Share

Hadiah

Penulis: Uci ekaputra
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Tak terasa waktu cepat sekali berlalu, sudah sebulan sejak Dina berlibur. Kini dia tidak pernah berkunjung ke rumahku lagi. Bahkan untuk sekedar menanyakan kabarku pun tidak pernah. Mungkin dia benar-benar marah padaku.

Aku menghela napas panjang, lalu mengeluarkannya perlahan. Ada sesak di hatiku ketika mengingat putriku itu. Hanya karena masalah sepele dia sampai marah seperti ini. Aku pun tidak pernah mencoba untuk menghubunginya, walau kadang ada rindu bersarang di hatiku.

Ibu mana yang tidak rindu pada anaknya, ketika sudah satu bulan tidak bertemu, bahkan bertukar kabar. Rasanya ada yang hilang dari hidupku, ketika Dina tak juga mau menghubungi atau menemuiku.

"Ibu ... lagi melamunkan apa?" Dani menepuk pundakku lembut.

Aku pun menoleh ke arahnya. Tampak Dani dan juga Nada telah berada di belakangku. Mereka mungkin baru saja tiba, tapi aku tidak menyadari kedatangan mereka. Mungkin aku terlalu fokus pada pikiranku tentang Dina. Aku pun langsung berdiri menyambut kedatangan merek
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • IBU YANG KAU BUANG   Batalkan

    Angin dingin menembus kulitku, udara menjadi sangat dingin setelah hujan turun dengan lebatnya tadi. Aku mengeratkan sweater biru tua yang aku pakai, sembari memeluk amplop yang diberikan Dani tadi. Aku membawanya hati-hati sekali. Bahkan takut jika sampai amplop tersebut kusut.Aku memperlakukannya dengan sangat hati-hati. Dari tadi pun senyumku tidak pernah pudar.Aku berjalan dari ujung persimpangan, tadi Dani menurunkanku di sana. Sebenarnya dia ingin mengantarku sampai depan rumah, tapi aku melarangnya. Aku tidak ingin Damar banyak bertanya tentang siapa yang mengantarku pulang dengan mengendarai mobil yang terlihat mewah.Jalanan yang kulewati banyak air yang menggenang, membuatku menghindarinya agar ujung gamisku tidak basah. Sebenarnya jarak antara rumahku dan juga persimpangan tidaklah jauh, tapi jika jalanan digenangi air seperti ini, membuatku harus melangkah pelan-pelan.Aku mendesah lega ketika sudah sampai di depan rumah, tapi pandangan mataku memicing di kala melihat mot

  • IBU YANG KAU BUANG   Ditukar

    "Aku sudah tidak tahu lagi apa yang ada di pikiran Ibu. Bisa-bisanya Ibu melakukan itu. Anakmu sedang dalam kesusahan. Tapi apa yang Ibu lakukan? Ibu malah tetap bersikeras mewujudkan impian Ibu itu! Teganya Ibu seperti itu. Damar baru tahu kalau ternyata Ibu tidak pernah menyayangi kami!" sentak Damar dengan penuh penekanan.Aku menatap bungsuku itu dengan ekspresi terluka. Aku kembali patah hati pada anak-anakku. Hatiku kembali terluka oleh kata-kata mereka."Apa yang kamu katakan, Mar? Ibu selalu menyayangi kalian. Tidak pernah ibu memikirkan diri ibu sendiri selama ini. Ibu banting tulang untuk membesarkan kalian. Membahagiakan kalian, hingga ibu sendiri lupa untuk membahagiakan diri ibu sendiri. Sejak ayah kalian meninggal, ibu tidak pernah memikirkan diri ibu sendiri. Yang ada di dalam pikiran ibu selalu kalian, berpikir bagaimana kalian bisa hidup tanpa kekurangan meski sudah tidak mempunyai orangtua yang lengkap! Lalu, bagian mana yang membuat ibu tidak menyayangi kalian? Jawa

  • IBU YANG KAU BUANG   Mendo'akan

    "Ayo, Buk." Nada menepuk pundakku lembut, ketika aku masih memandang rumah yang sudah menjadi tempat tinggalku semenjak Mas Darman memboyongku setelah pernikahan kami.Rumah yang menjadi saksi bisu setiap suka dukaku dalam mengarungi pahit manisnya kehidupan. Aku merasa langkahku sangat berat meninggalkan rumah yang memiliki banyak kenangan itu.Setelah tadi Dani mengirim uang yang Damar minta, dia langsung mengajakku pergi, meninggalkan rumah yang sangat berarti untukku itu."Ayo kita pergi, Buk. Hari sudah semakin malam, kasihan Nada." Dani meraih tanganku dengan lembut, aku pun menatapnya dengan mata berkaca-kaca, setengah memohon agar dia tidak membawaku pergi dari rumah yang penuh dengan kenangan indahku bersama Mas Darman."Ibu, kita harus segera pulang, Buk. Kasihan Nada dan calon bayinya, mereka butuh istirahat yang banyak," ucapnya lagi dengan suara yang semakin melembut.Aku mengalihkan tatapanku ke arah Nada. Wanita berkulit putih dengan lesung pipi itu mengangguk. "Iya, Bu

  • IBU YANG KAU BUANG   Mirip Damar

    Waktu bergulir begitu cepat, tidak terasa enam bulan telah berlalu. Kini aku semakin terbiasa hidup tanpa anak-anakku, walaupun terkadang aku masih menangisi mereka.Dina dan Damar pun tidak pernah mencariku, mungkin hidup mereka sudah jauh lebih baik dari yang dulu, apalagi dengan uang yang mereka terima itu. Tentu mereka tidak akan kesusahan sama sekali. Aku pun tidak tahu, yang pasti sekarang aku sedang berusaha menata hatiku dengan menyibukkan diri, mengalihkan kesedihanku.Setelah waktu berlalu dengan cepatnya, perut Nada pun sudah mulai terlihat membesar, hari ini aku menemaninya pergi ke dokter. Sementara Dani sedang ada meeting yang tidak bisa dia tinggalkan, hingga tidak bisa menemani sang istri memeriksakan kandungannya.Nada sudah selesai diperiksa sejak tadi, kini kami sedang mengantri untuk mengambil obat yang diresepkan dokter, setelah itu kami bisa pulang. Kami sedang duduk di tempat tunggu."Ibu, Nada ke kamar mandi dulu ya," ucap Nada tiba-tiba. Dia sudah berdiri dari

  • IBU YANG KAU BUANG   Kemalangan

    "Gimana, Mas? Aku nggak tega jika ibu sampai tahu. Beliau pasti sangat khawatir nanti." Suara Nada terdengar setengah berbisik, aku baru saja akan memanggil Nada dan Dani untuk makan malam. Tapi aku malah mendengar Nada berbicara tentangku. Aku pun menghentikan langkahku di anak tangga."Tapi mau bagaimana lagi, Dek. Kita harus jujur," sahut Dani.Aku mengernyit, 'Apa yang sedang mereka bicarakan?' batinku, penasaran dengan pembicaraan mereka."Tapi aku takut jika ibu akan kembali bersedih lagi, Mas," tutur Nada."Iya, aku tahu, Dek. Tapi ibu juga harus tahu keadaan mereka."Mereka? Mereka siapa? Aku menjadi semakin penasaran saja. Aku ingin tahu siapa yang dimaksud dengan mereka itu. Tapi aku juga tidak bisa langsung menanyakannya pada Dani ataupun Nada. Sebaiknya aku menyimak dulu pembicaraan mereka."Kemarin, waktu ibu menemaniku ke rumah sakit. Sebetulnya aku melihat Damar. Tapi aku tidak berani memberitahu ibu. Aku takut jika ibu melihat Damar, ibu akan bersedih lagi."Aku terkes

  • IBU YANG KAU BUANG   Mereka Buang

    "Kita berhenti di sini saja, Pak," ucapku pada sopir yang dipekerjakan Dani untuk mengantarku berbelanja.Sebenarnya tadi aku beralasan ingin pergi berbelanja sebentar. Setelah berbelanja, aku ingin mencari tahu kabar Damar dan juga Dina. Apalagi setelah mendengar pembicaraan Dani dan istrinya, aku jadi penasaran dengan kabar anak-anakku."Baik, Bu," sahutnya.Aku membenahi masker yang telah aku pakai. Lalu membuka kaca jendela sedikit, netraku melihat rumah yang telah aku tinggalkan beberapa bulan yang lalu. Tampak tidak ada yang berubah dari rumah itu. Semuanya nampak sama, tanaman yang selalu aku rawat pun masih terlihat sama, tidak ada yang nampak layu ataupun mati. Tampaknya mereka merawatnya.Aku rindu sekali suasana di rumah itu. Rumah yang walaupun kecil tapi menyimpan banyak kenangan tentang Mas Darman dan juga anak-anak. Di sanalah aku berjuang keluar dari keterpurukan ketika Mas Darman pergi meninggalkanku karena maut telah memisahkan kami. Dan di sanalah aku membesarkan Di

  • IBU YANG KAU BUANG   Kejujuran Dani

    "Ibu, kenapa?" tanya Dani.Aku tersentak, lalu menatap putra sambungku itu dalam. "I-bu tidak apa-apa, Dan."Dani meletakkan sendok di tangannya, lalu mengambil air minum yang ada di depannya. Kemudian dia meneguknya hingga tinggal separuh. Setelah selesai, dia meletakkan sisa minumnya ke tempatnya kembali."Ibu jangan berbohong. Dani tahu jika Ibu sedang tidak jujur. Katakanlah, Buk. Katakan apa yang sedang Ibu pikirkan," ucap Dani."Iya, Buk. Katakan saja, siapa tahu kami bisa membantu." Kini ganti Nada yang berbicara.Aku menatap mereka berdua bergantian. Ada keraguan dalam hatiku ketika aku ingin menanyakan tentang kabar Damar dan juga Dina.Kami sedang menikmati makan malam. Tapi sedari tadi aku hanya mengaduk makanan di piringku. Aku tidak mempunyai selera makan sama sekali setelah mengetahui keadaan Dina dan juga Damar.Sungguh, walau bagaimanapun logikaku ingin mengabaikan keadaan mereka, tapi hatiku tidak bisa. Seorang ibu tetaplah seorang ibu, walau disakiti sedemikian rupa

  • IBU YANG KAU BUANG   Permintaan Maaf

    "I-bu ...." Bibir putra bungsuku itu berbisik memanggil namaku ketika aku sedang berdiri berhadapan dengannya.Netraku memindai penampilan putra bungsuku itu dari dekat. Penampilannya sungguh-sungguh memprihatinkan. Wajahnya terlihat sangat tirus, lingkar hitam terlihat jelas menghiasi kedua matanya, rambutnya pun dibiarkan sedikit memanjang, di sekitar dagunya tumbuh jenggot yang tampak belum tercukur. Benar-benar sangat kontras dengan penampilannya yang dulu, yang selalu rapi. Dulu Damar selalu menjaga penampilannya.Satu minggu setelah mendengar kabar tentang putra putriku dari Dani, aku merenung. Batinku berperang dengan pikiranku sendiri. Jujur hatiku masih teramat sakit dengan perlakuan mereka dulu padaku.Aku telah patah hati pada putra bungsuku itu. Tapi mau bagaimanapun, tidak ada yang namanya mantan anak. Mereka tetaplah anak-anakku walau aku sakit hati pada mereka. Rasa sakit hatiku kalah dengan rasa sayangku pada mereka.Aku selalu melangitkan do'a agar Yang Kuasa membukak

Bab terbaru

  • IBU YANG KAU BUANG   Akhir

    Pov Dani. [Dan, bagaimana dengan nama 'Afnan Alfiansyah'? Bagus tidak? Ibu sudah berpikir panjang, tapi ibu bingung sendiri memikirkannya. Bagaimana dengan nama itu? Kalau kamu dan Nada kurang suka, kalian bisa mencari nama lain. Oh iya, nanti jangan tunggu ibu. Mulai saja acaranya tanpa ibu, mungkin ibu akan datang terlambat.]"Afnan Alfiansyah? Emm ... nama yang bagus," gumamku setelah membaca pesan dari ibu.Baru pukul tiga dini hari tapi ibu sudah mengirimkan pesan padaku. Tumben sekali. Apa beliau terjaga sepertiku? Entah kenapa putra kecilku rewel sekali malam ini. Tidak seperti malam-malam sebelumnya yang selalu anteng dan tidak pernah rewel sama sekali. Aku pun heran dibuatnya. "Istirahatlah, Mas. Biar aku yang gantian menjaga anak kita." Suara Nada terdengar, aku pun menoleh ke arahnya. Wajah Nada terlihat pucat, dia pasti kelelahan karena menjaga putra kami sepanjang malam."Kamu saja yang istirahat, Dek. Kasihan kamu kalau tidak bisa beristirahat, tubuhmu pasti belum puli

  • IBU YANG KAU BUANG   Terlalu Cepat

    Pov Author. "Masya Allah ... Tabarakallah, dia ganteng sekali, Dan. Dia benar-benar mirip denganmu," ucap Bu Ratmi memuji bayi mungil yang ada di dalam gendongannya. Netranya memindai wajah si bayi yang masih terlelap, tampak tidak terganggu dengan percakapan orang-orang di sekitarnya."Alhamdulillah, Buk. Dani sudah sangat bersyukur Nada dan bayi kami selamat. Dani sudah tidak tahu lagi bagaimana mengucap syukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta'ala," sahut Dani sembari menggenggam erat tangan sang istri yang masih terbaring di ranjangnya.Sementara Nada hanya bisa tersenyum melihat wajah sang suami yang terlihat sembab. Dia tahu sekali jika suaminya itu pasti sudah menangis sejak dia ditangani oleh dokter. Di dalam hati, Nada merasa sangat lega, tugasnya sebagai ibu baru saja dimulai. Putranya terlahir dengan sehat tanpa kekurangan apapun, walaupun sempat terjadi pendarahan padanya akibat terjatuh di kamar mandi. Dia merasa bersalah karena tidak berhati-hati saat ke kamar mandi. Andai t

  • IBU YANG KAU BUANG   Tak Lagi Sendiri

    Pov Author."Kenapa, Buk?" tanya Damar melihat sang ibu sedang memijit keningnya. Dia pun beranjak duduk di samping sang ibu."Eh ... nggak, Mar. Ibu nggak kenapa-napa," sahut Bu Ratmi. Dia hanya merasa pusing saja semenjak bangun dari tidurnya. Padahal selama ini dia jarang sekali sakit, tapi tidak tahu kenapa pagi ini setelah bangun tidur kepalanya terasa berat."Benar, Ibuk nggak apa-apa?" tanya Damar lagi memastikan jika sang ibu memang baik-baik saja.Bu Ratmi menarik napas panjang, lalu mengeluarkannya perlahan, "Iya, Mar. Ibu baik-baik saja. Kamu tidak usah khawatir. Bukankah kamu tahu sendiri jika ibu jarang sekali sakit?""Iya, Buk. Damar hanya khawatir saja, wajah Ibu terlihat pucat, tidak seperti biasanya," sahut Damar sembari memindai wajah sang ibu yang terlihat pucat."Benarkah, Mar? Mungkin ibu masih kelelahan akibat perjalanan jauh kemarin," ucap Bu Ratmi sembari memaksakan senyumnya, berharap agar sang putra tidak perlu khawatir terhadapnya. Dia hanya merasa pusing bi

  • IBU YANG KAU BUANG   Terwujud

    Pov Author Bu Ratmi melambaikan tangan pada anak-anaknya, dia baru saja pulang dari Tanah Suci. Setelah hampir satu setengah bulan dia menjalankan ibadah haji, kini dia telah kembali.Bu Ratmi berangkat ke Tanah Suci bersama dengan putra sambungnya. Dani menemani ibu sambungnya itu sebagai ganti Bu Risma, sang ibu kandung yang telah tiada dan belum mempunyai kesempatan untuk bertandang ke Tanah Suci. Sementara Nada berada di rumah, tidak bisa ikut dengannya, mengingat usia kandungannya yang sudah mendekati waktu lahiran. Tapi Nada tidak sendirian di rumah, Dina diminta Bu Ratmi untuk menemani menantunya itu. Dia takut jika terjadi sesuatu dengan Nada sementara sang suami tidak ada di rumah.Damar dan Dina menjemput ibu mereka dengan wajah yang semringah. Terlihat dari wajah mereka yang sangat antusias menyambut kedatangan sang ibu. Ada sorot kerinduan yang terpancar dari keduanya setelah hampir satu setengah bulan tidak melihat wajah sang ibu."Ibu ...!" seru Dina sembari berlari ke

  • IBU YANG KAU BUANG   Mimpi

    "Ada apa, Buk? Dari tadi Ibu tidak menyentuh makanan Ibu sama sekali," tanya Dani membuatku menoleh ke arahnya.Aku menerbitkan senyum ke arahnya. "Tidak apa-apa, Dan. Hanya saja hari ini ibu bahagia sekali. Kita bisa berkumpul semua di sini dengan keadaan yang jauh lebih baik. Melihat kalian semua berkumpul dan akur seperti ini sudah membuat ibu bahagia, rasanya makanan yang tersedia sekarang ini tidak bisa menandingi rasa bahagia di hati ibu."Netraku berkaca-kaca, tidak pernah aku bayangkan hari ini akan tiba, hari di mana kami semua berkumpul dalam suasana kekeluargaan. Ada Damar yang sudah sembuh dari luka-luka yang dideritanya dan ada juga Feni, Dina pun duduk manis di sampingku. Sementara kehadiran Dani dan Nada melengkapi kebahagiaan keluarga kami. Aku bahagia, bahkan sangat-sangat bahagia.Kami sedang makan malam di rumahku yang dulu, kini aku telah kembali tinggal bersama dengan Damar dan juga Dina. Damar memintaku kembali untuk tinggal bersamanya setelah dia keluar dari rum

  • IBU YANG KAU BUANG   Sadarkan Diri

    "Berikan ibu waktu, Din. Semua yang terjadi saat ini membuat hati ibu sangat terguncang. Ibu sudah memaafkanmu dari lama, tapi untuk menyembuhkan luka di hati ibu, itu butuh waktu, Din." Aku menatap manik hitam legam milik putriku dalam.Dina menundukkan kepalanya mendengar ucapanku, air matanya pun jatuh kembali. Bahu ringkihnya tampak berguncang bersamaan dengan lolosnya isak tangisnya lagi. Dia menangis lagi, suara isak tangisnya terdengar memilukan.Allah ... rasanya aku sudah tidak kuasa lagi melihat putriku menangis seperti itu. Aku ingin memeluknya, mendekapnya agar tangisnya mereda.Tanganku perlahan terulur meraih tubuh ringkih putriku itu ke dalam pelukanku. Aku mendekapnya, mendekap putri yang pernah menyakiti hatiku itu dengan erat. Setelah memeluknya, kini dia seperti kembali menjadi kecilku lagi, saat dulu dia menangis tersedu karena sang ayah telah meninggalkannya di usia yang masih belia.Hatiku terenyuh, rasanya aku telah menemukan kembali putri kecilku yang telah lam

  • IBU YANG KAU BUANG   Bukan Yang Diinginkan

    Tanganku gemetar menyentuh wajah Damar yang lebam, mungkin karena terbentur sesuatu saat kecelakaan. Kepala Damar juga dibungkus perban. Dari keterangan dokter, luka di kepalanyalah yang paling parah, hingga membuatnya belum juga sadarkan diri.Air mataku menetes tanpa henti melihat bungsuku terbaring dengan berbagai macam alat medis di tubuhnya. Hatiku bagai diremas melihatnya.Ibu tetaplah seorang ibu. Dia akan bersedih ketika melihat anaknya dalam keadaan yang mengenaskan. Walaupun pernah disakiti sedemikian rupa, tapi seorang ibu tidak akan tega melihat kondisi anaknya seperti itu."Ya Allah ... bukan ini yang aku inginkan. Aku tidak pernah berharap melihat anakku dalam keadaan yang memilukan seperti ini. Biar aku saja yang menderita, jangan anakku, Ya Allah." Aku tergugu, sudah tidak mampu lagi rasanya kakiku menopang bobot tubuhku melihat kondisi Damar.Duniaku rasanya telah runtuh karena kesedihan melihat keadaan putraku yang mengenaskan. Matanya terpejam rapat sejak aku masuk

  • IBU YANG KAU BUANG   Kecelakaan

    Aku menatap langit-langit kamar, sudah sedari tadi aku mengunci diri di kamar. Bahkan aku tidak keluar untuk sekedar makan siang. Nada pasti sedang khawatir di luar sana. Tapi aku juga tidak bisa menelan makanan dalam keadaan seperti ini. Ternyata hatiku tidak baik-baik saja setelah bertemu dengan Damar. Masih terbayang bagaimana penampilannya tadi saat kami bertemu."Ibu ... Ibu, buka pintunya, Buk." Suara Dani terdengar bersamaan dengan ketukan pintu.Keningku berkerut ketika mendengar suaranya, lalu aku menoleh ke arah jam yang tergantung di dinding. Waktu masih menunjukkan pukul satu siang, tapi Dani sudah pulang? Aneh sekali."Buk, tolong buka pintunya. Dani mohon, ada hal penting yang harus Ibu ketahui," ucapnya lagi.Aku pun bangkit dari pembaringan mendengar nada khawatir dari suara Dani. Aku takut terjadi sesuatu pada Nada ataupun Dani.Aku melangkah tergesa menuju pintu, setelah sampai, aku langsung membukanya tanpa menunggu. Wajah Dani muncul dari balik pintu."Ada apa, Dan

  • IBU YANG KAU BUANG   Permintaan Maaf

    "I-bu ...." Bibir putra bungsuku itu berbisik memanggil namaku ketika aku sedang berdiri berhadapan dengannya.Netraku memindai penampilan putra bungsuku itu dari dekat. Penampilannya sungguh-sungguh memprihatinkan. Wajahnya terlihat sangat tirus, lingkar hitam terlihat jelas menghiasi kedua matanya, rambutnya pun dibiarkan sedikit memanjang, di sekitar dagunya tumbuh jenggot yang tampak belum tercukur. Benar-benar sangat kontras dengan penampilannya yang dulu, yang selalu rapi. Dulu Damar selalu menjaga penampilannya.Satu minggu setelah mendengar kabar tentang putra putriku dari Dani, aku merenung. Batinku berperang dengan pikiranku sendiri. Jujur hatiku masih teramat sakit dengan perlakuan mereka dulu padaku.Aku telah patah hati pada putra bungsuku itu. Tapi mau bagaimanapun, tidak ada yang namanya mantan anak. Mereka tetaplah anak-anakku walau aku sakit hati pada mereka. Rasa sakit hatiku kalah dengan rasa sayangku pada mereka.Aku selalu melangitkan do'a agar Yang Kuasa membukak

DMCA.com Protection Status