Share

56. Mencabut Laporan

Penulis: Ananda Zhia
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Yana menyeringai saat mendengar seorang lelaki yang mengatakan hal buruk tentang dirinya. Tapi dia tidak bisa marah, karena hal tersebut adalah fakta.

"Hei, jaga ya mulut kamu! Yana memang tidak sudah tidak mempunyai rahim. Lalu apa kaitannya dengan kamu? Yana jauh lebih bahagia daripada Ani, istri kamu yang mempunyai suami gendeng!"

"Astaga, jaga mulut kamu dong! Bu, ayo pulang saja. Kita kesini hanya untuk dihina saja. Nggak sudi aku kesini! Huh, apalagi kalau ketemu orang seperti mereka dan ngemis-ngemis biar mencabut laporan untuk Ani. Nggak sudi lah!"

"Ya sudah. Kalian silakan pulang saja. Suami dan mertua yang nggak tahu diri seperti kalian bikin mata sakit!" seru Bagas.

"Oke!" seru Satria sambil berdiri dan berkacak pinggang.

"Aku juga tidak sudi melihat kamu lagi. Semoga kita tidak bertemu lagi."

Satria dan Ibunya pun bergegas meninggalkan rumah Bagas, membuat Bagas menghela nafas.

"Kok ada yang lelaki seperti itu. Sudah mengandalkan istri untuk cari uang, eh, pas istrinya
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    57. Ancaman Telepon

    "Katakan saja. Apapun yang bisa kulakukan, akan kulakukan untuk kamu. Yang penting aku benar-benar bisa lepas dari mantan suami sekaligus bisa hidup baru dengan anakku." "Aku hanya ingin kalau kamu keluar dari penjara, kamu harus jalani hidup kamu dengan baik. Dan jangan menjadi pelakor lagi. Lupakan semua masa lalu dan kenangan buruk. Hiduplah dengan benar. Apa kamu bisa?" tanya Yana seraya menatap wajah Ani antusias. Ani menatap Yana dengan berkaca-kaca. "Apa benar kamu mau membantuku dengan syarat seperti itu?" Yana mengangguk dengan tegas. "Tentu saja. Memang kenapa dengan syarat seperti itu?" "Syarat itu terlalu mudah. Aku pastikan aku akan menjalani hidup baruku dengan baik kalau aku bisa keluar dari penjara dan aku bisa lepas dari mertua serta suami ku." "Benarkah? Apa kamu mau berjanji?" "Tentu saja. Tapi bolehkah aku tahu, kenapa kamu memberikanku bantuan seperti ini?" Yana menghela nafas dan tersenyum. "Setiap orang berhak mendapatkan kesempatan kedua, bukan? Kesempata

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    58. Pertengkaran

    "Kamu kenapa?!! Nggak jadi tidur?" tanya Bagas saat Yana keluar dari kamar utama menuju ke kamar sang anak. Yana menggeleng lalu duduk di samping suaminya. "Kemarin aku sudah mencabut laporan ke kantor polisi."Yana pun lalu menceritakan semua yang dialaminya kemarin. Bagas dan Mamanya dengan antusias menyimak. "Ya sudah. Kalau itu keputusan kamu. Aku dukung. Aku setuju kok kita menyewa jasa pengacara untuk membantu Ani sesuai keinginan kamu," tukas Bagas. "Tapi masalah nya, barusan mantN suami Ani telepon.""Hah? Telepon kamu? Dia bilang apa?""Dia ngancem aku biar nggak bantuin Ani. Dia memang ingin nikah lagi, tapi dia juga tetap menginginkan nafkah dari Ani.""Ya Tuhan, egois banget ya. Lalu kamu jawab apa?" tanya Mama Bagas. "Yah, aku jawab sampai jumpa di pengadilan agama. Lalu telepon nya ku tutup.""Yah, benar sih. Enggak usah kamu ladenin dan kalau perlu blokir saja daripada mengganggu.""Kamu sudah nyari pengacara untuk kasus Ani?" tanya Bagas. Yana menggeleng. "Kamu

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    59. Suami yang Melakukan KDRT

    Ani menggigil melihat wajah penuh amarah Satria. Teringat beberapa kenangan saat dia mengalami kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan Satria sebelum dia bekerja di rumah Yana. "Apa yang akan kamu lakukan? Apa kamu akan memukuliku lagi? Pukul saja lagi! Biar semua tahu kalau kamu pelaku KDRT. Sekalian ada saksi dan bukti untuk melaporkanmu ke polisi." Satria mendelik dan segera menyeret Reyhan ke menjauh dari ibunya. "Kesini kamu! Dasar anak tidak tahu diuntung! Kenapa kamu malah mau ikut dengan Ibumu yang mantan napi itu. Mau jadi apa kamu?" tanya Satria kencang. Namun manik mata Reyhan yang jelas menunjukkan tanda dia ketakutan membuat Ani berani menentang Satria. Reyhan yang tangan mungilnya nya ditarik sang ayah berusaha tetap menggenggam tangan sang Ibu. "Tidak. Reyhan akan ikut aku! Aku ibunya, Mas. Aku sudah lama tidak bertemu dengan anakku sendiri. Cukup kamu membuatku sebagai sapi perah!" Ani memeluk anaknya dan membuat mantan suaminya bertambah murka. "Tidak! A

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    60. Berusaha Merebut Anak

    Pengacara yang datang bersama Yana segera memandang ke arah seluruh orang yang berkerumun di sekitarnya. "Kalian telah mengetahui keributan ini. Dan sekarang lihatlah punggung anak ini yang penuh dengan luka!" seru pengacara itu seraya memperlihatkan punggung Reyhan pada beberapa orang yang berkerumun. Beberapa orang mendelik dan tercengang dengan bekas luka di punggung Reyhan. "Apa kalian selaku tetangga di sekitar korban tidak melihat adanya KDRT atau penyiksaan yang dilakukan pada anak ini?" Beberapa orang berpandangan lalu menggeleng serempak. "Maaf, kami tidak mau ikut campur, Pak," sahut salah seorang lelaki bertubuh pendek. Pengacara itu mengerutkan keningnya. "Saya akan membawa kasus ini ke ranah hukum. Kalau kalian terbukti sudah melihat dan menyaksikan KDRT terhadap anak ini tapi mendiamkannya saja, kalian bisa juga saya laporkan pada polisi dan Komnas perlindungan anak dan wanita," tukas pengacara itu tegas. Suasana hening sejenak. "Oh, tetap tidak ada yang mau menga

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    61. Keributan di Panti

    "Astaghfirullah! Bu, apa Ibu mendengar suara di depan panti?" tanya Ani cemas. "Ibu dengar, Nak." "Lalu apa yang harus Ani lakukan?" "Kamu di sini saja. Biar ibu yang menemui tamunya." Ibu panti yang sudah berumur 63 tahun itu mengelap kedua tangannya dengan serbet kotak-kotak merah yang tergantung di dinding sebelah sink lalu bergegas meninggalkan dapur. "Bu, jangan pergi sendiri! Aku ikut!" seru beberapa orang perempuan yang mengenakan celemek. Bagian staf dapur. "Jangan, kalian di sini saja. Bahaya!" "Tidak. Kita hadapi sama-sama, Bu." "Seharusnya kita memakai jasa satpam untuk menjaga gerbang depan." Ibu panti itu menoleh pada Ani. "Uang darimana untuk membayar satpam, An? Kamu tahu sendiri kalau uang dari donatur hanya cukup untuk makan ala kadarnya dan membayar sekolah anak-anak." Ani menatap kedua mata ibu panti asuhan yang telah dianggap nya ibu sendiri. "Jangan cemas, Bu. Ani akan mencari cara untuk menghasilkan uang lebih banyak dan mendayagunakan anak-anak panti."

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    62. Persiapan Sidang di Pengadilan Agama

    "Hap!" Remaja itu dapat menangkap tangan Satria tepat waktu. Sehingga bogem mentah pemuda itu mendarat di telapak tangan si remaja. "Bapak yang memulai duluan ya? Saya keamanan di sini dan bertanggung jawab akan ketertiban di panti ini!" Remaja itu melepaskan cekalan tangannya dan mundur selangkah lalu mengatur kuda-kuda untuk memberikan serangan balik sekaligus untuk menghadapi Satria. Tiga orang remaja lain mendadak berbaris di samping remaja pertama dan melakukan kuda-kuda yang sama. Satria berdecih. "Ck, seperti inikah cara bertarung kalian? Keroyokan? Tidak tahu malu!" "Wah, bapak rupanya tidak berkaca ya?! Justru Bapak yang tidak tahu malu. Umur sudah tua tapi beraninya melawan remaja. Lagipula Bapak ini laki-laki, berani nya melawan ibu panti!" seru pemuda itu tidak mau kalah. "Apa kamu bilang, anak kecil tidak punya sopan santun!" Hiyah! Satria merengsek ke arah remaja itu dan melayangkan tinjunya. Remaja itu menangkis tangan kanan Satria dan melayangkan tendangan

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    63. Sidang Pertama

    Ani menatap ke arah pengacaranya dengan ragu. Pengacaranya berdiri dan menganggukkan kepalanya lalu berjalan terlebih dahulu ke dalam ruang sidang.Pengacaranya dengan langkah pasti menuju ke salah satu tempat duduk lalu Ani mengikuti. Tangan Ani berkeringat dingin dan memandang empat orang hakim dengan satu panitera di dalam ruangan sidang. Pengadilan itu menatap Ani. "Sudahlah, Bu. Jangan cerai saja. Kembali saja pada suami dan kasihan anak," tukas salah seorang dari hakim yang duduk di tengah. Ani menatap ke arah hakim dengan wajah serius lalu menjawab seperti yang diajarkan oleh pengacara Yana. "Maaf, Pak Hakim. Saya tidak kuat dengan temperamennya yang kasar dan tidak memberikan nafkah selama beberapa tahun pernikahan kami. Bahkan dia sering menyiksa saya dan anak saya. Saya sungguh tidak kuat hidup dengan suami seperti itu," tukas Ani dengan mantap. Hakim melihat berkas lembar yang telah ada di mejanya dengan teliti. Lalu memandang ke arah pengacara yang duduk di sebelah An

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    64. Ide Ani

    Slamet tercengang dan memandangi Ani yang merentangkan kedua tangannya menghadang lelaki itu. "Menyingkirlah kamu! Kamu itu tidak penting bagi saya! Kamu tidak usah kepo dengan urusan pribadi rumah tangga saya!""Tidak! Saya tidak akan pernah mengijinkan Bapak untuk membuat Bu Yana sedih lagi!"Ani merengsek maju dan merebut Fajar dari tangan Slamet. Tubuh Ani yang tinggi besar dan gempal membuat posisinya dan Slamet seri.Sementara itu Yana bergegas berteriak di depan gerbang rumah nya menarik perhatian seluruh tetangga."Tolong! Tolong saya! Fajar hendak dibawa bapaknya!" seru Yana. Beberapa tetangga menghambur masuk ke dalam rumah. Beberapa orang pria langsung memegangi tangan Slamet. Slamet mendelik saat melihat anaknya yang tengah menangis berhasil berpindah tangan pada Ani. "Sial*n kalian semua! Ini urusan pribadi rumah tangga kami. Apa salah kalau saya ingin membawa anak saya pulang ke rumah saya?" tanya Slamet sambil memandang semua orang yang berkumpul di halaman depan r

Bab terbaru

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    71. Ending

    Tita berdiri sambil menyeringai di depan restoran milik Bagas. Kondisi restoran Bagas yang menurun dari bulan ke bulan menyebabkan dia harus memberhentikan beberapa karyawan termasuk satpam yang biasanya berjaga di pintu keluar.Tita segera menyalakan korek api dan melemparkannya ke arah restoran milik Bagas. Api menjalar dengan cepat membakar bagian depan restoran Bagas. Tita dengan rasa puas pun masuk lagi ke dalam mobilnya. "Mampus kamu, Yana. Aku baru bisa mati dengan tenang kalau kalian bangkrut. Aku tidak peduli lagi jika aku harus ditangkap polisi setelah ini. Yang penting aku bisa melihatmu apes," tukas Tita sambil melaju ke arah rumah sakit. ***Bagas terjaga dari tidur saat mendengar dering ponselnya berbunyi nyaring. Tanpa melihat nama penelepon, Bagas mendekatkan benda itu ke telinga."Halo.""Halo, Pak. Restoran Bapak kebakaran!"Mata Bagas langsung terbelalak. "Hah, tidak mungkin! Kamu siapa, jangan mengajak bercanda saya!""Demi Tuhan, Pak. Saya Doni, pemilik fotoko

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    70. Positif HIV

    Tiiin!"Aaarghhh!"Slamet menjerit saat motor itu menabraknya. Lelaki itu terjatuh dan mengerang kesakitan. Sementara itu, pengendara motor yang menabraknya juga terjatuh. "Aaargh, tolong!"Slamet berteriak kesakitan sementara pengendara motor yang ikut terjatuh, sudah tidak sadarkan diri. Darah bercucuran dari kepala pengendara motor tersebut. Beberapa orang yang mendengar suara tabrakan motor dan suara erangan Slamet mengerumuninya. "Astaga, Slamet! Tulang kamu sampai terlihat!" jerit Tita kaget seraya menuding siku Slamet. "Aduh Mbak, sakit banget! Rasanya kayak mau mati! Bawa aku ke rumah sakit atau panggil ambulance mbak!!!" seru Slamet di tengah erangan kesakitan nya. "O-oke. Baiklah. Kamu tenang dulu. Aku akan segera menelepon ambulance."Slamet dan kedua kakak nya terkejut saat mendengar dokter mengatakan vonis yang begitu meruntuhkan hatinya. "Bapak mengalami patah tulang luar. Jadi harus operasi hari ini. Masalah utamanya adalah Bapak mengalami positif HIV."Slamet me

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    69. Rencana Slamet

    "Wah, mbak Eva berubah banyak ya sejak aku pergi!" seru Slamet sambil menenteng mobilnya. "Iya dong. Aku udah perawatan salon dan ke klub fitness. Bodiku sudah mulai oke. Aku tinggal cari mangsa," tukas Eva yakin. Tita dengan santainya memakan apel di depannya. "Aku juga semakin intens dengan pak Suryo. Tidak ada lagi keinginan ku untuk merayu Bagas lagi. Aku sudah menemukan sumber uang dan aku tidak ingin kehilangan nya.""Wah, bagus deh kalau begitu. Gimana kalau Mbak Eva juga dikenalkan pada teman-teman pak Suryo? Kali aja ada yang berminat?" usul Slamet."Nantilah. Baru dua minggu juga perawatan nya. Belum maksimal nih.""Ngomong-ngomong kamu apa kabar? Gila bener kamu udah nggak pulang dua minggu."Slamet hanya nyengir saja. Lalu menunjukkan layar ponsel nya. Kedua kakaknya mendelik. "Seratus juta? Gila, Met. Kita bisa bikin kafe mungil lalu dengan perlahan-lahan kita perluas kafenya," tukas Tita dengan mata berbinar. "Yah, itu dia. Awalnya arisan brondong nya hanya seminggu

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    68. Arisan Brondong

    Slamet baru saja menuntaskan hasratnya pada Sasa, saat mendadak ponsel Sasa berbunyi nyaring. Dengan setengah hati, Sasa meraih ponselnya. Sesaat setelah bercakap-cakap, Sasa mengakhiri panggilan dan memeluk erat tubuh Slamet. "Ada apa nih? Kamu kok kelihatan nya seneng banget, Yang?" tanya Slamet penasaran. Dibelainya rambut Sasa dan diciumnya kening Sasa dengan lembut. "Aku berhasil, Yang. Bisnisku deal!" tukas Salsa bangga dan bahagia."Hm, syukurlah kalau begitu. Kamu itu sebenarnya kerja apa sih?" tanya Slamet akhirnya. Sasa menatap wajah Slamet dengan serius. "Bisnis ku banyak. Apa benar kamu ingin tahu? Tapi ada syaratnya."Slamet mengerutkan keningnya. "Pakai syarat segala. Emang bisnis apa sih?" tanya Slamet. Rasa penasaran kini berbalut rasa curiga.'Jangan-jangan Sasa bisnis organ manusia atau narkoba? Dia kan kayak enggak kekurangan uang?' tanya Slamet dalam hati. Sasa menyeringai. "Jadi kuberitahu pekerjaan ku, tapi jika kamu menjauh, aku akan membunuhmu. Kalau ka

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    67. Pekerjaan Haram

    "Oke. Deal!"Tanpa berpikir panjang, Slamet mengiyakan ajakan Sasa. Sasa tersenyum penuh kemenangan. "Baiklah. Tapi aku juga ingin meminta tolong padamu."Slamet mengernyitkan dahinya. "Menolong apa? Aku nggak punya uang untuk menolong mu, Sa."Sasa tertawa. "Bukan uang yang kupinta. Tapi kesediaan kamu untuk keperkenalkan pada teman-teman ku.""Hm, oke. Tidak masalah kalau kamu butuh pencitraan, Sa. Aku bersedia diperkenalkan pada teman-teman kamu."Sasa pun mengangguk dan menggenggam telapak tangan Slamet. Ada senyum aneh terukir di bibir Sasa. "Apa kita harus melakukannya sekarang?" tanya Slamet saat mereka sudah berada di kamar hotel. Sasa mendekat ke arah Slamet tanpa ragu. Bahkan perempuan itu mulai membuka kaos hitam yang dikenakan Slamet. "Apa kamu tidak ingin melakukan nya? Saya sudah mengamati kamu di tempat fitnes beberapa minggu. Dan sekarang baru berani mengajakmu check in," tukas Sasa sambil berbisik di telinga Slamet.Slamet menelan ludah. Hatinya penuh keraguan, ta

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    66. Tawaran Menggiurkan

    "Ada apa, Dek?" tanya Ani panik. Takut terjadi sesuatu pada adik-adik di panti asuhan nya. Adik-adik dari panti asuhannya terengah-engah di hadapan Ani. "Ada apa, Dek? Apa ada yang terluka?" tanya Ani sekali lagi. Adik-adik pantinya menggeleng. "Justru tidak Mbak, kami membawa berita bagus. Tapi kami takut Mbak ini tidak dapat melakukan nya."Ani mengerutkan keningnya. "Ada apa sih?""Tujuh puluh lima bungkus keripik debog pisang abis, Mbak!"Mata Ani berbinar mendengarnya. "Wah benarkah? Alhamdulillah dong!""Bahkan ada yang pesan lagi. Ini sudah ada yang pesan sekitar 200 bungkus. Dan minta selesai dalam waktu dua hari."Ani mendelik tapi senyumnya terkembang. Bahagia walau kaget."Wah, kalau begitu kalian harus membantu Mbak dong!""Tentu saja, Mbak. Apapun akan kami lakukan demi kemajuan panti asuhan kita. Apalagi kalau nanti kita punya toko sendiri. Kita bisa memperkerjakan anak-anak yang sudah lulus SMA. Seperti aku, misalnya," sahut salah seorang adik panti asuhan Ani. Ani

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    65. Ide Baru

    Yana terdiam sambil meraih keripik pare lalu mencicipi nya. "Baik, ada dua hal yang harus saya sampaikan. Kabar bagus dan kabar buruk."Ani mendelik dan menatap wajah Yana dengan tegang. "Itu keripik homemade. Jadi tanpa bahan pengawet, Bu. Aman insyallah."Yana mengangguk. "Iya saya tahu. Makanya saya ingin menyampaikan kabar baik dan kabar buruk. Mana yang ingin kamu dengar dulu?""Kabar buruk dulu saja, Bu."Yana menghela nafas. "Secara pengemasan masih kurang rapi dan karena bahan alami, maka kamu perlu alat peniris minyak atau spinner agar keripik kamu tidak tengik alias bisa awet dalam waktu lama."Ani mengangguk-anggukkan kepalanya. "Lalu kabar baiknya apa, Bu?""Rasanya enak, renyah, bumbunya pas. Saya suka dan saya setuju kalau mengadakan konsinyasi dengan kamu."Mata Ani berbinar. "Benarkah? Benar. Tapi dengan syarat kamu benahi kemasannya dan belilah spinner dulu untuk meniriskan minyak. Kalau kamu perlu modal, bilang saja. Bayar setiap bulan tanpa bunga."Ani menggeleng

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    64. Ide Ani

    Slamet tercengang dan memandangi Ani yang merentangkan kedua tangannya menghadang lelaki itu. "Menyingkirlah kamu! Kamu itu tidak penting bagi saya! Kamu tidak usah kepo dengan urusan pribadi rumah tangga saya!""Tidak! Saya tidak akan pernah mengijinkan Bapak untuk membuat Bu Yana sedih lagi!"Ani merengsek maju dan merebut Fajar dari tangan Slamet. Tubuh Ani yang tinggi besar dan gempal membuat posisinya dan Slamet seri.Sementara itu Yana bergegas berteriak di depan gerbang rumah nya menarik perhatian seluruh tetangga."Tolong! Tolong saya! Fajar hendak dibawa bapaknya!" seru Yana. Beberapa tetangga menghambur masuk ke dalam rumah. Beberapa orang pria langsung memegangi tangan Slamet. Slamet mendelik saat melihat anaknya yang tengah menangis berhasil berpindah tangan pada Ani. "Sial*n kalian semua! Ini urusan pribadi rumah tangga kami. Apa salah kalau saya ingin membawa anak saya pulang ke rumah saya?" tanya Slamet sambil memandang semua orang yang berkumpul di halaman depan r

  • IBUKU MERENGGUT RAHIM ISTRIKU    63. Sidang Pertama

    Ani menatap ke arah pengacaranya dengan ragu. Pengacaranya berdiri dan menganggukkan kepalanya lalu berjalan terlebih dahulu ke dalam ruang sidang.Pengacaranya dengan langkah pasti menuju ke salah satu tempat duduk lalu Ani mengikuti. Tangan Ani berkeringat dingin dan memandang empat orang hakim dengan satu panitera di dalam ruangan sidang. Pengadilan itu menatap Ani. "Sudahlah, Bu. Jangan cerai saja. Kembali saja pada suami dan kasihan anak," tukas salah seorang dari hakim yang duduk di tengah. Ani menatap ke arah hakim dengan wajah serius lalu menjawab seperti yang diajarkan oleh pengacara Yana. "Maaf, Pak Hakim. Saya tidak kuat dengan temperamennya yang kasar dan tidak memberikan nafkah selama beberapa tahun pernikahan kami. Bahkan dia sering menyiksa saya dan anak saya. Saya sungguh tidak kuat hidup dengan suami seperti itu," tukas Ani dengan mantap. Hakim melihat berkas lembar yang telah ada di mejanya dengan teliti. Lalu memandang ke arah pengacara yang duduk di sebelah An

DMCA.com Protection Status