Mobil Dokter Ryan telah sampai tujuan. Pria tampan dengan rahang kokoh memasuki kawasan dengan pohon kelapa yang tumbuh jarang. Aisyah yang sebelumnya sedikit cemberut, mulai mengangkat sudut bibir. Melihat pemandangan yang indah ini. Belum keluar dari mobil saja, alam itu tampak menakjubkan tampak dari kaca mobil.Dokter menghentikan mobil itu tidak jauh dari pesisir. Ya, Dokter Ryan membawa Aisyah menikmati keindahan alam di pantai di daerah itu.Dokter Ryan buru-buru turun dari mobil (ya, meski mobil itu tidak jauh lebih mahal dari mobil milik Adam. Tapi Aisyah sangat menghargainya), dan segera membuka pintu mobil depan untuk Aisyah.Dengan satu tangan mempersilahkan keluar, "Silahkan Tuan putri ..." ucapnya dengan menebar senyuman.Aisyah tidak tahan melihat pria itu, kali ini terlihat tertawa kecil. "Apaan sih, Dok! Lebay amat.""Kan sekarang kamu jadi Tuan Putriku ... Aku harus menjaga kamu dengan sepenuh hati," jawab Dokter Ryan. Kali ini ia tidak tampak seperti seorang dokt
"Dengar Tuan, kamu harus percaya padaku, ku mohon ..." "Pergi kau!! Pergi!!"Adam berteriak keras, hingga tubuhnya bangun dari pembaringannya. Nafasnya tersengal-sengal. Lekas mengambil air minum diatas nakas lalu meneguknya."Astaga ... Aku hanya bermimpi. Kenapa sangat nyata sekali?? Siapa wanita itu?? Ini mimpi sudah kesekian kalinya," tanya Adam. Mencoba mengingat kembali wajah wanita ayu dalam mimpinya tadi. Ia sudah tidak dapat mengingat kembali.Hanya yang jelas, wanita itu mengenakan hijab. Bukan Jenny, entah Adam sendiri tidak pernah menjumpainya. "Apakah ada wanita di Jerman yang modelnya seperti wanita itu?? Tidak ada ..." ucapnya.Kembali kepalanya terasa pusing. Tiba-tiba bayangan wajah seorang wanita dalam mimpinya berlalu lalang dalam pikirannya. "Siapa dia?? Aku harus tanya pada wanita yang bernama Maliana itu ...""Aku yakin, ada seseorang yang di lewatkan mereka. Sengaja tidak diceritakan padaku, pasti ada sebuah rahasia yang mereka sembunyikan."Membuang selimu
"Jangan sampai mereka mengetahui jika aku sedang menguping pembicaraan mereka ..." ucapnya bersembunyi di dalam dapur."Ada apa Mas Henri?" Deg!Seketika jantung Henri berhenti berdetak. "Astaga Bik, kau mengejutkan ku!" pekik Henri mengelus dada."Maaf Mas Henri, ngapain Mas disitu?" tanya Bibik heran. Ia berjongkok melihat kearah pintu.Jari telunjuk di letakkan didepan bibirnya. "Bik, jangan bilang Nyonya Maliana dan Nona Jenny ya, jika aku bersembunyi disini. Katakan jika aku sedang membantumu di dapur sedari tadi." Henri memohon dengan sangat.Tubuhnya terlihat gemetar. Bibik-pun mengiyakan."Baiklah Mas, agar tidak terlihat berbohong—bantulah aku mengganti gas, karena api tidak keluar, sementara Bibik harus membuat hidangan untuk makan siang nanti," jelasnya."Baiklah Bik."Saat Henri dan Bibik sibuk dengan gas itu, terdengar derap langkah kaki seseorang datang. Henri sudah ketakutan sebelum menoleh."Henri!!" teriak Maliana, suaranya menggelegar bagai halilintar."Ya Nyonya?"
Ryan dapat mengartikan dari lekuk wajahnya, wanita ini menyimpan kebohongan. Bukan sebuah kebohongan sih, lebih tepatnya ia tidak ingin bercerita tentang keadaannya sekarang pada Ryan.Ryan mengenal pria yang baru saja diliput di acara siaran berita tadi—dia adalah putra tunggal Maliana. Istri pebisnis yang sudah tersohor namanya."Aisyah, mulai sekarang kau harus bercerita jujur padaku, aku sekarang adalah teman baikmu 'kan? Aku siap mendengarkan keluh kesahmu. Aku akan membantu sebisaku," tutur Ryan.Melihat kesungguhan Ryan mengatakan itu, Aisyah mengulas senyum, ia menghargai perhatiannya. Namun ia tidak siap untuk bercerita. Meski sebenarnya ia ingin berbagi kesedihan yang pernah dialaminya dulu."Aku belum siap untuk menceritakan semuanya padamu Ryan," jelas Aisyah menunduk."Tahukah kau Aisyah, sejak aku mengenalmu, pandangan buruk-ku padamu berubah, semua yang dikatakan Ny. Maliana tentang dirimu aku tidak lagi mempercayainya." Ryan menatap wajah Aisyah dengan kesungguhan."Ke
"Huft, bagaimana pun juga mereka telah kehilangan banyak uang untuk perayaan sakral ini. Tapi masih ada yang janggal di hatiku, entah apa gerangan yang telah membuat aku resah—"Lirik mata mengarah ke sisi ranjang. Telah tergeletak rapi pakaian pengantin berwarna putih yang di persiapan Maliana.Tanpa memandangnya, segera ia membuang wajah. Rasanya malas sekali melihat baju pengantin itu.Tok tok tok!!"Aku belum siap!!" Teriak Adam, ketika mendengar suara seseorang mengetuk pintu. Yang menurutnya Maliana."Sayangku, Adam, MUA sudah datang untuk mengatur pakaian dan style rambutmu!!" teriak Maliana dari depan pintu.Seakan bibirnya di dekatkan pada dinding pintu, hingga suaranya terdengar lebih keras."Aku bisa mempersiapkan diriku sendiri, tidak perlu bertingkah seperti anak kecil!! Sudah, suruh dia pergi!!" teriaknya panjang lebar.Dengan malas, ia berjalan mendekati kamar mandi, menarik handuk yang biasa tergantung di sisi samping dinding."Sadar Adam!! Kapan kau akan bisa ingat se
Mengenakan hijab lengkap dengan cadar berwarna hijau, warna kegemarannya. Membuat wajahnya tersamarkan dari siapapun yang mengenalnya.Sementara Ryan, demi menutupi wajah, menghindari Maliana mengenalinya—sedikit membuat perubahan di beberapa bagian wajahnya. Membuat kumis palsu dan alis palsu. "Apa wajahku masih dapat dikenali??" Ryan menggoda Aisyah."Aku hampir tidak mengenalimu, Ryan."Ryan masih menggenggam tangan Aisyah, merasakan tubuh Aisyah dingin. Pasti pikirannya terlampau memikirkan mantan suaminya akan menikah lagi.Ada sedikit cemburu disana, karena wanita itu ternyata masih mencintai Adam.Disisi lain, ada perasaan senang karena Adam menikah—jadi tidak ada halangan untuk mendapatkan hati Aisyah.Ryan menepis pikiran itu, sungguh itu tidaklah benar, 'Ryan, sadar!! Kamu jangan egois.'Aisyah mempererat genggaman tangannya pada Ryan, dadanya terasa sesak, nafasnya seakan tercekat di tenggorokan.Begitu menyakitkan, saat dua netranya melihat dari kejauhan Adam berdiri deng
"Suami mana yang tega jika istri dan anaknya menderita di tangan orang kejam itu, aku memikirkan keadaan kalian ... Karena aku tidak memiliki apapun untuk menjaga kalian ..." Henri sedikit menaikkan volume suaranya, agar istrinya mengerti.Sesekali ia mengusap kasar air mata yang entah kenapa terus tergelincir itu."Ya Mas, aku mengerti, tapi, tidaknya kau juga memikirkan keadaan Aisyah yang hidupnya sudah porak poranda?" imbuhnya.Henri mendengus kesal, entahlah bisakah dia mengorbankan keluarga demi membela Aisyah?Henri akan memikirkan cara lain, agar Maliana tidak menggangu istri dan anaknya karena mengingkari janjinya."Sudahlah Ma, janganlah lagi memikirkan tentang ini, pikirkan saja kesehatanmu. Kasihanilah Dinar, dia masih kecil, membutuhkan sosok ibu di sisinya, cepatlah sembuh." Henri akhirnya lebih memilih tidak melanjutkan ucapannya. Ia mengelus rambutnya perlahan, lalu mencium keningnya. Mengangkat sudut bibirnya getir."Mas, sebelum kehidupan ini berakhir untukku, berja
Usaha Henri tidak membuahkan hasil. Ia tidak dapat menghentikan langkah Aisyah."Wanita itu sudah pergi ... Aku sudah gagal menyatukan mereka." Henri menghela nafas kasar."Maafkan aku wahai istriku, tidak bisa menepati janjiku. Ini adalah pilihan mereka. Aku tidak dapat mencegahnya."Bayangan Aisyah dan Ryan sudah hilang ketika keduanya melesat dengan kendaraan bermesinnya.Ia berbalik, menyaksikan ijab qobul Tuannya bersama wanita yang sama kejamnya dengan Maliana. Kehidupan seperti neraka akan di mulai beberapa saat lagi. Ucapan Henri membuat imajinasi sendiri.Langkahnya terhenti di ambang pintu tinggi itu, pemandu acara telah menyuruh para tamu undangan untuk hening sejenak, karena acara sakral itu akan berlangsung setelah ini.Henri lemas, tidak banyak yang bisa dia buat. Mengaku pada Adam pun rasanya percuma. Jika ia terlihat membela Aisyah, Adam pasti menentangnya mentah-mentah. Belum lagi Maliana.Akhirnya, dia terpaksa kembali menyembunyikan semua kebenaran soal Aisyah. Dan
Beberapa menit mereka habiskan di dalam cafe. Exel mulai suntuk harus berpura-pura menemani wanita itu. 'Sial. Kapan sih orang itu menyelesaikan tugasnya? Aku sudah tidak tahan lagi,' batin Exel. Selesai makan, ia meletakkan sendok dan pisau di atas plate. Mencoba melihat gawainya belum ada tanda pria suru itu menghubunginya. Beberapa saat kemudian terlihat empat pria bersergam lengkap datang bersama orang suruhan Exel. Exel menaikkan dua sudut bibirnya. "Akhirnya, mereka sampai juga."Ivanna menoleh kebelakang, terdengar suara sedikit mengusik telinganya. Saat mengetahui siapa yang datang, Ivanna gegas berdiri dengan perasan panik.Tidak memberi penjelasan, pria tersebut memborgol dua tangan Ivanna. Wanita itu berusaha melepaskan. "Tunggu!! Kalian mau bawa aku kemana? Kenapa kalian tidak memberiku penjelasan?" Ivanna berusaha melepaskan diri dari pria-pria tersebut. "Jelaskan nanti di kantor polisi, Nona!!!" Salah satu di antara mereka menjawab. Gadis itu melihat ke arah
'Aku akan buat perhitungan. Aku akan gagalkan rencana mereka,' batin Ivanna sambil berjalan, sesekali menatap mereka dengan tatapan bengis.Sementara malam itu Exel mengantarkan Anne pulang. Aisyah memaksa Exel untuk bertanggung jawab atas perbuatannya, membawa Anne ke rumah ini. Ia harus bisa bertanggung jawab atas anak orang, katanya.Kurang lebih tiga puluh menit mobil Exel akhirnya sampai pada gang rumahnya."Aku mau mampir, boleh gak?" goda Exel."Kau tahu sekarang uda malam banget, kelamaan di rumah kamu sih. Bukannya gak boleh, tapi tahulah aku tidak enakkan sama papa!""I-iya, aku tahu itu. Tapi kamu kan udah izin malam malam di rumahku. Papamu juga ga keberatan. Hih, gak bisa di ajak bercanda!! Ya sudah kamu cepat pulang. Aku tunggu kamu sampai masuk rumah mu!""Terlalu berlebih-lebihan. Lagi pula tinggal nyebrang aja kan? Sana kamu pergi! Terimakasih, ya sudah di antar!" Anne tersipu malu. Ia tidak bisa berlama-lama melihat wajah Exel."Ok!"Beberapa saat kemudian, pria itu
"Exel terserah Mama dan Papa saja.""Alhamdulillah ..."Sementara Anne, "????"'Benarkah yang aku dengar barusan? Terserah mereka? Dalam artian dia setuju dong?! Ah, kacau. Kenapa aku jadi pengen melepaskan senyuman ya. Tahan. Tahan Anne ... Kamu harus bisa menjaga image.'Terlihat pasangan suami isteri tersebut tersenyum bahagia. 'Wah ... Sepertinya aku akan menjadi menantu paling bahagia di keluarga ini.' Anne masih tidak berhenti bicara dalam batinnya.Ia melirik Exel yang duduk dengan tenangnya. Heran, bagaimana bisa ia setenang itu dalam pembahasan masalah masa depannya. Dasar! Pikir Anne. "Mama Aisyah dan Papa Adam akan datang ke rumah Anne besok malam."????Baik Exel maupun Anne terkejut. Mereka saling melihat satu sama lain. Dengan cepat Exel bertanya. "Ma, apa tidak terlalu terburu-buru? Kita bisa bicarakan ini pelan-pelan. Bukan begitu, Anne?!" Exel menatap tajam. Ia harus setuju dengan usulannya."Ya, itu benar. Sepertinya itu terlalu terburu-buru." Anne hanya bisa tersen
Sore itu, Aisyah gegas menyiapkan makan malamnya untuk calon menantu yang di damba sepanjang hari itu. Wajahnya yang berhari-hari terlihat sedih karena tidak dapat bertemu dengan Anne kembali, kini terlihat lebih ceria.Kesehatan Aisyah jauh lebih baik sekarang, semua berkat Anne. Assisten dapurnya membantu kesibukan Aisyah di sana.Dari luar terlihat Anne berjalan masuk, ia mengambil celemek yang tergantung di sebelah pintu dan memakainya. Seperti biasa senyum Aisyah mengembang sempurna."Boleh saya bantu??!" Wajah Anne yang ceria menawarkan diri."Kamu nanti lelah, kamu istirahat saja, Sayang. Kan kamu di rumah ini adalah tamu, jadi lebih baik Anne duduk manis sambil di temani secangkir kopi." Anne tersenyum melihat ucapan ibu Exel ini."Tidak boleh menolak pokoknya, heheh.""Ya sudah silahkan. Bisa masak juga memangnya?""Kalau masak yang mudah sih, bisa Nyonya."Aisyah menatap wajah Anne, lalu mengatakan, "Bisakah kamu panggil saya Mama Aisyah. Ibu rindu dengan Beyza, aku harap k
"Hey!! Kamu kenapa bengong? Aku antar kamu pulang. Biar mobilnya di bawa Supir!" Exel tiba-tiba mengagetkan. "Ah!! Tidak perlu. Kamu datang ke sini saja aku sudah berterima kasih banyak. Jika kamu tidak datang, entahlah nasib kami." Anne berusaha merendahkan diri."Eh, tapi. Kamu harus bayar mahal!!" Lanjutnya.Exel mengerutkan keningnya. "Apa yang kudu aku bayar?!""Itu tadi, kamu meluk aku! Memang aku wanita apaan?" "Sudahlah lupakan. Aku hanya ingin wanita gatal itu segera pergi dari kehidupanku. Maaf ya, gara-gara dia kamu hampir celaka."Kedua masuk dalam mobil Exel. Sementara mobil Anne di kemudian supirnya. Selama di dalam mobil..."Xel, selama aku kenal kamu, ternyata kamu tidak seburuk yang aku kira." Anne memulai percakapan setelah kuda bermesin Exel melaju pelan."Memang kaukira aku dulu sangat buruk menurut pandangan mu?!""Ya, saat kamu menabrak ku dulu, terus kau tidak mau tanggung jawab. Rasanya sesak sekali bisa bertemu dengan orang sepertimu, Xel!""Maaf, memang ak
[Halo, Papa!!] [Papa Gundul mu!!] Terdengar suara tidak asing. Bukan suara Abimanyu. Ia menjauhkan ponselnya dan melihat layar. Pikirnya mengarah ke arah sana, pria dingin itu. "ASTAGA!!" Anne segera menutup mulutnya. 'Aku salah telepon. Tapi udah terlanjur. Tidak ada waktu lagi. Ini emergency banget.' [Halo!! Ada apa? Apa tidak bisa sebentar saja kamu melupakanku, Hem?! Padahal jadwalnya nanti malam kau akan datang ke rumahku. Sekarang sudah menelpon saja. Dasar wanita tukang malu-maluin!] umpat Exel tanpa sensor. [Astaga. Sudah aku tidak ada waktu berdebat. Nanti malam kita lanjutkan debatnya. Xel, aku minta tolong. Sekarang aku dalam perjalanan pulang, saat ini aku sampai di jalan Permata Indah ——] [Terus?] [Dengarkan dulu kenapa, sih!! Di belakang mobilku ada mobil hitam yang mengikuti ku dari tadi. Aku takut itu penjahat, Xel. Aku tidak mau mati muda gara-gara preman.] [Kenapa harus takut? Lawan saja. Mereka juga manusia. Sama seperti mu!] [Kalau mereka membawa s
Pria itu bergegas keluar sampai di ambang pintu, ia menoleh kembali. Ternyata wanita itu masih memperhatikannya. 'Dasar!!'Dalam batinnya mengatakan dengan percaya diri, 'Aku tidak mengira jika kau putri dari Tuan Abimanyu, Ann. Ah ... apakah Tuhan ingin mendekatkan kita berdua dalam satu hubungan?!' Exel menggeleng kepala. Dan cepat pergi dari ruangan itu.Sementara Anne bergeming entah dalam berapa waktu lamanya. Menatap kepergian Exel, sampai pria itu tidak terlihat lagi punggungnya, masih saja melihat ke arah pintu.Tanpa sadar, Anne masuk dalam dunia perhaluan. Ia membayangkan pria itu telah menjadi kekasihnya. Mereka memadu kasih, duduk di sebuah taman menatap langit yang biru. Exel memegang tangannya pelan sembari di usap penuh cinta. Keduanya saling bertatap muka. Melihat sepasang manik mata yang memiliki arti yang dalam.Sudut bibir mulai mengembang sempurna. Ah, betapa bahagianya hari ini. Memang benar pepatah mengatakan, jika dua insan manusia sedang di landa cinta, maka
Anne mendadak salah tingkah. Sampai mengumpat pada dirinya sendiri. 'Ish!! Anne!! Lihatlah, tidak ada yang special dari wajah pria dingin ini. Kenapa aku jadi salting gini sih?!"Tanpa sadar, Anne memperhatikan wajahnya beberapa saat. Sampai Exel memergokinya. "Eh, ternyata diam-diam mencuri pandang wajahku, ya!? Benar dan tidak salah sih, karena wajahku ini kegantengannya seperti ombak di laut. Kuat dan dapat menghanyutkan. Banyak wanita yang mengantri untuk menjadi kekasihku, Ann."Cih!!Anne tertawa sinis. "Aduh, sudah buang jauh-jauh pembahasan Anda ini. Sesungguhnya, aku sedikit mual. Dan siapa juga yang sedang antri?? Perasaan sejauh ini cuma si Ivanna." Tetap menjaga konsentrasinya menggarap pekerjaan yang berada di berkas file laptopnya."Halah ... kenapa sih jadi wanita sombong banget. Tinggal mengakui saja, apa salahnya!!" Exel menjulur meletakkan tangannya di atas telapak tangan Anne. Wajah wanita itu makin pucat saja dibuatnya."Kamu itu sedang apa?! Begini yang benar itu
Pagi itu, sesuai dengan kesepakatan, Exel datang ke perusahaan besar Abimanyu. Manager Abi telah menunggu kedatangannya. Setelah Exel datang, ia dan beberapa pegawai lain, mendampingi menuju ruangan Anne."Silahkan, Pak Exel. Kami sudah menantikan kedatangan tamu kehormatan seperti Anda kemari." Ia menyapa dengan senyumnya yang mengembang."Anda terlalu membesar-besarkan, Pak. Terimakasih sambutannya." Exel menunduk kepala sebagai salam hormat.Banyak mata nakal terutama pegawai Abi yang ganjen, memperhatikan Exel berjalan melewatinya. "St St!! Siapa itu yang baru lewat? Tampan banget." Salah satunya nyeletuk. "Jangan bicara macam-macam ya, itu rekan kerja Pak Abimanyu!!" "Oh, aduh. Semoga tidak ada yang melaporkan mulutku yang celamitan ini.""Semoga saja.""Tampan sekali sih, duh. Kok aku jadi membayangkan Ibu Anne dan orang ini berjodoh, ya?!" Salah satu dari mereka nyeletuk.Beberapa saat mereka membenarkan. "Ya, kamu benar. Cocok banget. Tampan rupawan dan cantik. Ah ... apal