dan anaknya karena mengingkari janjinya."Sudahlah Ma, janganlah lagi memikirkan tentang ini, pikirkan saja kesehatanmu. Kasihanilah Dinar, dia masih kecil, membutuhkan sosok ibu di sisinya, cepatlah sembuh." Henri akhirnya lebih memilih tidak melanjutkan ucapannya. Ia mengelus rambutnya perlahan, lalu mencium keningnya. Mengangkat sudut bibirnya getir."Mas, sebelum kehidupan ini berakhir untukku, berja
Usaha Henri tidak membuahkan hasil. Ia tidak dapat menghentikan langkah Aisyah."Wanita itu sudah pergi ... Aku sudah gagal menyatukan mereka." Henri menghela nafas kasar."Maafkan aku wahai istriku, tidak bisa menepati janjiku. Ini adalah pilihan mereka. Aku tidak dapat mencegahnya."Bayangan Aisyah dan Ryan sudah hilang ketika keduanya melesat dengan kendaraan bermesinnya.Ia berbalik, menyaksikan ijab qobul Tuannya bersama wanita yang sama kejamnya dengan Maliana. Kehidupan seperti neraka akan di mulai beberapa saat lagi. Ucapan Henri membuat imajinasi sendiri.Langkahnya terhenti di ambang pintu tinggi itu, pemandu acara telah menyuruh para tamu undangan untuk hening sejenak, karena acara sakral itu akan berlangsung setelah ini.Henri lemas, tidak banyak yang bisa dia buat. Mengaku pada Adam pun rasanya percuma. Jika ia terlihat membela Aisyah, Adam pasti menentangnya mentah-mentah. Belum lagi Maliana.Akhirnya, dia terpaksa kembali menyembunyikan semua kebenaran soal Aisyah. Dan
Adam melempar pakaian untuknya. "Pakailah!! Dan tidur saja kamu di kamar tamu!! Kita tidak tidur satu ranjang!!"Wajah Jenny makin berubah jutek. Perasaan kesalnya bercampur aduk. Perlakuan Adam seakan dia adalah orang lain. Apa dia kembali hilang ingatan? Tentang pernikahan yang dilangsungkan hari ini? Begitu pikirnya."Aku ini istrimu, Adam. Masa aku harus tidur di kamar tamu?" tanya Jenny dengan wajah buruk."Terserah!! Ini rumahku, ini kamarku terserah aku!! Jika kamu tidak mau mengikuti aturan ku, kamu boleh meninggalkan rumah ini!!" Adam melipat tangan di dada.Adam tidak terlalu memikirkan perasaan wanita itu. Itulah akibat dari pemaksaan yang di buatnya sendiri.Dia kira Adam akan membuat hari-harinya akan indah bersamanya? Tidak ... Itu tidak akan terjadi.'Cih!!'Gegas Jenny mengenakan kaos dan celana pendek milik Adam.Saat kakinya akan melangkah pergi. Adam berteriak untuk membawa juga sampah yang tergeletak di lantai. Membuat mata sakit.Wajahnya makin buruk, terpaksa ia
Jenny terbangun jam 03.00 dini hari. Rasanya ia harus kembali menggoda suaminya. Bagaimana pun juga, ia adalah suaminya. Ia berhak penuh pada semua yang dimiliki Adam.Dengan menggeliat malas, ia turun dari ranjangnya yang di biarkan berantakan , berniat kembali ke kamar Adam. Membutuhkan waktu setengah menit untuk sampai di kamar lantai dua miliknya.Kamar tidak juga di kuncinya, semakin mempermudah ia masuk kedalamnya.Ia melihat Adam tidur dengan selimut menutupi seluruh tubuhnya. Jenny tersenyum senang. Karena melihat handuk yang semula dipakainya tergeletak di lantai. Jenny yang memiliki otak kotor berpikir macam-macam. "Pasti pria itu tidak mengenakkan pakaian! Karena semula pas aku tinggal, Adam hanya mengenakan handuk! Yes!! Aku tidak boleh membuang waktu."Buru - buru ia naik ke atas ranjang. Dan masuk ke dalam selimutnya. Memperhatikan wajah tampannya Adam dari jarak terdekat. "Jantungku terasa berdebar."Jemari Jenny yang usil menelusup mencari sesuatu, ia tahu, jika m
"Hari Minggu aku libur Syah, kamu lupa ya??!"Aisyah seketika memukul keningnya, karena mulai pikun."Aku mau ajak kamu jogging, meski sedang hamil, kamu dilarang malas-malasan, Syah," tutur Ryan."Ya, Dokter bawelku ..." ucapnya gemas.Wanita itu gegas masuk ke dalam kamarnya untuk bersiap-siap.Entah kenapa Ryan sangat bahagia mendengar kalimat yang di ucapkan Aisyah padanya. Seakan lampu hijau telah di nyalakan olehnya.Lebih dari lima menit, barulah Aisyah terlihat dengan wajah segarnya."Ryan, mari kita sarapan dulu! Bibik udah masak banyak lho. Tahu saja kamu mau datang," godanya."Kita jogging saja dulu, kalau sarapan dulu takut sakit perut, nasi dalam perut ikut loncat-loncat," candanya.Aisyah tertawa geli mendengarnya. "Ya sudah, yuk!!" Aisyah meraih botol air diatas meja. Ryan merebut, "Sini biar aku bawain."Ryan mengiringi langkah kecil Aisyah dengan canda tawanya. Sampai buih keringat terlihat di kening Aisyah. Pemuda itu mengajaknya duduk selonjoran di tepi jalan, deng
Terlihat Ryan panik, membuang botol air mineral, dan berlari menuju Aisyah.Sampai sana—ia berusaha melepaskan ujung pakaian itu, sampai salah satu warga melempar gunting pada Ryan.Tanpa berpikir panjang, mempersingkat waktu Ryan menggunting sebagian pakaiannya. Dan menarik tangan Aisyah untuk menjauh dari lintasan rel.Beberapa saat kemudian, terdengar suara kereta melintas.Keduanya hampir pingsan, mereka terduduk di atas rumput, dan salah satu warga memberikan air."Huftt ... Huftt ... Ryan ...aku takut Ryan!!" Untuk melepaskan ketakutan itu, ia segera memeluk tubuh Ryan erat.Terasa berdebar jantung keduanya. Malah yang hampir lepas jantung milik Ryan, two in one. Aisyah memeluknya. Ini rasanya campur aduk.Silih berganti beberapa warga menyalahkan Aisyah. "Lain kali kalau mau bunuh diri jangan disini, Mbak. Nanti tempat ini jadi angker!!"Ryan melirik sinis wanita itu, ucapan macam apa tuh?? "Lain kali hati-hati ya, Mbak!! Untung saja suami Mbaknya gerak cepat. Maafkan kami ti
Beberapa menit mereka habiskan di dalam cafe. Exel mulai suntuk harus berpura-pura menemani wanita itu. 'Sial. Kapan sih orang itu menyelesaikan tugasnya? Aku sudah tidak tahan lagi,' batin Exel. Selesai makan, ia meletakkan sendok dan pisau di atas plate. Mencoba melihat gawainya belum ada tanda pria suru itu menghubunginya. Beberapa saat kemudian terlihat empat pria bersergam lengkap datang bersama orang suruhan Exel. Exel menaikkan dua sudut bibirnya. "Akhirnya, mereka sampai juga."Ivanna menoleh kebelakang, terdengar suara sedikit mengusik telinganya. Saat mengetahui siapa yang datang, Ivanna gegas berdiri dengan perasan panik.Tidak memberi penjelasan, pria tersebut memborgol dua tangan Ivanna. Wanita itu berusaha melepaskan. "Tunggu!! Kalian mau bawa aku kemana? Kenapa kalian tidak memberiku penjelasan?" Ivanna berusaha melepaskan diri dari pria-pria tersebut. "Jelaskan nanti di kantor polisi, Nona!!!" Salah satu di antara mereka menjawab. Gadis itu melihat ke arah
'Aku akan buat perhitungan. Aku akan gagalkan rencana mereka,' batin Ivanna sambil berjalan, sesekali menatap mereka dengan tatapan bengis.Sementara malam itu Exel mengantarkan Anne pulang. Aisyah memaksa Exel untuk bertanggung jawab atas perbuatannya, membawa Anne ke rumah ini. Ia harus bisa bertanggung jawab atas anak orang, katanya.Kurang lebih tiga puluh menit mobil Exel akhirnya sampai pada gang rumahnya."Aku mau mampir, boleh gak?" goda Exel."Kau tahu sekarang uda malam banget, kelamaan di rumah kamu sih. Bukannya gak boleh, tapi tahulah aku tidak enakkan sama papa!""I-iya, aku tahu itu. Tapi kamu kan udah izin malam malam di rumahku. Papamu juga ga keberatan. Hih, gak bisa di ajak bercanda!! Ya sudah kamu cepat pulang. Aku tunggu kamu sampai masuk rumah mu!""Terlalu berlebih-lebihan. Lagi pula tinggal nyebrang aja kan? Sana kamu pergi! Terimakasih, ya sudah di antar!" Anne tersipu malu. Ia tidak bisa berlama-lama melihat wajah Exel."Ok!"Beberapa saat kemudian, pria itu
"Exel terserah Mama dan Papa saja.""Alhamdulillah ..."Sementara Anne, "????"'Benarkah yang aku dengar barusan? Terserah mereka? Dalam artian dia setuju dong?! Ah, kacau. Kenapa aku jadi pengen melepaskan senyuman ya. Tahan. Tahan Anne ... Kamu harus bisa menjaga image.'Terlihat pasangan suami isteri tersebut tersenyum bahagia. 'Wah ... Sepertinya aku akan menjadi menantu paling bahagia di keluarga ini.' Anne masih tidak berhenti bicara dalam batinnya.Ia melirik Exel yang duduk dengan tenangnya. Heran, bagaimana bisa ia setenang itu dalam pembahasan masalah masa depannya. Dasar! Pikir Anne. "Mama Aisyah dan Papa Adam akan datang ke rumah Anne besok malam."????Baik Exel maupun Anne terkejut. Mereka saling melihat satu sama lain. Dengan cepat Exel bertanya. "Ma, apa tidak terlalu terburu-buru? Kita bisa bicarakan ini pelan-pelan. Bukan begitu, Anne?!" Exel menatap tajam. Ia harus setuju dengan usulannya."Ya, itu benar. Sepertinya itu terlalu terburu-buru." Anne hanya bisa tersen
Sore itu, Aisyah gegas menyiapkan makan malamnya untuk calon menantu yang di damba sepanjang hari itu. Wajahnya yang berhari-hari terlihat sedih karena tidak dapat bertemu dengan Anne kembali, kini terlihat lebih ceria.Kesehatan Aisyah jauh lebih baik sekarang, semua berkat Anne. Assisten dapurnya membantu kesibukan Aisyah di sana.Dari luar terlihat Anne berjalan masuk, ia mengambil celemek yang tergantung di sebelah pintu dan memakainya. Seperti biasa senyum Aisyah mengembang sempurna."Boleh saya bantu??!" Wajah Anne yang ceria menawarkan diri."Kamu nanti lelah, kamu istirahat saja, Sayang. Kan kamu di rumah ini adalah tamu, jadi lebih baik Anne duduk manis sambil di temani secangkir kopi." Anne tersenyum melihat ucapan ibu Exel ini."Tidak boleh menolak pokoknya, heheh.""Ya sudah silahkan. Bisa masak juga memangnya?""Kalau masak yang mudah sih, bisa Nyonya."Aisyah menatap wajah Anne, lalu mengatakan, "Bisakah kamu panggil saya Mama Aisyah. Ibu rindu dengan Beyza, aku harap k
"Hey!! Kamu kenapa bengong? Aku antar kamu pulang. Biar mobilnya di bawa Supir!" Exel tiba-tiba mengagetkan. "Ah!! Tidak perlu. Kamu datang ke sini saja aku sudah berterima kasih banyak. Jika kamu tidak datang, entahlah nasib kami." Anne berusaha merendahkan diri."Eh, tapi. Kamu harus bayar mahal!!" Lanjutnya.Exel mengerutkan keningnya. "Apa yang kudu aku bayar?!""Itu tadi, kamu meluk aku! Memang aku wanita apaan?" "Sudahlah lupakan. Aku hanya ingin wanita gatal itu segera pergi dari kehidupanku. Maaf ya, gara-gara dia kamu hampir celaka."Kedua masuk dalam mobil Exel. Sementara mobil Anne di kemudian supirnya. Selama di dalam mobil..."Xel, selama aku kenal kamu, ternyata kamu tidak seburuk yang aku kira." Anne memulai percakapan setelah kuda bermesin Exel melaju pelan."Memang kaukira aku dulu sangat buruk menurut pandangan mu?!""Ya, saat kamu menabrak ku dulu, terus kau tidak mau tanggung jawab. Rasanya sesak sekali bisa bertemu dengan orang sepertimu, Xel!""Maaf, memang ak
[Halo, Papa!!] [Papa Gundul mu!!] Terdengar suara tidak asing. Bukan suara Abimanyu. Ia menjauhkan ponselnya dan melihat layar. Pikirnya mengarah ke arah sana, pria dingin itu. "ASTAGA!!" Anne segera menutup mulutnya. 'Aku salah telepon. Tapi udah terlanjur. Tidak ada waktu lagi. Ini emergency banget.' [Halo!! Ada apa? Apa tidak bisa sebentar saja kamu melupakanku, Hem?! Padahal jadwalnya nanti malam kau akan datang ke rumahku. Sekarang sudah menelpon saja. Dasar wanita tukang malu-maluin!] umpat Exel tanpa sensor. [Astaga. Sudah aku tidak ada waktu berdebat. Nanti malam kita lanjutkan debatnya. Xel, aku minta tolong. Sekarang aku dalam perjalanan pulang, saat ini aku sampai di jalan Permata Indah ——] [Terus?] [Dengarkan dulu kenapa, sih!! Di belakang mobilku ada mobil hitam yang mengikuti ku dari tadi. Aku takut itu penjahat, Xel. Aku tidak mau mati muda gara-gara preman.] [Kenapa harus takut? Lawan saja. Mereka juga manusia. Sama seperti mu!] [Kalau mereka membawa s
Pria itu bergegas keluar sampai di ambang pintu, ia menoleh kembali. Ternyata wanita itu masih memperhatikannya. 'Dasar!!'Dalam batinnya mengatakan dengan percaya diri, 'Aku tidak mengira jika kau putri dari Tuan Abimanyu, Ann. Ah ... apakah Tuhan ingin mendekatkan kita berdua dalam satu hubungan?!' Exel menggeleng kepala. Dan cepat pergi dari ruangan itu.Sementara Anne bergeming entah dalam berapa waktu lamanya. Menatap kepergian Exel, sampai pria itu tidak terlihat lagi punggungnya, masih saja melihat ke arah pintu.Tanpa sadar, Anne masuk dalam dunia perhaluan. Ia membayangkan pria itu telah menjadi kekasihnya. Mereka memadu kasih, duduk di sebuah taman menatap langit yang biru. Exel memegang tangannya pelan sembari di usap penuh cinta. Keduanya saling bertatap muka. Melihat sepasang manik mata yang memiliki arti yang dalam.Sudut bibir mulai mengembang sempurna. Ah, betapa bahagianya hari ini. Memang benar pepatah mengatakan, jika dua insan manusia sedang di landa cinta, maka
Anne mendadak salah tingkah. Sampai mengumpat pada dirinya sendiri. 'Ish!! Anne!! Lihatlah, tidak ada yang special dari wajah pria dingin ini. Kenapa aku jadi salting gini sih?!"Tanpa sadar, Anne memperhatikan wajahnya beberapa saat. Sampai Exel memergokinya. "Eh, ternyata diam-diam mencuri pandang wajahku, ya!? Benar dan tidak salah sih, karena wajahku ini kegantengannya seperti ombak di laut. Kuat dan dapat menghanyutkan. Banyak wanita yang mengantri untuk menjadi kekasihku, Ann."Cih!!Anne tertawa sinis. "Aduh, sudah buang jauh-jauh pembahasan Anda ini. Sesungguhnya, aku sedikit mual. Dan siapa juga yang sedang antri?? Perasaan sejauh ini cuma si Ivanna." Tetap menjaga konsentrasinya menggarap pekerjaan yang berada di berkas file laptopnya."Halah ... kenapa sih jadi wanita sombong banget. Tinggal mengakui saja, apa salahnya!!" Exel menjulur meletakkan tangannya di atas telapak tangan Anne. Wajah wanita itu makin pucat saja dibuatnya."Kamu itu sedang apa?! Begini yang benar itu
Pagi itu, sesuai dengan kesepakatan, Exel datang ke perusahaan besar Abimanyu. Manager Abi telah menunggu kedatangannya. Setelah Exel datang, ia dan beberapa pegawai lain, mendampingi menuju ruangan Anne."Silahkan, Pak Exel. Kami sudah menantikan kedatangan tamu kehormatan seperti Anda kemari." Ia menyapa dengan senyumnya yang mengembang."Anda terlalu membesar-besarkan, Pak. Terimakasih sambutannya." Exel menunduk kepala sebagai salam hormat.Banyak mata nakal terutama pegawai Abi yang ganjen, memperhatikan Exel berjalan melewatinya. "St St!! Siapa itu yang baru lewat? Tampan banget." Salah satunya nyeletuk. "Jangan bicara macam-macam ya, itu rekan kerja Pak Abimanyu!!" "Oh, aduh. Semoga tidak ada yang melaporkan mulutku yang celamitan ini.""Semoga saja.""Tampan sekali sih, duh. Kok aku jadi membayangkan Ibu Anne dan orang ini berjodoh, ya?!" Salah satu dari mereka nyeletuk.Beberapa saat mereka membenarkan. "Ya, kamu benar. Cocok banget. Tampan rupawan dan cantik. Ah ... apal